You are on page 1of 12

Panduan Praktis Tata Cara Wudhu

muslim.or.id/1810-panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html

Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Taala, hidup kita, mati kita
hanya untuk menghambakan diri
kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya.
Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu alaihi
wa Sallam, beserta keluarga dan
para sahabat beliau radhiyallahu anhum.

Kedudukan wudhu dalam sholat

Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia telah
mengetahuinya bahkan telah
mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita lakukan selama
bertahun-tahun atau bahkan telah
puluhan tahun itu telah benar sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi was
sallam? Karena suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat
bahwa ibadah harus ikhlas
mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi shallallahu alaihi was sallam.
Demikian juga telah masyhur bagi
kita bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat[1], yang mana jika syarat tidak
terpenuhi maka tidak akan
teranggap/terlaksana apa yang kita inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana
sabda Nabi yang mulia, Muhammad
shallallahu alaihi was sallam,









Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu.[2]
Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Taala perintahkan kepada kita dalam
KitabNya,




Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki. (QS Al Maidah
[5] : 6).
Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari shifat/tata
cara wudhu Nabi shallallahu alaihi
was sallam.

Pengertian wudhu
Secara bahasa wudhu berarti husnu/keindahan dan nadhofah/kebersihan,
wudhu untuk sholat dikatakan sebagai
wudhu karena ia membersihkan anggota wudhu dan memperindahnya[3].
Sedangkan pengertian menurut istilah
dalam syariat, wudhu adalah peribadatan kepada Allah azza wa jalla dengan
mencuci empat anggota wudhu[4]
dengan tata cara tertentu. Jika pengertian ini telah dipahami maka kita akan
mulai pembahasan tentang syarat,
hal-hal wajib dan sunnah dalam wudhu secara ringkas.

Tata Cara Wudhu secara Global

Adapun tata cara wudhu secara ringkas berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi
was sallam dari Humroon budak
sahabat Utsman bin Affan rodhiyallahu anhu[5],

1/12

























Dari Humroon -bekas budak Utsman bin Affan , suatu ketika Utsman memintanya
untuk membawakan air wudhu
(dengan wadahpent.), kemudian ia tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua
tangan nya. Maka ia membasuh kedua
tangannya sebanyak tiga kali, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air
wudhu kemudian berkumurkumur,
lalu beristinsyaq dan beristintsar. Lalu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga
kali, (kemudian) membasuh
kedua tangannya sampai siku sebanyak tiga kali kemudian menyapu kepalanya
(sekali sajapent.) kemudian
membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengatakan, Aku
melihat Nabi shallallahu alaihi
was sallam berwudhu dengan wudhu yang semisal ini dan beliau shallallahu alaihi
was sallam mengatakan,
Barangsiapa yang berwudhu dengan wudhu semisal ini kemudian sholat 2 rokaat
(dengan khusyuked.)dan ia tidak
berbicara di antara wudhu dan sholatnya[6] maka Allah akan ampuni dosa-dosanya
yang telah lalu[7].
Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang lain dapat kita simpulkan tata
cara wudhu Nabi shallallahu
alaihi was sallam secara ringkas sebagai berikut[8],
1. Berniat wudhu (dalam hati) untuk menghilangkan hadats.
2. Mengucapkan basmalah (bacaan bismillah).
3. Membasuh dua telapak tangan sebanyak 3 kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan kemudian memasukkannya ke dalam mulut
dan hidung untuk berkumurkumur
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan
air dari hidung)
dengan tangan kiri sebanyak 3 kali.
5. Membasuh seluruh wajah dan menyela-nyelai jenggot sebanyak 3 kali.
6. Membasuh tangan kanan hingga siku bersamaan dengan menyela-nyelai jemari
sebanyak 3 kali kemudian
dilanjutkan dengan yang kiri.
7. Menyapu seluruh kepala dengan cara mengusap dari depan ditarik ke belakang,
lalu ditarik lagi ke depan,
dilakukan sebanyak 1 kali, dilanjutkan menyapu bagian luar dan dalam telinga
sebanyak 1 kali.
8. Membasuh kaki kanan hingga mata kaki bersamaan dengan menyela-nyelai
jemari sebanyak 3 kali kemudian
dilanjutkan dengan kaki kiri.

