Professional Documents
Culture Documents
GEL TERBINAFIN
TERFIGEL
Disusun oleh:
Kelompok 4
Christye Aulia
Gumilar Adhi Nugroho
Nevi Nur Fitriasari
Sriwulantya
1306502320
1306502472
1306502680
1306502876
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan nikmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas makalah dari mata kuliah Rancangan
dan Pengembangan Formula. Dalam penyusunan makalah ini, kami mengangkat tema
mengenai PBL Terbinafin Gel, sediaan yang kami buat kami beri nama TERFIGEL.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Silvia Surini M.Pharm.Sc., Sutriyo M.Si., Apt., Kurnia Sari M.Pharm., Apt.
selaku dosen pengajar Mata Kuliah Rancangan dan Pengembangan Formula yang
sudah memberikan bimbingan untuk menyusun makalah ini.
2. Rekan-rekan tim penyusun dan seluruh rekan Apoteker angkatan 79 Fakultas Farmasi
UI yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dimakalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini Semoga hasil
dari pembuatan makalah ini bermanfaat dan menginspirasi pembaca untuk dapat
mengembangkan formula obat secara komprehensif.
.
Depok, Maret 2014
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL....... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................
1.2 Tujuan .........................................................................................................................
1.3 Permasalahan ..............................................................................................................
1.4 Metode Penulisan .......................................................................................................
1
1
2
2
2
3
3
9
10
BAB 3 PRAFORMULASI................................................................................................
3.1 Terbinafin Gel.............................................................................................................
3.2 Mekanisme Kerja........................................................................................................
3.3 Permasalahan dan Solusi ............................................................................................
3.4 Studi Praformulasi ......................................................................................................
3.5 Sifat Fisikokimia Bahan Gel Terbinafin .....................................................................
13
13
13
14
15
15
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan
daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari
kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal dide_nisikan sebagai
obat yang dipakai di tempat lesi. Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen
dasar yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. sediaan topikal adalah sediaan yang
penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek local. Kegunaan terapetik
dari sediaan topikal ini berkaitan dengan sifat melekatnya pada kulit atau membran mukosa
selama periode waktu yang cukup lama, serta berefek farmakologis melalui mekanisme
perlindungan dan penutupan serta efek lokal oleh bahan berkhasiat.
Gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun
baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi
cairan. Gel adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan. Penampilan gel
adalah transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, yang dengan
jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga
dimensi.
Terbinafine gel adalah sediaan yang digunakan dalam pengobatan onkomikosis,
kandidiasis yang diaplikasikan pada kulit dan kuku sebagai antijamur. Dalam formulasi
sediaan terbinafin gel harus diperhatikan keterkaitan antara kestabilan bahan-bahan yang
terkandung dalam sediaan dengan tampilan, kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan
serta kebutuhan pasien. Formulasi suatu sediaan farmasi didahului dengan identifikasi
masalah yang mungkin timbul selama formulasi dan menentukan solusi yang dipilih dari
permasalahan yang timbul itu. Kemudian, ditentukan pula spesifikasi sediaan yang
diinginkan. Spesifikasi tersebut selanjutnya dijadikan acuan dalam formulasi dan evaluasi.
Setiap tahap tersebut dilakukan untuk mendapatkan sediaan gel yang memenuhi persyaratan.
1.2
Tujuan
1.3
Permasalahan
Dalam makalah dibahas tentang permasalahan fisikokimia, farmasetika, biofarmasetika
dalam pembuatan sediaan gel terbinafin dan menemukan solusi yang tepat dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu juga, dibahas mengenai praformulasi,
formulasi, prosedur pembuatan, dan evaluasi sediaan gel terbinafin.
1.4
Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini disusun berdasarkan metode pustaka. Penulis mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan tema makalah ini dari berbagai sumber berupa textbook,
jurnal-jurnal, atau situs-situs yang menampilkan informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan makalah ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kulit
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada
berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan dan
telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi,
dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis
karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari
plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada
epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu:
a) Lapisan tanduk (stratum corneum)
Terdiri dari beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air.
Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut dalam air
dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit
untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati di
permukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum
corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut
mantel asam kulit.
b) Lapisan Jernih (stratum lucidum)
Terletak tepat di bawah stratum corneum merupakan lapisan yang tipis, jernih,
mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang
disebut reins barier (Szakall) yang tidak bisa ditembus (impermeable).
c) Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar,
berinti mengkerut. Stoughton menemukan bahwa di dalam butir keratohyalin itu
terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi bahan katalisator proses
pertandukkan kulit.
d) Lapisan Malphigi (stratum spinosum atau malphigi layer)
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas srabut protein. Cairan limfe
masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.
e) Lapisan Basal (stratum germativum atau membran basalis )
Lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum granulosum juga terdapat selsel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
4
memebentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melaluimelalui dendrit-dendritnya. Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel keratinosit.
