You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di seluruh dunia, jumlah penderita Chronic Kidney Disease (CKD) terus
meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat
berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang. Konsekuensi
kesehatan utama dari CKD bukan saja perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal,
tapi juga peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan
menunjukkan bahwa konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang
dilakukan lebih awal.
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya kerusakan
ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan
atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan
irreversible yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal. Adanya
kerusakan ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah,
urin, pencitraan, atau biopsy ginjal. CKD merupakan masalah kesehatan yang
mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis
buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. Di negara-negara
berkembang CKD lebih kompleks lagi masalahnya karena berkaitan dengan sosioekonomi dan penyakit-penyakit yang mendasarinya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Dan Histologi
2.1.1 Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan
kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah
ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista
iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2

b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu
arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler
peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron
dapat dibagi menjadi : (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
3

terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah
panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan V.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.
Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri
sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus (Netter, 2006)
2.1.2 Histologi Ginjal
Ginjal terutama bertugas mengeluarkan urin. Organ ini dibungkus oleh
simpai jaringan ikat kuat tediri atas serat-serat kolagen dan sedikit serat elastin.
Pada potongan sagital telihat parenkim ginjal terdiri atas :
a
b

Korteks (bagian luar)


Medula (bagian dalam), yang sebagian meliputi suatu rongga, sinus renal,
yang membuka ke hilus.

Pada sinus renal ini terdapat :


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pelvis renal, yaitu bagian atas ureter yang melebar


2 sampai 3 kaliks mayor
Sampai 8 kaliks minor
Cabang-cabang arteri dan vena renal
Saraf dan pembuluh limfa
Jarngan ikat longgar dan lemak

Korteks
Korteks ginjal terdiri atas banyak tubulus kontortus dan badan-badan bulat
yang dikenal sebagai korpus renal atau korpus Malpighi. Korteks tidak hanya
4

membentuk bagian luar ginjal, tetapi pada tempat-tempat tertentu menyusup


diantara bagian medula dan membentuk apa yang disebut kolom Bertini atau
kolom Renal.
Medula
Massa medula utama terdiri atas 8 sampai 18 piramid medula. Bagian
dasarnya yang lebar berhubungan dengan bagian korteks dan bagian puncak
(apeks) yang membulat dan menonjol ke dalam kaliks minor.
Nefron
Parenkim ginjal terdiri atas nefron atau tubulus uriniferus yang berhimpit
padat. Nefron merupakan satuan fungsional ginjal yang bertugas menghasilkan
urine. Diantara tubulus ini terdapat pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat.
Tubulus ini bermuara ke dalam tubulus penampung (duktus koligens), kemudian
ke tubulus penampung besar (duktus papilaris Bellini), yang mencurahkan urine
ke dalam pelvis dan ureter melalui kaliks minor dan mayor.
Nefron terdiri atas:
a Korpus renal
Yang bertugas menyaring substansi dari plasma.
b Tubulus renal
Yang bertugas mengadakan resorbsi selektif terhadap substansi dari filtrat
glomerulus, sampai mendapatkan komposisi urine.
Korpus Renal (Korpus Malpighi)
Korpus renal merupakan badan bulat berdiameter 0,2 mm yang terdapat
pada bagian korteks dan kolom renal. Terdapat 1 juta atau lebih korpus renal pada
setiap ginjal. 1 korpus renal terdiri atas 2 bagian, glomerulus di pusat dan suatu
kapsula glomerulus, yang berupa pelebaran tubulus renal mirip kantung, yang
disebut kapsula Bowman.
a

Glomerulus
Glomerulus terdiri atas gelung-gelung kapiler yang terdapat diantara
arteriol aferen dan arteriol eferen. Daerah tempat arteriol aferen masuk dan
arteriol eferen keluar disebut kutub vaskular. Setelah masuk dalam
glemerulus, arteriol aferen memecah menjadi 4 atau 5 kapiler yang relatif
besar. Masing- masing kapiler ini menjadi sejumlah kapiler yang lebih
kecil yang membentuk lengkung-lengkung tidak teratur menuju ke arteriol
eferen. Arteriol eferen lebih kecil dari arteriol aferen. Perbedaan ukuran ini
ada kaitan dengan fungsinya . pembuluh eferen mengangkut lebih sedikit
5

cairan bila dibandingkan dengan pembuluh aferen, karena cukup banyak


cairan tersaring dari darah selama melalui kapiler glomerulus. Akibat
adanya perbedaan ukuran maka tekanan di dalam aliran glomerulus tetap
b

dipertahankan dan hal ini membantu penyaringan plasma.