Syarat-Syarat Wudhu[9]
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan
syarat wudhu ada tujuh[10], yaitu
Islam,
Berakal,
Tamyiz[11],
Berniat[12], (letak niat ini ketika hendak akan melakukan ibadah
tersebut[13],pent.)
Air yang digunakan adalah air yang bersih dan bukan air yang diperoleh dengan cara
yang haram,

Telah beristinja[14] & istijmar[15] lebih dulu (jika sebelumnya memiliki keharusan
untuk istinja dan istijmar dari
hadats),
Tidak adanya sesuatu hal yang mencegah air sampai ke kulit.
Kami tidak menyebutkan dalil tentang hal di atas karena kami menganggap hal ini
telah maruf dikalangan kaum
muslimin.

2/12
Wajib Wudhu

Membaca bismillah ketika hendak wudhu, sebagaimana sabda Nabi kita


shallallahu alaihi was sallam,












Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi
orang yang tidak menyebut nama
Allah Taala (bismillah) ketika hendak berwudhu.[16]
Membasuh wajah, termasuk dalam membasuh wajah adalah berkumur-kumur,
istinsyaq dan
istintsar[17]. Para ulama mengatakan batasan bagian wajah yang dibasuh adalah
mulai dari atas ujung dahi
(awal tempat tumbuhnya rambut) sampai bagian bawah jenggot dan batas kiri
kanan adalah telinga[*][18].
Adapun yang dimaksud dengan istinsyaq adalah sebagaimana yang dikatakan Al
Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy
rohimahullah, Memasukkan air ke hidung dengan menghisapnya sampai ke
ujungnya, sedangkan istintsar adalah
kebalikannya[19]. Dalil tentang hal ini sebagaimana yang firman Allah azza wa
jalla,









Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah wajah. (QS Al Maidah
[5] : 6).
Sebagaimana dalam ilmu ushul fiqh[20] perintah dalam perkara ibadah memberikan
konsekwensi wajib. Maka
membasuh wajah dalam wudhu adalah wajib. Sedangkan dalil yang menunjukkan
wajibnya berkumur-kumur,
istinsyaq dan istintsar adalah ayat di atas yang memerintahkan kita untuk
membasuh wajah, sedangkan mulut dan
hidung merupakan bagian dari wajah. Demikian juga hadits Nabi shallallahu alaihi
was sallam,














Jika salah seorang dari kalian hendak berwudhu maka beristinsyaqlah di hidungnya
dengan air kemudian
beristintsarlah.[21]
Dalil khusus dalam masalah kumur-kumur adalah hadits Nabi shallallahu alaihi was
sallam,







Jika engkau hendak wudhu, maka berkumur-kumurlah[22].
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah mengatakan, Cara
berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar
dilakukan bersamaan (satu kali jalan), maka setengah air digunakan untuk
berkumur-kumur dan sisanya untuk
istinsyaq dan istintsar.[23]
Menyela-nyelai jenggot, dalil tentang hal ini adalah hadits Nabi shallallahu alaihi
was sallam dari sahabat
Anas bin Malik rodhiyallahu anhu,

















Merupakan kebiasaan (Nabi shallallahu alaihi was sallampent. ) jika beliau akan
berwudhu, beliau mengambil
segenggaman air kemudian beliau basuhkan (ke wajahnyapent) sampai
ketenggorokannya kemudian beliau
menyela-nyelai jenggotnya. Kemudian beliau mengatakan, Demikianlah cara
berwudhu yang diperintahkan
Robbku kepadaku[24].

