You are on page 1of 27

PRESENTASI KASUS

KEHAMILAN DENGAN RIWAYAT MIOMA UTERI

Diajukan kepada Yth:


Dr. Tri Turnianti Sp.OG(K)

Disusun Oleh:
Nurul Huda
20100310152

SMF BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Ninik Sulistiana
Umur
: 38 tahun
Paritas
: G3P1A1
Alamat
: Ngadirejo Kaligesing Purworejo
Tanggal masuk
: 03 Juni 2015
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Seorang G3P1A1 umur kehamilan 39+3 minggu mengeluhkan kenceng tetapi
jarang, air ketuban dan lendir darah belum didapatkan serta gerakan janin aktif dirasakan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan hamil 9 bulan lebih, kenceng tetapi jarang, air ketuban dan
lendir darah belum didapatkan serta gerakan janin aktif.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit asma, jantung, diabetes mellitus,alergi dan hipertensi disangkal
pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, alergi dan hipertensi disangkal
pasien
Riwayat Obstetri
G3P1A1:
1(2007, VE, dokter, 3700 gr, sehat)
2(2008, abortus, UK 12 minggu, dikuretase)
3(hamil ini)
Riwayat operasi dan penyakit yang pernah dijalani
Pasien pernah melakukan operasi miomektomi pada tahun 2011.
Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat ANC
: >9X di bidan
Hari pertama menstruasi terakhir
: 01 september 2014
Hari perkiraan lahir (HPL)
: 07 juni 2015
Umur kehamilan
: 39+3 minggu
Riwayat KB
PIL
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: cukup, tampak anemis
Kesadaran
: compos mentis
Vital sign
:
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 88x/menit
Pernafasan
: 22x/menit
Suhu badan : 36,00C

Kepala
Mata
Hidung
Leher

: Normochepal
: Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/: tidak ada deformitas, tidak ada secret
: tidak ada pembesaran kelenjar limfe leher, tidak ada peningkatan

JVP
Dada
Inspeksi

: bentuk simetris, tidak ada deformitas, tidak ada ketertinggalan

Palpasi

gerak nafas (-)


:vokal fremitus kanan-kiri , ictus cordis di SIC V linea

Perkusi
Auskultasi
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

medioclavicularis sinistra
: sonor pada paru-paru kanan dan kiri
: suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
: S1/S2 reguler, bising jantung (-)
: cembung, striae(+), sikatrik (+)
: peristaltik (+)
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
: timpani

Anggota gerak
Kekuatan otot : atas (5)/bawah (5)
Edema

: atas (-)/ bawah (-)

Varises

: (-)/(-)

Status Ginekologis
TFU : 31 cm
DJJ (+) 136 kpm
HIS (-)
Palpasi : Janin tunggal memanjang, presentasi kepala, posisi janin punggung
kanan.
Pemeriksaan dalam: v/u tenang,dinding vagina licin, servik konsistensi lunak,
posisi ditengah, pembukaan (-), dan selaput ketuban utuh.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
03-06-15
Hb
AL
HT
ET
AT

HASIL
10.4
13.5
33
3.5
400

NILAI NORMAL
11.7-15.5
3.6-11.0
35-47
3.80-5.20
150-400

SATUAN
g/Dl
10^3//ul
10^6//ul
10^3//ul

USG 29/5/2015 di Poli Obsgyn:


Kehamilan 39 minggu, janin tunggal, denyut jantung postif, TBJ 2839, air ketuban
cukup, plasenta di fundus, presentasi kepala, kelainan mayor tidak didapatkan
Kesimpulan : G2P1A0 Hamil 39 minggu dengan riwayat operasi miomektomi, KU janin
baik.
5. FOLLOW UP
S

Pasien datang membawa pengantar poli


dr. Tri Turnianti. SpOG(K) dengan
keterangan

G3P1A1

hamil

aterm

dengan riwayat operasi mioma uteri,


pasien mengatakan kencang belum
dirasakan, lendir darah dan air ketuban
belum ada serta gerkan janin aktif,
KU
VS

Kepala

Compos Mentis, tidak anemis


TD: 110/80 mmHg; N:88x/menit; RR:
22x/menit; T: 36,50c
DJJ (+) 136 kpm
TFU 31 cm
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikteri (-/-), secret mata (-/-)
Hidung: secret hidung (-/-), nafas cuping
hidung (-/-)
Mulut:
sianosis(-),

Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas

stomatitis(-),

candidiasis oral(-), faring hiperemis(-)


Telinga: secret telinga(-)
Limfonodi teraba (-)
Simetris(+), retraksi(-), vesicular(+/+),
suara tambahan ronki basah (-/-), cor S1

Palpasi Abdomen
Pemeriksaan dalam

S2 regular, ruam kulit (-)


Peristaltic(+)
Akral hangat(+),sianosis(-), edema(-)
Janin

tunggal

memanjang,

presentasi

kepala, posisi janin punggung kanan.


v/u tenang,dinding vagina licin, servik
konsistensi

lunak,

posisi

ditengah,

pembukaan (-), dan selaput ketuban utuh.


A

G3P1A1 Hamil 39+3 minggu, BDP,

riwayat operasi mioma uteri


P Rencana SC jika Hb 10
6. Diagnosis Akhir
G3P1A1 Hamil aterm BDP riwayat operasi moima uteri
7. Tindakan/Prosedur
SC elektif

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Mansjoer, 2001).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa Mioma Uteri adalah suatu
pertumbuhan jinak dari otot otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,
neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling
sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran basar, biasanya mioma uteri
banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.
Sedangkan miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkutan uterus, miomektomi dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada
proses selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila miomektomi
dikerjakan karena alasan keinginan memperoleh keturunan, maka kemungkinan akan
terjadinya kehamilan setelah miomektomi berkisar 30% sampai 50%. (Sarwono, 2005)
B. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi,

Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
Mioma uteri bekum dilaporkan terjadi sebelum menarche, sedangkan setelah menapause
hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri
sekitar 20-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2.39
11.7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat.
Prevalensi tertinggi untuk terkena mioma uteri adalah dekade kelima dalam
kehidupan seseorang wanita yang mana kejadiannya adalah 1 dari 4 wanita ras Caucasian
dan 1 dari 2 wanita ras kulit hitam. Leiomiomata uteri secara klinis dikatakan muncul
pada 25-50% wanita walaupun pada satu studi dengan pemeriksaan patologis yang teliti
menyatakan bahwa angka prevalensi boleh mencapai 80%.
Insiden pada wanita berkisar sekitar 20-25%, tetapi dalam studi-studi penelitian
menggunakan histopatologi dan pemeriksaan sonografi menunjukkan angka insidens
meningkat hingga 70-80%.
Tumor jinak ini sering didapatkan pada 20-25% wanita pada usia subur. Myoma
tidak dapat dideterksi sebelum pubertas dan bersifat hormonal responsive yang mana

akan membesar pada usia subur saja. Myoma ini bisa munculnya tunggal tetapi lebih
sering ganda. Ukurannya sering kurang dari 15 cm tetapi pada kasus-kasus tertentu bisa
mencapai berat 45kg.
Table : Hubungan antara faktor risiko pasien, risiko leiomyoma dan pengaruh
hormone
FAKTOR
Post menopause
Menarche dini
Obesiti

RISIKO
Menurun
Meningkat
Meningkat

ALASAN
Hipoestrogenism
Lebih lama terpapar dengan estrogen
Peningkatan konversi androgen menjadi

Kehamilan
Menurun
Obat
Kontrasepsi Menurun

estrogen
Remodel uterus saat involusi post partum
Paparan estrogen dihalang progresterone

kombinasi
Merokok
Ras afrika-amerika

Tahap estrogen serum menurun


Perbedaan genetic dalam produksi hormone

Menurun
Menigkat

Ada riwayat dalam Meningkat

dan metabolim
Perbedaan genetic dalam produksi hormone

keluarga
dan metabolism
Insidensi leiomyoma di korpus dan leiomyoma di servik berlaku dalam rasio 12:1
walapun myoma di corpus sering muncul ganda tetapi mioma serviks yang paling sering
menyendiri dan mungkin cukup besar untuk mengisi seluruh rongga panggul, menekan
kandung kemih, rektum, dan ureter. Secara kasar dan mikroskopis kedua myoma ini
identik dengan myoma yang muncul ditempat lain di uterus.
C. Klasifikasi Mioma Uteri
Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan uterus yang terkena :
a. Lokasi
Cervical (2,6 %), umumnya tubuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2
%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corpiral (91 %),
merupakan lokasi paling enzim, dan seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis
yaitu:

