You are on page 1of 13

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Definisi Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik
buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik diperlukan untuk
mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi
anak, serta menunjang prestasi olahraga (Irianto, 2006:65). Sedangkan Menurut
Sunita Almatsier (2009: 3) Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi
buruk, kurang, baik, dan lebih.
a. Gizi lebih
Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi
dan pengeluaran energi. Asupan energi yang berlebihan secara kronis akan
menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (overweight) dan
obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak
mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung
serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif
ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan
keseimbangan energi yang positif (Gibney, 2008:3).
b. Gizi baik
Gizi baik adalah gizi yang seimbang. Gizi seimbang adalah makanan yang
dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi
5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak
kekurangan (Dirjen BKM, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

c. Gizi kurang
Menurut Moehji (2003:15) Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan
oleh tubuh.
d. Gizi buruk
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang
nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Novitasari, 2012).

2.1.2 Pengukuran Status Gizi


Supariasa, dkk (2002:19), mendefinisikan antropometri adalah ukuran tubuh.
Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan
tingkat gizi.
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan
gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat
sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat
badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil.
Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan
dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian. Kelebihan indeks BB/U yaitu :
1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum.
2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3. Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah :


1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila
terdapat oedema.
2. Memerlukan data umur yang akurat.
3. Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian,
atau gerakan anak pada saat penimbangan.
4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah
sosial budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang
tidak mau menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan
(Supariasa, 2002:56).
Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga
digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan
tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi
masa balitanya. Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang
berkaitan dengan kesahlian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur.
Masalah-masalah seperti ini akan lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada
anak yang lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan penggunaan
selang umur yang lebih panjang (setelah tahunan atau tahunan) memperkecil
kemungkinan kesalahan data umur.
Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu :
1. Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.
2. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama
bila anak

mengalami keadaan takut dan tegang (Jahari, 1998).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan


perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang
sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang
baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan
pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan (Supariasa, dkk.,
2001).
Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara
antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan
secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan
kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua
dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh
mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat
mass) (Riyadi, 2004:35).
Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks
antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)
anak sekolah.

Rumus IMT :

Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi


diperlukan ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri
WHO 2007 diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan
remaja di dunia.
Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai
berikut :
Indeks BB/U :
a. Normal

: -2 SD s/d 2 SD

b. Kurang

: -3 SD s/d < -2 SD

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

c. Sangat Kurang

: < -3 SD

Indeks TB/U :
a. Normal

: -2 SD s/d 2 SD

b. Pendek

: -3 SD s/d < -2 SD

c. Sangat pendek

: < -3 SD

Indeks IMT/U :
a. Sangat gemuk

: > 3 SD

b. Gemuk

: > 2 SD s/d 3 SD

c. Normal

: -2 SD s/d 2 SD

d. Kurus

: -3 SD s/d < -2 SD

e. Sangat kurus

: < -3 SD

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Kurva Status Gizi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.2 Kurva Status Gizi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

11

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan
dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah
pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan
jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan
makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama,
adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2009).
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya
anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat
melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan
akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat
interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman hubungan antara kurang gizi dengan penyakit
infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi
terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa
berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan
diare, HIV/AIDS, tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa
menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit
Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar
yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai,
kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai
merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang
cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

12

dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin
kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef, 1998) Sedangkan
penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidakseimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada
akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
2.2 Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-13 tahun, memiliki fisik
lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan
orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra.
Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan
pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah meliputi:
1. Pertumbuhan tidak secepat bayi.
2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).
3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.
4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
5. Pertumbuhan lambat.
6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
Anak sekolah biasanya memiliki banyak aktivitas bermain yang menguras
banyak tenaga, dengan terjadinya ketidakseimbangan atara energi yang masuk dan
keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus
mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat yang
cukup (Moehji, 2003:58).
Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan
tulang. Pada usia 10 tahun baik lakilaki maupun perempuan tinggi dan berat
badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 13

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

13

tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada lakilaki, (Soemantri
dkk, 2005).
Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan
yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama
tahun tahun di SD.
Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak lakilaki dan perempuan kurang
lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih
pendek dan lebih langsing dari anak lakilaki.
Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami
masa lonjakan pertumbuhan yang ditandai dengan lengan dan kaki yang
mulai tumbuh cepat.
Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat
dan lebih kuat daripada anak lakilaki. Anak lakilaki memulai lonjakan
pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun.
Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati
puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai
dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 1213 tahun. Anak
lakilaki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara
usia 1316 tahun.
Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa
ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum
mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ
atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan- perubahan ini. Anak
pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas)
berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi
proporsi badan serta perkembangan ciriciri seks primer dan sekunder.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