3/12
Dan cara menyela-nyelai jenggot adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi
was sallam di atas yaitu
dengan menyela-nyelainya bersamaan dengan membasuh wajah[25].
Membasuh kedua tangan sampai siku, dalilnya adalah firman Allah azza wa
jalla,










Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku. (QS Al
Maidah [5] : 6).
Demikian juga hadits Nabi shallallahu alaihi was sallam,













Kemudian beliau membasuh tangannya yang kanan sampai siku sebanyak tiga kali,
kemudian membasuh
tangannya yang kiri sampai siku sebanyak tiga kali[26].
Menyapu[27] kepala dengan air, kedua telinga termasuk dalam bagian
kepala[28]. Dalilnya adalah
firman Allah azza wa jalla,






Dan sapulah kepalamu. (QS Al Maidah [5] : 6).
Perintah dalam ayat ini menunjukkan hukum menyapu kepala adalah wajib bahkan
hal ini diklaim ijma oleh An
Nawawi Asy Syafii rohimahullah[29]. Demikian juga sabda Nabi shallallahu alaihi
was sallam,



Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan tangannya,(dengan
carapent.) menyapunya ke depan dan
ke belakang. Beliau memulainya dari bagian depan kepalanya ditarik ke belakang
sampai ke tengkuk kemudian
mengembalikannya lagi ke bagian depan kepalanya[30].
Hadits ini menunjukkan bagaimana cara mengusap kepala[31] yang Allah
perintahkan dalam surat Al Maidah ayat
6 di atas. Demikian juga hadits ini juga dalil bahwa yang bagian kepala yang dihusap
dalam ayat di atas adalah
seluruh kepala/rambut[32] dan inilah pendapat Al Imam Malik rohimahullah
demikian juga hal ini merupakan
pendapat Al Imam Al Bukhori rohimahullah sebagaimana dalam kitab shahihnya. Jadi
mengusap kepala bukanlah
hanya sebagian (hanya ubun-ubun) sebagaimana anggapan sebagian orang.
Sedangkan dalil bahwa menyapu
kedua telinga termasuk dalam menyapu kepala adalah sabda Nabi alaihish sholatu
was salam,





Kedua telinga merupakan bagian dari kepala.[33]
Lalu cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi
was sallam,

kemudian beliau menyapu kedua telinga sisi dalamnya dengan dua telunjuknya
dan sisi luarnya dengan kedua
jempolnya.[34]
Adapun untuk cara mengusap kepala dan kedua telinga dengan air, untuk
perempuan sama seperti untuk
laki-laki sebagaimana yang dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafii rohimahullah
demikian juga hal ini merupakan
pendapat Imam Syafii rohimahullah sendiri dan dinukil oleh Al Bukhori rohimahullah
dalam kitab shohihnya dari
Said bin Musayyib rohimahullah [35].

4/12
Membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Dalil hal ini adalah firman Allah
Subhanahu wa Taala,



(basuh) kaki-kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.
(QS Al Maidah [5] : 6).
Demikian juga hadits Nabi shallallahu alaihi was sallam,




Kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki[36].
Membasuh kedua mata kaki hukumnya wajib karena Allah sebutkan dengan
lafadz/bentuk perintah, dan hukum asal
perintah dalam masalah ibadah adalah wajib. Adapun cara membasuhnya adalah
sebagaimana yang disabdakan
beliau alaihish sholatu was salam,







Jika beliau shallallahu alaihi was sallam berwudhu, beliau menggosok jari-jari
kedua kakinya dengan dengan
jari kelingkingnya[37].
Demikian juga pendapat Al Ghozali rohimahullah, namun beliau qiyaskan dengan
cara istinja, sebagaimana yang
dinukilkan oleh Al Amir Ash Shonani rohimahullah[38].
Muwalah
Muwalah[39] adalah berturut-turut dalam membasuh anggota-anggota wudhu dalam
artian membasuh anggota
wudhu lainnya sebelum anggota wudhu (yang sebelumnya telah dibasuh pent.)
mengering dalam kondisi/waktu
normal[40].
Dalil wajibnya hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Taala,












Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku. (QS Al Maidah [5] : 6).
Sisi pendalilannya sebagai berikut, jawab syarat (dari kalimat syarat yang ada dalam
ayat inipent.) merupakan suatu
yang berurutan dan tidak boleh diakhirkan[41]. Adapun dalil dari Sunnah adalah
Nabi shallallahu alaihi was sallam
berwudhu dengan tidak memisahkan membasuh anggota wudhu (yang satu dengan
yang lainnyapent.) dan hadits
Nabi shallallahu alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khottob
rodhiyallahu anhu



-











.