Kesatuan ini diberi nama unit melanin epidermal.
2. Dermis
Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan
kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis
terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dantelapak kaki.
Fungsi utama dari dermis adalah mengatus temperatur dan menyalurkan darah yang kaya
nutrisi menuju epidermis. Sebagian besar persediaan air dalam tubuh disimpan dalam dermis.
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung
rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh
darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili).
a) Pembuluh darah, menyediakan nutrisi dan oksigen untuk kulit dan membawa pergi sel
yang tak terpakai. Pembuluh darah juga menyalurkan vitamin D yang diproduksi oleh
kulit menuju ke seluruh tubuh.
b) Pembuluh limfe, memberikan cairan limfe yang mengandung sel yang dapat melawan
infeksi sebagai bagian dari sistem imun.
c) Folikel rambut, terletak di pangkal rambut, di bawah permukaan kulit dan memberi
nutrisi bagi rambut.
d) Kelenjar keringat, terdiri dari
Kelenjar apokrin
Keringat yang mengandung 95-97 persen air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida minyak, glusida,
dan sampingan dari metabolisme seluler. Kelenjar ini terdapat di seluruh kulit,
mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai kulit kepala. Jumlahnya di
seluruh badan sekitar 2 juta, menghasilkan 14 liter keringat dalam 24 jam pada
orang dewasa. Bentuknya langsing, bergulung-gulung, dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
Kelenjar akrin
Lebih besar daripada kelenjar ekrin, hanya terdapat di daerah-daerah ketiak,
puting susu, daerah kelamin, dan menghasilkan cairan yang agak kental serta
berbau khas pada setiap orang. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar
sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak
terlal banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini.
e) Kelenjar sebasea, menghasilkan minyak yang membantu untuk menjaga agar kulit
tetap halus dan kenyal. Minyak tersebut juga menjaga kulit menjadi kedap air
sehingga mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur pada permukaan kulit.
f) Ujung syaraf, reseptor nyeri dan sentuhan yang menyampaikan sensasi nyeri, gatal,
tekanan, suhu, kepada otak.
g) Kolagen dan elastin, kolagen adalah protein yang menyusun lapisan dermis, dan
dibuat oleh fibroblast. Kolagen adalah protein yang kaku, dan tidak larut air yang
ditemukan dalam tubuh pada jaringan ikat yang mempertahankan agar otot dan organ
tetap berada di tempatnya. Elastin, sebuah protein, merupakan bahan yang
memungkinkan kembalinya kulit ke asal setelah diregangkan dan menjaga agar kulit
tetap fleksibel.
3. Subkutan / hipodermis
Lapisan ini merupakan lapisan terdalam dari kulit, dan terdiri dari jaringan sel lemak
dan kolagen. Lapisan ini berfungsi baik sebagai insulator, yang menjaga suhu tubuh, dan
sebagai penahan guncangan, untuk melindungi organ dalam. Lapisan ini juga menyimpan
lemak sebagai energi bagi tubuh. Pembuluh darah, syaraf, pembuluh limfe, dan folikel
rambut juga melintasi lapisan ini. Ketebalan lapisan hipodermis bervariasi pada seluruh
tubuh dan untuk setiap orang.
3. Kulit Kering
Tekstur kulit kering umumnya kasar dan cenderung terlihat (flaky). Tidak ada bagian yang
mengilap, bahkan kulit cenderung terlihat suram dan kusam. Lubang pori-pori berukuran
kecil. Tanpa kelembapan yang cukup, kulit kering akan mudah menjadi merekah. Tandatanda penuaan akan terlihat lebih jelas untuk jenis kulit kering jika dibandingkan dengan jenis
kulit lainnya.
4. Kulit Kombinasi
Merupakan gabungan antara kulit kering dan kulit berminyak dengan tingkat yang
berbeda. Umumnya area T yaitu kening, hidung dan dagu akan lebih berminyak. Sementara
daerah pipi dan leher lebih kering. Kebanyakan orang memiliki kulit kombinasi dibandingkan
kulit kering atau kulit berminyak.