Gambar.2.1 Mioma Uteri (Yatim, Faisal, 2005)


1) Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu masa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan
disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi
rongga peritonial sebagai suatu masa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mensenterium disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih
dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
2) Mioma Uteri Intramural
Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak
enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala
tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang kadang sebagai mioma
submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, dapat (jaringan ikat dominan),
lunak (jaringan otot rahim dominan).
3) Mioma Uteri Submukosa
Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma
bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini
mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih
penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa
ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali
memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa

walaupun hanya kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui vagina.


Perdarahan sulit berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
(Sarwono, 2005)
D. Anatomi Dan Fisiologi
Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas organ eksterna dan interna. Organ
interna yang terletak didalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan ginetal
eksterna yang terletak di perineum.
Organ reproduksi wanita terdiri dari 2 bagian yaitu organ eksterna dan organ
interna:
1. Organ Eksterna
a. Mons veneris / mons pubis
Adalah bantalan berisi lemak subkutan bulat yang lunak dan padat yang terletak
dipermukaan anterior simphisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar.
Sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Labiya mayora
Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lunak yang ditutupi kulit dari
rectum. Panjang labia mayora 7 - 8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung
bawah. Labia mayora melindungi memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons
pubis sampai sekitar satu inci labia minora, meatus urinalius, dan introitus vagina
(muara vagina).
c. Labia minora
Labia minora terletak diantara dua labia minora, merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang kearah bawah dari bawah
klitoris dan menyatu dengan fourchette, sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa
vagina : merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia
berwarna merah kemerahan dan memungkinkan labia minora membengkak.
d. Klitoris
Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil, silinder, erektik dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini menonjol kebawah diantara ujung

labia minora. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatan


ketegangan seksual.
e. Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka kebelakang dan dibatasi dimuka
oleh klitoris, kanan dan kiri oleh ke dua bibir kecil, dan dibelakang oleh perineum;
embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Di vulva 1-1,5 cm dibawah klitoris
ditemukan orifisium uretra ekstrenum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm
dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan lipatan selaput
vagina.
f. Vestibulum
Merupakan daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak diantara labia
minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra, vagian, dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan
agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodoran semprot, garam-garaman,
busa sabun), panas, dan fiksi (celana jins yang ketat).
g. Perineum
Merupakan daerah muskulus yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perineum membentuk dasar badan perineum. Penggunaan istilah vulva dan perineum
kadang kadang tertukar, tatapi secara tidak tepat.
h. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada permukaan
ujung bawah labia mayora dan labia minora digaris tengah dibawah orifisium vagina.
Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak diantara fourchette dan himen.
2. Organ Interna

Gambar 2. Organ Interna wanita (Bobak, Lowdermilk, 2004)


a. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak didepan rectum dan dibelakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna
divestibulum diantara labia minora vulva) sampai serviks.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas. Karena tonjolan servik ke bagian atas vagina, panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding
posterior 9 cm. Ceruk yang berbentuk disekeliling serviks yang menonjol
tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior, dan posterior.
Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan
progesterone. Sel sel mukosa tunggal terutama selama siklus menstruasi dan
selama masa hamil. Sel sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan
untuk mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan sedikit asam.
Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman.
Apabila Ph naik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat.
b. Uterus
Uterus merupakan organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak
mirip buah pir terbaik. Pada wanita dewasa yang belum pernah hamil, beratuterus
adalah 60 gram (2 ons). Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila
ditekan, licin dan teraba padat. Derajat kepadatan ini bervariasi bergantung
kepada beberapa faktor. Misalnya, uterus lebih banyak mengandung rongga

