You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Phlebitis
1. Pengertian
Phlebitis merupakan inflamasi pembuluh vena yang biasanya terjadi
karena kerusakan pada dinding vena yang menyebabkan pelepasan
mediator inflamasi dan pembentukan bekuan (Jordan, 2004).
2. Penyebab
Penyebab iritasi vena oleh alat intravena, obat-obatan, dan/atau infeksi
(Weinstein, 2000). Phlebitis lebih cenderung terjadi pada infus yang asam
atau alkalis atau yang sangat pekat (Jordan, 2004).
Phlebitis dapat terjadi akibat trauma mekanis atau iritasi kimia (seperti
akibat elektrolit intravena, terutama kalium dan magnesium, serta obat)
(Berman, 2009).
Darmawan (2008) menyatakan bahwa penyebab phlebitis sebagai berikut:
a. Pemasangan
Pemberian cairan infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena pada pasien dengan bantuan perangkat infus.
Tindakan tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.
Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk, pasien akan terpapar pada
resiko terkena infeksi nosokomial berupa phlebitis.
b. Lama Pemasangan
Kontaminasi infus dapat terjadi selama pemasangan kateterintravena
sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedurserta
pemakaian yang terlalu lama. The Center for Disease Controland
Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk
membatasi potensi infeksi.

c. Lokasi pemasangan infus


Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah)
sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >500
mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 0,9%, produk darah, dan
albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin,
terutama pada pasien usia lanjut, karena akan menganggu kemandirian
lansia. Lokasi pemasangan infus biasanya pada vena yang terdapat di
lengan antara lain:
1) Vena digitalis mengalir sepanjang sisi lateral jari tangan dan
dihubungkan ke vena dorsalis oleh cabang-cabang penyambung.
Keuntungan :kadang-kadang hanya vena yang tersedia, yang
dengan mudah difiksasi dengan spatel lidah yang dibalut dengan
perban. Kerugian :hanya kateter yang berukuran kecil dapat
digunakan, mudah terjadi infiltrasi, tidak cocok untuk terapi jangka
panjang.
2) Vena dorsalis superfisialis (metakarpal atau tangan) berasal dari
gabungan vena digitalis. Keuntungan :memungkinkan pergerakan
lengan, mudah dilihat dan di palpasi, tulang-tulang dengan
membelat kateter. Kerugian: pasien-pasien yang aktif dapat
mengeser kateter, balutan menjadi mudah basah dengan mencuci
tangan, tempat penusukan IV akan macet jika penahan pergelangan
tangan di pasang.
3) Vena sefalika terletak di lengan bagian bawah pada posisi radial
lengan (ibu jari). Vena ini berjalan ke atas sepanjang bagian luar
dari lengan bawah dalam region antekubiti. Vena sefalika lebih
kecil dan biasanya lebih melengkung dari vena basilika.
Keuntungan : dapat menggunakan kateter ukuran besar untuk infus
yang cepat, dibelat oleh tulang-tulang lengan, pilihan yang baik
untuk infus larutan yang mengiritasi. Kerugian :lebih melengkung
daripada vena basilika; ini biasanya merupakan kerugian hanya
bila memasang kateter yang lebih panjang.

10

4) Vena basilika ditemukan pada sisi ulnaris lengan bawah, berjalan


ke atas pada bagian posterior atau belakang lengan dan kemudian
melengkung ke arah permukaan anterior atau region antekubiti.
Vena ini kemudian berjalan lurus ke atas dan memasuki jaringan
yang lebih dalam. Keuntungan: sama seperti vena sefalika,
biasanya lebih lurus dari vena sefalika. Kerugian: cenderung
berputar; posisi pasien mungkin akan kikuk selama pungsi vena.
5) Vena mediana/antekubiti berasal dari vena lengan bawah dan
umumnya terbagi dalam dua pembuluh darah, satu berhubungan
dengan vena basilika dan yang lainnya berhubungan dengan vena
sefalika. Vena ini biasanya digunakan untuk pengambilan sampel
darah. Keuntungan: mudah dilakukan penusukan, besar, cenderung
stabil. Kerugian: dapat membatasi gerakan lengan pasien, sering
diperlukan untuk pengambilan sampel darah.
d. Ukuran kanula
Phlebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang
dimasukkan