Kapsula Bowman
Kapsula ini terdapat lapisan dalam atau viseral yang melapis glomerulus,
dan suatu lapisan luar atau parietal. Lapisan viseral secara langsung
membungkus glomerulus, dan terdiri atas selapis sel epitel gepeng diatas
membran basal, yang telah menyatu dengan membran basal epitel kapiler
glomerulus. Jadi epitel viseral dan endotel kapiler hanya terpisah oleh
suatu membran basal tipis. Membran basal ini tebalnya hanya 0,3m,
terdiri atas serat-serat halus dan disebut membran basal glomerulus.
Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas selapis sel epitel gepeng.
Celah diantara lapian viseral dan parietal disebut ruang urine atau ruang

Bowman.
Sel-sel gepeng lapisan viseral kapsula Bowman mempunyai struktur khusus,
dan sel itu disebut podosit. Podosit ini gepeng, merangkul sel endotel kapiler.
Juluran-juluran kaki atau pedikelnya menempel pada membran basal dan
berselisih dengan pedikel-pedikel podosit sebelahnya. Podosit merupakan sel
yang sangat aktif yang tercermin dari banyaknya metokondria, vakuola dan
mikrotubul di dalam sitoplasma. Endotel kapiler yang terdapat disini memiliki
tingkap yang kecil-kecil. Pori-pori ditutup fragma khusus. Pedikel-pedikel podosit
yang berbaris paralel dan berselisip dengan pedikel podosit berdekatan, mirip
susunan kancing-rigi (resleting). Keadaan ini membentuk sawar selektif.
Sel Mesangial
Sel ini merupakan sel fagositik, berupa perisit pada lengkung kapiler
glomerulus. Sel mesangial membersihkan sisa sel mati dan kompleks imun, yang
bila dibiarkan akan menyumbat saringan urin. Jadi fungsinya adalh sebagai
pembersih saringan.
Tubulus Renal
Tubulus renal terdiri atas:
a. Kapsula Bowman
b. Tubulus kontortus proksimal

c. Ansa Henle pars desenden, yang terletak dalam bagian piramid medula
yang membalik dan membentuk
d. Ansa Henle
e. Ansa Henle pars asenden, menuju dan masuk kembali ke korteks dan
melanjutkan disri sebagai
f. Tubulus kontortus distal, yang bagian akhirnya melurus dan membentuk.
g. Tubulus penghubung, yang berakhir dengan bermuara pada duktus
koligens. Diantara tubulus kontortus distal dan tubulus penghubung
terdapat suatu segmen bersudut pendek, tubulu berbiku (zig-zag). Duktus
koligens mulai dari bagian korteks dan pada jarak-jarak pendek saling
berhubungan dan akhirnya bermuara ke dalam saluran lebar yang disebut
duktus Bellini, yang akan bermuara pada puncak piramid yang menonjol
ke dalam kaliks minor.
a. Tubulus kontortus
Tubulus ini merupakan segmen nefron yang paling besar dan paling
berkelok dan membentuk sebagian besar korteks. Panjangnya lebih
kurang 14 mm dengan garis tengah 50-60um. Dilapisi selapis sel-sel
silindris rendah atau piramid terpancung, dengan inti bulat, dan
sitoplasma bergranula yang terpulas gelap dengan eosin. Permukaan
bebas sel-sel epitel dilengkapi mikrosili yang membentuk semacam
Brush Border. Mitokondria berderet-deret pada agian basal sel yang
memberinya corak bergaris. Bagian sel dekat Brush Border
mengandung fosfatase alkali.
b. Ansa Henle Pars Desenden
Bagian ini mempunyai susunan sama dengan yang terdapat pada tubulus
kontortus proksimal, kecuali Brush Border nya yang disini kurang
berkembang.
c. Ansa Henle Segmen Tipis
Bagan ansa henle ini mempunyai garis tengah 15m, dilapisi selapis sel
epiteliol pipih dngan ini menonjol ke dalam lumen. Mikrofili yang
membentuk Brush Border disini lebih sedikit dan lebih pendek.
Mitokondria dalam sel juga kurang.
d. Ansa Henle Pars Asenden
Panjang bagian ini 9mm dengan garis tengah 30m. Bagian ini naik
menuju korteks dan menghampiri kutub atau polus vaskular glomerulus

asalnya. Pada tempat ini saluran telah menjadi tubulus kontortus distal.
Bagian saluran ini dibatasi sel kuboid yang terletak diatas membran sel.
e. Tubulus Kontortus Distal
Berawal dekat kutub vaskular glomerulus dan berakhir saat menyatu
dengan duktus koligens bagian melengkung. Panjangnya 4 -5 mm,
dengan garis tengah 22-50 m. Dilapisi sel kuboid. Pada bagian distal
yang berdekatan dengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan
ateriol aferen, mengalami perubahan menjadi berbentuk silindris. Bagian
tubulus distal yang mengalami perubahan ini disebut makula densa. Selsel ini membentuk aparat yuksta-glomerular bernama sel-sel epiteloid.
Pada tunika media arteriol aferen yang bersebelahan. Sel terakhir ini
menghasilkan renin.
f. Duktus Koligens
Bagian ini dilapisi epitel selapis kuboid.
(Bajpai, 1989)
2. 2 CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )
2.2.1 Defenisi
Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) adalah
kerusakan ginjal selama 3 bulan atau lebih akibat abnormalitas struktural atau
fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) atau
kadar LFG kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Kriteria penyakit ginjal kronik, sebagai berikut:
1.
Kerusakan ginjal 3 bulan, dimana terdapat abnormalitas struktur atau
fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG, yang dimanifestasikan
oleh:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
2.