-

Bahwasanya ada seorang laki-laki berwudhu dan meninggalkan bagian yang belum
dibasuh sebesar kuku pada
kakinya. Ketika Nabi shallallahu alaihi was sallam melihatnya maka Nabi shallallahu
alaihi was sallam mengatakan,

Kembalilah (berwudhupent.) perbaguslah wudhumu.[42]


Hal ini merupakan pendapat Imam Syafii dalam perkataannya yang lama, serta
pendapat Al Imam Ahmad dalam
riwayat yang masyhur dar beliau[43].

Sunnah Wudhu
5/12
Bersiwak[44], hal sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam,












Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka
untuk bersiwak pada setiap hendak
berwudhu[45].
Mencuci kedua tangan tiga kali ketika hendak berwudhu, sunnah ini lebih
ditekankan ketika bangun dari
tidur atau dengan kata lain hukumnya wajib. Dalil yang menunjukkan bahwa
mencuci tangan ketika hendak
berwudhu sunnah adalah hadits Nabi shallallahu alaihi was sallam,

..




Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya Utsman
pent.) suatu ketika beliau
memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadahpent.), kemudian aku
tuangkan air dari wadah tersebut ke
kedua tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga kalikemudian
beliau berkata, Aku dahulu
melihat Nabi shallallahu alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti yang
aku peragakan ini[46].
Hal ini ditetapkan sebagai sunnah dan bukan wajib sebab Utsman rodhiyallahu anhu
melakukannya karena melihat
Nabi shallallahu alaihi was sallam melakukannya. Semata-mata perbuatan Nabi
shallallahu alaihi was sallam yang
dicontoh para sahabat menunjukkan hukum anjuran atau sunnah[47]. Kemudian dalil
yang menunjukkan wajibnya
mencuci tangan ketika bangun dari tidur adalah sabda Nabi shallallahu alaihi was
sallam,

Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka hendaklah ia mencuci
tangannya sebelum ia
memasukkan tangannya ke air wudhu, karena ia tidak tahu di mana tangannya
bermalam .
Jika ada yang bertanya apakah hal ini hanya berlaku pada tidur di malam hari saja
atau umum? Maka jawabannya
adalah sebagaimana yang disampaikan Nabi shollallahu alaihi was sallam di atas
yaitu semua tidur yang
menyebabkan orang tidak tahu di mana tangannya berada ketika ia tidur. Dan inilah
pendapat yang dipilih oleh Al
Imam Asy Syafii rohimahullah, demikian juga mayoritas ulama[48].
Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq dan berkumur-kumur ketika tidak
sedang berpuasa[49].
Dalilnya adalah sabda Nabi shollallahu alaihi was sallam,










Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali jika kalian sedang berpuasa
[50].
Mendahulukan membasuh anggota wudhu yang kanan. Dalilnya adalah sabda
Nabi shollallahu alaihi

was sallam,




- -




Adalah kebiasaan Nabi shollallahu alaihi was sallam sangat menyukai
mendahulukan kanan dalam thoharoh
(berwudhupent.)[51].
Membasuh anggota wudhu sebanyak 2 kali atau 3 kali. Dalil bahwa Nabi
shallallahu alaihi was sallam
membasuh anggota wudhunya 2 kali adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat
Abdullah bin Zaid,

6/12

Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi was sallam berwudhu (membasuh anggota


wudhunya sebanyakpent.) dua
kali-dua kali.[52]
Dalil bahwa beliau membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali adalah hadits yang
diriwayatkan Humroon dari
tentang wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu anhu ketika melihat cara wudhu Nabi
shollallahu alaihi was sallam,

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya Utsman
pent.) suatu ketika beliau
memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadahpent.), kemudian aku
tuangkan air dari wadah tersebut ke
tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak 3 kalikemudian dia
membasuh wajahnya sebanyak 3
kali.[53]
Hal ini sering beliau lakukan pada anggota wudhu selain pada mengusap kepala,
berdasarkan salah satu riwayat
hadits Abdullah bin Zaid rodhiyallahu anhu di atas yang juga dalam shohihain,














Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah air lalu menyapu
kepalanya ke arah depan dan
belakang sebanyak 1 kali[54].
Namun demikian dianjurkan juga menyapu kepala sebanyak tiga kali [55], namun
hal ini dianjurkan dengan catatan
tidak dilakukan terus menerus berdasarkan salah satu riwayat hadits yang
diriwayatkan Humroon tentang cara
wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu anhu ketika beliau melihat cara wudhu Nabi
shollallahu alaihi was sallam,


- -








Beliau (Utsman bin Affan pent.)menyapu kepalanya tiga kali kemudian membasuh
kakinya tiga kali, kemudian beliau
berkata, Aku melihat Rosulullah shallallahu alaihi was sallam berwudhu dengan
wudhu seperti ini[56].
Tertib, yang dimaksud tertib di sini adalah membasuh anggota wudhu sesuai
tempatnya (urutan yang ada
dalam ayat wudhupent.)[57]. Hal ini kami cantumkan di sini sebagai sebuah sunnah
bukan wajib dalam wudhu
dengan alasan hadits Al Miqdam bin Madikarib Al Kindiy rodhiyallahu anhu,




- -










Rosulullah shallallahu alaihi was sallam melakukan wudhu dengan membasuh
tangannya tiga kali kemudian

berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali,
kemudian membasuh kakinya tiga
kali, kemudian menyapu kepalanya dan telinga bagian luar maupun dalam[58].
Berdoa ketika telah selesai berwudhu . Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu alaihi was sallam,






.
Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya
kemudian membaca, Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan
Nabi Muhammad adalah utusan
Allah melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang jumlahnya
delapan, dan dia bisa masuk dari pintu
mana saja ia mau[59].
At Tirmidzi menambahkan lafafdz,

7/12

Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku
termsuk orang-orang yang selalu
mensucikan diri[60].
Sholat dua rakaat setelah wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu alaihi
was sallam,




















Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian sholat 2 rakaat
(dengan khusyuked.) setelahnya dan
ia tidak berbicara di antara keduanya[61], maka akan diampuni seluruh
dosanya yang telah lalu[62].
Demikianlah akhir tulisan ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kami sebagai
tambahan amal dan sebagai
tambahan ilmu bagi pembaca sekalian serta berbuah amal bagi kita semua. Allahu
alam bish showab
Ketika rintik-rintik hujan membasahi ranah pogung, 1 Dzul Hijjah 1430 H
Penulis: Aditya Budiman
Murojaah: M. A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Bahkan hal ini diklaim ijmaoleh An Nawawi rohimahullah [lihat Al Minhaaj
Syarh Shohih Muslim oleh An
Nawawi rohimahullah hal. 98/III cetakan Darul Marifah, Beirut dengan tahqiq dari
Syaikh Kholil Mamun Syihaa]
[2] HR. Bukhori no. 135, Muslim no. 225.
[3] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal.
95/III. Hal senada juga dikatakan
oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahullah dalam Fathul Baari hal.
214/I.
[4] Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rohimahullah mengatakan, Penyebut
empat anggota wudhu dalam
hal ini hanyalah maksudnya adalah penyebutan sebagian namum yang diinginkan
adalah seluruh anggota wudhu.
[lihat Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqni hal. 110/I, terbitan Al Kitabul Alimiy,
Beirut, Lebanon.]Atau bisa kita
katakan sebagai majas part pro toto dalam istilah bahasa Indonesia.
[5] Hadits ini merupakan salah satu hadits pokok dalam masalah tata cara wudhu
Nabi shallallahu alaihi was
sallam.
[6] Akan datang penjelasannya insya Allah.

[7] HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.


[8] Lihat Shohih Fiqhis Sunnah oleh Abu Maalik Kamaal bin Sayyid Salim hal.
111/I, terbitan Maktabah
Tauqifiyah.
[9] Kami menempuh cara menulis seperti ini (membedakan mana perkara yang
sunnah dan wajib) bukanlah berarti
tidak ingin meniru wudhu Nabi secara menyeluruh akan tetapi agar amal kita bisa
memiliki nilai tambah jika
berhadapan dua hal yang sama-sama baik, misalnya hal yang wajib dan sunnah
ataupun 2 hal yang sunnah namun
salah satu lebih ditekankan. Allahu Alam.
[10] Lihat Al Mulakhoshul Fiqhiy hal. 24 oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan
bin Abdullah Al Fauzan
hafidzahullah cetakan Dar Ibnul Jauziy Riyadh.

