You are on page 1of 21

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

REFERAT
PERITONITIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soekardjo, Magelang

Pembimbing:
Kolonel dr. Dadiya, Sp.B

Disusun Oleh:
Ita Masitoh Ardi
1420221158
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT TENTARA TK II DR. SOEKARDJO, MAGELANG
PERIODE 17 OKTOBER23 DESEMBER 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA


RUMAH SAKIT TENTARA TK II DR. SOEDJONO, MAGELANG
PERIODE 17 OKTOBER23 DESEMBER 2016

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

PERITONITIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Disusun Oleh:
Ita Masitoh Ardi
1420221158

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

Pembimbing : Kolonel dr. Dadiya, Sp.B


Tanggal

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan referat ini dapat diselesaikan. Referat ini berjudul
Peritonitis.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak sehingga
penyusunan Journal Reading ini dapat berjalan dengan lancar dan dengan rendah hati
disampaikan rasa terima kasih kepada Kolonel dr. Dadiya, Sp.B sebagai pembimbing
penulis dalam penyusunan referat kasus ini.
Penulis menyadari bahwa hasil laporan yang dituliskan di dalam Journal
Reading ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf
apabila terdapat banyak kekurangan pada pada laporan ini. Untuk itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun ke arah penyempurnaan
dalam penulisannya dan berharap kiranya referat ini dapat bermanfaat.
Magelang, November 2016

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Pendahuluan
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis), ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptura
apendiks, sedangkan stafilococus dan streptococus sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ilieus paralitik, usus
kemudian menjadi atonia dan meregang. Cairan dan elektrolit yang hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis
organisme. Gejala-gejala utama adalah sakit perut (biasanya terus menerus), muntah
dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan bising usus menghilang. Sering pula
dijumpai demam dan leukositosis.
Prognosis baik pada bentuk peritonitis lokal dan ringan, dan dapat
menimbulkan kematian pada peritonitis umum akibat organisme virulen. Prinsip
umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan pengisapan menggunakan nasogastric tube penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau

penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di
bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa
lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak
subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut,
m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.tranversus
abdominis; dan akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan
terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah
dipisahkan oleh linea alba.
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh
pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari
kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun
vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani
secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis
mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.
Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum
parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di
sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan
menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa
pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar
masing-masing organ diberi nama-nama khusus.

Defenisi

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau


seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.
Peritonitis seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum
abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung
empedu, ileum atau apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang
menjalar melalui darah.
Peritonitis merupakan peradangan pada lapisan mesothelial rongga peritoneal,
dan mungkin akibat dari faktor mekanik, kimia atau infeksi peritoneum parietalis
ataupun viserale pada rongga abdomen. Peritonitis menyebabkan eksudasi fibrin,
serum, sel-sel inflamasi dan nanah ke dalam rongga peritoneal. Peritonitis dapat
diklasifikasikan berdasarkan agen penyebab nya (primer atau sekunder), onset dan
durasi (peracute, akut atau kronis), distribusi (lokal atau difus) dan keterlibatan
bakteri (septik atau non-septik).

Etiologi
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran

infeksi

dari

organ

perut

yang

terinfeksi.

Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus diantaranya

ileum, kandung empedu atau apendiks. Sebenarnya peritoneum sangat kebal


terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan
terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila
diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu,
ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri
ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di
dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi, misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk
bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa
infeksi.
Area sumber
Esofagus

Lambung

Penyebab
Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Perforasi ulkus peptikum
Keganasan (mis. Adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma gastrointestinal)
Trauma

Duodenum

Traktus bilier

Pankreas

Kolon asendens

Kolon desendens dan


apendiks

Salping uterus dan ovarium

Iatrogenik
Perforasi ulkus peptikum
Trauma (tumpul dan penetrasi)
Iatrogenik
Kolesistitis
Perforasi batu dari kandung empedu
Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu
empedu)
Trauma
Iatrogenik
Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Iskemia kolon
Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik
Pelvic inflammatory disease
Keganasan
Trauma

Patofisologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran


mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler
organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan
lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding
abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen
usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik
usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana
yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat
total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan
akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal
dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam
selama kurang lebih 3 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang
disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang
merosot karena toksemia.
Pada

perforasi ileum,

maka

feses

cair

dan kuman-kuman

segera

mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam)
baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileum sebenarnya memiliki sifat
protective mechanism yaitu sifat bila suatu segemen ileum mengalami perforasi
maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup
lubang perforasi. Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan
juga keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP,
kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali.
Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga
akan berkurang. Secara ringkas disimpulkan bila ileum mengalami perforasi maka
gejala peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi
ketat selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai
di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat

asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi
dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi
dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan
kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling
lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan
terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam
timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.
Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.Peritonitis bakterial primer : Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial
secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam
abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides,
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
c. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis
yang
sumber
kumannya

tidak

dapat

ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya


empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
d. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
Aseptik/steril peritonitis
Diagnosis
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali.
Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis.


Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tibatiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan
tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara
progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale).
Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal
atau usus) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal.
Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis.
Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat
abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting.
Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan,
defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda
penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk
menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga
perlu diperhatikan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan
umumnya tidak baik. Demam dengan temperatur >38C biasanya terjadi. Pasien
dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena
dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan
karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga
abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa
menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan
dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus
dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada
inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menunjukkan

kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan
usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa
sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuk
pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik yang sangat sensitif.
Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus
selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini
berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang
nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni
adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. Nyeri ketok
menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting
dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan
pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan
diagnosis. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan

adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri
pada semua arah menunjukkan general peritonitis.
Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis
usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada
obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi
untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil
keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan
pemeriksaan Roentgen dan endoskopi. Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan,
antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses
peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk
persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang
memberikan gejala mirip gawat perut.
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi
(supine, upright and lateral decubitus position) untuk memastikan adanya tanda
peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus. Pemeriksaan ultrasonografi
sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu, dan
pankreas. Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture)
dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Dimana cairan yang diambil
diperiksa untu mengetahui organisme penyebab, sehingga dapat diketahui antibiotik
yang efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan dapat
dilakukan pada saat pasien berdiri atau pun berbaring.
Dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan iritasi peritoneal, pemeriksaan
fisik secara komplit, adalah penting. Proses penyakit di thoraks dengan iritasi
diafragma (misal: empiema), proses ekstra peritoneal (misal: pyelonefritis, cystitis,
retensi urin) dan proses pada dinding abdomen (misal: infeksi, hematoma dari rektus
abdominis) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang serupa dengan peritonitis.
Selalu periksa pasien dengan hati-hati untuk menyingkirkan hernia inkarserata yang
juga menimbulkan gejala serupa.

Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1)
kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki
fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut
peritonitis. Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:
1. Pre Operasi
Resusitasi cairan
Oksigenasi
NGT dan pemasangan kateter uretra
Antibiotika
Pengendalian suhu tubuh
2. Durante Operasi
Kontrol sumber infeksi
Pencucian rongga peritoneum
Debridement radikal
Irigasi kontinyu
Ettapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca Operasi
Balance cairan
Perhitungan nutrisi
Monitor vital Sign
Pemeriksaan laboratorium
Antibiotika
Prognosis
Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis, antara lain:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis infeksinya/penyakit primer


Durasi/lama sakit sebelum infeksi
Keganasan
Gagal organ sebelum terapi
Gangguan imunologis
Usia dan keadaan umum penderita
Sistim skoring yang sering digunakan untuk memprediksi kematian pada pasien

peritonitis adalah Mannheim Peritonitis index

Interpretasi
1. Score 0-5: 0% Mortality
2. Score 6-13: 20% Mortality
3. Score 14-21: 13% Mortality
4. Score 22-29: 26% Mortality
5. Score 30-39: 64% Mortality
KOMPLIKASI
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang
tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,
kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak
adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi
eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan
inilah

yang

sering

menimbulkan

komplikasi,

bisa

berupa

pneumonia

akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status


narkose penderita pascaoperasi (3).

DAFTAR PUSTAKA
1.Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&
UID200705.
2. Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta:
EGC, 2004.
3. Sjamsuhidajat R, Lambung dan Duodenum-bab 31, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
2,EGC, Jakarta: 2004,
4. Carol Matson Porth, Structure and Function of the Gastrointestinal Tract, Essential
of Pathophisiology, Lippincott Williams & Wilkins, Wiskonsin: 2004,
5. Acute Peritonitis, http://www..ecureme.com/lib/inet.asp?
keyword=acute+peritonitis&category=gi.
6.. Genuit T & Napolitano, Peritonitis, http://health.allrefer.com/health/peritonitissymptoms.html.
7. Price Wilson, Peritonitis, patofisiologi saluran cerna, PATOFISIOLOGI (Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit), Jilid 1, ed: 8. Alih Bahasa: Peter Anugrah, EGC,
Jakarta: 1995,

9. Iwan Ekayuda (editor), Kelainan Saluran cerna Bagian Distal, Radiologi


Diagnostik, ed: 2. Divisi Radiologi Diagnostik, Departemen Radiologi FK UI,
Jakarta: 2005
10. Cabnera C, Peritonitis-also listed as: Abdominal wall inflammation,
http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-00127.htm
11. Arif Mansjor,dkk, Bedah Digestif-Trauma Tembus Abdomen, Kapita Selekta
Kedokteran, ed:3 Jilid 2, Media Eusculapius FK UI, Jakarta: 2000
12.

Rosalyn

Carson-De

Witt

MD,

Peritonitis

Health

Article,

http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
13.

University

of

Virginia

Health

System,

Digestive

Disorders,

http://ww.UVAHealth/adult_digest/wdc-bin/tools.ctm?toolName=dwemail
14. J.A.Lee, Division Of Surgery, San Francisco, Peritonitis secondary,
http://www.medlineplus/ency/encyclopedia-Ah-Ap/peritonitis-secondary-00312.htm
15. Haskin Teplick, disease of the digestive system, Roentgenologic Diagnosis,
W.B. Saunders Company, United States of America

You might also like