You are on page 1of 32

KELAINAN KONGINETAL PADA

KESEHATAN REPRODUKSI
Kelainan Tuba Falopii

Oleh :

Qoni Oktanti

105070600111035

Lismawati

105070600111036

Nilna Asyrofatul Ulumiyah


Made Wiwin Indriani

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
lancar.
Penulis menyusun makalah berjudul Kelainan Tuba Falopii guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Kelainan Kongenital Pada Kesehatan Reproduksi di
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
atas bimbingan Ibu Uswatun Khasanah M.Keb. selaku dosen pengajar mata kuliah
ini.
Makalah ini berisi tentang segala hal yang berkaitan dengan Kelianan pada
Tuba Falopii.
Demi tercapainya kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Malang, 18 April 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

Tuba Fallopi, yang dikenal juga sebagai oviduk atau buluh rahim, adalah dua
buah saluran yang sangat halus dan tipis sebesar ujung pensil, yang
menghubungkan telur dengan rahim. Karena struktur tersebut, maka saluran ini
dapat dengan mudah menjadi tersumbat. Tuba fallopi panjangnya berkisar antara
7 hingga 14 cm. Ketika sebuah sel telur (ovum) berkembang dalam sebuah indung
telur (ovarium), ia diselubungi oleh sebuah lapisan yang dikenal dengan nama
follikel ovarium. Pada saat ovum mengalami kematangan, folikel dan dinding
ovarium akan runtuh, membuat ovum dapat berpindah dan memasuki Tuba
Fallopi. Dari sana perjalanan dilanjutkan ke arah rahim, dengan bantuan
pergerakan dari bulu-bulu tipis pada bagian dalam tuba/saluran ini. Perjalanan ini
menghabiskan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Jika ovum dibuahi
ketika berada di dalam Tuba Fallopi, maka ia akan menempel secara normal di
dalam endometrium ketika mencapai rahim, yang merupakan pertanda terjadinya
kehamilan. Terkadang embrio bukannya menempel pada rahim namun menempel
pada Tuba Fallopi sehingga menghasilkan kehamilan ektopik, yang lebih dikenal
dengan kehamilan di luar kandungan.
Kelaianan kelainan bawaan pada uterus dan kedua tuba adalah kelainan yang
timbul pada pertumbuhan duktus mulleri berupa tidak terbentuknya satu atau
kedua duktus,gangguan dalam kedua duktus,dan gangguan dalam kanalisasi
setelah fusi .Kelainana kelainan tersebut sering disertai oleh kelainan pada traktus
urinarius,sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.

BAB II

PEMBAHASAN
KELAINAN TUBA FALOPI
A. Anatomi Tuba Falopi
Tuba fallopi yang lazim disebut sebagi oviduk berjumlah sepasang.
Tuba falopi terletak pada tepi bebas ligamentum latum dan berfungsi untuk
membawa ovum dari ovarium menuju korpus uteri. Tuba falopi merupakan
sebuah saluran dengan panjang 7-14 cm dan diameter 1-3 mm. Pada
dindingnya terdapat otot untuk peristaltik dan bagian dalamnya berupa
mukosa dinding sel berambut getar. Dengan adanya gerak peristaltik serta
dinding tuba fallopi yang bersilia, ovum kemudian diangkat menuju rahim.
Dengan demikian, tuba fallopi memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk
menyalurkan ovum menuju uterus dan menyediakan lingkungan yang cocok
bagi proses pembuahan dan perkembangan telur sebelum fertilisasi terjadi.
Pada tuba ini dibedakan menjadi 4 bagian :

Pars Interstitialis (intramuralis), yaitu berada di dinding uerus, mulai pada


ostium internum

Pars isthmica: bagian tuba setelah keluar dari dinding uterus (3 6 cm)
bentuk nya lurus dan sempit, berdiameter 2 3mm.

