Professional Documents
Culture Documents
1.1
Latar Belakang.
Swedia merupakan salah satu negara terbesar di kawasan Benua Biru yang
dikenal sebagi negara yang makmur dan lebih memilih sikap pasif dalam politik
internasional.1 Namun beberapa tahun yang lalu dunia dikejutkan dengan sikap
Swedia yang secara terang-terangan mengakui kedaulatan Palestina dari hegemoni
Israel. Tentunya tindakan Swedia terhadap Palestina memiliki penafsiran lain
sehingga sebagian besar masyarakat intenasional menganggap bahwa pengakuan
tersebut didasarkan pada kepentingan nasional. Sejatinya Palestina merupakan
salah satu negara yang memiliki kandungan gas terbesar di dunia sehingga banyak
negara Eropa melirik Palestina sebagai negara yang menjanjikan. Jadi sangat wajar
ketika muncul asumsi bahwa pengakuan Swedia tehadap Palestina tidak lepas dari
bias kepentingan.
Konflik Israel dan Palestina merupakan salah satu kisah-klasik dalam
percaturan politik internasional. Keinginan Palestina untuk mendirikan negara
berdaulat di tepi Barat dan Jalur Gaza serta Yarusalem Timur mendapat reaksi
negative dari Israel. Pada tahun 1967 Palestina berkeinginan untuk mengambil
wilayah yang dikuasai Israel, namun perang yang berlangsung selama enam hari
membuat Palestina mengalami kekalahan sehingga beberapa wilayah dari mereka
terpaksa jatuh ke tangan bangsa Yahudi.2 Kemudian pada tahun 1988, pimpinan
tertinggi Palestinan Yasser Arafat secara sepihak mendeklarasikan berdirinya
Palestina menuju negara berdaulat.3 Dalam deklarasi tersebut sekitar 100 negara
termasuk negara Arab dan negara non blok langsung memberikan pengakuan
domestik Swedia sebagai negara industri. Apalagi Swedia memiliki kekayaan alam
mineral khususnya pada biji besi tentunya sangat membutuhkan sumber energi
dalam pengolahannya menjadi Besi Baja, Mesin, serta pada pembuatan Kapal.
Selain itu, Swedia memiliki deposit mineral lainnya seperti Seng, Timah, Tembaga,
Perak, dan Uranium.13 Ini semakin menunjukkan bahwa dukungan Swedia terhadap
Palestina memiliki unsur kepentingan bukan hanya dari segi perdagangan tapi juga
reputasi sebagai negara yang menjujung tinggi nilai perdamaian dunia.
Swedia yang dikenal sebagai negara hijau selalu menjadi sorotan dunia
internasional. Kelihaian negara hijau dalam mensejahterakan rakyatnya telah
dilakukan dengan berbagai cara yaitu pengolahan sampah menjadi sumber energi
serta memberikan perlakuan yang baik bagi seluruh rakyatnya. Kendati pun Swedia
menggunakan sampah sebagai cadangan energi dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Namun upaya tersebut belum cukup untuk menopang kebutuhan
domestik sehingga negara hijau ini terpaksa mengimpor sampah dari negara lain
yang akan diolah menjadi sumber energi listrik dan bahan bakar kendaraan seperti
Kereta Api, Bis dan Mobil. Pengakuan Swedia terhadap Palestina justru melibatkan
Stockholm dalam ketegangan dengan Israel. Kendati pun, pengakuan Swedia
terhadap Palestina mendapat reaksi keras dari Benjamin Netanyahu selaku perdana
mentri Israel. Oleh sebab itu, pengakuan Swedia atas Palestina memungkinkan
menjadi bumerang terhadap Stockholm atas munculnya kecaman dari negara sekutu
Israel.
