You are on page 1of 2

PROGRAM WHO 2030

Data WHO Multicenter Study tahun 1998 menemukan bahwa terdapat sekitar 240 juta
(4,2%) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran. Sekitar 4,6% di antaranya ada di
Indonesia. Data tersebut sekaligus menobatkan Indonesia sebagai negara nomer 4 tertinggi di
dunia yang memiliki jumlah penderita gangguan pendengaran setelah Sri Lanka (8,8%),
Myanmar (8,4%) dan India (6,3%).
Karena kebanyakan kasus gangguan pendengaran dan ketulian lebih banyak terjadi di
Asia Tenggara, WHO mencanangkan program Sound Hearing 2030. Tujuannya adalah agar
setiap penduduk di Asia Tenggara memiliki hak untuk memiliki derajat kesehatan telinga dan
pendengaran yang optimal di tahun 2030 nanti.Pemerintah merespon program ini dengan
membentuk Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas
PGPKT) pada tanggal 14 Deember 2007. Komnas PGPKT menargetkan angka penderita
gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia akan turun sebanyak 50% di tahun 2015 dan
akan tersisa 10% pada tahun 2030.
Tingginya kasus gangguan pendengaran di Indonesia ini disebabkan oleh penyakit telinga
luar, penyumbatan kotoran terlinga, kista, tuli akibat obat dan tuli sejak lahir. Sebagian besar
penyebab gangguan ini sebenarnya dapat dicegah. Oleh karena itu, Komnas PGPKT mulai
menggencarkan kampanye di sekolah-sekolah agar para siswa menjaga kebersihan dan kesehatan
telinga.
Untuk kasus tuli sejak lahir, kemenkes dan komnas PGPKT akan memberikan
penyuluhan kepada ibu hamil agar menjaga kesehatan janin. Infeksi bakteri ketika masa
kehamilan diketahui mempengaruhi perkembangan saraf dan fisik bayi.

Sumber

https://idtesis.com/komite-nasional-penanggulangan-gangguan-pendengaran-dan-

ketulian-komnas-pgpkt/ diakses pada tanggal 27/10/2016 pada pukul 22.19

You might also like