Pars Ampularis, daerah yang berbentuk lengkungan yang terletak diatas


ovarium yang merupakan bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk
S,berdiameter 4 10 mm

4. Infundibulum , Ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut


fimbriae, lubangnya disebut ostium abdominale tubae. Fibra merupakan
bagian tuba falopi yang berfungsi untuk menangkap telur dan
menyalurkannya ke dalam tuba falopi.

B. Patofisiologi Pembentukan Tuba Falopi


Pada masa embrio, terdapat dua bakal saluran embrional yang dapat
berkembang menjadi organ reproduksi bagian dalam. Kedua saluran itu
disebut: duktus mesonefrik (Wolf) dan duktus paramesonefrik (Mller). Pada
perkembangannya, duktus Wolf akan menjadi organ reproduksi bagian dalam
pada laki-laki, sedangkan duktus Mller akan menjadi organ reproduksi
bagian dalam pada perempuan. Adanya hormon testosteron dan hormon
penghambat duktus Mller (Anti-Mllerian Hormone) yang diproduksi oleh
testis akan menstabilkan perkembangan duktus Wolf dan sebaliknya akan
memicu regresi dari duktus Mller. Apabila tidak terdapat testosteron dan
AMH, maka yang berkembang adalah duktus Mller dan duktus Wolf akan
mengalami regresi.
C. Kelainan Tuba Falopi
Kelainan kongenital tuba fallopi adalah kejadian jarang dan sering
dikaitkan dengan kelainan bawaan uterus seperti uterus bicornis. Kelainankelainan bawaan ini merupakan kelainan yang timbul pada pertumbuhan
duktus Mulleri berupa idak terbentuknya satu atau kedua duktus, dan
gangguan dalam kedua duktus, dan gangguan dalam kanalisasi setelah fusi.

Kelainan-kelainan tersebut sering disertai kelainan pada traktus urinarius,


sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.
Apabila satu duktus mulleri tidak terbentuk, terdapat uterus unikornis.
Dalam hal ini vagina dan serviks bentuknya normal, sedangkan uterus hanya
mempunyai satu tanduk serta satu tuba. Apabila kedua duktus mulleri tidak
terbentuk, maka uterus dan vagina tidak ada, kecuali sepertiga bagian bawah
vagina, kedua tuba tidak terbentuk atau terdapat rudimenter uterus.
Kelainan konginetal tuba fallopi termasuk dalam kategori berikut:

Tidak adanya tuba biasanya bagian dari agenesis uterus dan vagina.
Ovarium ada dan tergantung di ligamentum yang luas dalam kasus ini.
Tidak adanya satu tuba dikaitkan dengan letak ovarium, ureter, atau
agenesis ginjal atau kelainan bawaan.

Tidak adanya muskularis ampullary telah dilaporkan sebagai kurang


lengkapnya dari lapisan otot dari segmen ampula saluran telur.

Tidak adanya segmen tuba pada tuba proksimal juga telah dilaporkan.

Aksesori tuba dapat berasal dari setiap segmen dari tuba fallopi, meskipun
itu tidak terhubung dengan lumen saluran telur. osmium perut dari aksesori
tuba biasanya ditemukan di sekitar oviduct primer.

Anomali terkait dengan dietilstilbestrol (DES) dalam rahim perempuan


yang terpapar dapat terlihat dengan tepat di ostium tuba fallopi, fimbriae
menyempit, pendek, atau tuba fallopi berbelit-belit. kondisi klinis dapat
menyebabkan infertilitas wanita dan tidak dapat dideteksi oleh
histerosalpingogram. Selain itu salpingitis isthmica nodosa dapat
mengikuti paparan DES selama kehamilan.

Duplikasi tuba dianggap oleh beberapa dokter sebagai bentuk aksesori


tuba, meskipun dalam literatur, itu ada sebagai kondisi yang terpisah.