Setelah Swedia resmi mengakui kedaulatan Palestina hubungan kedua
negara langsung menguat dibuktikan pada tanggal 10 Februari 2015 pembukaan
kedutaan Palestina di Stockholm.14 Kebijakan tersebut menimbulkan kecaman dari
pihak Israel dan AS. Mereka menganggap bahwa keputusan Swedia mengakui
kedaulatan Palestina bersifat primatur dan bias kepentingan. Tapi tuduhan AS dan
Israel telah di pertegas oleh Wallstrom bahwa AS bukan menjadi penentu
13
Pete. Profil Lengkap Negara Swedia Agustus 2014.< Http://Www.Kembangpete.Com > Diakses
20 Februari 2016
14
Reuters. Palestine Opens Its First Embassy In Westrn Europe. Februari
2015.<Http://Tribune.Com. > Diakse 21 Februari 2016
kebijakan luar negeri Swedia.15 Ini menunjukkan bahwa pengakuan Swedia atas
Palestina telah merubah konstalasi politik di dalam kubu Uni Eropa yang
memunculkan titik anomali atas perseteruan antara Stockholm dan Washington.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini ditujukan
Hans. J Morgenthau dalam menjabarkan politik luar negeri Swedia. Secara istilah
kepentingan nasional ( national interest) sampai saat ini belum memiliki defenisi
tunggal. Namun dalam pandangan realisme kepentingan nasional memiliki
penafsiran yang berbeda dari setiap ahli. Untuk melihat lebih jauh, konsep
kepentingan memiliki kaitan erat dengan kekuasaan sehingga kepentingan nasional
menjadi salah satu instrumen untuk memperoleh kekuasaan ( power).16 Menurut
Morgenthau Power merupakan Kontrol Manusia Terhadap Fikiran Dan Tindakan
Manusia Dengan Yang Lain.17 Sedangkan menurut Robert Dhal power adalah
The Ability To Shif The Probability Of Outcome. Selain itu, Dhal mengungkapkan
banwa power dapat dilihat sebagai suatu yang paling berkaitan dengan relationship
15
antara dua aktor politik seperti individu, kelompok, partai politik pemerintahan dan
oraganisasi internasional.18 Jadi dari beberapa defenisi power di atas menunjukkan
hubungan yang sangat signifikan dengan kepentingan suatu negara terhadap bangsa
lain.
Kepentingan nasional merupakan bentuk politik luar negeri. Oleh sebab itu,
untuk lebih lanjut menjalaskan politik luar negeri, maka penulis meminjam
pemikiran Carlton Clymer Rodee Et Al bahwa politik luar negeri merupakan pola
perilaku yang diwujudkan oleh suatu negara sewaktu merumuskan kepentingannya
terhadap negara lain. Kebijakan tersebut ditempuh dengan cara menentukan tujuan,
menyusun prioritas, menggerakkan mesin pengambilan keputusan, mengelola
sumber daya alam dan manusia dalam persaingan internasional.19 Dari defenisi
Rodee mengindikasikan bahwa kepentingan nasional tidak bisa lapas dari politik
luar negeri dan menjadi kata kunci dalam pergaulan internasional.
Menurut teoritis Morgenthau, kepentingan nasional merupakan konsep
politik yang sering digunakan oleh aktor dalam menjalankan hubungan kerjasama
dengan negara lain. Karenanya, Morgentahu menjelaskan bahwa kepentingan
nasional adalah cara untuk bertahan hidup (survive) yang bertujuan melindungi
identitas fisik, politik dan budaya dari gangguan negara lain. 20 Maksud dari logika
Morgenthau bahwa suatu negara harus bisa mempertahankan integrasi wilayahnya
(physical identity) dan identitas politik serta mempertahankan rezim ekonomi
politiknya. Kemudian menurut Cendikiawan Federick L Schumann, Morgenthau,
George F. Kennan mengasumsikan bahwa kepentingan nasional sangat
berpengaruh terhadap diplomasi antarnegara dalam proses pencapaian tujuan. Jadi
dari beberapa defenisi di atas maka penulis manarik satu kesimpulan bahwa
kepentingan nasional merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi dan
mempertahankan kepentingan dari gangguan eksternal dalam proses pencapaian
tujuan. Kemudian untuk menjelaskan bentuk-bentuk kepentingan nasional
18
P. Anthonius Sitepu. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011.P 184
Syahrul. Serangan Rusia Ke Krimea Sebagai Instrumen Balance Of Power Terhadap NATO.
Thesis Ugm. P. 12
20
P. Anthonius Sitepu. Ibid. P. 164
19
Morgentau, maka penulis memilih dua pendekatan yaitu Keamanan Ekonomi dan
keamanan nasional. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai
pertimbangan bahwa kedua pendekatan tersebut memiliki hubungan yang erat
terhadap prilaku Swedia mengakui kedaulatan Palestina.
a.
National Security.
24
Moore C. Robert & Dr Dennis V. Hickey. The Sino-Japanese East China Sea Dispute. Analysis
Of The Issues And Potential Resolutions.PLS 680, Section 3 July 2009. P. 1
25
Oppenheim, Felix E. National Interest, Rationality, And Morality In Political Theory, Vol. 15,
NO. 3; 1987. P. 370
26
B. Dicision Making.
Setiap negara pasti akan memutuskan kebijakan luar negerinya berdasarkan
dengan apa yang menjadi kepentingan nasionalnya. Untuk mencapai tujuan
nasional maka negara akan melakukan perhitungan secara rasional sebelum
merumuskan kebijakan. Politik luar negeri suatu negara dilakukan atas adanya
respon terhadap prilaku negara lain. Pengambilan keputusan akan selalu dilakukan
dengan pilihan rasional bahwa negara akan menghitung atau menganalisis dari
alternatif-alternatif yang ada serta menentukan sebuah pilihan yang dianggap paling
menguntungkan untuk dijadikan sebagai respon dalam politik luar negeri.29
Maksudnya bahwa sebelum suatu negara merumuskan kebijakan politik luar
negerinya terhadap negara lain, maka terlebi-dahulu melewati kalkulasi cost and
benefit. Sehinga setiap keputusan yang diambil pasti memiliki bias kepentingan.
