You are on page 1of 20

TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY

Disusun Oleh :

Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN, 2014

i
Universitas Sumatera Utara

1
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar isi ................................................................................................................

Daftar Tabel ..........................................................................................................

ii

Daftar Gambar ......................................................................................................

iii

Latar Belakang ..............................................................................................

Anatomi Saraf Optik .............................................................................. ...

2.1 Suplai darah saraf optik ......................................................................

2.2 Visual Pathway ............................................................................. ....

3.

Defenisi .............................................................................................. ....

4.

Etiologi .....................................................................................................

5.

Epidemiologi ............................................................................................

6.

Mekanisme Trauma ..................................................................................

7.

Diagnosis .................................................................................................

8.

Diagnosis Banding .................................................................................. .

11

9.

Pemeriksaan penunjang ............................................................................

11

10. Tatalaksana ................................................................................................

12

11. Kesimpulan ...............................................................................................

13

12. Daftar Pustaka .........................................................................................

14

i
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Ukuran saraf optik berdasarkan regio ..................................................... 1

ii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1. Empat regio saraf optik .................................................................... .... 2


Gambar 2. Meningeal Sheaths ........................................................................... .... 2
Gambar 3. Kiasma Optikum .. .............................................................................. ...

Gambar 4. Suplai Pembuluh darah saraf optik .................................... ............ ...

Gambar 5. Visual Pathway ................................................................................. ...

Gambar 6. Defek visual akibat kerusakan bagian-bagian jalur visual .......... ..

iii
Universitas Sumatera Utara

TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY

Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM

Latar Belakang
Kehilangan kemampuan penglihatan, defisit lapangan pandang dan
adanya defek pupil aferen akibat trauma disebut sebagai trauma optik
neuropati. Trauma optik neuropati berhubungan dengan cedera akibat
adanya deselarasi disertai dengan gaya yang besar. Umumnya
diasosiasikan dengan trauma wajah.Kecelakaan lalulintas adalah penyebab
tersering, sekitar 17 63% kasus ini. 1-3 Dari penelitian yang melibatkan
101 pasien dengan trauma kepala setelah kecelakaan mengendarai sepeda
motor, terdapat 18 kasus trauma optik neuropati (18%). Penyebab
berikutnya adalah terjatuh, benturan di kepala, penganiayaan, luka tusuk,
luka tembak dan pembedahan sinus dengan mengunakan endoskopi.4,5
Anatomi Saraf Optik
Saraf Optikmerupakan saraf kranial kedua yang terdiri dari lebih 1juta
akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina dan menyebar menuju ke
korteks oksipital. Nervus optikus dibagi menjadi beberapa daerah topografi,
yaitu1 :
1. Regio intraokular yaitu optic disc, prelaminar area dan laminar
area
2. Region intraorbital (berada di dalam corong otot)
3. Regio intrakanalikular (berada didalam kanal optik)
4. Regio Intrakranial (berakhir di kiasma optikum)

Regio
Panjang (mm)
Diameter (mm)
Intraokular
1.0
1,5 x 1,75
Optic Disc
Prelaminar
Laminar
Intraorbital
25
34
Intrakanalikular
4 10
34
Intrakranial
10
47
Tabel 2.1. Ukuran saraf optik berdasarkan regio(Dikutip dari :Skuta GL,
Cantor LB, Weiss JS. Fundamentals and Principles of Ophtalmology
Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2012.)

1
Universitas Sumatera Utara

Kumpulan dari saraf optik mempunyai karakteristik yang sama seperti


white matter otak. Berdasarkan perkembangannya, saraf optik merupakan
bagian dari otak, dan lapisan fibernya dikelilingi oleh lapisan glial, bukan sel
Schwann.Panjang saraf optik bervariasi antara 35 sampai 55 millimeter. Bagian
yang dapat dilihat dari pemeriksaan oftalmoskopi adalah saraf optik regio
intraokular.1,6

Gambar 2.1. Empat regio saraf optik(Dikutip dari : Steinsapir KD,


Goldberg RA. Traumatic Optic Neuropathies. In Miller NR, Newman
NJ, editors. Walsh & Hoyt's Clinical Neuro-Ophtalmology, 6th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 431 - 446.)
a. Regio Intraokular
Puncak saraf optik adalah tempat berawalnya penyakit kongenital
maupun penyakit okular yang didapat.Bagian anterior dapat dilihat dengan
pemeriksaan oftalmoskopi sebagai optic disc. Strukturnya berbentuk oval
dengan ukuran horizontal 1,5 millimeter dan vertikal 1,75 millimeter.
Berbentuk cekung dengan dua pembuluh darah yang melewati titik
pusatnya, yaitu arteri retina medial dan vena retina medial. Bagian ini dapat
dibagi menjadi 4 bagian, yaitu1 :
a. Lapisan fiber superfisial
b. Area prelaminar
c. Area laminar
d. Area retrolaminar
b. Regio Intraorbital
Regio intraorbital terdiri dari 2 bagian, yaitu 1:
a. Annulus of Zinn
b. Meningeal Sheaths

Gambar 2.2.Meningeal Sheaths(Dikutip dari :Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS.
Fundamentals and Principles of Ophtalmology Singapore: American Academy of
Ophtalmology; 2012.)