D. Anomali kongenital Struktural


Anomali kongenital Struktural tuba jarang terjadi. Kemudian kelainan
struktural paling parah yang sering terjadi adalah tidak terbentuknya saluran
reproduksi, yaitu vagina, uterus dserta tuba falopi.kelainan ini terjadi akibat
kelainan embriologis perkembangan duktus muller. Akibat dari kelainan ini

merupakan penyebab utama amenorea primer.Adanya segmen tuba, tuba


duplikasi, dan tuba aksesori semuanya telah dilaporkan. Tuba aksesori
mungkin hadir di sebanyak 60% dari pasien dan paling sering bilateral.
Saluran tuba berkembang dari ujung distal berpasangan dengan ductus
mullerian dan terbentang dari bagian superolateral rahim. Sejumlah cacat
bawaan diperoleh dari saluran tuba telah dijelaskan oleh peneliti dan dibahas
di bawah ini. Penyakit mungkin asimtomatik atau mungkin berhubungan
dengan infertilitas.
Anomali kongenital dari tuba falopi termasuk ostia aksesori, tidak
lengkapnya dari tuba falopi, dan sejumlah sisa-sisa kistik embrio. Sisa-sisa
dari sistem saluran mesonefrik sering hadir di ligamen yang luas atau
berdekatan dengan rahim atau vagina sebagai kista duktus Gartner. Sisa-sisa
dari saluran (mullerian) paramesonefrik pada wanita dapat dilihat sebagai,
kista kecil paratubal.
Kista Paratubal adalah penemuan insidental sering selama operasi
ginekologi untuk kelainan lain atau ditemukan pada pemeriksaan sonografi.
Sebagian besar kista tidak menunjukkan gejala dan lambat tumbuh dan
ditemukan selama dekade ketiga dan keempat kehidupan.
Kista Paratubal biasanya asimtomatik, mereka umumnya terjadi pada
wanita berusia 30-40 tahun dan biasanya ditemukan secara kebetulan selama
operasi untuk alasan ginekologi lainnya. Bersama dengan kista paraovarian,
mereka merupakan 10% dari seluruh massa adneksa. Seringkali ganda dan
kecil tetapi dapat bervariasi dalam ukuran dari 0,5 cm sampai lebih dari 20
cm dan bisa salah dengan massa ovarium. Bila kista berada di dekat dengan
ovarium, mereka disebut kista paraovarian. Kista hidatidosa Morgagni adalah
kista paratubal yang pedunkulata dan dalam kontak dekat dengan ujung
fimbriated dari tabung falopi.
Kista Paratubal biasanya transparan, unilokular, diisi dengan cairan
serosa jernih, dan dilapisi oleh epitel kuboid pipih. Mereka paling umum
merupakan sisa-sisa duktus paramesonefrik tetapi juga dapat berasal dari
mesonefrik atau mesothelial.