pada

daerah

lekukan

sering

menghasilkan

phlebitismekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran


vena dan difiksasi dengan baik. Lakukan pemilihan kanula secara
tepat. Gunakan kanula dengan ukuran paling pendek dan diameter
paling kecil. Sesuaikan dengan umur. keperluan dan lamanya terapi.
Semakin besar nomor, maka semakin kecil ukuran panjang dan
diameter. Ukuran sediaan kanula dan mulai 16. 18, 20. 22, 24. Ukuran
24 digunakan untuk neonatus, bayi dan anak. Untuk ukuran 16. 18, 20
digunakan pada klien dewasa
e. Jenis cairan infus
Jenis kateter infus yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang
bersifatiritasi

dibanding

politetrafluoroetilen

(teflon)

karena

permukaan lebih halus, lebih termoplastik dan lentur. Risiko tertinggi


untuk phlebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau

11

polietilen. pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti


risiko phlebitis tinggi.
pH darah normal terletak antara 7,35-7,45 dan cenderung basa. PH
cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah yang berarti
adalah netral. Ada kalanya suatu larutan diperlukan konsentrasi yang
lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam
proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa,
asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral
lebih bersifat flebitogenik.
Larutan sering dikategorikan sebagai larutan isotonik, hipotonik atau
hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan tersebut dibanding
dengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah larutan yang
memiliki osmolalitas total sebesar 280 310 mOsm/L, larutan yang
memliki osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang
melebihi disebut larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya
berpengaruh terhadap status fisik klien akaan tetapi juga berpengaruh
terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding tunika intima akan
mengalami

trauma

pada

pemberian

larutan

hipomoler

yang

mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L. Terlebih lagi pada


saat pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil.
Cairan isototonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah
dengan obat, elektrolit maupun nutrisi (INS, 2006). Vena perifer dapat
menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900 mOsm/L. Semakin
tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan
pada dinding vena perifer seperti phlebitis, trombophebitis, dan
tromboemboli. Pada pemberian jangka lama harus diberikan melalui
vena sentral, karena larutan yang bersifat hipertonis dengan
osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui vena sentral aliran darah menjadi
cepat sehingga tidak merusak dinding.

12

f. Perawatan infus
Perawatan infus bertujuan untuk mempertahankan tehnik steril,
mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah, pencegahan/
meminimalkan timbulnya infeksi, dan memantau area insersi sehingga
dapat mengurangi kejadian phlebitis.
William & Wilkins (2006) menyatakan bahwa setelah infus IV
terpasang, fokus pada mempertahankan terapi dan mencegah
komplikasi. Pelaksanaan tindakan perawatan rutin dan khusus serta
menghentikan infus ketika terapi selesai. Tindakan perawatan rutin
membantu mencegah komplikasi.
William & Wilkins (2006, h.70-77) menyatakan bahwa perawatan
infus dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur di rumah sakit,
meliputi:
1) Memeriksa atau mengamati bagian pemasangan intravena dari
tanda-tanda peradangan infeksi setiap hari.
2) Perawat harus mencuci tangan dan memakai sarung tangan setiap
kali melakukan perawatan infus terutama di lokasi venipuncture.
3) Mengganti balutan/ plester pada area insersi infus setiap 48 jam
sekali. Peralatan yang dibutuhkan yaitu:
a) Alkohol swab
b) Plester, kasa steril 2x2, plester transparan
c) Sarung tangan steril
Cara mengganti balutan plester yaitu
a) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
b) Pegang jarum atau kateter di tempat dengan tangan yang tidak
dominan untuk mencegah gerakan yang dapat menyebabkan
infiltrasi, kemudian dengan lembut lepaskan pita
c) Menilai

bagian

venipuncture

dari

tanda-tanda

infeksi

(kemerahan dan nyeri)


d) Jika perawat mendeteksi adanya tanda-tanda ini, lakukan
tekanan pada daerah tersebut dengan pada kain kasa steril dan