2
Universitas Sumatera Utara

c. Regio Intrakanalikular
Didalam kanal optik, suplai darah saraf optik berasal dari pembuluh
pial yang merupakan percabangan dari arteri oftalmika.Saraf optik dan
araknoid yang mengelilinginya terhubung ke kanalperiosteum.
d. Regio Intrakranial
Setelah melewati kanal optik, 2 saraf optik akan membentang di atas
arteri oftalmika dan arteri karotis interna. Arteri serebri anterior juga
melintasi saraf optik dimana arteri komunikans anterior juga akan saling
berhubungan sehingga membentuk sirkulus Willisi. Kemudian saraf optik
melintas kearah posterior melewati sinus kavernosus dan mencapai kiasma
optikum.
Kiasma optikum dibagi menjadi dua yaitu jalur kanan dan kiri yang
berakhir di korpus genikulatum lateralis.Dari daerah ini keluar jalur
genikulokalkarin yang melewati setiap korteks penglihatan primer.Kiasma
optikum dilapisi oleh pia dan araknoid dan memiliki vaskularisasi yang
sangat banyak.Ukuran kiasma optikum diperkirakan memiliki lebar 12
millimeter dan panjang 8 millimeter pada daerah anteroposterior dengan
ketebalan 4 millimeter.

Gambar 2.3. Kiasma Optikum(Dikutip dari : Riordan-Eva P,


Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophtalmology. 17th ed.
New York: Lange; 2007.)
2.1. Suplai Darah Saraf Optik
Arteri oftalmika membentang dibawah saraf optik.Suplai darah dari
saraf optik berbeda dari satu bagian ke bagian lainnya.Daerah retrolamina
disuplai oleh pembuluh darah pial dan pembuluh darah silier posterior.Daerah
lamina disuplai oleh arteri silier posterior.Daerah prelaminar disuplai oleh
arteri silier posterior dan arteri koroidal.Daerah lapisan fiber disuplai oleh
arteri retina medial.Daerah intraorbital disuplai oleh pembuluh darah pial
bagian proksimal dan cabang-cabang kecil dari arteri oftalmika.Daerah
intrakanalikular disuplai oleh sebagian besar arteri oftalmika. Daerah
intrakranial disuplai oleh cabang utama dari arteri oftalmika dan arteri karotis
interna.1

3
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Suplai pembuluh darah saraf optik(Dikutip dari : Khurana


AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International; 2007.
2.2. Visual Pathway
Jalur visual dapat dibedakan menjadi jalur aferen (sensoris) dan eferen
(motorik). Kerusakan pada jalur aferen akan menyebabkan kehilangan
kemampuan penglihatan. Jalur aferen secara berurutan dimulai dari retina,
saraf optik, kiasma optikum, traktus optikus, dan pada akhirnya akan
mencapai korteks. 1,20

Gambar 2.5.Visual Pathway(Dikutip dari : Riordan-Eva P, Whitcher


JP. Vaughan & Asbury's General Ophtalmology. 17th ed. New York:
Lange; 2007.
1. Retina
Segmen posterior retina mentransduksikan gambar fotokimia
elektromagnetik menjadi rangsangan impuls. Dimana pada retina
terdapat sel batang yang memiliki jumlah sekitar 80 120 juta sel dan
menyebar diseluruh retina kecuali fovea dan sel kerucut yang memiliki
jumlah 5 6 juta sel dengan penyebaran hanya terpusat pada fovea yang
memiliki kemampuan untuk mengubah impuls fotokimia menjadi impuls
saraf. Ketiadaan kedua sel ini di optic disc menghasilkan daerah yang
disebut sebagai titik buta (physiologic scotoma) yang terletak sekitar
fovea.Sel kerucut dibagi menjadi 3 sub bagian berdasarkan keadaan
pigmen yang masing-masing sensitif terhadap gelombang warna merah,
hijau atau biru. 1,20
Signal retina yang berasal dari sel batang dan sel kerucut diproses
pertama kali melalui sel bipolar yang menghubungkan reseptor cahaya ke
sel ganglion. Kebanyakan sel ganglion dapat dibagi menjadi sel