Selama kehamilan, kista paratubal dapat tumbuh dengan cepat


menyebabkan torsi. Perubahan menjadi ganas jarangterjadi di dalam kista,
yang sebagian besar adalah tumor serous batas jenis endometrioid dengan
potensi keganasan yang rendah. Diagnosis praoperasi sulit, karena
ultrasonografi tidak bisa membedakan kista paratubal di dekat ovarium dari
kista ovarium. Manajemen adalah eksisi sederhana.
Dalam paparan rahim ke DES telah dikaitkan dengan berbagai
kelainan tuba. Tuba pendek, berbelit-belit atau dengan fimbria layu dan ostia
kecil dan telah dikaitkan dengan ketidaksuburan.
Etiologi bawaan menular dari salpingitis isthmica nodosa belum
terpecahkan. Dalam gangguan ini, divertikula dari mukosa tuba di wilayah
isthmic memperpanjang ke muskularis dan serosa tersebut. Hal ini biasanya
progresif dan berujung pada oklusi tuba dan infertilitas. Salpingitis isthmica
nodosa juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kehamilan
ektopik.Salpingitis isthmica nodosa (SIN) atau tuba divertikulum adalah
kondisi patologis yang diperoleh bahwa hasil dari invasi langsung dari lapisan
muskularis oleh endosalpinx di bagian isthmic dari tuba untuk berbagai jarak
antara lumen dan serosa tersebut. Koreksi bedah dari SIN oleh anastomosis
tubocornual (TCA) atau dengan rekanalisasi transcervical (TCR) dari tabung
telah disarankan.
Terapi konvensional adalah bedah rekonstruksi. Kehamilan dapat
dicapai dengan teknologi reproduksi yang membantu dalam kasus ada tuba
falopi atau ketika ada disfungsional rahim. Ketika rahim dan / atau vagina
tidak ada, embrio transfer ke pengganti yang dapat dimanfaatkan.
Sumbatan bisa juga terjadi karena kelainan bawaan seperti tidak
terbentuknya tuba falopi. Bila terjadi sumbatan maka bisa dilakukan
hidrotubasi. Istilah awamnya, ditiup. Ditiup yang dimaksud bukan seperti
meniup balon. Hidrotubasi dilakukan dengan menyemprotkan cairan ke
dalam rongga rahim untuk menekan tuba falopi agar sumbatan terbuka. Yang
digunakan biasanya cairan infus atau aqua destilata yang bersifat antibiotika.
Sebelumnya

akan

dilakukan

HSG

atau

histerosalpingografi,

untuk

mengetahui adanya sumbatan pada saluran telur, dengan memasukkan cairan

kontras ke dalam rongga rahim melalui vagina. Lalu dilakukan foto rontgen,
sehingga akan terlihat apakah zat tersebut masuk ke saluran falopi atau tidak.
Bila zat kontras tidak dapat masuk ke saluran telur, berarti terjadi
penyumbatan.
E. Torsi Tuba

Definisi:
Torsi tuba adalah rotasi saluran telur sepanjang sumbu panjang yang
menyebabkan obstruksi suplai darah. Insiden prevalensi torsi tuba belum
ditetapkan, melainkan merupakan kejadian klinis jarang.

Etiologi
Etiologi dari torsi tuba tidak diketahui, meskipun ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat diidentifikasi:
- Massa ovarium (ovarium kista atau tumor padat)
- Paraovarian kista
- sebelumnya ligasi tuba
- Sebelumnya operasi panggul
- Hydro atau pyosalpinx

Klasifikasi
Torsi Tuba dapat terjadi sebagai berikut:
1. Terisolasi, torsi tuba unilateral tanpa ovarium
2. Terisolasi, torsi tuba bilateral tanpa ovarium
3. Adneksa torsi (ovarium dan tuba terlibat)

Diagnosa
Diagnosis tercapai berdasarkan gejala timbulnya mendadak sakit perut di
kuadran bawah dan panggul. Nyeri biasanya saat pada wanita usia
reproduksi

dan remaja serta kasus menopause telah dilaporkan dan

terletak di sisi tuba yang terkena dampak atau bilateral, jika kedua tuba
tersebut bengkok. Mual dan muntah yang berhubungan dengan nyeri
akibat iritasi peritoneal. Meskipun, gejala-gejala ini tidak spesifik untuk
torsi tuba atau adneksa, indeks kecurigaan yang tinggi dapat memberikan
panduan untuk menetapkan diagnosis dan penyelamatan potensi tuba atau