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tes).
LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa tanda

kerusakan ginjal.
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan dasar diagnostis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit

dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus kockcroftGault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur)x berat badan/ 72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*Pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat

Penjelasan

LFG

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau >90


meningkat

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat

15-29

Gagal ginjal

<15 atau dialysis

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit

Tipe mayor

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1dan 2

Penyakit ginjal non

Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi

diabetes

sistemik, obat, neoplasia)


Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada

Rejeksi kronik
9

transplantasi
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transpalnt glomerulopathy

2.2.3 Etiologi
Menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di indonesia.
Dikelompokkan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebabnya yang
tidak diketahui.
Tabel 3. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
Penyebab

Insiden

Diabetes mellitus
Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)

44 %

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar

27%

Glomerulonefritis

10%

Nefritis interstitialis

4%

Kista dan penyakit bawaan lain

3%

Penyakit sistemik (Lupus dan vaskulitis

2%

Neoplasma

2%

Tidak diketahui

4%

Penyakit lain

4%

10

Tabel 4. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di indonesia (2000)


Penyebab

Insiden

Glomerulonefritis

46,39%

Diabetes Melitus

18,65%

Obstruksi dan infeksi

12,85%

Hipertensi

8,46%

Sebab lain

13,65%

2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan

aktivitas

memberikan

kontribusi

aksis

renin-angiotensin-aldosteron

terhadap

terjadinya

hiperfiltrasi,

intrarenal,

ikut

sklerosis

dan

progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotansin-aldosteron,


sebagai diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
(TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
11

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan berat badan menurun.
Sampai LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi. Juga terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemik, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG dibaah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.
2.2.5 Dignostik
A. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus
eritromatosus sistemik (LSE)
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksi, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida)
B. Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya.
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.

12

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunn kadar hemoglobin,


peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis merupakan proteinuria, hematuri, leukosaria.
e. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal.
C. Gambaran Radiologis
a. Foto polos abdomen
b. Pielografi intravena namun jarang dikerjakan
c. Pielografi antegrad atau retrograde
d. Ultrasonografi ginjal
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi.
2.2.6 Penatalaksanaan
Terapi untuk Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
1. Terapi spesifik, berdasarkan penyakit dasarnya,
2. Evaluasi dan penanganan kondisi komorbid,
3. Memperlambat kerusakan fungsi ginjal,
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular,
5. Pencegahan dan terapi penyakit komplikasi,
6. Penggantian fungsi ginjal dengan dialisis atau bahkan transplantasi ginjal.

Perencanaan tatalaksana Penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya,


sebagai berikut:
Tabel 5. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik sesuai dengan Derajatnya

13

Derajat

LGF (ml/mnt/1,73m2)

Rencana tatalaksana

90

Terapi

penyakit

komorbid,
(progression)

dasar,

evaluasi

kondisi

pemburukan

fungsi

ginjal,

memperkecil resiko kardiovaskular.


2

60-89

Menghambat pemburukan
(progression) fungsi ginjal

30-59

Evaluasi dan terapi komplikasi

15-29

Persiapan untuk terapi pengganti


ginjal

< 15

Terapi pengganti ginjal

A. Terapi spesifik terhadap penyakitnya


Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga
pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal masih normal
secara USG, biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan indikasi
yang tepat terhadap terapi spesifik.
B. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi
komorbid. Faktor komorbid antara lain : gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi tidak terkontrol, infeksi tractus urinarius, obstruksi tractus urinarius,
obat-obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan penyakit dasarnya.

C. Menghambat perburukan fungsi ginjal


Faktor utama : hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk menguranginya yaitu :
a. Pembatasan Asupan Protein, mulai dilakukan LFG < 60 ml/mnt. Protein
diberikan 0,6- 0,8/kgBB/hr. Jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hr.
b. Terapi farmakologis: pemakaian OAH, untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa OAH terutama ACEI,
sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
Terapi non farmakologi :
14

a. Pembatasan protein :
- Pembatasan asupan protein mulai pada LFG < 60 ml/menit
- Protein diberikan 0,6 -0,8/kgBB/hari
b. Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBBideal/hr
c. Pengaturan asupan lemak : 30 -40% dari kalori total dan mengandung
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tak jenuh
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Pengaturan asupan karbohidrat : 50 -60% dari total kalori


Garam NaCl : 2 -3 gr/hr
Kalsium : 1400-1600 mg/hr
Besi : 10 -18 mg/hr
Magnesium : 200 300 mg/hr
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

Terapi farmakologis :
a. Kontrol tekanan darah :
-

Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II. Evaluasi


kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%
atau timbul hiperkalemi harus dihentikan

Penghambat kalsium

Diuretik

b. Pada pasien DM, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonil urea dengan masa kerja panjang. Target HbAIC untuk
DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
c. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20 22 mEq/l Kontrol
dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan satin.
2.2.7 Pencegahan
A. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia
dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
B. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
a. Anemia oleh karena defisiensi eritropoitin, defisiensi besi, kehilangan
darah (perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang
oleh substansi uremik, proses inflamasi akut atau kronik. Evaluasi anemia
15

dimulai saat Hb < 10 g% atau Ht < 30%, meliputi evaluasi status besi
(kadar besi serum/serum iron), kapasitas ikat besi total, feritin serum,
mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan hemolisis,
dsb. Pemberian EPO, perhatikan status besi. Transfusi darah yang tidak
cermat

menyebabkan

kelebihan

cairan

tubuh,

hiperkalemi

dan

pemburukan fungsi ginjal. Sasaran Hb 11-12 gr/dl.


b. Osteodistrofi renal : mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon
kalsitriol.
c. Hiperfosfatemia
- Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein dan
-

rendah garam ). Asupan Fosfat 600-800 mg/hari.