13

mengganti kateter atau jarum. Mempertahankan tekanan pada


unit area pendarahan berhenti, dan kemudian menerapkan
perban perekat. Gunakan peralatan, masukkan I.V di bagian
yang lain.
e) Jika perawat tidak mendeteksi komplikasi, pegang jarum atau
kateter pada hub dengan hati-hati dan bersihkan di sekitar
bagian insersi dengan usap alkohol. Biarkan mengering.
f) Melepas balutan dan mengganti dengan kasa yang bersih
4) Periksa botol infus yang menggantung pada label dan tidak
diijinkan lebih dari 24 jam. Periksa botol infus dari keretakan,
kebocoran dan kerusakan lainnya. Periksa perubahan warna dan
kekeruhan.
Mengubah administrasi set pada infus
3. Tanda dan Gejala
Kemerahan, bengkak, nyeri tekan atau nyeri pada sisi intravena, pasien
dapat mengalami jalur kemerahan pada lengannya (Weinstein 2000).
Phlebitis ditandai dengan gejala kemerahan, nyeri serta edema biasanya
timbul dalam dua hingga tiga hari sesudah pemasangan jarum infus. Jika
selang tidak dilepas, akan terjadi infeksi (Jordan, 2004).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa phlebitis ditandai dengan
bengkak, kemerahan dan nyeri pada lokasi pemasangan infus.
4. Pencegahan
Pencegahan penularan phlebitis menurut Weinstein (2000) antara lain :
a. Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan dan
manipulasi sistem intravena keseluruhan
b. Plester hub (cabang) kanula dengan aman untuk menghindari gerakan
dan iritasi vena berikutnya
c. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin, obatobatan piggyback terlarut dalam jumlah larutan maksimum
d. Rotasi sisi intravena setiap 48 jam untuk membatasi iritasi dinding
vena oleh kanula atau obat-obatan.

14

Brooker (2009) menyatakan bahwa pencegahan atau deteksi dini yang


dapat dilakukan adalah:
a. Fiksasi kanula dengan kuat guna mencegah pergerakan di dalam vena
b. Atur kecepatan aliran infus larutan iritan lambat, dan encerkan larutan
iritan kapan pun memungkinkan
c. Inspeksi area pemasangan dengan sering untuk tanda inflamasi
d. Lepas kanula jika terjadi phlebitis dan pasang kembali ke area lain jika
perlu
e. Pertahankan teknik aseptik untuk meminimalkan risiko mengkontaminasi sistem infus
5. Tindakan
Weinstein (2000) menyatakan bahwa tindakan yang harus dilakukan
ketika pasien menderita phlebitis yaitu:
a. Lepaskan alat intravena
b. Tinggikan ekstremitas
c. Beritahu dokter
d. Berikan kompres panas pada ekstremitas sesuai pesanan
e. Kaji nadi distal terhadap area yang phlebitis
f. Hindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang
meradang

B. Pemberian Cairan Intravena (IV)


1. Pengertian
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan
tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
berbagai tindakan pengobatan dan pemberian makan (Hidayat, 2008).
Terapi intravena merupakan metode yang efektif dan efisien untuk
menyuplai kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Perawat berperan dalam
melakukan pemasangan terapi intravena, perawatan, serta pemantauan
terapi intravena (Tamsuri, 2009).

15

2. Sasaran
Sasaran pemberian cairan intravena (IV) adalah untuk memperbaiki atau
mencegah ketidakseimbangan cairan elektrolit atau untuk memberikan
terapi medikasi intravena (Nurachmah, 2000).
Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung
komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus- menerus selama
periode tertentu. Cairan dapat bersifat isotonis (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%
dalam air, Ringer laktat, dll), hipotonis (NaCl 5%), atau hipertonis
(Dekstrosa 10% dalam NaCl, Dekstrosa 10% dalam air, Dekstrosa 20%
dalam air) (Nurachmah, 2000).
3. Tujuan
Nurachmah (2000) menyatakan bahwa tujuan prosedur terapi intravena
adalah:
a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin,
protein, kalori dan nitrogen pada klien yang tidak mampu
mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut
b. Memulihkan keseimbangan asam-basa
c. Memulihkan volume darah
d. Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan
4. Peralatan
Tamsuri (2009) menyatakan bahwa peralatan yang digunakan dalam
pemasangan infus adalah:
a. Infus set
b. Cairan infus
c. Standar infus
d. Torniket
e. Jarum infus
f.

Pengalas

g. Gunting dan plester


h. Pompa elektronik (jika diperlukan)
i. Lidi kapas

16

j. Bethadine (povidon iodin)


k. Kapas alkohol
l. Kassa
5. Prosedur Pemasangan Infus
Susiati (2008) menyatakan prosedur pemasangan infus meliputi :
a. Persiapan
1) Pasien
Tersenyum mengucapkan salam, introduksi (memperkenalkan
diri)/

personal

approach

(pendekatan

kepada

pasien)