5. Kulit Sensitif
Diagnosis kulit sensitif didasarkan atas gejala-gejala penambahan warna, dan reaksi cepat
terhadap rangsangan. Kulit sensitif biasanya lebih tipis dari jenis kulit lain sehingga sangat
peka terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan alergi (allergen). Pembuluh darah kapiler dan
ujung saraf pada kulit sensitifterletak sangat dekat dengan permukaan kulit. Jika terkena
allergen,reaksinya pun sangat cepat. Kulit sensitif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : mudah
alergi, cepat bereaksi terhadap allergen, mudah iritasi dan terluka, tekstur kulit tipis,
pembuluh darah kapiler dan ujung saraf berada sangat dekat dengan permukaan kulit
sehingga kulit mudah terlihat kemerahan.
penetrasi obat melalui rute transappendageal karena obat yang terlarut akan lebih mudah
berpenetrasi melintasi pori-pori.
a. Rute transepidermal
Jalur absorpsi transepidermal melintasi epidermis. lapisan penentu pada kulit yang
menunjang abosorpsi transepidermal adalah stratum korneum. apabila terjadi kerusakan
pada stratum korneum akan memperbesar laju difusi obat karena terjadi perubahan
permeabilitas dari stratum korneum. Jalur difusi melalui stratum korneum melalui dua
jalur, yaitu jalur transeluler dan jalur antar sel.
b. Rute transappendageal
Jalur masuknya obat melewati folikel rambut dan kelenjar keringat, karena adanya
pori-pori, sehingga memungkinkan obat berpenetrasi.
2.2
Kuku
Kuku terbentuk dari sel-sel terkeratinasi dan memiliki beberapa segmen anatomis
kunci. Yang pertama adalah akar kuku atau matriks, yang bermula pada bagian dasar dari
kuku. Bagian paling proksimal ditutupi oleh jaringan epidermal (lipatan kuku) dan tidak
terlihat oleh mata. Jaringan pada bagian ujung lipatan kuku adalah kutikula, yang melekat
pada lempeng kuku, bergerak bersamanya dalam jarak yang pendek saat lempeng bertumbuh,
dan kemudian lepas. Area yang terang, berbentuk sabit yang terproyeksi dari bawah lipatan
kuku ibu jari adalah bagian dari matriks yang dapat terlihat. Area ini disebut lunula (bulan
kecil) dan umumnya tidak terihat pada kuku jari tangan yang lain atau pada jari kaki.
Bagian utama dari kuku adalah lempeng kuku, yang terbentuk saat sel-sel matriks
berubah dan menjadi sel-sel pipih bertanduk dengan tingkat perlekatan yang tinggi. Di bawah
lempeng kuku adalah dasar kuku, yang tumbuh keluar dari lapisan sel basal epidermis. Dasar
kuku tidak memanjang hingga ke bagian ujung lempeng kuku. Area dari bagian ujung dasar
kuku ke lekukan distal dari kuku disebut hiponikium. Area ini penting, karena banyak kondisi
medis yang berbeda muncul dari lokasi ini.
Kuku ibu jari tumbuh dalam laju yang lebih lambat daripada jari kuku lain. Sebagai
tambahan, kuku-kuku jari dari individu yang sama tumbuh pada laju yang berbeda. Beberapa
faktor dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kuku dan meliputi genetik, usia (laju
pertumbuhan melambat selama dekade ketiga kehidupan), dan cuaca (laju pertumbuhan
meningkat selama masa-masa yang lebih hangat dalam tahun).
2.3
Gel
10
4. Rigiditas
Rigiditas adalah perbandingan antara tekanan geser dan tegangan. Rigiditas
mengukur kemampuan gel untuk melawan perubahan bentuk.
Polimer alam :
2.
Polimer semisintetik
3.
Polimer sintetik
c. Prinsip Pembuatan
Pembuatan gel dapat melibatkan proses fusi atau prosedur khusus lain. tergantung dari
gelling agent yang digunakan. Gel dengan basis tragakan harus dibuat pada suhu rendah
karena labilnya gom alam tersebut pada suhu panas yang ekstrim. Di sisi yang lain, akan
lebih mudah untuk mendispersikan metilselulosa pada air panas dibandingkan air dingin.
Pembuatan karbomer menjadi gel dilakukan dengan prosedur yang unik. Ketika dispersi yang
terbentuk sudah homogen, proses pembuatan gel diinduksi dengan cara menetralkan sistem
tersebut dengan basa anorganik atau dengan amin seperti Trietanolamin (TEA). Basa ini akan
mengionisasi gugus karboksil pada polimer, menarik polimer menjadi larutan koloidal, dan
membentuk struktur matriks yang diinginkan.