4
Universitas Sumatera Utara

parvocellular (Sel P) dan sel magnocellular (Sel M). Sel P sangat lemah
terhadap interpretasi warna dan mempunyai lapangan reseptor yang kecil
dan sensitivitas kontras yang lemah. Sementara sel M memiliki lapangan
reseptor yang luas dan lebih responsif terhadap cahaya dan pergerakan.
Neurotransmitter yang didapati pada retina adalah glutamat, asam
gamma-aminobutirat (GABA), asetilkolin dan dopamin.20
2. Saraf optik
Secara fisiologis, saraf optik dimulai dari lapisan sel ganglion yang
menyelubungi seluruh retina. Akson darisaraf optik tergantung dari
produksi metabolik badan sel ganglion retina. Transpor aksonal baik
molekul maupun sistem ekstra dan intraseluler memerlukan oksigen yang
cukup tinggi. Hal ini menyebabkan sistem transpor aksonal sangat
sensitif terhadap kejadian iskemik, inflamasi, dan proses kompresi. 20
3. Kiasma optikum
Setelah melewati saraf optik, maka impuls sensoris akan diteruskan
melewati kiasma optikum yang berada dibagian anterior dari hipotalamus
dan dibagian anterior dari ventrikel 3. Dibagian ini akan terjadi
persilangan impuls dari kedua mata baik yang berasal dari daerah medial
maupun lateral.20
4. Traktus optikus
Lateral geniculate nucleus merupakan terminal dari akson yang
berasal dari sel ganglion retina. Bagian ini berada dibawah talamus
posterior. Dibagi menjadi 6 tingkat, yaitu 4 level tertinggi adalah
terminal untuk akson sel P yang mana hal ini untuk meningkatkan
sensitivitas dari sel P. 2 tingkat dibagian bawah merupakan bagian untuk
menerima impuls dari sel M untuk mendeteksi gerakan. Akson yang
berasal dari mata kontralateral memiliki terminal di lapisan 1,4 dan 6.
Sedangkan dibagian kolateral berujung pada lapisan 2,3 dan 5. 20

5
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6. Defek visual akibat kerusakan bagian-bagian jalur


visual(Dikutip dari : Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan &
Asbury's General Ophtalmology. 17th ed. New York: Lange; 2007.)
5. Korteks
Mengikuti sinaps pada nukleus genikularis lateral, akson melintas
kebelakang sebagai radiasi optik di korteks penglihatan primer di dalam
lobus oksipital. Korteks penglihatan primer (area Broadmann 17)
tersusun horizontal sepanjang kalkarin yang membagi permukaan medial
lobus oksipital. Penyebaran optik pada korteks penglihatan primer berada
pada lapisan ke 4 dari 6 lapisan korteks. Lapisan ini yang disebut sebagai
lamina granularis interna lebih lanjut dibagi menjadi 3 bagian kecil yaitu
4A, 4B dan 4C. Input sel P secara umum berada pada bagian 4C bagian
bawah dan input sel M berada pada bagian 4C bagian atas.20
Definisi
Traumatic optic neuropathy (TON) adalah cedera akut pada saraf optik
akibat trauma sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan penglihatan
bersamaan dengan defisit lapangan pandang, persepsi warna, dan disertai
kerusakan saraf optik.2,3,4,9,10,16,18
Cedera saraf optik dibagi menjadi cedera langsung dan cedera tidak
langsung berdasarkan mekanisme trauma.Cedera langsung adalah cedera
terbuka dimana objek eksternal menembus jaringan lunak sehingga
membentur saraf optik. Cedera tidak langsung terjadi ketika gaya tumbukan
melewati tulang tengkorak dan mencapai saraf optik.Nilai prognosis
berdasarkan kedua klasifikasi ini masih belum jelas. Umumnya berdasarkan