Pemberian pengikat fosfat yaitu garam kalsium, aluminium hidroksida,
garam magnesium. Garam kalsium yang banyak dipakai : kalsium
karbonat & kalsium acetat.

d.

Pemberian bahan kalsium memetik (menghambat reseptor Ca pada


kelenjar paratiroid).

e.

Pemberian kalsitriol : kadar fosfat normal, kadar hormone paratiroid


(PTH) > 2,5 kali normal.

f.

Pembatasan cairan dan elektrolit : cairan masuk = cairan keluar

g.

Terapi pengganti ginjal ( hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplan


ginjal ) pada stadium 5 LFG < 15 ml/mnt.

Indikasi dialisis adalah :


A.
B.
C.
D.
E.
F.

Uremia > 200 mg%


Asidosis dengan pH darah < 7,2
Hiperkalemia > 7 mEq/ liter
Kelebihan / retensi cairan dengan tanda gagal jantung / edema paru
Klinis uremia, kesadaran menurun ( koma ).
Kreatinin > 8 mg/dl

2.2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari penyakit ginjal kronik sesuai derajatnya, yaitu :
Derajat

Penjelasan

LFG (ml/mnt) Komplikasi

Kerusakan ginjal dengan 90


LFG normal
16

Kerusakan ginjal dengan 60-89

Tekanan darah mulai

penurunan LFG ringan

tinggi

Penurunan LFG sedang

30-59

- Hiperfosfatemia
- Hipokalemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
-Hipertensi
-Hiperhomosistinemia

Penurunan LFG berat

- Malnutrisi
- Asidosis Metabolik
- Hiperkalemia
- Dislipidemia

Gagal ginjal

< 15

- Gagal jantung
- Uremia

17

LAPORAN KASUS
Anamnesa Pribadi
Nama

: Mahyyujad Butar-Butar

Umur

: 68 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Kawin

: Menikah
18

Agama

: Islam

Pekerjan

: Wiraswasta

Alamat

: Dusun IV Sidomukti

Suku

: Batak

Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama

: Muka pucat

Telaah

:
-

Pasien datang dengan muka pucat


Mual muntah dialami pasien 3 bulan yang lalu
dan memberat dalam 1 minggu ini. Muntah
dialami 3 kali/ hari dengan volume muntah
aqua gelas. Muntah berisi makanan apa yang
dimakan pasien. Muntah tidak berhubungan di
saat pasien terlambat makan. Muntah dengan
didahului rasa mual disangkal oleh pasien sudah

beberapa bulan ini.


Pasien juga mengeluhkan pusing (+), lemas (+)
kurang lebih 1 bulan ini, kadang disertai dengan
mata berkunang-kunang dan os mengeluhkan
sering merasakan tengkuk tegang dan kadang

merasakan sakit kepala dan disertai dengan oyong.


Pasien juga mengeluhkan sering kencing terutama
pada malam hari sehingga mengganggu tidur
pasien karena harus terbangun beberapa kali untuk
buang air kecil dan pasien juga merasakan cepat
merasa haus walaupun sudah banyak minum. Os
juga

mengeluhkan

cepat

merasakan

lapar,

sehingga membuat os banyak makan. Pasien juga


mengaku adanya penurunan berat badan yang
dirasakan beberpa bulan ini. Batuk (-), sesak (-),
-

perut bengkak (-), kaki bengkak (-).


Os mengatakan bahwa ibu kandung os menderita
DM.

19

BAK (+) normal tidak disertai batu (disangkal),


BAB (+) normal.
RPT : Hipertensi (+), DM (+)
RPK : DM (+)
RPO : Captopril, Glibenclamide

Anamnesa Umum
-

Badan kurang enak

: Ya

- Tidur

: Terganggu

Merasa capek/lemas : Ya

- Berat badan

: Menurun

Merasa kurang sehat : Ya

- Malas

: Ya

Menggigil

: Tidak

- Demam

: Ya

Nafsu makan

: Menurun

- Pening

: Tidak

- Dyspneu deffort

: Tidak

- Cyanosis

: Tidak

- Dyspneu drepost

: Tidak

- Angina pectoris

: Tidak

- Oedema

: Tidak

- Palpitasi cordis

: Tidak

- Nycturia

: Tidak

- Asma cardial

: Tidak

- Claudicatio intermitten

: Tidak

- Gangguan tropis

: Tidak

- Sakit waktu istirahat

: Tidak

- Kebas-kebas

: Tidak

- Rasa mati ujung jari

: Tidak

Anamnesa Organ
1.Cor

2. Sirkulasi Perifer

3. Tractus Respiratorius
- Batuk

: Tidak

- Stridor

: Tidak

- Berdahak

: Tidak

- Sesak nafas

: Tidak

- Hemaptoe

: Tidak

- Pernafasan cuping hidung

: Tidak

- Suara parau

: Tidak

- Sakit dada waktu bernafas : Tidak


4. Tractus Digestivus

20

A. Lambung
- Sakit di epigastrium sebelum / sesudah makan : Tidak
- Rasa panas di epigastrium

: Tidak

- Pyrosis

: Tidak

- Muntah (freq, warna, isi, dll)