Dalam kajian studi hubungan internasional selalu memiliki pandangan yang
berbeda terhadap suatu fenomena sehingga hal tersebut menjadi keunikan dan daya
tarik dalam mempelajari hubungan internasional. Seperti halnya terhadap
pengambilan keputusan politik luar negeri yang memiliki banyak penafsiran.
Bahkan ada yang menganggap
Namun dalam
bahasan ini, penulis akan menggunakan teori Graham Alison sebagai landasan
pengambilan keputusan politik luar negeri Swedia.
a. Rational Actor
Pada dasarnya bahwa pengambilan keputusan tidak lepas dari upaya
mengejar kepentingan. Sehingga Alison mengungkapkan bahwa prilaku negara
sebagai aktor individu yang rasional dan sempurna diasumsikan memiliki
pengetahuan yang sempurna terhadap situasi dan mencoba untuk memaksimalkan
nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada.31 Dalam pengambilan keputusan,
29
10
11
merumuskan kebijakan politik luar negerinya. Selain itu negara biasanya bersifat
pasif serta memiliki acuan dalam mengatasi masalah bahwa apa yang akan terjadi
pada suatu waktu bisa diramalkan dengan melihat apa yang telah terjadi
sebelumnya. Keputusan Swedia mengakui kedaulatan Palestina tentunya memiliki
acuan terhadap nilai kemanusiaan bahwa telah sekian lama kedua negara berperang
tanpa ada titik celah untuk menuju perdamaian.34 Hal tersebut diungkapkan atas
dasar bahwa selama ini Swedia dikenal sebagai negara yang patuh terhadap hukum
internasional dan sangat menjunjung nilai perdamaian. Sehingga jika negara hijau
tidak memberikan pengakuan maka apa yang selama ini diperjuangkan akan
menjadi sia-sia dalam artian hilangnya citra di mata negara lain.
Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi
para pengambil keputusan (decision makers) dari masing-masing negara sebelum
merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Pengambilan keputusan suatu
negara selalu di warnai oleh kepentingan sehingga kedua unsur tersebut tidak bisa
terpisah antara satu sama lain khususnya dalam politik luar negeri. 35 Dan bahkan
dalam setiap langkah kebijakan politik luar negeri ( foreign policy) membutuhkan
landasan kepentingan nasional supaya ter-arah dan fokus dalam suatu titik tujuan.36
Oleh sebab itu, pengakuan Swedia terhadap Palestina bukan berlandaskan pada satu
aktor individu tapi berlandakan pada keputusan bersama dalam birokrasi
Stockholm.
Dari dua pendekatan di atas dipilih berdasarkan pada kinerja teori yang
sesuai dengan politik luar negeri Swedia. Pengakuan Swedia terhadap Palestina
tentunya memiliki nilai kepentingan baik secara ekonomi maupun keamanan
nasional. Selain itu sebelum pengakuan dilakukan, sebelumnya dilakukan beberapa
proses pengambilan keputusan seperti rasional aktor dan proses organisasi yang
bertujuan untuk mencari kepentingan dalam bertahan hidup (survive). Dalam
pengambilan keputusan tentunya telah dibungkus oleh sebuah kepentingan negara,
34
Ibid, P.95-96
T. May Rudy, Study Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin,
Refika Aditama, Bandung, 2002. P. 116
36
T. May Rudy. Op.,, Cit.
35
12
karena pada hakikatnya setiap prilaku negara terhadap bangsa lain pasti memiliki
sejumlah kepentingan. Oleh sebab itu pengakuan Swedia terhadap kedaulatan
Palestina juga memiliki sejumlah kepentingan. Dari dua pendekatan di atas akan
dijadikan sebagai pisau analisis dalam melihat politik luar negeri Swedia terhadap
Palestina pada tahun 2014 silam.