8/12
[11] Tolak ukur tamyiz adalah sebagaimana yang dikatakan Nabi shallallahu alaihi
was sallam adalah berumur 7
tahun dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 495 dan dinyatakan
hasan shohih oleh Al Albani
rohimahullah dalam takhrij beliau untuk Sunan Abu Dawud.
[12] Yang kami maksudkan dengan niat adalah azam/keinginan yang ada dalam
hati untuk berwuhu karena
ingin melaksanakan perintah Allah dan RosullNya shallallahu alaihi was
sallam, Ibnu Taimiyah rohimahullah
mengatakan, Niat dalam seluruh ibadah tempatnya di hati bukan di lisan
dan hal ini telah disepakati para
ulama kaum muslimin, semisal dalam ibadah thoharoh, sholat, zakat, puasa, haji,
membebaskan budak, jihad,
dan lain-lain. Seandainya ada seorang yang melafadzkan niat dan hal itu berbeda
dengan niat yang ada dalam
hatinya maka yang menjadi tolak ukur berpahala atau tidaknya amal adalah niat
yang ada dalam hatinya bukan yang
ada di lisannya.[lihat Al Fatawatul Qubro oleh Ibnu Taimiyah, dengan tahqiq
Husnain Muhammad Makhluf hal.
87/II, terbitan Darul Marifah, Beirut Lebanon]. yang senada juga dikatakan oleh Al
Imam An Nawawi Asy Syafii
rohimahullah lihat Qowaid wa Fawaid minal Arbain An Nawawiyah oleh Syaikh
Nadzim Muhammad Shulthon
hal. 30 cetakan Darul Hijroh, Riyadh, KSA demikian juga beliau isyaratkan dalam
Kitabnya At Tibyan fi Adabi
Hamalatil Quran hal. 50 dengan tahqiq dari Syaikh Abu Abdillah Ahmad bin
Ibrohim Abul Ainain cetakan
Maktabah Ibnu Abbas Kairo, Mesir. Mudah-mudahan dengan penjelasan ringkas ini
pembaca bisa memahami
defenisi niat yang benar.
[13] Lihat Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqni hal. 127/I
[14] Membersihkan sesuatu yang keluar dari dua jalur kemaluan dengan air. [lihat
Syarhul Mumti ala Zaadil
Mustaqni hal. 69/I ]
[15] Membersihkan sesuatu yang keluar dari dua jalur kemaluan dengan tiga buah
batu atau dengan selainnya [lihat
Manjaahus Salikin oleh Syaikh Abdurrohman bin Nashir As Sadiy
rohimahullah hal. 38 cetakan Darul Wathon,
Riyadh, KSA].
[16] HR. Ibnu Hibban no. 399, At Tirmidzi no. 26, Abu Dawud no. 101, Al Hakim no.
7000, Ad Daruquthni no. 232.

Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani rohimahullah dalam Shohihul Jami no. 7514,
bahkan Syaikh Abu Ishaq Al
Huwainiy membuat satu juz (kitab yang khusus membahas satu hadits) dan beliau
menshohihkan hadits ini. Akan
tetapi status hadits ini diperselisihkan para ulama di antara yang mendhoifkannya
Ali bin Abu Bakr Al Haitsami
rohimahullah dalam Majmu Az Zawaid hal. 780/IX terbitan Darul Fikr, Beirut dan
penulis Shohih Fiqhis Sunnah
dalam takhrij beliau untuk hadits ini.
[17] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Abdul Adzim
bin Badawiy Al Kholafiy
hafidzahullah hal. 38 Dar Ibnu Rojab Kairo, Mesir.
[18] Lihat Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqni hal. 131-132/I, dan tambahan
dari Shohih Fiqhis Sunnah hal.
113/I.
[19] Lihat Fathul Baari hal. 78/X.
[20] Lihat Mandzumah Ushulil Fiqh wa Qowaidih oleh Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al Utsaimin rohimahullah
hal. 103 cetakan Dar Ibnul Jauziy Riyadh,KSA.
[21] HR. Muslim no. 237.
[22] HR. Abu Dawud no. 144, hadits ini dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam
takhrij Beliau untuk Sunan Abu
Dawud.
[23] Lihat Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani
rohimahullah hal. 10/I cetakan Ghiroos, Kuwait.
[24] HR. Abu Dawud no. 145, Al Baihaqi no. 250 dinyatakan shohih oleh Al Albani
dalam Irwaul Gholil no. 92.