6
Universitas Sumatera Utara

perjalanan kejadian, cedera langsung pada saraf optik dihubungkan dengan


jeleknya kemampuan visual2,6
Cedera saraf optik juga bisa diklasifikasikan secara anatomis.Cedera
yang melibatkan bagian anterior dimana arteri retina media memasuki saraf
optik sehingga menimbulkan kelainan pada sirkulasi retina yang berhubungan
dengan kelihatan kemampuan melihat.Turbulensi pada sirkulasi retina dapat
berhubungan dengan perdarahan orbital yang mengganggu saraf optik.
Sedangkan cedera yang melibatkan daerah posterior, berada dibelakang
tempat masuk arteri retina media dan tempat keluarnya vena retina media.
Cedera anterior mengganggu sirkulasi retina, sedangkan cedera posterior
tidak menyebabkan kelainan sirkulasi apapun. 2,6
Etiologi
Trauma optik neuropati berhubungan dengan cedera deselarasi disertai
dengan gaya yang besar. Umumnya diasosiasikan dengan trauma wajah.Pada
sebuah penelitian dengan 28 sampel yang telah di diagnosa dengan trauma
optik neuropati, didapati 20 kasus akibat dari kecelakaan berkendara (71,4%),
perkelahian sebanyak 5 kasus (17,9%) dan terjatuh sebanyak 3 kasus
(10,7%).2,3,4,6,9,18
Epidemiologi
Kecelakaan lalulintas adalah penyebab tersering, sekitar 17 63%
kasus ini. Dari penelitian yang melibatkan 101 pasien dengan trauma kepala
setelah kecelakaan mengendarai sepeda motor, terdapat 18 kasus trauma optik
neuropati (18%). Kemudian penyebab berikutnya adalah terjatuh, benturan di
kepala, penganiayaan, luka tusuk, luka tembak dan pembedahan sinus dengan
mengunakan endoskopi.2,18
Di Amerika Serikat, 0,5 5% kasus trauma kepala tertutup juga disertai
dengan adanya trauma optik neuropati dan 2.5% dari pasien dengan fraktur
midfacial.5,6 angka kejadian TON diseluruh dunia sangat bervariasi yang
didasari sebanyak apa penyebab utamanya terjadi, seperti kecelakaan lalu
lintas dan perkelahian. Insidensi trauma optik tidak langsung di benua Eropa
dilaporkan 0,7 5% dengan kasus kurang dari 40 kejadian. Kejadian TON
dilaporkan memiliki angka insidensi lebih tinggi dinegara berkembang.Kasus
TON paling sering dijumpai pada laki-laki sebanyak 85% dengan usia ratarata 34 tahun.3,6,10,18
Mekanisme Trauma
Cedera langsung maupun cedera tidak langsung menyebabkan iskemia
saraf optik. Mekanisme cedera saraf optik dapat dibedakan menjadi cedera
primer dan cedera sekunder.Mekanisme cedera primer menyebabkan cedera
permanen pada akson saraf optik saat terjadinya tumbukan yaitu berupa
pengikisan akson saraf optik dan vaskularisasinya.2,6,7,10
Mekanisme cedera sekunder menyebabkan kerusakan pada saraf optik
akibat gangguan homeostasis selular. Cedera reperfusi dan iskemia akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi membran sel lemak yang nantinya akan

7
Universitas Sumatera Utara

menyebabkan munculnya radikal bebas yang menyebabkan kerusakan


jaringan. Efek bradikinin yang timbul saat trauma akan menyebabkan
pelepasan dari asam arakidonat dari neuron. Prostaglandin yang dihasilkan
oleh metabolisme asam arakidonat, radikal bebas dan oksidan lainnya akan
menyebabkan terjadinya edema pada kanal optik, yang selanjutnya akan
memperberat terjadinya iskemia. Pada saat terjadinya iskemia saraf optik, ion
kalsium akan memasuki kompartemen intraselular, sehingga meningkatkan
konsentrasi ion kalsium intraselular dimana ion ini memiliki sifat seperti
toksin metabolik yang akan menyebabkan kematian sel. Sel polimorfonuklear
akan muncul secara dominan pada hari pertama dan kedua setelah trauma.
Setelah itu akan digantikan oleh makrofag pada hari ke 5 sampai ke-7. Ketika
sel polimorfonuklear menyebabkan kerusakan sel yang cepat, sedangkan
makrofag menyebabkan terhambatnya kerusakan jaringan, demyelinisasi dan
gliosis.2,6,7,10
Kedua mekanisme ini pada akhirnya akan menyebabkan vasospasme
dan pembengkakan saraf optik. Hal ini diperberat dengan ketidakmampuan
dinding kanal optik untuk meluas sehingga akan memperburuk terjadinya
iskemia dan kerusakan akson.2,6,7,10
Beberapa penelitian tentang cedera saraf optik dan trauma sistem saraf
pusat mendukung perbedaan antara mekanisme cedera primer dan sekunder.
Iskemia merupakan hal yang sangat penting dalam cedera sekunder akibat
trauma. Iskemi parsial dan reperfusi dari area iskemia sepintas menghasilkan
radikal bebas yang nantinya akan menyebabkan kerusakan reperfusi. 2,7,10
Sebuah penelitian tentang pengamatan efek trauma pada saraf optik,
yaitu sel mikroglial retina melalui sistem Mitogen-activated protein (MAP)
Kinase meningkatkan efek sitotoksik sehingga menyebabkan kematian sel
ganglion retina. Dalam keadaan stres, konsentrasi adenosin ekstraselular yang
dicurigai meningkatkan jalur anti inflamasi. Namun dalam keadaan trauma
optik neuropati, akumulasi dari adenosin ekstraseluler ini ditranportasikan
kedalam intraseluler melalui melalui equilibrative nucleoside transporters
yang mana menyebabkan konversi MAP oleh adenosin kinase sehingga
konsentrasi adenosin ekstraseluler menjadi rendah. Hal ini kemudian akan
menyebabkan efek anti inflamasi akan menjadi berkurang.17
Diagnosis
Penegakan diagnosa trauma optik neuropati dapat dilakukan
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 2,6,18
1. Anamnesa
Penegakan diagnosis dari trauma optik neuropati didasarkan atas
adanya riwayat trauma. Trauma saraf optik sebaiknya tidak digunakan
jika kemampuan penglihatan dan fungsi pupil masih dalam keadaan
normal.2,6
Apabila dijumpai kesadaran menurun, anamnesa dilakukan
kepada orang lain yang berada di dekat penderita pada saat kejadian
atau mereka yang mengantar penderita ke rumah sakit. Hal ini
dilakukan
untuk
mendapatkan
mekanisme
trauma
yang