1.3.1
Operasionalisasi Teori
Dalam bahasan ini akan menggunakan konsep kepentingan nasional
13
Metode penelitian
Studi ini mengangkat kasus di Timur Tengah dengan melihat pengakuan
Swedia terhadap kedaulatan Palestina. Penelitian ini bersifat kualitatif yang sifatnya
menggambarkan dan menjelaskan politik luar negeri Swedia. Kemudian hubungan
antara penelitian dengan sumber literatur akan memberi data dan informasi yang
lebih baik mengenai nilai-nilai yang diteliti. Selain itu, kegunaan metode ini akan
mempermudah dalam pencarian data dan informasi mengenai kebijakan politik luar
negeri Swedia mengakui kedaulatan Palestina. Tetap mengacu pada metode
penelitian bahwa dalam riset ini akan mengunakan metode pengumpulan data yang
Twenty Years Since Sweden Voted To Join The EU - Whats Changed?. November 2014
<Http://Www.Theguardian.Com > Diakses 22 Februari 2016
37
14
akan digunakan melalui studi pustaka (library research). Adapun studi pustaka
yang dimaksud yaitu pencarian berbagai informasi dan konsep yang dibuat oleh
para ahli dalam bentuk buku, jurnal karya tulis ilmia, artikel internet dengan
menggunakan situs yang resmi, serta segala informasi yang berkaitan denga tema
dan diakui kebenarannya.
Ada dua rasionalitas penulis menggunakan studi ini. Pertama penulis
merasa penelitian tentang politik luar negeri Swedia merupakan suatu keunikan
tersendiri karena kita ketahui bahwa Swedia merupakan salah satu negara yang
pasif dalam pergaulan internasional. Kedua penulis merasa memiliki keterbatasan
untuk melakukan studi dalam menelusuri kebijakan luar negeri Stockholm karena
kasus ini terbilang baru sehingga masih sangat sediki peneliti yang mengkajinya.
Oleh sebab itu penulis menyadari keterbatasan untuk memperoleh data yang
sempurna sehingga dilakukan beberapa metode untuk mengumpulkan data
sebanyak mungkin. Kemudian data tersebuat akan diolah sesuai dengan teori dan
konsep di atas.
1.5
Argumen Utama.
Kepentingan menjadi dasar suatu negara untuk menjalin hubungan
kerjasama terhadap bangsa lain. Dalam pandangan realis melihat negara bersifat
egois dan anarki terhadap negara lain sehingga lebih mementingkan
kepentingannya. Karenanya, dalam penelitian ini penulis mengungkapkan bahwa
pengakuan Swedia terhadap Palestina memiliki bias kepentingan yaitu kepentingan
nasional khususnya pada keamanan nasional dan ekonomi yang dirumuskan dalam
pengambilan keputusan (decision making) dengan mengunakan beberapa
pendekatan seperti rasional aktor dan proses organisasi. Hal tersebut menjadi dasar
pengambilan keputusan Swedia dalam mengakui kedaulatan Palestina.
1.6
Sistimatika Penulisan
Bab I bertujuan untuk mengungkap salah-satu landasan pemikiran serta
respon Israel
Palestina. Dalam Bab ini berusaha untuk memberi pemahaman kepada pembaca
tentang pokok permasalahan Swedia dan Palestina. Bab awal terdiri dari Latar
15
mengakui kedaulatan Palestina sehingga tujuan dari bab II yang ingin mengungkap
Latar Belakang pengakuan kedaulatan akan diperjelas dalam bab ini. Kemudian
Pada tengah tulisan sebagai kerangka inti, Bab IV menjelaskan pengakuan
kedaulatan Palestina sebagai bentuk kepentingan Swedia baik secara nasional
maupun internasional. Sehingga Dalam Bab ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca bahwa pengakuan Swedia terhadap kedaulatan
Palestina adalah bentuk kepentingan baik dari segi ekonomi maupun dalam
meningkatkan reputasi di dunia internasional. Pada Bab V akan menjadi bagian
penutup dan akan memberikan kesimpulan dari penelitian dan refleksi teoritis atas
kasus yang diteliti.
DFTAR PUSTAKA
BUKU.
Morgenthau, Hans J. Pilitices Among Nations. Edisi Bahasa Indonesia.
Politik Antar Bangsa. Diterjemahkan Oleh S. Maimoen, A.M. Fatwan, Cecep
Sudradjad. Yayasan Obor Pustaka Indoneasia. 2010.
Sitepu P. Anthonius. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 2011.
Hara Abubakar Eby PhD. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri, Dari
Realisme Sampai Konstruktivisme. Nuansa. Bandung. 2011.
Rudy T. May, Study Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional
Pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung. 2002.
Burchill,Scott & Linklater, Andrew, Theory Of International Relation,
Edisi Bahasa Indonesia. Teori Hubungan Internasional, Diterjemahkan Oleh M.
Soborin, Nusa Media. 2011.
JURNAL
Nincic, Miroslav. The National Interest and Its Interpretation in The
Review of Politics, Vol. 61, No. 1 1999. P. 29-55.
16
17
18