9/12
[25] Lihat tanda [*] dalam tulisan ini.
[26] HR. Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226.
[27] Perbedaan antara menghapus/menyapu dan membasuh adalah bahwa pada
menghapus/menyapu tidak ada
mengalirkan air ke tempat yang akan dihapus namun cukup dengan membasahi
tangan dengan air dan
menyapukan tangan tersebut ke kepala. [Lihat Syarhul Mumti ala Zaadil
Mustaqni hal. 116/I.]
[28] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Abdul Adzim
bin Badawiy Al Kholafiy
hafidzahullah hal. 38 Dar Ibnu Rojab Kairo, Mesir.
[29] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal.
102/III.
[30] HR. Bukhori no. 185, Muslim 235.
[31] Namun merupakan sunnah Nabi shallallahu alaihi was sallam juga
membasuhnya dari arah belakang ke
depan. Sebagaimana akan kami cantumkan haditsnya dalam pokok bahasan
Membasuh anggota wudhu
sebanyak 2 kali atau 3 kali dalam tulisan ini insya Allah taala.
[32] Lihat penjelasan masalah ini di Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqni hal.
117/I.
[33] HR. Abu Dawud no.134, At Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no. 478, dan lain-lain.
Hadits ini dinyatakan shohih oleh
Al Albani rahmatullah alaihi dalam Ash Shohihah no. 36. Lihat juga penjelasan
tentang takhrij hadits ini dalam
Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al Amir Ash
Shonani rohimahullah hal. 206/I dengan

tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy,
Riyadh, KSA. Di sini muhaqqiq
kitab ini menjelaskan panjang lebar tentang hadits ini yang kesimpulannya hadits ini
shohih.
[34] HR. An Nasai no. 102, dinyatakan hasan shohih oleh Al Albani dalam takhrij
beliau untuk Sunan Nasai.
[35] [lihat Al Majmu oleh An Nawawi rohimahullah hal. 409/I Asy Syamilah]. Dan
hal ini sesuai dengan kaidah fiqh
keumuman hukum dalam syariat antara laki-laki dan perempuan selama tidak ada
dalil yang mengkhususkannya
pada salah satu dari keduanya, [lihat Maalim Ushulil Fiqh inda Ahlis Sunnah
wal Jamaah oleh Syaikh DR.
Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jaizaniy hafidzahullah hal. 418, cetakan
Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA].
[36] HR. Bukhori no. 185, Muslim no. 235.
[37] HR. Tirmidzi no. 40, Abu Dawud no. 148, hadits ini dinyatakan shohih oleh Al
Albani dalam takhrij beliau untuk
Sunan At Tirmidzi.
[38] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al Amir
Ash Shonani rohimahullah hal.
196/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar
Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[39] Lihat Shohih Fiqhis Sunnah hal. 121/I.
[40] Dalam kondisi/waktu normal maksudnya adalah jika tidak ada angin yang
berhembus, dalam kondisi cuaca
yang sangat panas (sehingga air wudhu dengan cepat mengering), atau sangat
dingin. [lihat Syarhul Mumti ala
Zaadil Mustaqni hal. 120/I.]
[41] Lihat Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqni hal. 119/I.
[42] HR. Mulsim no. 243.
[43] Lihat dari Shohih Fiqhis Sunnah hal. 121/I.
[44] Al Amir Ash Shonani rohimahullah mengatakan, Siwak yang dimaksud
dalam istilah para ulama adalah