8
Universitas Sumatera Utara

jelas.Kemungkinan terpapar
benda
berbahaya
juga
harus
dipertimbangkan.Riwayat kelainan mata harus ditelaah untuk
mengetahui penyebab pasti kehilangan kemampuan penglihatan
memang disebabkan oleh trauma.Demikian juga dengan penggunaaan
obat-obatan, pengobatan, dan alergi obat. Luka terbuka menimbulkan
risiko tetanus dan riwayat imunisasi tetanus juga harus ditelaah. 2,6
2. Pemeriksaan Fisik
a. Visus
Penilaian visus merupakan langkah paling mudah dan paling
penting dalam menentukan fungsi visual. Visus merupakan
kemampuan untuk membedakan bagian suatu objek dan
mengidentifikasinya secara utuh. Penilaian visus dapat
menggunakan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan Snellen
Chart dan Bailey-Lovie Chart. Pemeriksaan ini dilakukan dalam
jarak baku, yaitu jarak antara chart dan pasien dalam jarak 6 meter.
Kemudian pasien diminta untuk membaca setiap baris huruf yang
ada.21,22
Nilai visus pada trauma saraf optik tidak langsung sering kali
menurun dengan sangat signifikan.Pada penelitian dengan 56
kasus, semuanya dengan ketidakmampuan untuk melihat setelah
terjadinya trauma saraf optik tidak langsung. Penilaian visus sangat
penting untuk dilakukan pada pasien trauma optik. Nilai visus
dapat bervariasi.2,6,18
b. Pupil
Pada kasus trauma optik neuropati unilateral, ditemukan
kondisi yang memungkinkan untuk ditegakkan diagnosis trauma
optik neuropati yaitu adanya defisit pupil aferen. Defek pupil
aferen dapat dinilai secara kuantitatif dengan menggunakan filter
fotografik densitas normal.Trauma optik neuropati dapat terjadi
unilateral ataupun bilateral. Ditandai dengan adanya relative
afferent pupillary defect (RAPD) dalam kasus TON bilateral yang
simetris. 2,6,18
c. Warna
Pada pemeriksaan ini minta pasien untuk melihat objek
berwarna merah dengan satu mata secara bergantian. Objek ini
dapat dilihat dan diinterpretasikan secara berbeda pada mata yang
bermasalah. Dapat dilihat sebagai warna hitam ataupun coklat.6
Pemeriksaan warna dilakukan untuk menilai sel kerucut
yang masing-masing mempunyai sensitivitas spesifik untuk setiap
gelombang warna yaitu warna biru, merah dan hijau. Pemeriksaan
ini umumnya dilakukan untuk menilai defek kongenital pada ketiga
sel tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan
pada defek warna yang didapat. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu
dengan cara Ishihara, Hardy-Rand-Rittler, City University dan

