Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Supriyanto, Sp.A
Disusun Oleh:
Prakosa Jati Prasetyo
G4A014111
Disusun Oleh:
Prakosa Jati Prasetyo
G4A014111
Purwokerto,
September 2016
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan tugas referat ini. Referat yang berjudul
Anemia Hemolitik Autoimun ini merupakan salah satu syarat ujian kepanitraan
klinik dokter muda SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Supriyanto, Sp. A sebagai
pembimbing atas bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam
penyusunan tugas referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih belum sempurna
serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis tetap mengharapkan
saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.
Purwokerto,
September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
A. Definisi........................................................................................................ 7
B. Epidemiologi............................................................................................... 7
C. Etiologi........................................................................................................ 7
D. Klasifikasi.................................................................................................... 9
E. Patomekanisme.......................................................................................... 10
F. Penegakan Diagnosis..................................................................................12
G. Penatalaksanaan......................................................................................... 15
H. Komplikasi................................................................................................ 17
I. Prognosis................................................................................................... 17
BAB III. KESIMPULAN.................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 19
I.
PENDAHULUAN
Anemia adalah suatu penyakit pada darah, dimana sel darah merah tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Didalam sel darah merah terdapat
hemoglobin, sebuah protein yang berfungsi untuk membawa oksigen keseluruh
tubuh (National Institutes of Health, 2011). Salah satu penyabab terjadinya anemia
adalah akibat reaksi autoimun didalam tubuh yaitu anemia hemolitik
autoimun(AIHA). AIHA adalah penyakit autoreactive antibodi sel darah merah
yang menyebabkan kerusakan pada sel darah merah itu sendiri (Erin and Scott.,
2015).
AIHA merupakan anemia yang jarang ditemui,angka kejadian penyakit ini
diperkirakan 1:80.000. meskipun AIHA termasuk jarang, autoantibodi sel darah
merah yang mengikat sel darah merah sering ditemui pada pemeriksaan darah
dilaboratorium (Erin and Scott., 2015). AIHA dapat disebabkan oleh banyak hal
seperti obat-obatan, infeksi virus, ataupun mikoplasma. Meskipun demikian
penyebab secara pasti masih belum dapat diketahui. AIHA dapat diklasifikasikan
menjadi AIHA tipe hangat dan dingin, AIHA akibat obat, AIHA akibat tranfusi,
Paroxysmal Cold Hemoglobinuri, dan lain-lain. Dari banyak jenis AIHA, 70%
kasus AIHA adalah tipe hangat.
AIHA secara umum memiliki gejala dan tanda mirip dengan keluhan
anemia pada umumnya. Cara membedakan dengan anemia lainnya adalah salah
satunya menggunakan tes laboratorium darah yaitu direct coombs test dan
indirect coombt test. Tes laboratorium tersebut dapat mengevaluasi adanya
aglutinasi akibat reaksi autoantibodi yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
sel darah merah. Setelah dikonfirmasi bahwa iagnosa adalah AIHA maka perlu
dilakukan evaluasi kepada pasien terkait jenis AIHA yang ada.hal itu dilakukan
karena setia jenis dari AIHA memiliki terapi yang berbeda-beda.
Pada pasien dengan AIHA harus dilakukan penanganan secara cepat dan
tepat, karena jika tidak ditangani dengan baik komplikasi dari AIHA salah satnya
adalah gangguan pada sistem kardiovaskuler . Dokter umum sebagai pintu gebang
pertama dalam menangani kegawatan pasien harus mengetahui betul mengenai
anemia hemolitik autoimun ini, sehingga perlu mengetahui jenis dan terapi yang
tepat bagi pasien. Pada referat kali ini kami akan membahas mengenai anemia
hemolitik autoimun.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anemia hemolitik autoimun adalah penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya autoantibodi yang mengikat eritrosit pasien sendiri, sehingga
sel darah merah dapat mengalami kerusakan (hemolisis), dan ketika hemolisis
melebihi kemampuan sumsum tulang untuk menggantikan sel-sel darah
merah yang hancur, maka akan menimbulkan tanda dan gejala anemia (Ware,
E. Rusell, 2016). Antigen akan menghancurkan sel darah merah melalui
sistem komplemen dan retikuloendotelial. Sebagian kasus AIHA sering
diikuti dengan infeksi virus terutama pada anak-anak (Nazan. S.dkk., 2011).
