You are on page 1of 5

Studi Penggunaan Ruang Terbuka Sebagai Ruang Bermain

Informal untuk Anak di Surakarta


Paper Konferensi Sosiologi Perkotaan

Disusun Oleh :
Maflahah (D0313045)
Zahra Nur Fatma (D0314087)
Hasna Jamilah (I0214045)

Universitas Sebelas Maret

Abstrak
Semenjak tahun 2006 kota Surakarta menyandang predikat sebagai
Kota Layak Anak. Tidak hanya penanganan secara hukum yang harus
ditegakkan, namun juga hak anak untuk hidup di sebuah kota yang harus
diberikan. Hak anak salah satunya adalah hak untuk bermain, rekreasi
dan juga hak untuk memiliki peran dalam pembangunan. Didalam
Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak

sudah

sangat jelas bahwa bermain adalah hak anak (pasal 11). Namun
sayangnya, hingga hari ini anak-anak tidak langsung terlibat dalam
pembangunan kotanya, terutama dalam penyediaan ruang bermain untuk
anak yang tidak terpenuhi. Anak-anak bahkan seakan teralienasi dari
kotanya, padahal anak-anak juga merupakan bagian dari warga kota yang
memiliki hak atas tersedianya ruang bermain. Sehingga munculah
tendensi anak untuk menggunakan ruang terbuka sebagai ruang bermain
informal anak.
Di ruang terbuka ini anak-anak belajar untuk bersosialisasi dan
berinterkasi dengan banyak orang, sehingga mereka akan lebih mudah
untuk memahami diri mereka sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Mead
bahwa manusia akan mengalami 3 tahapan perkembangan yaitu,
Preparetory stage(tahapan persiapan), Play stage (tahap bermain), dan
Game stage (tahap permainan).

Dengan adanya ruang bermain, anak-

anak akan lebih sering bertemu, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan


banyak orang yang akan bermanfaat untuk perkembangan tumbuh
kembang anak.
Maka

dari

itu

diperlukan

suatu

studi

mendalam

mengenai

ketersediaan ruang terbuka sebagai ruang bermain bagi anak. Bagaimana


ruang bermain anak informal dapat tercipta? Bagaimana ruang bermain
informal mampu diyakini sebagai ruang bermain? Bagaimana ruang
bermain informal yang diciptakan oleh anak dipersepsikan orang dewasa?
dan kenapa ruang bermain yang disediakan sebagai ruang bermain anak
tidak digunakan secara maksimal oleh anak? Pemikiran ini didasari untuk
mengetahui apa saja manfaat yang akan diperoleh apabila anak-anak

memiliki ruang bermain di tengah hiruk pikuknya kota terutama di kota


Surakarta yang merupakan kota layak anak. Selain itu akan dilihat
bagaimana seharusnya ruang bermain yang baik dan layak anak yang
berada di kota Surakarta. Pemanfaatan ruang bermain informal oleh anak
dinilai karena anak-anak sendiri dapat bermain kapan saja, dimana saja;
lintas waktu dan lintas tempat. Ketertarikan anak terhadap ruang terbuka
sebagai ruang bermain informal menjadi latar belakang studi penyediaan
ruang terbuka sebagi ruang bermain anak di Surakarta ini.
Melalui penelitian dengan metode kualitatif dengan jenis studi
kasus, penggunaan teknik pengumpulan data dengan dua tahapan yaitu
observasi

dan

wawancara.

Sementara

analisa

data

dijelaskan

menggunakan pendekatan deskriptif. Akan didapatkan hasil analisa dan


manfaat dari ruang bermain anak, ketersediaan ruang terbuka kota yang
dijadikan ruang bermain informal bagi anak dan ruang bermain anak yang
layak.
Kata kunci: Ruang Terbuka, Ruang Bermain, Bermain, Anak, Informal,
Surakarta

BAB I
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Perkembangan kota yang semakin pesat berdampak besar
terhadap

tidak

terkendalinya

kota

dan

semakin

banyaknya

pengalihan fungsi lahan. Peralihan fungsi dari lahan terbuka menjadi


lahan terbangun ikut menggerus fungsi lahan terbuka yang sering
digunakan sebagai fasilitas publik yaitu ruang bermain anak.
Kebutuhan akan Ruang Bermain Anak pun ikut menjadi isu yang
sering diperbincangkan di masyarakat, Ruang Bermain Anak sendiri
merupakan

salah

satu

fasilitas

yang

harus

disediakan

oleh

Pemerintah (Pasal 56 UU No. 23 tahun 2002).


Di dalam UU No.23 tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak
juga sudah dipaparkan jika Bermain termasuk Hak Anak (Pasala 11).
Papalia (1995) seorang ahli perkembangan manusia dalam bukunya
Human Development mengatakan bahwa anak berkembang dengan
cara bermain. Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan
kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan
berkembang.
Namun dewasa ini, Penyediaan Ruang Publik sebagai Ruang
bermain Anak didalam teritori kota tidak memenuhi kebutuhan
tersebut. Peralihan Fungsi lahan dan fenomena meninggalkan ruang
bermain yang disediakan menjadi penyebab terbentuknya ruang
bermain informal yang dibuat sendiri oleh anak-anak. Padahal
penyediaan sarana kebutuhan bermain anak yang sesuai dengan
syarat

kebutuhan

dan

kesehatan

menjadi

tanggung

jawab

pemerintah yang ada di dalam UU No.35 Tahun 2014 tentang


Perlindungan Anak.
Di Indonesia sendiri Penyediaan Ruang Publik sebagai ruang
bermain anak sendiri menjadi
yang seharusnya menjadi persyarakatan terbentuknya Kota
Layak Anak (KLA)

Isu Perlindungan Anak memang sedang dijadikan prioritas di


Indonesia, keluarnya UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak ikut mendorong pemerintah untuk mewujudkan Kota Layak
Anak (KLA) atau Child-Friendly City (CFC).
b. Rumusan Masalah
c.
BAB II
Tinjauan Pustaka
BAB III
Metode Penelitian
BAB IV
Pembahasan

BAB V
Kesimpulan dan Saran

You might also like