: Tidak

- Sendawa

: Tidak

- Mual-mual

: Ya

- Anoreksia

: Tidak

- Hematemesis

: Tidak

- Dysphagia

: Tidak

- Ructus

: Tidak

- Foetor es ore

: Tidak

- Sakit di abdomen

: Tidak

- Melena

: Tidak

- Borborygmi

: Tidak

- Tenesmi

: Tidak

- Defekasi (freq, warna, konsistensi) : Tidak

- Flatulensi

: Tidak

- Obstipasi

: Tidak

- Haemorrhoid

: Tidak

- Diare (freq, warna,konsistensi)

: Tidak

B. Usus

C. Hati dan saluran empedu


- Sakit perut kanan

: Tidak

- Gatal-gatal di kulit : Tidak

- Memancar ke

: Tidak

- Asites

: Tidak

- Kolik

: Tidak

- Oedema

: Tidak

- Ikterus

: Tidak

- Berak dempul

: Tidak

- Oliguria

: Tidak

- Anuria

: Tidak

- Polakisuria

: Tidak

5. Ginjal dan Saluran Kencing


- Muka sembab

: Tidak

- Sakit pinggang memencar ke

: Tidak

- Kolik

: Tidak

-Miksi (freq, warna,sebelum/


sesudah miksi, mengedan)
- Polyuria

: 4x/hari
: Tidak

6. Sendi
- Sakit

: Tidak

- Sakit digerakkan

: Tidak

- Sendi kaku

: Tidak

- Bengkak

: Tidak

- Merah

: Tidak

- Stand abnormal

: Tidak

21

7. Tulang
- Sakit

: Tidak

- Fraktur spontan

: Tidak

- Bengkak

: Tidak

- Deformasi

: Tidak

- Sakit

: Tidak

- Kejang-kejang

: Tidak

- Kebas-kebas

: Tidak

- Atrofi

- Sakit di mulut dan lidah

: Tidak

- Muka pucat

: Ya

- Mata berkunang-kunang

: Ya

- Bengkak

: Tidak

- Pembengkakan kelenjar

: Tidak

- Penyakit darah

: Tidak

- Merah di kulit

: Tidak

- Perdarahan Sub kutan: Tidak

- Polidipsi

: Tidak

- Pruritus

: Tidak

- Polifagi

: Tidak

- Pyorrhea

: Tidak

- Poliuri

: Tidak

8. Otot
: Tidak

9. Darah

10.Endokrin
A. Pankreas

B. Tiroid
- Nervositas

: Tidak

- Struma

: Tidak

- Exoftalmus

: Tidak

- Miksodem

: Tidak

: Tidak

- Distrofi adipos kongenital : Tidak

- Menarche

: Tidak

- Ereksi

- Siklus haid

: Tidak

- Libido seksual:Tidak ditanyakan

- Menopause

: Tidak

- Coitus

-G/P/Ab

: -/-/-

C. Hipofisis
- Akromegali
11. Fungsi Genital
:Tidak ditanyakan
: Tidak ditanyakan

12. Susunan Saraf


22

- Hipoastesia

: Tidak

- Sakit kepala : Ya

- Parastesia

: Tidak

- Gerakan tics : Tidak

- Paralisis

: Tidak

13. Panca Indera


- Penglihatan

: Baik

- Pengecapan : Baik

- Pendengaran

: Baik

- Perasaan

: Baik

- Penciuman

: Baik
: Tidak

14. Psikis
- Mudah tersinggung

: Tidak

- Pelupa

- Takut

: Tidak

- Lekas marah : Tidak

- Gelisah

: Tidak

15. Keadaan Sosial


- Pekerjaan

: wiraswasta

- Hygiene

: baik

Anamnesa Penyakit Terdahulu

: Hipertensi dan DM

Riwayat Pemakaian obat

: Captopril dan Glibenklamid

Anamnesa Penyakit Veneris


- Bengkak kelenjar regional : Tidak

- Pyuria

: Tidak

- Luka luka di kemaluan

: Tidak

- Bisul bisul : Tidak

Anamnesa Intoksikasi

: Tidak

Anamnesa Makanan :
-

Nasi

: Freq 2x kali sehari

- Sayur

: Ya

Ikan

: Ya

- Daging

: Ya

Anamnesa Family :
-

Penyakit-penyakit family : -

Penyakit seperti orang sakit

Anak-anak : -, Hidup : -, Mati : -

:-

Status Presents
Keadaan Umum :
23

Sensorium

: Compos mentis

Tekanan darah

: 150/90 mmHg

Temperatur

: 36.3C

Pernafasan

: 28 x/menit, reg, tipe pernafasan : Abdominal Thoracal

Nadi

: 92 x/menit, equal, tegangan sedang, volume sedang

Keadaan Penyakit
-

Anemi

Ikterik

Sianose

Dispnoe : Tidak

Edema

: Tidak

- Eritema

: Tidak

: Tidak

- Turgor

: Baik

: Tidak

- Gerakan aktif

: Ya

- Sikap tidur paksa

: Tidak

: Tidak

Keadaan Gizi
BB : 55 kg

TB : 165 cm

RBW = BB : (TB-100 x 100%) = 55 : 65 = 84,6 %


Kesan : Underweight
IMT (Indeks Masa Tubuh)
BB : 55 kg

TB : 165 cm

IMT : BB : (TB)2 = 55 : (1,65)2 = 20,20


Kesan : Normoweight

Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
-