selama fase sekresi, siklus menstruasi, lebih lunak selama masa hamil, dan lebih
padat setelah menopause.
Uterus terdiri dari tiga bagian : fundus yang merupakan tonjolan bulat dibagian
atas dan terletak diatas insersi tuba valopi, korpus yang merupakan bagian utama
yang mengelilingi kavum uteri, dan instmus merupakan bagian sedikit konstriksi
yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai segmen uterus
bagian bawah pada masa hamil.
Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium,
kehamilan dan persalinan. Fungsi-fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi
tidak diperlukan untuk kelangsungan fisiologis wanita.
c. Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus.
Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritonium dan lumennya
dilapisi oleh membran mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas:
1). Pars intersisial : bagian yang terdapat di dinding uterus
2). Pars ismika : bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
3). Pars Ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
4). Pars infundibulum : bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan
mempunyai fimbria
d. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya
untuk perkembangan dan pelepasan ovum. Serta sintesis dan sekresi hormon
steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm, labar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm.
Ovarium terletak disetiap sisi uterus, dibawah dan dibelakang tuba fallopi. Dua
ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen
lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira kira
setinggi kristal iliaka antero superior, dan ligamentum ovarii proprium. (Bobak,
2004)
E. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoclonal yang
dihasilkan dari sebuah neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tumor, disamping faktor predisposisi genetik adalah estregon, progesteron,
dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah manarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan
dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5 %) dan hiperplasia
endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan barsamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita denagn sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktif
enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon peryumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu:
a. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi sampai saat ini
belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma
uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
c. Faktor ras dan ginetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri
tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga, ada yang menderita mioma. (Bobak, 2004)
Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang belum
matang. Di sangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan teori ini
sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen pada nulipara, faktor
keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang
tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena
berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi,
degenerasi hialin, degenerasi kistik, degerasi membantu, marah, lemak.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan epidermal dan
insulin-like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian
agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi
ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respon mediasi dengan oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesterone, faktor-faktor yang
distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen
yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miomatrium
normal mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang

menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah oforektomi bilateral pada usia dini.
(Mansjoer, 2001)
F. Patofisiologi
Mioma uteri terjadi karena adanya sel sel yang belum matang dan pengaruh
estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan perdarahan pervaginan
lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi
resiko kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya
nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. (Price, Sylivia A, 2005)
Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan
pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan
kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan
pola aktivitas. Kerusakan jaringan menakibatkan terpaparnya agen infeksius yang
mempengaruhi risiko tinggi infeksi.
Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang mengakibatkan
depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif.
(Sarwono, 2005)
G. Manifestasi Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan
tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
Faktor faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
1. Besarnya mioma uteri
2. Lokalisasi mioma uteri
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri
Gejala klinik terjadi pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang terkena. Adanya
gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri :

1.

Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan
yang ditemukan berupa : menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena
bertambahnya area permukaan dari endomertium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot
rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan
endometrium.

2.

Penekanan rahim membesar:


a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Gejala traktus urinarius : urine frekuensi, retensi urine, obstruksi
ureter dan hidronefrosis.
c. Gejala intertinal : konstipasi dan obstruksi intestinal.
d. Terasa nyeri karena tertekannya saraf.

3.

Nyeri dapat disebabkan oleh :


a. Penekanan saraf.
b. Torsi bertangkai
c. Submukosa mioma terlahir
d. Infeksi pada mioma
4. Infertilitasi, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di
cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
menghilang implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran
prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan
edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling memepengaruhi :

1.

Kehamilan dapat mempengaruhi keguguran

2.

Persalinan prematurnitas.

3.

Gangguan proses persalinan.

4.

Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.

5.

Pada skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan pendarahan.
Biasanya mioma akan mengalami involusi setelah kelahiran. Pengaruh kehamilan dan
persalinan pada mioma uteri yaitu:
1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat
dalam kehamilan.
2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah
bentuk, dan warna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi
pendarahan.
3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah
bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan
sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut
(abdomen akut).
4. Kehamilan dapat mengalami keguguran.
5. Persalinan prematuritas.
6. Gangguan proses persalinan.
7. Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.
8. Pada skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.

9. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan
terjadi inkaserasi.
Pegaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :
1. Subfertil (agak mandul) fertile (mandul) dan kadang-kadang punya anak satu.
Terutama pada mioma uteri submucosa.
2. Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus.
3. Terjadi kelainan letak janin dan rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak
subserusa.
4. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya
di servik.
5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
6. Atonia uteri terutama paksa persalinan : perdarahan banyak, terutama pada mioma
yang letaknya di dalam dinding rahim.
7. Kelainan letak plasenta.
8. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang submukosa
dengan intramural. (Price, Sylivia A, 2005)
H. Diagnosis
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air
besar
c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, atau pecah
2. Pemeriksaaan fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor abdomen bagian bawah
b. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan
tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi
c. Konsistensi padat, kenyal, mobile, permukaan tumor umumnya rata

3. Gambaran klinis
Telah dijelaskan di manifestasi klinik.
4. Pemeriksaan luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat
terbatas atau bebas .
5. Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbata atau
bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadangkadang mioma menghasilkan menghasilkan eritropoetin yang pada
beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan
kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
b. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium,
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan

tidak

mengvisualisasi

uterus

sebaik

USG.

Untungnya,

leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakan


dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
c. Foto BNO/IVP
Pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalan ureter. Histerografi dan histeroskopi
untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
I. Penatalaksanaan

infertilitas.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.
c) Pemberian zat besi.
d) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3 menstruasi
setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor
dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada
periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan
sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan : mengurangi
kebutuhan akan tranfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa
tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001)
2. Penanganan operatif, bila :
a) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu
b) Pertumbuhan tumor cepat
c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e) Hipermenorea pada mioma submukosa.
f) Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berubah :

a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih terjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila
ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan. Tindakan seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium,
kehamilan berikutnya dengan seksio sesarea.
Kriteria pre operasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) adalah sebagai berikut :
1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.
b) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
2) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikeluhkan oleh pasien.
3) Perdarahan uterus berlebihan :
a. Perdarahan yang banyak bergumpal gumpal atau berulang ulang
selama lebih dari 8 hari.
b. b. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
4) Rasa tidak nyaman dipelvis akibat mioma meliputi :
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
c. Penekanan buli-buli atau frekuensi urine yang berulang-ulang dan
tidak disebabkan infeksi saluran kemih.

c) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila
wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 50 %.
Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus
dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan
2) 7 hari pasca histerektomi / miomektomi
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnosa perawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi / miomektomi
d) Penanganan radioterapi
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
2) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
3) Bukan jenis submukosa.
4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. (Achadiat,
2004)
H. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita mioma uteri adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kahamilan.
a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan
1) Infertilitas
2) Abortus

I.

3) Persalinan prematuritas dan kelainan letak


4) Inersia uteri
5) Gangguan jalan partum
6) perdarahan post partum.
7) Retensi plasenta.
b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri.
1) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
Pendekatan mioma uteri
Pada kasus ini didapatkan keterangan bahwa telah dilakukan laparotomi
miomektomi sebelumnya sehingga terdapat kemungkinan bahwa jenis mioma yang
dahulu terdapat adalah mioma berukuran besar dengan jumlah banyak maupun mioma
dengan letak intramural bagian profunda. Seperti yang telah diketahui sebelumnya,
adanya insisi sebelumnya pada uterus yang menyebabkan sikatrik atau bekas luka pada
uterus dapat menjadi faktor risiko terjadinya ruptur uteri saat persalinan berikutnya.
Apabila dahulu terjadi laparotomi pada mioma intramural profunda maka risiko
terjadinya ruptur uteri semakin besar dibandingkan jika mioma tersebut adalah mioma
subserosa. Selain letak lapisannya, kemungkinan terjadinya ruptur uteri juga dipengaruhi
oleh lokasi dimana sikatrik itu berada.
Saat persalinan berikutnya, apabila dahulu terjadi laparotomi pada mioma
intramural profunda maka risiko terjadinya ruptur uteri semakin besar dibandingkan jika
mioma tersebut adalah mioma subserosa. Selain letak lapisannya, kemungkinan
terjadinya ruptur uteri juga dipengaruhi oleh lokasi dimana sikatrik itu berada.
Insisi di uterus bagian bawah (segmen bawah rahim) memiliki angka kejadian
ruptur uteri yang lebih kecil. Meskipun begitu, adanya insisi sebelumnya pada uterus
yang dapat menyebabkan timbulnya sikatrik bukan merupakan kontraindikasi absolut
untuk dilakukannya persalinan per vaginam. Suatu studi pernah melaporkan bahwa
terdapat 83% dari total kelahiran per vaginam berhasil berhasil dengan selamat pada ibu
yang pernah mengalami insisi sebelumnya pada uterus saat mengalami seksio sesaria.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi agar seorang ibu hamil dengan riwayat
insisi sebelumnya pada uterus, seperti seksio sesaria maupun miomektomi, dapat
melahirkan per vaginam yaitu:
1.
Tidak mengalami insisi pada segmen bawah rahim lebih dari satu kali,
2.
3.

termasuk apabila sebelumnya pernah mengalami seksio sesaria.