memberikan penjelasan kepada pasien mengenai maksud dan


bagaimana proses memasang cairan infus akan dilakukan.
2) Lingkungan
Perhatikan privasi pasien dengan menutup pintu/ jendela/ gorden/
tirai tempat tidur agar pasien merasa nyaman, dan tidak dilihat
orang lain yang tidak berkepentingan.
3) Peralatan
Persiapan peralatan selengkap mungkin, jangan ada yang
tertinggal. Peralatan memasang cairan infus meliputi: cairan infus
sesuai kebutuhan, set infus, standar infus, bengkok (kidney dish),
plastik kuning untuk sampah terkontaminasi, perlak alas infus
(under pad), sarung tangan, jarum infus/ kanula sesuai kebutuhan,
tourniquet, alkohol swab, sharp container, kasa steril (pembersih
darah), plester transparan, plester fiksasi antialergi.
b. Prosedur
1) Berikan penjelasan kepada pasien mengenai maksud pemasangan
IV line, untuk memperoleh persetujuan dan kerja sama dari pasien.
Pasien hendaknya dalam keadaan tenang, dalam kondisi berbaring
atau duduk.
2) Atur posisi pasien senyaman mungkin. Persiapkan lengan yang
akan dipasang kanulasi (bila memungkinkan, cari lengan yang
kurang dominan)

17

3) Ciptakan suasana yang mendukung dan bersahabat


4) Jika kanulasi akan diteruskan dengan pemasangan infus, sedangkan
baju pasien agak ketat, maka lepaskan atau longgarkan baju dari
lengan pasien
5) Cuci tangan medikal
6) Persiapkan set infus
7) Cek aliran infus
8) Dekatkan peralatan (yang telah disiapkan dalam troli injeksi) ke
pasien
9) Kenakan sarung tangan
10) Letakkan perlak pada bagian bawah lengan
11) Pasang tourniquet
12) Indentifikasi vena yang layak digunakan
13) Disinfeksi kulit dengan alkohol swab, sirkuler (biarkan mengering,
jangan ditiup)
14) Gunakan kanula steril
15) Masukkan kanula ke vena (kanulasi) dengan sudut 15-20o
16) Insersi kanula (IV insertion)
17) Buka tourniquet
18) Dorong kanula masuk secara perlahan, tarik stilet keluar
19) Setelah darah tampak keluar, sambungkan dengan IV line
20) Letakkan kasa steril di bawah kanula, agar jika ada darah yang
keluar segera dapat diserap
21) Buang jarum ke dalam sharp container
22) Atur tetesan infus sesuai program terapi dokter
23) Bersihkan daerah di sekitar bekas penusukan dengan kasa steril
24) Buang kasa ke dalam plastik kuning
25) Tutup dengan plester transparan
26) Fiksasi dengan plester antialergi dengan cara jangkar
27) Beri label pada :

18

(1) Botol infus : cantumkan (tanggal, bulan dan tahun start


(mulai) dan finish (selesai) pemberian infus)
(2) Set infus : cantumkan (jam, tanggal, bulan, nama pemasang
infus, dan nama ruang)
28) Rapikan alat seperti semula
29) Cuci tangan medikal
30) Dokumentasikan ke dalam catatan perkembangan pasien (prograss
note)
c. Post prosedur
Tiga aspek postprosedur yang perlu dilakukan oleh perawat meliputi:
1) Pasien
a) Meminta agar pasien mengurangi pergerakan selama dipasang
infus dan menjaga sisi kanula
b) Menganjurkan agar pasien segera melapor jika terjadi
pembengkakan, kemerahan, atau jika pasien merasa sakit
c) Menjelaskan
berdiskusi

kepada
jika

pasien,

terdapat

memberikan
perubahan

alasan,

ketika

atau

perawat

melaksanakan keterampilan memasang IV kanula


2) Peralatan / lingkungan
a) Merapikan dan mengembalikan peralatan ke tempat semula
b) Membersihkan sampah, dan membuang sampah medis ke
tempat yang sesuai dengan prinsip infeksi nosokomial
3) Perawat
a) Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan
b) Mendokumentasikan kelainan atau keadaan abnormal yang
ditemukan
6. Perawatan Infus
William & Wilkins (2006) menyatakan bahwa setelah infus terpasang,
fokus

pada

mempertahankan

terapi

dan

mencegah

komplikasi.