10/12

penggunaan potongan kayu atau selainnya pada gigi untuk menghilangkan kotoran
kuning pada mulut. [Lihat
Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 175/I].
[45] HR. Tirmidzi no. 22, Abu Dawud no. 37, dinilai shohih oleh Al Albani dalam
takhrij beliau untuk Sunan At
Tirmidzi.
[46] HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
[47] Lihat Maalim Ushulil Fiqh inda Ahlis Sunnah wal Jamaah hal. 124.
[48] Lihat Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abullah Alu
Bassaam rohimahullah hal. 215/I
cetakan Maktabah Sawaadiy, Mekkah, KSA.
[49] Lihat penjelasan mengapa perintah di sini tidak dimaknai wajib di Taudhihul
Ahkaam min Bulughil Maroom
hal. 218/I.
[50] HR. Abu Dawud no. 2368, Al Hakim no. 525 dinyatakan shohih oleh Al Albani
dalam takhrij beliau untuk Sunan
Abu Dawud demikian juga Adz Dzahabi.
[51] HR. Bukhori 168, Muslim no. 268.
[52] HR. Bukhori 158.
[53] HR. Bukhori 164, Muslim no. 226.
[54] HR. Bukhori 186.

[55] Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
rohimahullah di Ats Tsamrul
Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab hal.11/I, demikian juga Syaikh DR.
Abdul Adzim bin Badawiy Al
Kholafiy hafidzahullah Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal. 41.
[56] HR. Abu Dawud no. 107 dan dinyatakan hasan shohih oleh Al Albani
rohimahullah dalam takhrij beliau untuk
Sunan Abu Dawud.
[57] Lihat Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqni hal. 118/I.
[58] HR. Abu Dawud no. 121, dinyatakan shohih oleh Al Albani rohimahullah dalam
takhrij beliau untuk Sunan Abu
Dawud.
[59] HR. Muslim no. 234.
[60] HR. Tirmidzi no. 55 dan dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau
untuk Sunan Tirmidzi.
[61] An Nawawi rohimahullah mengatakan, yang dimaksud dengan tidak
berbicara diantara keduanya yaitu tidak
berbicara dalam masalah dunia yang tidak ada hubungannya dengan sholat.
[lihat Al Minhaaj Syarh Shohih
Muslim hal. 103/III]
[62] HR. Bukhori no. 159, Muslim no. 226.
Ingin pahala jariyah yang terus mengalir? Dukung pelunasan markaz dakwah YPIA di
Yogyakarta. Kirim donasi anda
ke salah satu rekening di bawah ini:
1. Bank BNI Syariah Yogyakarta atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari.
Nomor rekening: 024 1913
801.
2. Bank Muamalat atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari Yogyakarta.
Nomor rekening: 5350002594

11/12

3. Bank Syariah Mandiri atas nama YPIA Yogyakarta. Nomor rekening: 703 157
1329.
4. CIMB Niaga Syariah atasn ama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari. Nomor
rekening: 508.01.00028.00.0.
5. Rekening paypal: donasi@muslim.or.id
6. Western union an Muhammad Akmalul Khuluk d/a Kauman GM 1/241 RT/RW
049/013 kel. Ngupasan kec.
Gondomanan Yogyakarta Indonesia 55122
Yat Tentang Berselisih, Kredit Perum Hukumnya Apa , Wajibkah Perempuan Memakai
Cadar, Hadist Isrofil, Pemahaman
Syiah, Tentang Hawa Nafsu Dan Tuhannuya , Apakah Boleh Berpuasa 3 Hari Setelah
Idul Fitri , Bisakah Puasa Syawal Dimulai
Hari Minggu, Waktu Puasa Datang Siska Alam Kubur Apakah Kn Berhenti , Materi
Khutbah Jauhi Kesombongan, Hukumnya
Membayar Pajak Syariat Islam, Apa Hukum Membangun Makam, Syarat Dan Rukun
Puasa Bulan Syawal , Ziarah Sebelum
Ramadhan, Kado Islamik Untuk Sahabat, Tingkah Laku Sifat Wanita Soleha, Bacaan
Kalau Kita Disakiti Teman, Hari Hari
Yang Haram Unruk Berpuasa, Makna Khalaf Akhirussanah , Apakah Boleh__

You might also like