Untuk membuat gel yang bersih, homogen, dan bebas gelembung udara, tentu harus
diperhatikan karakteristik pembuatannya. Pada awalnya karbomer membutuhkan high-shear
untuk membentuk dispersi yang homogen (dalam medium asam), kemudian dilanjutkan
dengan low-shear mixing selama proses penetralisasian. Sebaiknya proses mixing dilakukan
pada keadaan vakum jika dimungkinkan. Hal ini dilakukan untuk menarik udara yang
terperangkap dari dispersi selama proses pembuatan dan mencegah terperangkapnya udara
kemudian yang mungkin terjadi karena pecahnya lapisan permukaan. Minimalisasi
terperangkapnya udara penting bagi estetika gel tersebut. Selain itu, yang lebih penting ialah
saat proses kontrol berat isi pada saat pengemasan (khususnya untuk skala industri).
Gel umumnya memiliki viskositas yang tinggi. jadi penting sekali untuk memilih
peralatan yang tepat dalam pembuatan gel. Contohnya, alat untuk mencampur (mixer) harus
11
mampu mencampur secara merata, harus dilengkapi dengan alat untuk menghilangkan
gelembung udara dan alat disesuaikan pada transportasi, penyaringan (filterisasi) dan
pendinginan (cooling) dari bahan-bahan dengan viskositas tinggi. Karena transparansi
penting bagi suatu gel, maka perlu diperhatikan disolusi dan keseragaman bahan pembuatnya.
12
BAB 3
PRAFORMULASI
Sediaan gel dengan kemasan yang tertutup baik dan terlindung dari cahaya, tetapi
isi gel mudah untuk dikeluarkan.
5.
pH sediaan yang termasuk dalam rentang pH balance kulit yaitu 4,5-5,5 dan pH
stabilitas Terbinafin HCl yaitu 3-5,8.
3.2
Mekanisme Kerja
Terbinafin menghambat sintesis senyawa ergosterol dengan cara berinteraksi
dengan sistem P450 sehingga menghambat enzim skualen epoksidase pada jamur. Hal
ini menyebabkan akumulasi sterol skualen yang bersifat toksik terhadap organisme.
Mekanisme terapinya pada kulit yaitu lapisan kulit yang bersifat lipofilik pada
bagian luar memungkinkan Terbinafin HCl dapat terabsorbsi hingga lapisan dermis
meskipun jamur tidak tumbuh hingga lapisan ini. Sifat Terbinafin HCl yang lipofilik
memungkinkan zat tersebut mampu menembus lapisan-lapisan kulit.
Mekanisme terapinya pada kuku yaitu lapisan kuku yang tersusun atas keratin
merupakan penghalang utama absorbsi obat. Sifat keratin yang hidrofilik
menyebabkan zat yang bersifat lipofilik sulit diabsorbsi. Obat harus melewati lapisan
ke-25 keratin kuku. Tingkat hidrasi yang lama diperlukan agar lapisan kreatin
mengembang, permeabilitas meningkat, pori-pori keratin melebar dan terbinafin HCl
dapat terabsorbsi.
Biofarmasetika dari obat ini yaitu dapat diabsorbsi dengan baik jika diberikan
secara oral (> 70 %), bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada
dermis, epidermis, jaringan lemak dan kuku, memiliki waktu paruh 16-100 jam pada
sediaan oral, dan pada sediaan topikal 22 hari, absorbsi kurang dari 5% dari dosis
yang diaplikasikan secara topikal, sifat barrier pada stratum corneum dan keratin
menurunkan absorbsi dan membutuhkan peningkatan aplikasi penggunaannya.
Obat ini memiliki efek yang berspektrum luas, bersifat fungisidal dan
fungistatik untuk Tinea pedis, Tinea corporis, Tinea versicolor. Dosis yang biasa
digunakan yaitu sebanyak 1% pada sediaan topikal.
3.3
sehingga
dapat
meningkatkan
permebilitas
lapisan
topikal
yang
7. Masalah : Sediaan gel Terbinafin HCl mudah terurai oleh cahaya sehingga
membutuhkan wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. Kemasan
primer yang umum dipakai terbuat dari aluminium yang bersifat inert.
Solusi : Sediaan gel Terbinafin HCl ditambahkan agen pengkelat logam.
