Professional Documents
Culture Documents
Tanda Tangan
REFERAT
APENDISITIS AKUT
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
2.3 EPIDEMIOLOGI
2.8 TATALAKSANA .
10
2.9 KOMPLIKASI ..
11
13
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.1
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kirakira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal disekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per
hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab
timbulnya appendisits.2 Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang
merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA.2
Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila
dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain. Peradangan pada apendiks dikenal
dengan istilah apendisitis. Istilah apendisitis pertama kali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada
tahun 1886 di Boston. Morton pertama kali melakukan operasi apendektomi pada tahun1887 di
Philadelphia.3 Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Apendiks adalah organ berbentuk tabung dengan panjang berkisar antara 3-15 cm dan
berpangkal di sekum. Pada dewasa bentuk apendiks melebar didistal dan menyempit di
proksimal. Sementara pada anak, berbentuk kerucut dimana menyempit didistal dan melebar di
proksimal. Anatomi apendiks memungkinkan organ ini untuk bergerak bebas, tergantung dari
panjang mesoapendiks penggantungnya. Apendiks merupakan organ imunologik karena
termasuk komponen GALT (Gut Asscociated Lymphoid Tissue) yang mensekresi IgA, namun
tidak memiliki efek negatif bila dilakukan apendektomi. Posisi apendiks terbanyak berada di
retrosekal (53,57%), pelvik (30,35%), post ilieum (12,55) dan subcaecal (3,5%).4
percabangan nervus vagus yang diikuti oleh arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis.
Saraf simpatis berasal dari nervus thorakalis X, yang menghasilkan nyeri visceral di sekitar
umbilikus.4
2.2 Definisi
Peradangan pada organ appendiks atau umbai cacing karena infeksi akibat sumbatan
lumen. Apendisitis sendiri dibagi menjadi akut dan kronik. Akut didefinisikan sebagai Proses
peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.5
Sementara kronik ditegakkan bila memenuhi semua syarat ; (1) riwayat nyeri perut kanan
bawah yang lebih dari 2 minggu, (2) terbukti terjadi peradangan kronik apendiks secara
mikroskopik maupun makroskopik. Mikroskopik adanya fibrosis menyeluruh pada dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
dan infiltrasi sel inflamasi kronik.5
2.3 Epidemiologi
4
Apendisitis adalah salah satu dari emergensi bedah dan penyebab paling umum dari nyeri
abdomen. Pada negara Asia dan Afrka, insidens dari apendisitis akut lebih rendah karena
kebiasaan dari area geografis sendiri yaitu tingginya konsumsi serat pada pangan. Serat diduga
menurunkan viskositas feses, menurunkan waktu transit pasase usus dan mencegah formasi
fekalit. Perbandingan 3:2 antara remaja dan dewasa muda dan pada laki-laki insidens apendektoi
1,4 kali lebih besar. Anak-anak memiliki resiko lebih besar untuk mengalami perforasi 50-85%.6
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Apendisitis akut dikaitkan erat dengan infeksi bakteri, kombinasi antara bakteri aerob dan
anaerob. Infeksi bakteri disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks hal ini dicetuskan oleh
beberapa faktor; Hiperplasia jaringan limfe, fekalit/apendikolit,
askariasis dan makanan rendah serat.7 Fekalit dapat berupa komposisi material feses, kalsium
fosfat, campuran bakteri dengan debris epitel ataupun benda asing. Obstruksi lain dapat
disebabkan oleh tumor (carcinoma caecum) yang biasanya terdapat pada usia lanjut. Parasit
sebagian besar menyebabkan sumbatan yang disebabkan oleh cacing kremi (Oxyuris
vermicularis). Selain sumbatan erosi mukosa akibat infeksi parasit E. histolytica diduga
menyebabkan apendisitis.
Beberapa faktor resiko dapat mendukung terjadinya apendisitis : 7
1. Balita
Apendisitis jarang terdiagnosis pada balita karena, keterbatasannya pada anamnesis. Hal
ini menyebabkan delayed diagnosis dan mempebesar tingginnya insidensi perforasi (<36
bulan). Peritonitis diffusa juga mudah terjadi akibat fungsi omentum yang belum
sempurna, ini menyebabkan fungsi pertahanan dalam menghadapi infeksi tidak
maksimal.