Pelaksanaan tindakan perawatan rutin dan khusus serta menghentikan

19

infus ketika terapi selesai. Tindakan perawatan rutin membantu mencegah


komplikasi.
William & Wilkins (2006) menyatakan bahwa perawatan infus dilakukan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur di rumah sakit, meliputi:
a. Memeriksa atau mengamati bagian pemasangan intravena dari tandatanda peradangan infeksi setiap hari.
b. Perawat harus mencuci tangan dan memakai sarung tangan setiap kali
melakukan perawatan infus terutama di lokasi venipuncture.
c. Mengganti balutan/ plester pada area insersi infus setiap 48 jam sekali.
Peralatan yang dibutuhkan yaitu:
1) Alkohol swab
2) Plester, kasa steril 2x2, plester transparan
3) Sarung tangan steril
Cara mengganti balutan plester yaitu:
1) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
2) Pegang jarum atau kateter di tempat dengan tangan yang tidak
dominan untuk mencegah gerakan yang dapat menyebabkan
infiltrasi, kemudian dengan lembut lepaskan pita
3) Menilai bagian venipuncture dari tanda-tanda infeksi (kemerahan
dan nyeri)
4) Jika perawat mendeteksi adanya tanda-tanda ini, lakukan tekanan
pada daerah tersebut dengan pada kain kasa steril dan mengganti
kateter atau jarum. Mempertahankan tekanan pada unit area
pendarahan berhenti, dan kemudian menerapkan perban perekat.
Gunakan peralatan, masukkan I.V di bagian yang lain.
5) Jika perawat tidak mendeteksi komplikasi, pegang jarum atau
kateter pada hub dengan hati-hati dan bersihkan di sekitar bagian
insersi dengan usap alkohol. Biarkan mengering.
6) Melepas balutan dan mengganti dengan kasa yang bersih

20

d. Periksa botol infus yang menggantung pada label dan tidak diijinkan
lebih dari 24 jam. Periksa botol infus dari keretakan, kebocoran dan
kerusakan lainnya. Periksa perubahan warna dan kekeruhan.
e. Mengubah administrasi set pada infus
7. Tindakan Pemecahan Masalah untuk Penatalaksanaan Infus Intravena
Johnson dkk (2005) menyatakan bahwa tips pemecahan masalah untuk
penatalaksanaan infus intrevena sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tips Pemecahan Masalah untuk Penatalaksanaan Infus Intravena

No

Masalah

Tindakan

Ruang tetesan terisi penuh

Tutup klem regulator, putar wadah cairan


ke bawah dan peras cairan dari ruang
tetesan sampai terisi setengahnya atau
agak di bawahnya

Udara dalam selang

Periksa keadekuatan kadar cairan dalam


ruang tetesan dan amankan sambungan
slang. Masukkan jarum dan spuit ke
dalam lubang karet distral untuk
mengalirkan udara dan aspirasi untuk
menghilangkan udara

Darah masuk ke dalam


slang

Pastikan cairan lebih tinggi dari tempat


kateter IV dan setinggi jantung. Periksa
keamanan sambungan slang. Pastikan
cairan infus tidak keluar dan kateter ada
dalam vena bukan arteri (perhatikan
pulsasi darah dalam slang)

Aliran pompa infus


menunjukkan salah aliran

Periksa ruang tetesan terhadap adanya


kelebihan atau tingkat cairan yang tidak
adekuat.
Periksa apakah klem dan regulator
terbuka, vent udara terbuka (jika
terpasang) dan slang tidak terlipat.
Periksa tempat kateter IV untuk infiltrasi,
bekuan darah, lipatan dan obstruksi posisi
(buka regulator cairan dan ubah posisi
lengan untuk melihat apakah aliran cairan
lebih baik pada berbagai posisi)
Masukkan jarum dan spuit ke dalam
lubang obat dan bilaskan dengan perlahan

21

No

Masalah

Tindakan
cairan melalui kateter.
Jika tahanan terasa, cobalah aspirasi
darah atau bekuan ke dalam slang, jika
tidak berhasil hentikan IV dan mulai lagi

IV dipengaruhi posisi
(misalnya mengalir baik
hanya jika lengan atau
tangan pada posisi tertentu)

Stabilisasi tempat IV dengan papan dan


minta pemberi asuhan atau klien
memantau infus dan tempat IV dengan
ketat

Cairan menetes tetapi juga


bocor ke dalam jaringan
sekitar tempat fungsi

Hentikan IV dan mulai lagi pada tempat


lain
Tempatkan air hangat di atas tempat
infiltrasi dan tinggikan ekstremitas. Kaji
ulang dengan sering.