9
Universitas Sumatera Utara

Farnsworth-Munsell 100-hue. Dimana dari keempat pemeriksaan


ini, Farnsworth-Munsel 100-hue merupakan pemeriksaan yang
paling sensitif untuk defek kongenital maupun defek yang didapat,
termasuk akibat trauma optik.21,22
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara
red desaturation. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan
membandingkan persepsi warna merah dikedua mata pada satu
waktu. Pada kasus neuropati optik, kemampuan ini dapat berkurang
sampai 50%.22
d. Lapangan Pandang
Tes lapangan pandang dilakukan pada pasien dengan
kesadaran baik dan mampu berkoordinasi dengan baik. Meskipun
tidak ada patognomonik defek lapangan pandang sebagai diagnosis
dari trauma saraf optik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
monitoring dari masalah oftalmologi dan neurologis. Pada kasus
trauma optik umumnya dapat ditemukan defek lapangan
pandang.6,22
e. Sensitivitas Kontras
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur nilai minimal
kontras yang diperlukan untuk melihat suatu objek. Hal ini
diperlukan untuk mendeteksi disfungsi penglihatan dini bahkan jika
nilai visus berdasarkan snellen chart dalam batas normal.Umumnya
pemeriksaan ini dilakukan dengan bagan Pelli-Robson, Vistech
ataupun bagan Cambridge.21,22
f. Pemeriksaan Segmen Posterior
Sebelum dilakukan pemeriksaan oftalmoskopi, sebaiknya
diakukan palpasi pada pinggiran orbita untuk mengetahui apakah
terdapat
fraktur.Pembengkakan
periorbital
kemungkinan
bisa.menutupi adanya proptosis. 2,6
Tahanan tekanan kebelakang bola mata pada saat dilakukan
tonometri dapat dengan cepat mengetahui adanya perdarahan
dibelakang orbita. Pembengkakan alis dapat meningkatkan
kesulitan pemeriksaan oftalmologi.2,6
Pemeriksaan fundus yang adekuat akan dapat menilai
kelainan sirkulasi retina. Avulsi komplit dan parsial dari ujung
saraf optik dapat menimbukan cincin perdarahan ditempat cedera
dengan tampilan deep round pit. Cedera anterior antara bola mata
dan dimana arteri retina media memasuki saraf optik menimbulkan
gangguan pada sirkulasi retina, termasuk obstruksi vena dan
traumatic anterior ischemic optic neuropathy.2,6
Perdarahan pada selubung saraf optik posterior sampai ke
sumber pembuluh darah retina menghasilkan sirkulasi retina yang

10
Universitas Sumatera Utara

masih intak, namun menyebabkan pembengkakan pada ujung saraf


optik. Papilledema bisa dilihat pada kejadian dengan peningkatan
tekanan intraakranial walaupun dijumpai trauma optik neuropati. 2,6
Pemeriksaan segmen posterior dapat dilakukan dengan
menggunakan slit-lamp biomicroscopy, direct ophtalmoscope dan
indirect ophtalmoscope. Pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp merupakan pemeriksaan terbanyak yang dilakukan saat ini. 22
g. Tonometri
Tonometri adalah sebuah pemeriksaan objektif untuk menilai
tekanan intraokular yang didasarkan pada banyaknya tenaga yang
dibutuhkan untuk meratakan kornea. Pemeriksaan tonometri dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik Goldmann.22

Diagnosis Banding
Cedera saraf optik dapat disertai oleh cedera mata lainnya. Beberapa
proses yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan adalah aneurisma
vaskular, inlamasi orbita, inflamasi saraf optik, anterior ischemic optic
neuropathy atau penyakit sinus akut dengan keterlibatan daerah orbita.2
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologis
Pemeriksaan dengan menggunakan pencitraan radiologis
merupakan pilihan terbaik untuk melihat adanya cedera pada saraf
optik.Computed Tomography (CT) scan dan Magneting Resonance
Imaging (MRI) memiliki efek yang sangat bagus dalam mendiagnosa
trauma optik. CT scan dalam kejadian trauma optik neuropati
memperlihatkan implikasi patologis spesifik dalam fungsi saraf optik,
termasuk hematoma selubung saraf optik dan dugaan kista araknoid. 2,9,10

Penggunaan CT scan berada jauh di atas MRI untuk melihat garisgaris fraktur tulang, sedangkan MRI lebih baik digunakan untuk melihat
jaringan-jaringan lunak yang berada di daerah orbita, salah satunya untuk
menilai trauma kiasma. Terkadang kedua pemeriksaan ini diperlukan
secara bersamaan untuk menilai keadaan klinis. Namun, MRI harus
dilakukan setelah CT scan untuk menghindari apabila ada benda asing
yang mengandung logam di daerah orbital.2,9,10
Penggunaan teknik imaging non invasif berupa optical coherence
tomography (OCT) memberikan gambaran resolusi tinggi dan melintang
dari retina manusia. Digunakan untuk memperkirakan ketebalan lapisan
retina. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan kerusakan akson dari
lapisan fiber saraf retina dan makula pada kasus glaukoma dan cedera
saraf optik.19