2. Anak
Pada anak hampir selalu terdapat keluhan muntah dan kesulitan makan, hal ini
menyebabkan anak sulit tidur pada tahap awal dari apendisitis.
3. Lansia
Perforasi dan gangren terjadi lebih mudah pada lansia. Insidens terjadinya perforasi dan
lamanya terapi meningkat seiring dengan meningkatnya faktor komorbid seperti; CAD,
asma, diabetes melitus, HIV/AIDS, peningkatan serum creatinine. 8 Secara umum faktor
komorbid ini mempengaruhi system vaskular yang dapat mempercepat iskemia dan
timbulnya perforasi.8
5
Edema
Ulserasi Mukosa
Nyeri periumbilikal
Pecah Peritonitis
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
2.6.1
Manifestasi Klinis
Apendisitis ditandai dengan gejalanya yang khas, yang didasari oleh
peradangan pada apendiks dengan atau tanpa rangsang peritoneum lokal. Gejala
klasik ditandai dengan adanya nyeri visceral yaitu nyeri samar-samar atau tumpul
pada daerah epigastrium sekitar umbilikus. Keluhan ini disertai dengan mual,
7
Interpretasi
Skor
Migrasi nyeri dari umbilikus ke 1
kuadran
kanan
bawah
(fossa
Anorexia
iliaka)
Anoreksia / penurunan nafsu 1
Nausea/vomiting
Tenderness in the right iliac fossa
Rebound pain
Elevated temperature
Leucocytosis
Shift neutrophils to the left
makan
Mual/muntah
Nyeri pada kuadran kanan bawah
Nyeri lepas
Demam (37,3 C)
Peningkatan leukosit ( 10.000)
Hitung jenis shift to the left
2.6.2
1
2
1
1
2
1
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital dapat di dapatkan peningkatan suhu antara 37,5-38,5. Bila suhu
lebih tinggi, mengarahkan kecurigaan perforasi. Pada inspeksi abdomen tidak
didapatkan tanda spesifik. Bila terdapat perforasi, dapat terlihat penonjolan
kuadran kanan bawah (abses periapendikular). Palpasi menunjukkan nyeri yang
terbatas pada region iliaka kanan.
Nyeri kuadran kanan bawah adalah kunci diagnosis. Terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas. Defans muskuler yang terlokalisir merupakan tanda rangsang
periotenum lokal. Didapat juga nyeri rangsang periotenum yang tidak langsung
berupa nyeri kanan bawah dengan tekanan di kiri (tanda Rovsing), nyeri kanan
bawah pada pelepasan tekanan disebelah kiri (tanda Blumberg) dan nyeri kanan
bawah bila bergerak, napas dalam, berjalan batuk atau mengejan. Diperlukan
palpasi dalam untuk menentukan rasa nyeri yang bergantung pada posisi apendiks.
Pada auskultasi seringkali bising usus normal, namun didapati menghilang pada
ileus paralitik yang terjadi akibat peritonitis generalisata akibat perforasi.
Pemeriksaan pelvis dengan colok dubur diperlukan untuk membedakan nyeri pada
apendisitis pelvika. Yaitu terbatasnya nyeri pada saat dilakukan colok dubur.
Ditambah dengan uji psoas dan uji obturator yang positif. 12 Uji psoas dilakukan
dengan hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan.
Hal ini menunjukkan peradangan apendiks yang menempel di otot psoas mayor.
Fleksi dan endorotasi sendi pada uji obturator menunjukkan peradangan apendiks
yang menempel pada otot obturator internus (dinding panggul kecil). Posisi ini
menimbulkan nyeri pada apensidisitis pelvika.