Pertumbuhan rambut

: Normal

Sakit kalau dipegang

: Tidak

Perubahan lokal

: Tidak

a. Muka
24

Sembab

: Tidak

- Parese

: Tidak

Pucat

: Ya

- Gangguan lokal

: Tidak

Kuning

: Tidak

- Ruam kemerahan

: Tidak

- Ikterus

: Tidak

b.Mata
-

Stand mata

: Normal

Gerakan

: Gerak terkonyugasi - Anemia

: Tidak

Exoftalmos

: Tidak

- Reaksi pupil

: RC +/+

Ptosis

: Tidak

- Gangguan lokal

: Tidak

: Tidak

- Bentuk

: Normal

c. Telinga
-

Sekret

Radang

: Tidak

- Atrofi

: Tidak

d.Hidung
-

Sekret

Bentuk

: Tidak

- Benjolan-benjolan

: Tidak

: Normal

e. Bibir
-

Sianosis

Pucat

: Tidak

- Kering

: Tidak

: Ya

- Radang

: Tidak

: Tidak

- Jumlah

: 28 buah

f. Gigi
-

Karies
-

Pertumbuhan : Normal

- Pyorrhoe alveolaris : Tidak

g. Lidah
-

Kering

: Tidak

- Beslag

: Tidak

Pucat

: Tidak

- Tremor

: Tidak

: Tidak

- Membran

: Tidak

h. Tonsil
-

Merah

Bengkak

Beslag

: Tidak

- Angina lacunaris

: Tidak

: Tidak
25

2. Leher
Inspeksi
-

Struma

: Tidak

- Torticolis

: Tidak

Kelenjar bengkak

: Tidak

- Venektasi

: Tidak

- Pulsasi vena

: Terlihat

Palpasi
- Posisi trachea

: Medial

-Tekanan vena jugularis: R+2cmH2O

- Sakit/nyeri tekan

: Tidak

- Kosta servikalis

: Normal

3. Thorax Depan
Inspeksi
-

Bentuk

: Fusiformis

- Venektasi

: Tidak

Simetris/asimetris

: Simetris

- Pembengkakan

: Tidak

Bendungan vena

: Tidak

- Pulsasi verbal

: Tidak

Ketinggalan bernafas : Tidak

- Mammae

: Normal

- Iktus kordis

: Tidak teraba

Palpasi
-

Nyeri tekan

Fremitus suara : Kanan = kiri

a. Lokalisasi

:-

Fremissement

b. Kuat angkat

:-

- Opistotonus

: Tidak
: Tidak

: Tidak

c. Melebar

:-

d. Iktus negatif

:-

Perkusi
-

Suara perkusi paru

: Sonor pada kedua lapangan paru

Batas paru hati

Relatif

: ICS V

Absolut

: ICS VI

Gerakan bebas

: 2 cm

Batas jantung

:
26

Atas

: ICS III Linea Parasternalis Sinistra

Kanan

: ICS IV Linea Sternalis Dextra

Kiri

: ICS V 2 cm Medial Linea Midclavicularis Sinistra

Auskultasi

Paru-paru
o Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru
o Suara tambahan : Tidak Dijumpai

a. Ronkhi basah

: (-)

b. Ronkhi kering

: (-)

c. Krepitasi

: (-)

d. Gesek pleura

: (-)

Cor
o Heart rate

: 92 x/menit, reguler, intensitas sedang

Suara katup

: M1 > M2

A2 > A1

P2 > P1

A2 > P2

o Suara tambahan :
Desah jantung fungsionil/organis
Gesek pericardial/pleurocardial

: Tidak
: Tidak

4. Thorax Belakang
Inspeksi
-

Bentuk

: Fusiformis

Simetris/asimetris: Simetris

Benjolan-benjolan

- Scapula alta

: Tidak

- Ketinggalan bernafas: Tidak

: Tidak

- Venektasi

: Tidak

Palpasi
-

Nyeri tekan

Penonjolan-penonjolan : Tidak

Fremitus suara

: Tidak
: Kanan = kiri

Perkusi
-

Suara perkusi paru

: Sonor pada kedua lapangan paru


27

Batas bawah paru

o Kanan
o Kiri

: proc. Spin. Vert. Thorakalis IX


: proc. Spin. Vert. Thorakalis X

Gerakan bebas

: 2 cm

Auskultasi
-

Suara pernafasan

: Vesikuler pada kedua lapangan paru

Suara tambahan

: Tidak dijumpai

28

5. Abdomen
Inspeksi
- Bengkak

: Tidak

- Venektasi/pembentukan vena

: Tidak

- Gembung

: Tidak

- Sirkulasi kolateral

: Tidak

- Pulsasi

: Tidak

Palpasi
- Defens muskular

: Tidak

- Nyeri tekan

: Tidak

- Lien

: Tidak teraba

- Ren

: Tidak teraba

- Hepar

: Tidak

Perkusi
- Pekak hati

: Ya

- Pekak beralih

: Tidak

Auskultasi
- Peristaltik usus

: (+) Normal, 8x/menit

4. Genitalia
-

Luka

Hernia

: TDP

- Nanah

: TDP

: TDP

- Sikatriks

: TDP

5. Extremitas
a. Atas

dextra |sinistra
29

Bengkak

: Tidak | Tidak

Merah

: Tidak | Tidak

Stand abnormal

: Tidak | Tidak

Gangguan fungsi : Tidak | Tidak

Tes rumpelit

Reflex :