3.5
Terbinafine HCl
1,14 %
Sepigel 305
3,0 %
Propilen Glikol
15 %
Fenoksietanol
0,5 %
Na2EDTA
0,05 %
Aquadest
80,31 %
: 327,9
Pemerian
Kelarutan
: Sangat sukar larut atau sukar larut dalam air, mudah larut
15
OTT
Efek samping
Komposisi
Kelarutan
Stabilitas
disimpan pada wadah tertutup rapat di tempat yang kering dan sejuk.
OTT
Fungsi
: Gelling agent
Berat molekul
: 76,09
Pemerian
Stabilitas
temperatur dingin, tetapi pada temperatur panas dan terpapar udara maka akan
teroksidasi menghasilkan propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam
asetat. Propilenglikol stabil ketika dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau
air. Bersifat higroskopis dan disimpan dalam wadah yang tertutup rapat di tempat
sejuk serta kering
OTT
Fungsi
3.5.4 Phenoxyethanol
Rumus Molekul : C8H10O2
BM
: 138,16
Rumus Struktur :
17
bau yang
menyenangkan.
Kelarutan
Stabilitas
:Larutan
phenoxyethanol
stabil dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.
OTT
: 372,2
Rumus Struktur :
18
Fungsi
: 18,02
Pemerian
Stabilitas
Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik dan terhindar dari mikoba serta
kontaminan lainnya.
Fungsi
: pelarut
20
BAB 4
FORMULASI
Konsentrasi
Terbinafine HCl
(1000 tube)
1,14%
0,17 g
170 g
Propilenglikol
15%
2,25, g
2250 g
Sepigel 305
3,0%
0,45 g
450 g
fenoksietanol
0,5%
0,075 g
75 g
Na2EDTA
0,05%
0,0075 g
7,5 g
Aquademineralisata
80,31%
12,047 g
12047 g
: 291,45
BM Terbinafin HCl
: 327,9
6. Volume dicukupkan menjadi 7,5 L dengan ditambahkan akuades bebas CO2 dengan
masih dibantu dengan pengadukan kecepatan 50 rpm hingga homogen.
7. Terbinafin Gel diambil sebagian untuk diuji evaluasinya
8. Terbinafin Gel dimasukan ke dalam wadah berupa tube serta diberi label dan etiket.
22
BAB 5
EVALUASI SEDIAAN
Spesifikasi
Sediaan gel opaque, tidak berbau dan tidak sineresis.
b.
Prosedur
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan penginderaan sedian terkait bentuk, warna
dan aroma.
5.1.2 Uji pH
a.
Alat
pH meter digital
b.
Prosedur
1) Menimbang sediaan formula gel Terbinafine sebanyak 1 g.
2) Dispersikan sediaan yang ditimbang dalam 10 mL aquadest.
3) Kalibrasi pH meter dengan baku standar pH 4, pH 7, dan pH 10.
4) Bilas elektroda pH meter dengan aquadest sebelum melakukan penentuan pH
sediaan.
5) Ukur pH sediaan gel Terbinafine dengan pH meter
c.
Spesifikasi
pH sediaan 5,5 6,5.
Alat
Viskometer Brookfield
b.
Prinsip
Pengukuran viskositas pada beberapa rpm yang berbeda. Sifat aliran diketahui dengan
membuat kurva antara rpm dengan usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindel.
Usaha dihitung dengan mengalikan angka pada skala dengan faktor pada setiap
rpm.
c.
Prosedur
23
Spesifikasi
Pseudoplastis Tiksotropik
Sediaan semisolid : 45.000 80.000 cps
Tiksotropik merupakan sifat alir yang diharapkan sediaan semisolid karena mempunyai
konsistensi tinggi dalam wadah, namun dapat dengan mudah dituang dan mudah
menyebar (Zats dan Kushla, 1996).
penetrometer akan diperoleh yield value. Pemeriksaan konsistensi dilakukan pada minggu
ke-0 dan minggu ke-8 dengan penyimpanan pada suhu kamar.
c. Spesifikasi
Sediaan yang baik memiliki yield value 100-1000 dyne/cm2 (Zats dan Kushla, 1996).
Semakin tinggi yield value, maka semakin sulit suatu sediaan menyebar. Sebaliknya,
semakin rendah yield value, maka semakin mudah menyebar.
Pilih 10 tube.
2.
Bersihkan dan keringkan baik-baik permukaan luar tiap tube dengan kain
penyerap.
25
3.
Letakkan tube pada posisi horizontal di atas lembaran penyerap dalam oven
dengan suhu yang telah diatur pada 60 C 3 C selama 8 jam.
c. Spesifikasi
Tidak ada satupun kebocoran yang diamati dari 10 tube uji.