Retrperitoneal
sekum
(retrosekal)
10
Pada demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip dengan peritonitis,
namun terdapat hasil positive tes Rumple Leede, trombositopenia dan tingginya
kadar hematokrit
4. Limfadenitis Mesenterika
Ditandai dengan nyeri perut yang samar terutama sebelah kanan dan mual, namun
biasanya didahului oleh gastroenteritis
5. Kelainan Ovulasi
Pecahnya folikel ovarium dapat menyebabkan nyeri kuadran kanan bawah ditengah
siklus menstruasi. Namun nyeri ini pernah timbul sebelumnya. Tidak terdapat tanda
radang dan nyeri hilang dalam waktu 24 jam-2 hari.
6. Infeksi Panggul
Salpingitis kanan memiliki ciri suhu yang lebih tinggi, nyeri perut kanan lebih difus,
disertai keputihan maupun infeksi urin. Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan
nyeri panggul jika uterus diayunkan
7. Kehamilan Ektopik
Terdapat riwayat terlambat haid yang selalu ada. Nyeri mendadak yang difus di
daerah pelvis disertai dengan tanda hipovolemik adalah tanda dari rupture tuba atau
abortus ektopik. Vaginal toucher didapatkan penonjolan kavum Douglas
8. Urolitiasis kanan
Riwayat kolik dari pinggang ke perut dan menjalar ke inguinal merupakan tanda
khas. Pielonefritis disertai demam tinggi menggigil, nyeri CVA di kanan dan pyuria.
BNO-IVP dapat menunjukkan gambaran yang jelas
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana dapat dibagi menjadi 3, yaitu ;
a. Preoperatif
Observasi, tirah baring dan puasa. Foto abdomen dan thoraks dapat dilakukan untuk
mencari penyulit lain. Pemberian cairan intravena diberikan untuk mencapai urine output
yang adekuat. Pemberian antibiotik preoperatif ditujukan untuk menurunkan insidens
infeksi luka. Namun pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diberikan
antibiotik, kecuali dengan perforasi atau gangren Jika terdapat suspek kearah peritonitis
antibiotik intravena yang dapat mencakup bakteri gram negative serta bakteri anaerob
11
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik bebas maupun pada
apendiks yang telah mengalami pendindingan.
2.8.1 Massa Periapendikuler
Massa periapendikular terjadi pada apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
sebagai kompensasi atau usaha omentum mencegah penyebaran pus atau pecahnya abses.
Bila mekanisme pendindingan ini belum sempurna (massa periapendikuler bebas/mobile)
maka dapat meningkatkan resiko penyebaran pus dan timbulnya peritonitis generalisata.
Apabila terjadi perforasi, maka akan terbentuk abses apendiks yang ditandai dengan
peningkatan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan
massa serta tingginya leukosit. Kondisi ini membutuhkan urgent appendectomy atau
operasi segera. Drainase dapat dilakukan sekaligus bersamaan dengan apendektomi jika
mudah diangkat.13
Sedangkan jika pendindingan terjadi sempurna, maka pasien dirawat terlebih
dahulu dan diberikan antibiotik sambal dilakukan pemantauan suhu, ukuran massa dan
luasnya peritonitis. Jika pemantauan dalam batas baik, maka operasi dapat dilakukan
elektif 2-3 bulan kemudian akibat perdarahan dari perlengketan dapat dicegah.
Apendektomi dilakukan pada infiltrate apendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan.
Sebelumnya diberikan antibiotik kombinasi aktif terhadap bakteri aerob dan anaerob.
Anjuran operasi secepatnya jika konservatif tidak membaik dan memiliki faktor resiko.
2.8.2 Apendisitis Perforasi
Perforasi apendiks dipicu oleh faktor-faktor tersendiri, antara lain umur dan
adanya faktor komorbid yang menyebabkan gangguan vaskular. Perforasi apendiks
menyebabkan peritonitis purulenta, hal ini ditandai dengan; (1) demam tinggi, (2) nyeri
semakin hebat, (3) perut menjadi tegang (defans muskular) disertai perut kembung, (4)
penurunan peristaltik usus akibat ileus paralitik terjadi karena rangsang peritoneum. 13
Perforasi juga dapat menyebabkan terbentuknya abses rongga peritoneum yang umumnya
terlokalisasi di rongga pelvis maupun subdiafragma. Gambaran ini dapat dibedakan
melalui USG abdomen ataupun Roentgen abdomen.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15