: Tidak | Tidak

Biceps

:+|+

Triceps

:+|+

Radio periost : + | +
b. Bawah

Dextra | Sinistra

Bengkak

: Tidak | Tidak

Merah

Oedem

Pucat

Ganguuan fungsi : Tidak | Tidak

Varises

: Tidak | Tidak
: Tidak | Tidak
: Ya | Ya
: Tidak | Tidak

Reflex :

KPR

:+|+

APR

:+|+

Struple

:+|+

Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 11/08/2016


Darah

Urin

Hb

3.2 g/dl

Warna

Leukosit

11.500 /L

Reduksi

Led

Protein

Eritrosit

1.1 /L

Bilirubin

Hitung jenis :

Tinja
.

Urobilinogen

Eosinofil

1%

Sedimen

Basofil

0%

Eritrosit
30

N. Stab

0%

Leukosit

N. seg

87 %

Silinder

Limfosit

7%

Epitel

Monosit

5%

GDS

109 mg/dl

Fungsi ginjal :
Ureum

45 mg/dl

Kreatinin

5.98 mg/dl

Asam Urat

9.5 mg/dl

Bilirubin Total

Fungsi Hati
0.26 mg/dl

Bilirubin Direk

0.12 mg/dl

Alkali Phospat

152 U/I

Protein Total

5.82 g/dl

Albumin

2.89 g/dl

Globulin

2.93 g/dl

Elektrolit
137 mEq/L

Natrium (Na)
Kalium (K)

4.7 mEq/L

Chloride (Cl)

102 mEq/L

Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 13/08/2016


Darah

Urin

Hb

6.4 g/dl

Warna

Leukosit

11.900 /L

Reduksi

Led

86 mm/jam

Protein

Eritrosit

2.2 /L

Bilirubin

Hitung jenis :

Tinja
.

Urobilinogen
31

Eosinofil

2%

Sedimen

Basofil

0%

Eritrosit

N. Stab

0%

Leukosit

N. seg

90 %

Silinder

Limfosit

5%

Epitel

Monosit

3%

Fungsi ginjal :
Ureum

170 mg/dl

Kreatinin

4.11 mg/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15/08/2016


Darah

Urin

Hb

9.4 g/dl

Warna

Leukosit

6.600 /L

Reduksi

Led

Protein

Eritrosit

3.3 /L

Bilirubin

Hitung jenis :

Tinja
.

Urobilinogen

Eosinofil

1%

Sedimen

Basofil

0%

Eritrosit

N. Stab

0%

Leukosit

N. seg

84 %

Silinder

Limfosit

10 %

Epitel

Monosit

5%

Fungsi ginjal :
Ureum

165 mg/dl

Kreatinin

4.97 mg/dl
32

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16/08/2016


Darah
Fungsi ginjal :

Urin

Tinja

Warna

Ureum

147 mg/dl

Reduksi

Kreatinin

3.34 mg/dl

Protein
Bilirubin
Urobilinogen
Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Silinder

Hasil Foto Thorax tanggal 12/08/2016


Sinus costoprenicus normal. Diaphragma normal.
Jantung

: CTR >50%

Paru

: tampak gambaran infiltrat diparahiler

Kesan : cardiomegali + edem paru


RESUME
Anamnesa
Keluhan utama

: muka pucat

Telaah

: Muka pucat (+). Mual muntah (+). Pasien juga


mengeluhkan pusing (+), lemas (+), kadang disertai
dengan

mata

berkunang-kunang

dan

os

mengeluhkan sering merasakan tengkuk tegang dan


kadang merasakan sakit kepala dan disertai dengan
oyong (+). Sering kencing terutama pada malam hari
(+) dan pasien juga merasakan cepat merasa haus
walaupun

sudah

banyak

minum.

Os

juga

mengeluhkan cepat merasakan lapar, sehingga


33

membuat os banyak makan. Penurunan berat badan


(+) yang dirasakan beberpa bulan ini. Batuk (-),
sesak (-), perut bengkak (-), kaki bengkak (-). Os
mengatakan bahwa ibu kandung os menderita DM.
BAK (+) normal tidak disertai batu (disangkal),
BAB (+) normal.
RPT

: Hipertensi (+), DM (+)

RPK

: DM (+)

