Professional Documents
Culture Documents
REFERAT
PERITONITIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soekardjo, Magelang
Pembimbing:
Kolonel dr. Dadiya, Sp.B
Disusun Oleh:
Ita Masitoh Ardi
1420221158
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT TENTARA TK II DR. SOEKARDJO, MAGELANG
PERIODE 17 OKTOBER23 DESEMBER 2016
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PERITONITIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Disusun Oleh:
Ita Masitoh Ardi
1420221158
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan referat ini dapat diselesaikan. Referat ini berjudul
Peritonitis.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak sehingga
penyusunan Journal Reading ini dapat berjalan dengan lancar dan dengan rendah hati
disampaikan rasa terima kasih kepada Kolonel dr. Dadiya, Sp.B sebagai pembimbing
penulis dalam penyusunan referat kasus ini.
Penulis menyadari bahwa hasil laporan yang dituliskan di dalam Journal
Reading ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf
apabila terdapat banyak kekurangan pada pada laporan ini. Untuk itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun ke arah penyempurnaan
dalam penulisannya dan berharap kiranya referat ini dapat bermanfaat.
Magelang, November 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis), ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptura
apendiks, sedangkan stafilococus dan streptococus sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ilieus paralitik, usus
kemudian menjadi atonia dan meregang. Cairan dan elektrolit yang hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis
organisme. Gejala-gejala utama adalah sakit perut (biasanya terus menerus), muntah
dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan bising usus menghilang. Sering pula
dijumpai demam dan leukositosis.
Prognosis baik pada bentuk peritonitis lokal dan ringan, dan dapat
menimbulkan kematian pada peritonitis umum akibat organisme virulen. Prinsip
umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan pengisapan menggunakan nasogastric tube penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di
bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa
lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak
subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut,
m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.tranversus
abdominis; dan akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan
terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah
dipisahkan oleh linea alba.
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh
pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari
kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun
vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani
secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis
mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.
Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum
parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di
sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan
menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa
pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar
masing-masing organ diberi nama-nama khusus.
Defenisi
Etiologi
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran
infeksi
dari
organ
perut
yang
terinfeksi.
Lambung
Penyebab
Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Perforasi ulkus peptikum
Keganasan (mis. Adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma gastrointestinal)
Trauma
Duodenum
Traktus bilier
Pankreas
Kolon asendens
Iatrogenik
Perforasi ulkus peptikum
Trauma (tumpul dan penetrasi)
Iatrogenik
Kolesistitis
Perforasi batu dari kandung empedu
Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu
empedu)
Trauma
Iatrogenik
Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Iskemia kolon
Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik
Pelvic inflammatory disease
Keganasan
Trauma
Patofisologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal
dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam
selama kurang lebih 3 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang
disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang
merosot karena toksemia.
Pada
perforasi ileum,
maka
feses
cair
dan kuman-kuman
segera
mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam)
baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileum sebenarnya memiliki sifat
protective mechanism yaitu sifat bila suatu segemen ileum mengalami perforasi
maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup
lubang perforasi. Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan
juga keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP,
kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali.
Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga
akan berkurang. Secara ringkas disimpulkan bila ileum mengalami perforasi maka
gejala peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi
ketat selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai
di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat
asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi
dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi
dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan
kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling
lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan
terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam
timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.
Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.Peritonitis bakterial primer : Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial
secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam
abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides,
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
c. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis
yang
sumber
kumannya
tidak
dapat
ditemukan.
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan
usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa
sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuk
pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik yang sangat sensitif.
Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus
selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini
berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang
nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni
adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. Nyeri ketok
menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting
dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan
pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan
diagnosis. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan
adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri
pada semua arah menunjukkan general peritonitis.
Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis
usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada
obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi
untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil
keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan
pemeriksaan Roentgen dan endoskopi. Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan,
antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses
peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk
persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang
memberikan gejala mirip gawat perut.
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi
(supine, upright and lateral decubitus position) untuk memastikan adanya tanda
peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus. Pemeriksaan ultrasonografi
sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu, dan
pankreas. Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture)
dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Dimana cairan yang diambil
diperiksa untu mengetahui organisme penyebab, sehingga dapat diketahui antibiotik
yang efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan dapat
dilakukan pada saat pasien berdiri atau pun berbaring.
Dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan iritasi peritoneal, pemeriksaan
fisik secara komplit, adalah penting. Proses penyakit di thoraks dengan iritasi
diafragma (misal: empiema), proses ekstra peritoneal (misal: pyelonefritis, cystitis,
retensi urin) dan proses pada dinding abdomen (misal: infeksi, hematoma dari rektus
abdominis) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang serupa dengan peritonitis.
Selalu periksa pasien dengan hati-hati untuk menyingkirkan hernia inkarserata yang
juga menimbulkan gejala serupa.
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1)
kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki
fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut
peritonitis. Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:
1. Pre Operasi
Resusitasi cairan
Oksigenasi
NGT dan pemasangan kateter uretra
Antibiotika
Pengendalian suhu tubuh
2. Durante Operasi
Kontrol sumber infeksi
Pencucian rongga peritoneum
Debridement radikal
Irigasi kontinyu
Ettapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca Operasi
Balance cairan
Perhitungan nutrisi
Monitor vital Sign
Pemeriksaan laboratorium
Antibiotika
Prognosis
Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Interpretasi
1. Score 0-5: 0% Mortality
2. Score 6-13: 20% Mortality
3. Score 14-21: 13% Mortality
4. Score 22-29: 26% Mortality
5. Score 30-39: 64% Mortality
KOMPLIKASI
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang
tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,
kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak
adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi
eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan
inilah
yang
sering
menimbulkan
komplikasi,
bisa
berupa
pneumonia
DAFTAR PUSTAKA
1.Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&
UID200705.
2. Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta:
EGC, 2004.
3. Sjamsuhidajat R, Lambung dan Duodenum-bab 31, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
2,EGC, Jakarta: 2004,
4. Carol Matson Porth, Structure and Function of the Gastrointestinal Tract, Essential
of Pathophisiology, Lippincott Williams & Wilkins, Wiskonsin: 2004,
5. Acute Peritonitis, http://www..ecureme.com/lib/inet.asp?
keyword=acute+peritonitis&category=gi.
6.. Genuit T & Napolitano, Peritonitis, http://health.allrefer.com/health/peritonitissymptoms.html.
7. Price Wilson, Peritonitis, patofisiologi saluran cerna, PATOFISIOLOGI (Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit), Jilid 1, ed: 8. Alih Bahasa: Peter Anugrah, EGC,
Jakarta: 1995,
Rosalyn
Carson-De
Witt
MD,
Peritonitis
Health
Article,
http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
13.
University
of
Virginia
Health
System,
Digestive
Disorders,
http://ww.UVAHealth/adult_digest/wdc-bin/tools.ctm?toolName=dwemail
14. J.A.Lee, Division Of Surgery, San Francisco, Peritonitis secondary,
http://www.medlineplus/ency/encyclopedia-Ah-Ap/peritonitis-secondary-00312.htm
15. Haskin Teplick, disease of the digestive system, Roentgenologic Diagnosis,
W.B. Saunders Company, United States of America