You are on page 1of 3

Banjir Bandang: Penyebab Utama dan Upaya Antisipasinya

Oleh : Gatot Irianto


Akhir-akhir ini banjir terjadi di mana-mana, bahkan intensitas dan frekuensinya
cenderung meningkat. Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian
lebih memfokuskan pada antisipasi anomali iklim El-nio, sedangkan antisipasi dampak
anomali iklim La-Nia belum mendapatkan perhatian yang memadai. Lebih jauh daerah
yang sebetulnya tidak pernah mengalami banjir justru menderita paling berat. Di Medan,
orang mengekspresikan dampak banjir seperti terjadi kiamat, sesuatu yang benar-benar
mengerikan. Kejadian ini diperkirakan di masa depan akan terus berulang dengan
dampak yang terus meningkat apabila penanganan yang dilakukan tidak menyeluruh
dan hanya mengandalkan pemerintah saja.
Untuk mengkaji masalah banjir, terlebih dahulu harus ditelaah penyebab
utamanya, sebelum menyusun strategi antisipasinya. Secara teoretis, banjir yang terjadi
dengan intensitas cenderung meningkat merupakan akibat dari masukan sistem yang
berlebihan, dalam hal ini curah hujan yang melebihi normalnya, atau sering dikenal
dengan curah hujan eksepsional (perkecualian). Kejadian banjir yang terus berulang
merupakan hasil (resultan) dari kerusakan sistem dalam hal ini adalah daerah aliran
sungai (DAS). Dengan dua pendekatan tersebut, maka rekayasa dan rancang bangun
antisipasi, serta minimalisasi resiko banjir dapat dilakukan.

1. Curah Hujan Eksepsional


Perubahan iklim global yang terjadi belakangan ini ternyata berdampak pada
terjadinya akumulasi curah hujan tinggi dalam waktu yang singkat. Dengan curah hujan
tahunan yang relatif sama, namun dengan durasi yang singkat akan berdampak pada
meningkatnya intensitas banjir yang terjadi. Apalagi kalau curah hujannya menyimpang
jauh lebih tinggi (hujan eksepsional) dibandingkan normalnya, maka banjir yang terjadi
akan sangat besar. Lebih parah lagi manakala kejadian hujan tersebut berlangsung
selama beberapa hari berturut-turut, maka banjir di hilir dan meningkatnya genangan
tidak dapat dihindarkan lagi, seperti kasus banjir di Kebumen tahun 2001. Secara fisik
kejadian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: pada kejadian hujan pertama, air
akan menjenuhi permukaan tanah melalui infiltrasi sekaligus mengisi tajuk melalui
intersepsi. Pada episode hujan berikutnya, sebagian besar air dialirkan menjadi aliran
permukaan dan selanjutnya hujan seterusnya semua air dialirkan langsung ke sungai,
sehingga terjadilah banjir.
Kejadian banjir bandang merupakan akibat dari tanah dan tanaman sudah jenuh
air, sehingga begitu hujan terjadi, air langsung mengalir menuju sungai. Hujan
eksepsional pada bulan Oktober tahun 2001 di Gunung Sitoli, Sumatera Utara yang
menyebabkan banjir dengan korban jiwa dan harta sangat besar merupakan contoh
ilustrasi yang baik. Pada bulan Oktober dan Nopember 2001 curah hujan yang tercatat
sebesar 400 mm dan 350 mm, sehingga hampir selama dua bulan tanah dan tajuk
tanaman berada dalam kondisi jenuh. Pada keadaan tersebut terjadinya curah hujan
eksepsional akan menimbulkan banjir bandang.

2. Kerusakan Sistem
Kerusakan DAS memang suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan terkonsentrasi pada wilayah
tertentu menyebabkan alih fungsi lahan pertanian (cultivated land) ke lahan bukan
pertanian (non cultivated land), seperti: permukaan jalan cenderung sulit dikendalikan.
Bahkan banyak ditemukan penggunaan lahan melampaui daya dukungnya. Pembabatan
hutan, budi daya tanaman pangan pada lahan berlereng terjal tanpa konservasi tanah
dan air yang memadai merupakan beberapa ilustrasi penyebab rusaknya sistem
hidrologi DAS. Kerusakan tersebut ditandai dengan menurunnya kemampuan DAS dalam
menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan pada musim hujan. Akibatnya,
tambahan cadangan air tanah (recharging) pada musim hujan sangat terbatas sehingga
pasokan air di musim kemarau menjadi rendah.
Pasokan air yang rendah di musim kemarau menyebabkan pertumbuhan
vegetasi semakin terbatas karena pada awal musim hujan kemampuan DAS menyerap
dan menahan aliran permukaan sangat rendah sehingga sebagian besar hujan ditransfer
menjadi debit sungai dan terjadilah banjir. Banjir bandang akan lebih dahsyat apabila
terjadi awal musim hujan karena peranan vegetasi belum optimal.

3. Antisipasi
Ada solusi praktis, murah, dan dapat memberikan keuntungan langsung pada
petani dalam antisipasi dan minimalisasi dampak banjir yang terjadi belakangan ini,
yaitu melalui panen hujan dan aliran permukaan. Solusi ini tentu harus didukung oleh
penatagunaan lahan sesuai dengan kemampuannya agar hasil yang diperoleh lebih
maksimal. Implementasinya dilakukan dengan menampung dan menyimpan sebagian
volume air hujan dan aliran permukaan secara alamiah (dengan menanam vegetasi),
maupun secara artifisial dengan pembuatan embung dan rorak di seluruh permukaan
DAS yang memungkinkan (Gambar 1).

H
ujan

Alir

ujan
H

an

ujan
I
rigasi

Alir

R
I

an

Area
l irigasi
Gambar 1. Panen hujan dan aliran permukaan dalam suatu toposekuen

Air yang ditampung pada musim hujan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
tambahan air irigasi (supplementary irrigation) pada musim kemarau. Agar nilai ekonomi
air dapat ditingkatkan, komoditas yang diusahakan dipilih yang bernilai ekonomi tinggi
(buah-buahan dan sayuran). Teknologi ini berhasil dengan baik diterapkan di Wonosari
dan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penurunan volume air hujan dan aliran permukaan akibat panen hujan dan aliran
permukaan akan dapat menurunkan debit puncak dan memperpanjang waktu respon
DAS selang waktu antara curah hujan maksimum dan debit maksimum (Gambar 2 ).
Melalui modifikasi karakteristik hidrologi DAS, maka besarnya banjir bandang
dapat diminimalkan (penurunan debit puncak) dari Q1 menjadi Q2 dan memperpanjang
waktu evakuasi korban (peningkatan waktu respon) dari t1 menjadi t2 sehingga resiko
banjir yang cenderung meningkat belakangan ini dapat diminimalkan. Aplikasi teknologi
panen hujan dan aliran permukaan ini sudah saatnya disebarluaskan agar manfaat yang
diterima masyarakat dapat dioptimalkan.

t2
Sesudah panen
Q1

Huja

Sebelum panen

n (mm)

Debi

Hujan
t1

Q2

Waktu

Gambar 2. Representasi panen hujan dan aliran permukaan untuk


mengurangi banjir dan kekeringan

Gatot Irianto, PhD


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Telah dimuat pada Tabloid Sinar Tani edisi 30 Januari - 5 Februari 2002)

You might also like