RPO

: Captopril, Glibenclamide

Status Present :
Keadaan umum

Keadaan Penyakit

Keadaan Gizi

Sensorium: Compos Mentis

Anemia : Tidak

TB = 165 cm

Tekanan Darah : 150/90mmHg

Ikterus : Tidak

BB = 55 kg

Nadi : 92x/menit

Sianosis : Tidak

RBW= BB : (TB-

Nafas: 28 x/menit

Dyspnoe : Tidak

Suhu : 36.3C

Edema : Tidak
Eritema : Tidak

100)x100% = 55 :65
= 84,6
Kesan : underweight

Turgor : Baik
Gerakan aktif : Ya
Sikap paksa : Tidak

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: Muka pucat

34

Leher

: Dalam batas normal

Thoraks

: Oedem paru

Abdomen

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Dalam batas normal

Pemeriksaan Laboratorium

Urin : Tidak dilakukan pemeriksaan


Darah : Haemoglobin , Eritrosit , Haematokrit , N. stab , N. seg

Limfosit , Ureum , Kreatinin , Asam Urat


Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan
Dll
:-

Diagnosa Banding :
CKD stage IV ec Hipertensi nefropati
CKD stage IV ec Diabetik nefropati
CKD stage IV ec PNC
CKD stage IV ec GNC
Diagnosa Sementara : CKD stage IV ec Hipertensi nefropati
Terapi :
-

Aktifitas

: Tirah Baring

Diet

: Diet ginjal

Medikamentosa

IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ondansentron 8 mg/12 jam
Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
Insulin 0,5 mg/kgbb
Losartan 1x50 mg
Amlodipin 1x10 mg
Curcuma syr 2xcth
Allopurinol
Transfusi PRC 2 bag

35

Pemeriksaan Anjuran/Usul

Darah Lengkap

Urinalisa

KGD Puasa/Ad random

HbA1c

USG abdomen

Foto thorak

DISKUSI KASUS

No
1

Penyaki

Teori

t
CKD

Anamnesis

Muka pucat

Lemah

Letargi

Anoreksia

Kasus
Anamnesis

Muka pucat (+)

Lemah (+)

Tidak dijumpai letargi

Anoreksia (+)

Mual (+)

Tidak dijumpai
nokturia

Mual muntah

Nokturia

Sakit kepala

Sesak nafas

Pruritus

Penurunan berat badan

Sakit kepala (+)

Sesak napas(-)

Pruritus (-)

Penurunan berat badan


(+)

Perikarditis tidak
dijumpai

Anemia (-)

Kejang (-)

36

Perikarditis

Anemia

Kejang

Nafas bau ammonia

Neuropati perifer

Pemeriksaaan Fisik
Vital sign :
- Compos Mentis
- Normotensi
- Heart Rate Normal
- Respiratory Rate Normal

Nafas bau ammonia (+)

Neuropati perifer (-)

Vital sign :

Sensorium: Compos Mentis


Tekanan Darah : 150/90mmHg
Nadi : 92x/menit

Kepala
Conjungtiva anemis
Extremitas
Oedem

Nafas: 28 x/menit

Kepala
Conjungtiva anemis
Extremitas
Atas : Oedem (+)
Bawah : Oedem (+)

37

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Darah

Ureum
Kreatinin

2. Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Ureum
Kreatinin
2. Pemeriksaan Urin tidak
dilakukan

Diagnosis
CKD stage IV ec
Hipertensi nefropati
Penatalaksanaan
1. Terapi spesifik
berdasarkan penyakit
dasarnya
2. Evaluasi dan
penanganan kondisi
komorbid
3. Memperlambat
kerusakan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi

Diagnosis

CKD stage IV ec

Hipertensi nefropati
Penatalaksanaan
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ondansentron 8
mg/12 jam
Inj. Ceftriaxon 1gr/12

jam
Insulin 0,5 mg/kgbb
Losartan 1x50 mg
Amlodipin 1x10 mg
Curcuma syr 2xcth
Allopurinol
Transfusi PRC 2 bag

penyakit komplikasi
6. Penggantian fungsi
ginjal dengan dialisis
atau bahkan
transplantasi ginjal
Komplikasi

Kerusakan ginjal

dengan LFG normal


Kerusakan ginjal

Komplikasi

dengan penurunan LFG


38

ringan
Penurunan LFG sedang
Penurunan LFG berat
Gagal ginjal

39

DAFTAR PUSTAKA

Altntepe, Gezgin, Tonbul. (2005). Etiology and prognosis in 36


acute renal failurecases related to pregnancy in central anatolia. Eur J
Gen Med; 2(3): 110-113

Bajpai. 1989. Histologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara

Clarkson MR, Friedewald JJ, Eustace JA, Rabb H. 2007. Acute kidney
injury. In: Brenner BM, ed. Brenner & Rector's The Kidney. 8th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier:chap. 29.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Davey, Patrick. 2003. Medicine at a Glance. Jakarta : Erlangga

Hadi, S., 1996. Penatalaksanaan Gagal ginjal Akut. Dexa Media, 9(4),
pp.27-34.

Hadi, Sjahfiri. 1996. Penatalaksanaan Gagal ginjal Akut. Malang : Sub


Bagian Ginjal Hipertensi Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK UNIBRAW
RS Dr. Saiful Anwar Malang

Nuswantari, Dyah. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta:


Sagung Seto

Sherwood, L. 2002. Sistem Kemih. Dalam: Fisiologi Manusia: dari Sel ke


Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

40

Sinto, Robert, Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury :


Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FK UI

Sinto, Robert. Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan


Klinis dan Tata Laksana. Majalah Kedokteran Indonesia

Volume 6(2). Hal 81 88.

41

You might also like