Pelvis adekuat secara klinis untuk menjalani persalinan per vaginam.
Tidak terdapat sikatrik lainnya atau kejadian ruptur uteri sebelumnya.

4.

Terdapat tenaga medis dan peralatan yang memadai apabila tiba-tiba


diperlukan seksio sesaria darurat.

Miomektomi tidak berhubungan dengan peningkatan angka lahir hidup akan tetapi
berhubungan dengan tingkat kehamilan. Penelitian case-control study menemukan
pregnancy rate yang lebih rendah pada wanita dengan myoma dibanding wanita tanpa
myoma (11% versus 25%). Tingkat kehamilan wanita setelah miomektomi lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang tidak diterapi (42% versus 25%).
Suatu RCT (n = 109) yang membandingkan berbagai metode operasi melakukan
(abdominal versus laparoscopic myomectomy) mendapatkan tidak ada perbedaan dalam
pregnancy rates (55.9% dengan abdominal myomectomy versus 53.6% dengan
laparoscopic myomectomy) atau tingkat abortus (12% versus 20%) pada wanita dengan
myoma yang besar. Terdapat insidensi yang lebih tinggi secara signifikan untuk
terjadinya demam pascaoperasi dan penurunan hemoglobin dan masa rawat yang lebih
lama pada kelompok miomektomi abdominal.
Pada kasus kontrol study yang data diambil dari rekam medis di Rumah Sakit
Koesma di Kabupaten Tuban, Jawa Timur (2012). Hasilnya adalah ada hubungan antara
keluarga berencana hormonal dengan insiden mioma uteri sehingga kontrasepsi hormonal
merupakan faktor protektif di mioma uteri namun hubungan sangat rendah.
Sebuah pembedahan miomektomi menghilangkan hanya mioma dan menjaga
rahim tetap utuh, menjaga kesuburan. Miomektomi juga dapat membantu perdarahan
uterus abnormal yang disebabkan mioma
Tidak semua wanita yang mioma adalah kandidat untuk dilakukan miomektomi,
jika mioma banyak atau besar, miomektomi menjadi rumit yang mengakibatkan
hilangnya darah menjadi meningkat. Jika keganasan ditemukan, konversi ke histerektomi
penuh mungkin diperlukan.
Untuk melakukan miomektomi, dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut:
1. Laparotomi

Laparotomi dengan melakukan sayatan perut dan operasi konvensional


lebar. Hal

ini digunakan untuk mioma subserosa atau intramural yang

sangat besar (biasanya lebih dari 4 inci), sangat banyak atau ketika kanker
dicurigai.
Dengan menggunakan pendekatan in, dokter mungkin dapat merasakan
mioma, khususnya jenis mioma intramural, yang dapat dilewati selama
laparoskopi atau histeroskopi.
Setelah mioma dihapus, rekonstruksi dari dinding rahim sangat penting di
kedua laparotomi dan laparoskopi, sehinggaperdarahan dan infeksi tidak
terjadi.
Sementara pemulihan lengkap membutuhkan waktu kurang dari satu
minggu dengan laparoskopi dan histeroskopi, pemulihan dari miomektomi
perut standar membutuhkan waktu selama enam sampai delapan minggu.
Hal ini juga menimbulkan risiko yang lebih tinggi untuk pembentukan
adhesi dan kehilangan darah dari prosedur kurang invasif, dan merupakan
kerugian bagi wanita yang ingin mempertahankan kesuburan.
2. Histereskopi miomektomi
Sebuah histereskopi miomektomi dapat digunakan untuk mioma submukosa
yang ditemukan di rongga rahim.
Dengan prosedur ini, mioma dihapus menggunakan alat yang disebut
resectoscope histeroskopi, yang dilewatkan kedalam rongga rahim melalui
saluran vagina dan serviks.
Sebuah loop kawat yang membawa arus litrik kemudian digunakan untuk
mencukur mioma.
3. Miomektomi laparoskopi
Laparoskopi membutuhkan sayatan sangat kecil. Seperti histeroskpoi,
lingkup tipis digunakan yang berisi instrumen bedah dan visual untuk
melihat.
Dipusat-pusat dengan pengalaman yang luas, laparoskopi memiliki
komplikasi yang lebih sedikit, dan waktu pemulihan lebih pendek juga biaya
yang lebih rendah daripada laparotomi.
4. Lift-laparoskopi gasless miomektomi
Teknik khusus dimana miomektomi laparoskpoi dilakukan tanpa gas (yaitu
CO2).
I. Komplikasi dan faktor pasca operasi