11
Universitas Sumatera Utara

Tatalaksana
Penanganan trauma optik neuropati dapat dilakukan dengan terapi
farmakologi maupun terapi pembedahan. Dalam sebuah penelitian mengenai
trauma optik neuropati melaporkan bahwa 0-48% kasus mempunyai
prognosis yang baik tanpa pengobatan, 44-82% mengalami perbaikan
dengan pengobatan steroid dosis tinggi dan 37-71% mengalami perbaikan
dengan terapi pembedahan untuk dekompresi dari saraf optik.2,18
1. Konservatif
Penanganan trauma optik neuropati belakangan ini dilakukan
hanya dengan pendekatan konservatif. Di Inggris, ditemukan bahwa
65% oftalmologis melakukan hal ini, dengan mempertimbangkan
perbaikan visus dan kemampuan penglihatan.18
2. Farmakologi
Dalam beberapa dekade belakangan, penggunaan kortikosteroid
dosis tinggi dalam kasus-kasus trauma merupakan pilihan utama.Hal ini
berdasarkan pada kerja kortikosteroid yang menurunkan angka sintesis
protein.Sehingga nantinya diharapkan radikal bebas yang secara
patologis dapat merusak sel-sel tubuh dapat dicegah. Penggunaan
kortikosteroid ini mulai dilakukan sejak tahun 1980 berdasarkan hasil
penelitian yang mengemukakan bahwa obat ini memiliki sifat
antioksidan dan penghambat munculnya radikal bebas.2,18
Penelitian yang telah dilakukan dalam memperkenalkan
penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dalam pengobatan trauma optik
neuropati didasarkan dari efek yang bermanfaat yang didapati pada
penelitian eksperimental cedera sistem saraf pusat.Dalam hal ini,
kombinasi pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan pembedahan
memberikan hasil yang baik pada penderita trauma optik
neuropati.Pemberian kortikosteroid yang dianjurkan untuk pertama kali
adalah deksametason dengan dosis 3 5 mg per kilogram berat badan
perhari.Namun sejumlah penelitian tidak menunjukkan baik itu terapi
kortikosteroid dosis tinggi, pembedahan maupun kombinasi
kortikosteroid dosis tinggi dengan pembedahan menunjukkan
penanganan yang lebih baik satu sama lain.Penelitian dengan
menggunakan metilprednisolon intravena dengan pemberian 1 gram
selama 3 hari pada pasien dengan trauma optik neuropati terbukti
efektif dalam meningkatkan visus penderita 2,4
Pada sebuah penelitian dengan lebih dari 10.000 orang dewasa
yang mengalami cedera kepala dan dengan Glasgow Coma Score
dibawah 14, diarahkan untuk mendapatkan 48jam infus kortikosteroid
(metilprednisolon). Hasil yang didapatkan ternyata memiliki
kemunduran kemampuan visual dibandingkan dengan kelompok yang
tidak mendapatkan terapi sama sekali.7
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi pada kasus TON dalam 8
jam pertama setelah cedera dan dekompresi pembengkakan saraf optik
oleh karena penekanan akibat fragmen tulang untuk menunda
kehilangan kemampuan penglihatan memiliki efek yang sangat

12
Universitas Sumatera Utara

diminati.Beberapa penanganan yang masih dalam tahap penelitian


adalah dengan menggunakan penyekat glutamat, kristalin, pemicu
pertumbuhan saraf, nitrit oksida, TNF- Inhibitor dan neuroprotektor.
Penyekat glutamat. 5,14
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan jika terjadi penurunan kemampuan
penglihatan setelah dilakukan pemberian kortikosteroid dosis
tinggi.Namun penanganan dengan pembedahan masih menjadi terapi
empiris untuk trauma optik neuropati. Tindakan orbitotomi lateral
dilakukan sebagai tindakan dekompresi saraf optik. Penelitian yang
telah dilakukan, tindakan ini dengan jelas mempengaruhi nilai visus dan
pergerakan bola mata setelah operasi. Juga tidak ditemukan adanya
kelainan klinis ataupun efek samping dari tindakan ini pada penelitian
tersebut.2,8
2.3. Prognosis
Dari sebuah penelitian yang dilakukan pada 35 pasien dengan
diagnosa trauma optik neuropati, dijumpai pada 23 pasien bahwa faktor
yang memperburuk outcome penglihatan (nilai visus) adalah jika terdapat
perdarahan pada etmoid posterior, usia di atas 40 tahun, kehilangan
kesadaran dan tidak ada perbaikan setelah pemberian kortikosteroid dosis
tinggi dalam 48 jam sejak kejadian.23
KESIMPULAN
Traumatic optic neuropathy (TON) adalah cedera akut pada saraf optik
akibat trauma sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan penglihatan
bersamaan dengan defisit lapangan pandang, persepsi warna, dan disertai
kerusakan saraf optik.2,3,4,9,10,16,18
Diagnosis ditegakkan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik ataupun
dengan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, penegakan diagnosis dari
trauma optik neuropati didasarkan atas adanya riwayat trauma. Pemeriksaan visus,
pupil, tes warna, tes lapangan pandang, sensitivitas kontras, segmen posterior dan
tonometri harus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan saraf
optik.Pemeriksaan dengan menggunakan pencitraan radiologis merupakan pilihan
terbaik untuk melihat adanya cedera pada saraf optik.Computed Tomography (CT)
scan dan Magneting Resonance Imaging (MRI) memiliki efek yang sangat bagus
dalam mendiagnosa trauma optik. CT scan dalam kejadian trauma optik neuropati
memperlihatkan implikasi patologis spesifik dalam fungsi saraf optik, termasuk
hematoma selubung saraf optik dan dugaan kista araknoid.2,6,9,10,22,23