Ketika ditemukan kebocoran pada satu tube, tes diulang dengan tambahan 20 tube
Tidak boleh ditemukan kebocoran pada lebih dari satu tube.
Hilangkan dan bersihkan semua etiket yang dapat mempengaruhi bobot, pada
waktu isi wadah dikeluarkan.
2.
3.
4.
Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah kosong beserta bagianbagiannya. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi
wadah
c. Spesifikasi
Persyaratan :
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera
pada etiket, dan
Tidak satu wadahpun yang bobot bersih isinya kurang dari 90% dari bobot
yang tertera pada etiket untuk (bobot 60 g atau kurang).
Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20 wadah
tambahan.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari bobot yang
tertera pada etiket, dan
Hanya satu wadah yang bobot bersih isinya kurang dari 90% dari bobot
yang tertera pada etiket (bobot 60 g atau kurang).
26
Alat
KCKT, Oven/Climating chamber, pH meter,
b.
Prosedur
Cycling Test
Sediaan disimpan pada suhu 4 2C selama 24 jam dipindahkan ke dalam
oven yang bersuhu 40 2oC selama 24 jam perlakuan ini adalah satu siklus.
Percobaan dilakukan sebanyak 6 siklus dan dilakukan evaluasi fisik (perubahan
warna, bau, dan sineresis).
Kondisi fisik sediaan dibandingkan setiap siklus percobaan.
c.
Spesifikasi
Sediaan gel terbinafin stabil secara fisik pada suhu tinggi, kamar, dan rendah selama 2
tahun. Tampilan organoleptis sediaan tidak berubah. Tidak terjadi degradasi produk di
luar kriteria sediaan yang diinginkan pH, kadar
mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba
selama pengujian.
b. Spesifikasi
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
1.
Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal
2.
Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal
3.
Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
28
BAB 6
RANCANGAN KEMASAN
29
30
Desain Brosur
TERFIGEL
Terbinafine 1% Gel
Komposisi :
Tiap 1 gram gel mengandung 11,4 mg terbinafine hidroklorida (setara
10 mg terbinafine)
Indikasi :
Infeksi jamur pada kulit dan kuku yang disebabkan oleh dermatifita.
Misalnya Trichophyton, Microsporum canis dan Epidermophyton
fioccosum.
Dosis dan cara pemakaian :
Oleskan sehari 1-2 kali pada bagian kulit atau kuku yang terinfeksi
Kontra indikasi: Efek samping :
kemerahan pada kulit, gatal, rasa tersengat.
Perhatian:
Hindari kontak dengan mata, pada wanita hamil, laktasi, lansia, dan
anak.
Cara penyimpanan:
Simpan dibawah suhu 25oC dalam wadah tertutup rapat.
Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Kemasan :
Tube 15 gram
HANYA UNTUK PEMAKAIAN LUAR
HARUS DENGAN RESEP
DOKTER
No. Batch
No. Reg
Tanggal Pembuatan
Tanggal Kadaluarsa
: 140203
: DKL0911100703A1
: Maret 2014
: Maret 2016
31
Diproduksi oleh:
PT. Pharmatect Indonesia
Depok, Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat (Farida Ibrahim,
Penerjemah). Jakarta: UI Press, 493-494.
Cauvin MFD, Viguie-Vallanet C, Kienzler J, Larnier C. 2008. Novel, single-dose, topical
treatment of tinea pedis using terbinafine: results of a dose-finding clinical trial.
Mycoses, 51(1): 1-6
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dermatology in general medicine. 7th ed. 2008. New York: Mc Graw-Hill.
Koesoemawati H, Hartanto H, Salim IN, Setiawan L, Valleria, Suparman W. 2002. Kamus
Kedokteran Dorland eds. 29 th ed. Jakarta: EGC.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Semi padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J,
Aisyah HS, eds. Teori dan praktek farmasi industri II. Edisi ke-3.
Ortonne JP, Korting HC, Viguie-Vallanet C, Larnier C, & Savaluny E. 2006. Efficacy and
safety of a new single-dose terbinafine 1% formulation in
controlled
study.
JEADV, 20(10):1307-1313
Rowe RC, Sheskey PJ, Owen SC. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th ed.
Washington : Pharmaceutical Press.
Schaefer H, Redelmeier TE, Ohynek GJ, Lademann J. Pharmacokinetics and topical
aplication of drugs. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leff el DJ, Fitzpatrick, eds.
Sharma S. 2008. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev.
32