Prosedur untuk miomektomi sangat kompleks, untuk mengurangi risiko komplikasi,


pasien harus mencari seorang ahli berpengalaman dalam myomectomies. Komplikasi
yang terjadi selama miomektomi dari prosedur apapun meliputi berikut ini:
1. Kehilangan darah yang berlebihan ( insiden lebih tinggi di laparotomi).
2. Rahim melemah dan ruptur uteri.
3. Perkembangan selanjutnya jaringan parut (adhesi), ada insiden yang lebih tinggi
dari perlengketan di laparotomi
4. Infeksi
5. Kerusakan pada usus atau kandung kemih (insiden yang lebih tinggi pada
laparotomi).
J. Kehamilan setelah miomektomi
Studi menemukan bahwa kehamilan dapat dipulihkan di lebih dari separuh wanita
setalah prosedur operasi. Kandidat terbaik untuk mempertahankan kesuburan termasuk
wanita dengan mioma serosa pedunkulata dan dangkal (mioma tangkai).
Wanita dengan mioma intramural dalam, berada pada risiko yang lebih yang lebih
tinggi untuk untuk infertilitas setelah miomektomi. Perlu dicatat bahwa meskipun
penelitian menunjukkan bahwa antara 40% dan 58% wanita hamil setelah miomektomi,
hanya sekitar seperempat dari perempuan membawa bayi mereka ke jangka panjang.
Wanita yang hamil kemudian menghadapi risiko lebih tinggi untuk operasi caesar
atau keguguran.
K. Prognosis Mioma dan berulang operasi
Tingkat kekambuhan untuk pertumbuhan mioma setelah miomektomi tinggi.
Antara 11% dan 26% dari pasien akan memiliki berulang mioma yang cukup parah untuk
memerlukan pengobatan tambahan.
L. Kesimpulan
Pada kasus ini didapatkan keterangan bahwa telah dilakukan laparotomi miomektomi
sebelumnya sehingga terdapat kemungkinan bahwa jenis mioma yang dahulu terdapat
adalah mioma berukuran besar dengan jumlah banyak maupun mioma dengan letak
intramural bagian profunda. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, adanya insisi
sebelumnya pada uterus yang menyebabkan sikatrik atau bekas luka pada uterus dapat
menjadi faktor risiko terjadinya ruptur uteri saat persalinan berikutnya. Apabila dahulu

terjadi laparotomi pada mioma intramural profunda maka risiko terjadinya ruptur uteri
semakin besar dibandingkan jika mioma tersebut adalah mioma subserosa. Selain letak
lapisannya, kemungkinan terjadinya ruptur uteri juga dipengaruhi oleh lokasi dimana
sikatrik itu berada.
Saat persalinan berikutnya, apabila dahulu terjadi laparotomi pada mioma intramural
profunda maka risiko terjadinya ruptur uteri semakin besar dibandingkan jika mioma
tersebut adalah mioma subserosa. Selain letak lapisannya, kemungkinan terjadinya ruptur
uteri juga dipengaruhi oleh lokasi dimana sikatrik itu berada.

DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cuningham, F.G. 2005. Obstetri Wiliam. Jakarta: EGC
http://www.fibroidsurgery.de/en/portal-endogyn/endogyn/special-treatment/fibroids/aboutfibroids/what-is-myomectomy.html
http://ajog.org/article/S002-9378(96)70445-3/abstract
http://www.academia.edu/4459534/LAPSUS_Mioma_Uteri

You might also like