B. Epidemiologi
AIHA adalah gangguan yang relatif jarang terjadi pada anak dan sering
terlihat setelah adanya infeksi virus. AIHA dapat terjadi pada usia berapapun,
tetapi yang menjadi catatan adalah ketika AIHA terjadi pada usia remaja
mereka lebih mungkin untuk memiliki penyakit sistemik yang mendasari.
Jumlah insidensi secara pasti AIHA masih belum diketahui secara pasti.
Tetapi diperkirakan jumlah penderita AIHA usia dibawah 20 tahun mencapai
0,2/100.000, dengan jumlah tertinggi pada anak-anak usia pra-sekolah (Vaglio
S. et al., 2007).
C. Etiologi
Etiologi secara pasti dari penyakit autoimun masih belum jelas.
Kemungkinan terjadi akibat gangguan central tolerance, dan gangguan pada
proses pembatasan limfosit autoreaktif residual (Elias & Kartika, 2009).
Namun selain faktor diatas AIHA juga kemungkinan dapat disebabkan oleh
cotinfeksi EBV dan mycoplasma, drug induced (peniciline, a-metldopa,
quinidine), penyakit autoimun kronik,dan keganasan (Norton, A.R., 2006).
1. Central Tolerance
D. Klasifikasi
Anemia autoimun hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Russell.
E. W. 2016):
1. Anemia hemolitik autoimun
a. AIHA tipe hangat
Tipe ini memiliki angka kejadian 70% dari total pasien dengan AIHA
dan 50% diantaranya disertai dengan penyakit lain.
1) Idiopatik
2) Sekunder karena penyakit CLL, limfoma SLE
b. AIHA tipe dingin
1) Idiopatik
2) Sekunder karena penyakit infeksi mycoplasma, mononucleosis,
virus, keganasan limforetikuler
2. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
Anemia jenis ini memiliki angka kejadian 2-5% kasus AIHA. Dahulu
anemia jenis ini sering ditemui karena berhubungan dengan penyakit
sifilis.
a. Idiopatik
b. Sekunder karena infeksi viral dan sifilis
3. AIHA atipik
a. AIHA tes antiglobulin negatif
b. AIHA kombinas tipe hangat dan dingin
1) AIHA diinduksi obat (Methyldopa)
Terdapat beberapa mekanisme terjadinya hemolisis akibat
obat, seperti hapten (penyerapan obat yang tergantung dari
antibodi),
autoantibodi
pembentukan
yang
kompleks
bereaksi
dengan
ternary,
induksi
eritrosit,
oksidasi
10
E. Patomekanisme
Kerusakan sel-sel eritrosit diperantarai oleh antibodi melalui aktivasi
sistem komplemen, aktivasi mekanisme selular, atau kombinasi keduanya.
1. Aktivasi sistem komplemen
Secara keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan
hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravakuler yang
ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Sistem komplemen
dpat teraktivasi melalui jalur klasik ataupun alternatif. Antibodi-antibodi
yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1,
IgG2, IgG3. IgM memiliki peran sebagai aglutinin pada AIHA tipe dingin,
sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan
sel darah merah pada suhu di bawah suhu tubuh. Antibodi IgG berperan
sebagai aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel
eritrosit pada suhu tubuh (Rosse WF, Schrier SL. 2004).
a. Aktivasi Komplemen Jalur Klasik
Jalur klasik dimulai dari aktivasi C1 suatu protein yang dikenal
sebagai recognition unit. C1 akan berikatan dengan kompleks imun
antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksireaksi pada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C2 dan C4
menjadi suatu kompleks C4b,2b(dikenal sebagai C3-convertase).
C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b
mengalami perubahan konformasional sehingga mampu berikatan
secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel
eritrosit berlabel antibodi). C3 juga dapat membelah menjadi C3b,d,
dan C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada memberan sel eritrosit
dan merupakan produk final aktivasi C3. C3b akan membentuk
kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5
convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b
yang berperan dalam kompleks penghancur membran.
Kompleks
penghancur membran sel eritrosit terdiri dari C5b, C6, C7, C8, dan
beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke dalam membran
sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga permeabilitas
11
membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel
sehingga sel membengkak dan ruptur (Rosse WF, Schrier SL. 2004).
b. Aktivasi komplemen jalur alternatif
Aktivator dari jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang
terjadi akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B
kemudian melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba
dan Bb. Bb merupakan protease serin, dan tetap melekat pada C3b.