DAFTAR PUSTAKA

13
Universitas Sumatera Utara

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Fundamentals and Principles of


Ophtalmology Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2012.
2. Steinsapir KD, Goldberg RA. Traumatic Optic Neuropathies. In Miller NR,
Newman NJ, editors. Walsh & Hoyt's Clinical Neuro-Ophtalmology, 6th
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 431 - 446.
3. Zoumalan CI. Medscape Refference. [Online].; 2014 [cited 2014 Desember
11. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/868129-overview
4. Sundeep , Niveditha H, Nikhil N, Vinutha BV. Visual Outcome of Traumatic
Optic Neuropathy in Patients Treated with Intravenous Methylprednisolone.
International Journal of Scientific Study. 2014 June; 2(3).
5. Wu N, Yin Z, Wang Y. Traumatic Optic Neuropathy Therapy: an Update of
Clinical and Experimental Studies. The Journal of International Medical
Research. 2008 October; 36.
6. Srinivasan R, S. C. Traumatic Optic Neuropathy [TON] - A Review. Kerala
Journal of Ophtalmology. 2008 March; XX(1).
7. Boughton B. Traumatic Optic Neuropathy: Previous Therapies Now
Questioned or Shelved. Eyenet. 2009 November.
8. Miliawan S, Mahadewa TG, Putra AM. Lateral Orbitotomy for Traumatic
Optic Neuropathy and Traumatic Ophtalmoplegia: Is it Beneficial?
Neurology Asia. 2009 June; 14.
9. Allon G, Seider N, Blumenthal EZ, Beiran I. Bilateral Traumatic Optic
Neuropathy in an Uncoscious Patient: A Diagnostic Challenge. The Israel
Medical Journal. 2014 August; 16.
10. Lee KF, Nor NIM, Yaakub A, Hitam WHW. Traumatic Optic Neuropathy: A
Review of 24 Patients. International Journal of Ophtalmology. 2010 June;
3(2).
11. Huang JJ, Chen WK, Chuang CM, Cheng YC, Ng KC. Traumatic Optic
Neuropathy in Two Patients With Different Manifestations and Outcomes.
Taiwan Medical Journal. 1999 February.
12. Yanoff M, Duker JS. Yanoff & Duker Ophtalmology. 3rd ed.: An Expert
Consult Title; 2008.
13. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International; 2007.

14
Universitas Sumatera Utara

14. Awan AH. Traumatic Optic Neuropathy. Pak J Ophthalmol. 2007; 23(2).
15. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophtalmology.
17th ed. New York: Lange; 2007.
16. Kuo MT, Teng ICLMC. Serial Follow-Up in Traumatic Optic Neuropathy
Using Scanning Laser Polarimetry and Visual Field Testing. Chang Gung
Medical Journal. 2005 August; 28(8).
17. Ahmad S, El-Sherbiny N, El-Sherbini A, Fulzele S, Liou GI. Adenosine
Kinase as A Therapeutic Target in Traumatic Optic Neuropathy. In
International Genomic Medical Conference; 2013; Jeddah.
18. Lee V, Ford R, Xing W, Bunce C, Foot B. Surveilance of Traumatic Optic
Neuropathy in The UK. Eyenet. 2010; 24.
19. Cunha LP, Cunha LVFC, Malta RFS, Monteiro MLR. Comparison Between
Retinal Nerve Fiber Layer and Macular Thickness Measured with OCT
Detecting Progressive Axonal Loss Following Traumatic Optic Neuropathy.
Arq Bras Oftalmol. 2009; 72(5).
20. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Neuro-Ophtalmology Singapore: American
Academy of Ophtalmology; 2012.
21. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Limited; 2007.
22. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American
Handbook of Ophtalmology. 1st ed. New York: Oxford University Press;
2011.
23. Carta A, Ferrigno L, Salvo M, Bianchi-Marzoli S, Boschi A, Carta F. Visual
Prognosis After Indirect Traumatic Optic Neuropathy. Journal of
Neurosurgery Psychiatry. 2003; 74.

15
Universitas Sumatera Utara

You might also like