8. Penghentian Infus
Infus dihentikan atas pesanan dokter atau terjadi infiltrasi pada sisi
intravena atau terjadi iritasi (Weinstein, 2000). Inspeksi adanya phlebitis
pada lokasi fungsi minimal tiap 8 jam. Jika phlebitis terdeteksi, hentikan
infus dan berikan kompres hangat pada area fungsi vena. Jangan
menggunakan vena yang cidera ini untuk infus selanjutnya (Berman,
2009).
9. Komplikasi Terapi Intravena
Weinstein (2000) menyebutkan komplikasi terapi intravena yaitu:
a. Phlebitis
b. Infiltrasi
c. Emboli udara
d. Emboli dan kerusakan kateter
e. Kelebihan beban sirkulasi
f. Reaksi pirogenik
Brooker (2009) menyatakan bahwa komplikasi intravena terdiri dari dua
yaitu :

22

Komplikasi lokal
1) Infeksi akibat kontaminasi setiap bagian sistem tersebut.
2) Infiltrasi jaringan terjadi jika cairan diinfus ke dalam jaringan,
bukan ke sirkulasi.
3) Ekstravasasi terjadi jika larutan iritan masuk ke dalam jaringan dan
dapat menyebabkan kerusakan berat termasuk nekrosis jaringan.
Zat tersebut dapat hipertonik (misal natrium bikarbonat 8,4%) atau
obat yang menimbulkan pengaruh vasokonstriksi (misal dopamin)
dan biasanya zat tersebut diberikan melalui jalur vena sentral untuk
meminimalkan masalah potensial ini yaitu inotrop (zat seperti obat,
yang berpengaruh terhadap kontraktilitas miokardium)
4) Phlebitis
a. Komplikasi sistemik
1) Kelebihan beban sirkulasi terjadi jika cairan, terutama normal
salin, diinfus terlalu cepat sehingga meningkatkan volume darah
dan tekanan vena serta dapat mengakibatkan gagal jantung serta
edema paru akut. Oleh karena itu, digunakan alat pengontrol infus
pada pasien yang rentan. Pemeriksaan kecepatan aliran infus secara
teratur dilakukan untuk mendeteksi masalah potensial ini, yang
seringkali terjadi jika kanula posisional (yaitu jika posisi lengan
memengaruhi kecepatan aliran)
2) Defisit volume cairan akibat aliran cairan infus terlalu lambat.
3) Septikemia jika bakteri patogen masuk ke dalam aliran darah.
Kondisi ini terutama berbahaya jika banyak bakteri virulen terdapat
di dalam tubuh pejamu yang mengalami gangguan sistem imun.
4) Emboli paru adalah komplikasi yang jarang terjadi, tetapi
mengancam jiwa. Risiko ini diminimalkan dengan menggunakan
sebuah penyaring saat memberikan darah atau larutan berpartikel
serta hanya menggunakan penekanan lembut saat membasuh
kanula yaitu emboli paru

23

5) Emboli udara merupakan komplikasi lain yang juga jarang terjadi


dan berpotensi mengancam jiwa (terutama sekali saat pemasangan
jalur vena sentral)
6) Reaksi alergi dapat terjadi saat transfusi darah atau saat pemberian
beberapa obat intravena

C. Kerangka Teori
Faktor yang
mempengaruhi
1. Pemasangan
2. Lama pemasangan
3. Lokasi pemasangan
4. Ukuran kanula
vena kateter
5. Jenis cairan infus
6. Perawatan infus

Pasien rawat inap

Terapi intravena

Kejadian Phlebitis

1. Usia
2. Nutrisi
3. Jenis kelamin

Bagan 2. 1 Kerangka Konsep Penelitian

24

D. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian digambarkan sebagai berikut :
Faktor penyebab :
1. Lama pemasangan
2. Lokasi pemasangan
3. Ukuran kanula vena kateter
4. Jenis cairan infus
5. Perawatan infus

Kejadian Phlebitis

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu konsep yang memiliki variasi nilai (Wasis,
2008). Variabel penelitian terdiri dari :
1. Variabel bebas penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan
kejadian phlebitis meliputi lama pemasangan, lokasi pemasangan, ukuran
kanula vena kateter, jenis cairan infus dan perawatan infus.
2. Variabel terikat penelitian adalah kejadian phlebitis

F. Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan di
dalam perencanaan penelitian (Notoatmodjo, 2005). Hipotesa penelitian ini
sebagai berikut :
1. Ada hubungan lama pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang
Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan
2. Ada hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di
Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan
3. Ada hubungan ukuran kanula kateter dengan kejadian phlebitis di Ruang
Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan

25

4. Ada hubungan jenis cairan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang


Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan
5. Ada hubungan perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat
Inap RSUD Kraton Pekalongan

You might also like