Ikatan C3bBb selanjutnya akan memcah C3 molekul mejadi C3a dan
C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh bb dipecah menjadi C5a
dan C5b. Selanjutnya C5b berperan dalam penghancuran membran
(Rosse WF, Schrier SL. 2004).
terutama
yang
diperantarai
IgG-FcR
akan
12
F. Penegakan Diagnosa
Diagnosa anemia hemolitik autoimun secara pasti dapat dilakukan
dengan pemeriksaan deteksi autoantibodi pada eritrosit. Tetapi anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat digunakan sebagai pendukung dalam menentukan
diagnosis pasti penyakit ini. Pemeriksan untuk mendeteksi autoantibodi pada
eritrosit dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Direct antiglobulin test (direct coombs test)
Prosedur ini dilakukan dengan mencuci eritrosit pasien dari protein-protein
yang melekat dan direaksikan dengan anti serum atau antibodi monoclonal
terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan
C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan Cd3
maka akan terjadi aglutinasi (Thomas G.DeLoughery. 2013).
2. Indirect antiglobulin test (indirect Coombs test)
Prosedur ini dilakukan dengan cara mendeteksi autoantibodi pada serum.
Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang
beredar pada serum akan melekat pada sel reagen dan dapat dideteksi
dengan antiglobulin serta terjadinya aglutinasi (Reardon JE, Marques MB.
13
2006).
14
pada
40%
kasus,
dan
organomegali
(splenomegali,
hemoglobinemia,
hemoglobinuria
terjadi
pada
15
16
dilakukan
splenektomi.
Splenektomi
akan
splenektomi,
hemolisis
masih
dapat
terjadi
tetapi
17
Terapi paling baik pada anemia jenis ini adalah hindari pencetusnya,
karena penurunan suhu tubuh dapat berakibat penurunan Hb secara masif
terlebih jika sering terpapar suhu dingin. Terapi glukokortikoid dan
splenektomi tidak ada manfaatnya (Zanella, A. And Wilma. B. 2014).
4. Anemia hemolitik imun diinduksi obat
Terapi paling efektif adalah menghentikan penggunaan obat yang menjadi
pemicu, untuk mengurangi hemolisis. Kortikosteroid dan transfusi dapat
diberikan pada kondisi berat (Zanella, A. And Wilma. B. 2014).
H. Komplikasi
Komplikasi AIHA yang paling sering terjadi terutama dalam masa
pengobatan adalah Anemia, DVT, emboli paru, infark lien, dan kelainan
kardiovaskuler.
I. Prognosis
Prognosis AIHA dipengaruhi oleh banyak hal seperti usia pasien, perjalanan
penyakit, dan pengobatan yang dijalani. Hanya sebagian kecil pasien yang
mengalami sembuh sempurna dan sebagian besar memiliki perjalanan
penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Survival 10 tahun
berkisar 70%. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Pada kasus
AIHA sekunder tergantung dari penyakit yang mendasari
18
III.
KESIMPULAN
19
Daftar pustaka
Aladjidi N, Leverger G, Leblanc T, et al. 2011. New insights into childhood
autoimmune hemolytic anemia: a French national observational study of 265
children. Haematologica; 96:655.
Becca, G and Rebekah W. 2014. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA).
Immunology; 1 (1)
Elias P dan Kartika W.T. 2009. Anemia Hemolitik Autoimun. Jakarta:Interna
Publishing
Erin, Q., and Scott K. 2015. Autoimmune Hemolytic Anemia and Red Blood Cell
Autoantibodies. Arch Pathology Lab Med. Vol 139.
Hoffman PC, Gertz MA, Brodsky RA. 2006. Immune Hemolytic Anemia-Selected
Topic. Haematology:1-6
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2015. Nelson Textbook of Pediatrics 20th
Edition. Jakarta. Elsevier
Maria C.L.A., Benigna. M.O., Mitiko.M. Zilma. M. V., Leticia. T. G., Marcos. B.
V.2006.
Clinical Course of Autoimmune Hemolytic Anemia: an
Observational Study. Jornal de Pediatria. Vol. 82. No 1
20