14

2.3 Masalah Kurang Gizi pada Anak Sekolah


Berbagai masalah kesehatan dijumpai di kalangan anak sekolah, diantaranya
adalah kurangnya pertumbuhan fisik secara optimal. Salah satu faktor yang sangat
menentukan adalah faktor gizi. Kurang gizi pada masa ini akan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan badan, mental, kecerdasan dan mudah terserang
penyakit infeksi. Di samping kurang gizi, ditemukan juga masalah kesehatan pada
anak yang disebabkan gizi lebih yang dapat menyebabkan kegemukan dan anak
berisiko menderita penyakit degeneratif. Pada dasarnya seiring dengan
pertambahan usia anak, ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan
seimbang. Peran zat gizi ini penting untuk menunjang tumbuh kembang anak,
termasuk untuk menunjang kecerdasannya. Dalam hal pengaturan pola konsumsi
makan, orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis
makanan yang bergizi seimbang. Dikatakan juga bahwa bila terdapat kebiasaan
makan yang jelek pada anak, selain dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga yang
jelek juga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga yang rendah. Dengan pendapatan
terbatas, tidak terpenuhinya variasi dan jumlah makanan yang dibutuhkan dalam
mengembangkan kebiasaan gizi yang baik pada anak (Gibeon, 2011)
Jumirah (2008) mengemukakan dalam penelitiannya, anak sekolah dasar di
kelurahan Namo Gajah Medan Tuntungan sebagian besar mempunyai status baik,
namun masih ditemukan kasus guzi kurang dan buruk. Berdasarkan indeks BB/U
bahwa 26,7% anak mengalami gizi kurang dan 1,1% gizi buruk. Sedangkankan
berdasarkan indeks TB/U ditemukan anak yang pendek sebanyak 12,6% dan
sangat pendek 5,6%.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting sehingga
kondisi keluarga akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak. Peranan
sosial ekonomi keluarga terhadap pendidikan anak sangat luas dan uraian ini
bergantung dari sudut orientasi mana akan dilakukan. Dari sudut ekonomi,
keluarga adalah organisasi ekonomi primer. Kondisi ekonomi yang kurang atau

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

15

kemiskinan akan berpengaruh besar terhadap kondisi fisik dan mental tiap
anggota keluarga. (Singgih, 2000)
Kurang gizi pada anak sekolah pada umumnya disebabkan karena kebiasaan
makan anak yang tidak teratur. Dimana pada masa ini anak mulai memilih sendiri
makanan yang disenangi dan sudah menyukai makanan di luar rumah. Selain dari
perubahan pola makan, anak-anak pada usia ini juga mengalami pergeseran status
gizi karena tingkat pengetahuan dan kebiasaan jajannya. (Santoso S, 2004)
Masalah kurang gizi yang sering ditemukan dan berdampak pada prestasi
belajar dan pertumbuhan fisik anak SD antara lain Kurang Energi Protein (KEP),
Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin
A. (Almatsier, 2009)
a) Kurang Energi Protein (KEP)
Suatu kondisi dimana jumlah asupan zat gizi yaitu energi dan protein
kurang dari yang dibutuhkan. Akibat buruk dari KEP bagi anak SD adalah
anak menjadi lemah daya tahan tubuhnya dan terjadi penurunan
konsentrasi belajar.
b) Anemia Gizi Besi
Suatu kondisi pada anak SD dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari normal (kurang dari 12 gr %). Akibat buruk dari anemia gizi
besi adalah anak menjadi lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai (5 L) dan
mengurangi daya serap otak terhadap pelajaran.
c) Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
Suatu gejala yang diakibatkan oleh kekurangan asupan yodium dalam
makanan sehari-hari yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Masalah
GAKY pada umumnya ditemukan di dataran tinggi. Akibat buruk GAKY
adalah anak menjadi lamban dan sulit menerima pelajaran.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

16

d) Kurang Vitamin A (KVA)


Suatu kondisi yang diakibatkan oleh jumlah asupan vitamin A tidak
memenuhi kebutuhan tubuh. Akibat buruk dari kurang vitamin A adalah
menurunya daya tahan tubuh terhadap infeksi sehingga anak mudah sakit.
Disamping itu vitamin A terkait dengan fungsi penglihatan.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

You might also like