adneksa. Diagnosis sering tertunda karena kelangkaan kejadian klinis, dan


pemeriksaan yang lama untuk menyingkirkan penyebab yang lebih umum
dari nyeri akut abdomen-pelvis itu sering mengambil waktu. Torsi aksesori
atau duplikasi saluran tuba juga dapat terjadi dengan simtomatologi
serupa. Teknologi pencitraan digunakan untuk pemeriksaan evaluasi nyeri
perut dan panggul. ultrasound dapat menunjukkan massa unilateral atau
bilateral homogen lobulated, berdekatan dengan rahim. Magnetic
resonance imaging (MRI) mengidentifikasi massa pseudo-encapsulated
dengan wilayah homogen. Juga, penggunaan computed tomography telah
dilaporkan. Tak satu pun dari teknik ini dapat membedakan torsi dari
tabung falopi dari massa panggul lainnya, endometrioma. Diagnostik
laparoskopi memberikan diagnosa pasti dini sangat penting untuk
meningkatkan kemungkinan penyelamatan dari tuba falopi atau adneksa.
Terutama penting untuk menekankan bahwa gejala torsi tuba falopii adalah
pemeriksaan fisik (termasuk evaluasi panggul), dan studi pencitraan
diagnostik memiliki korelasi yang sangat buruk, sehingga nilai laparoskopi
diagnostik tak tergantikan.

Diagnosa banding
-

Apendisitis

Endometrioma

hemoragik kista ovarium

cryptomenorhea (nyeri panggul yang parah pada siklus menstruasi


pertama beberapa biasanya ada massa panggul)

kelainan bawaan

Terapi : laparoskopi

F. Tubal Prolaps

Definisi
Tubal prolaps didefinisikan sebagai adanya tuba fallopi dalam cuff vagina
setelah histerektomi total.

Insidensi
Insiden saluran telur prolaps tidak diketahui, meskipun komplikasi yang
jarang terjadi.

Etiologi
Tubal prolaps dianggap kondisi iatrogenik disebabkan oleh histerektomi
abdominal atau vagina total. Data klinis terbaru menunjukkan bahwa tuba
prolaps mengikuti histerektomi abdominal pada sekitar 65% kasus dengan
faktor risiko yang sudah ada sebelumnya diidentifikasi sebagai selulitis
cuff, infeksi cuff, hematoma cuff, edema paru postextubation, dan suhu
tinggi.

Terapi
Pengobatan meliputi alvusion dengan kauter ke basis (di mukosa vagina)
atau rilis bedah dengan salpingectomy setelah cuff vagina di buka.

G. Dampak Klinis

Infertilitas
Saluran yang tidak berfungsi dengan baik akan mempersulit proses
kehamilan. Dengan kata lain, adanya gangguan pada saluran falopi bisa
membuat wanita menghadapi masalah infertilitas (ketidaksuburan).
Sebagai gambaran, faktor infertilitas saluran ini berjumlah hampir 25
persen dari seluruh kasus di klinik kesuburan. Dari sebuah situs kesehatan
disebutkan sejumlah gangguan dapat terjadi pada saluran falopi.
Komplikasi yang sering adalah sumbatan.
Saluran falopi yang tersumbat atau rusak dapat menurunkan
fertilitas (kesuburan) karena menghalangi sperma bertemu dengan sel telur
atau menghalangi sel telur masuk ke uterus.

Kehamilan ektopik
Dapat terjadi pembuahan, tetapi embrio tidak dapat tertanam di
rahim, melainkan di saluran falopi. Keadaan ini yang diistilahkan
kehamilan ektopik dan secara umum sering disebut hamil di luar
kandungan (rahim). Risiko kehamilan ektopik akan meningkat seiring
kejadian infeksi pada saluran falopi.

Kehamilan mungkin terjadi walau dengan satu saluran falopi


asalkan tetap memiliki satu atau dua indung telur dan tetap mampu
berovulasi. Kemungkinan kehamilan 50-50 bila terjadi satu sumbatan di
salah satu saluran telur yang sehat. Sebaliknya, bila sumbatan terjadi pada
kedua saluran, kehamilan tidak bisa terjadi.
Secara umum, satu buah telur dikeluarkan oleh salah satu indung
telur setiap bulannya. Sel telur lalu turun ke tuba falopi untuk bertemu
sperma dan terjadilah pembuahan. Telur yang sudah dibuahi akan
meluncur ke dalam rahim. Hanya satu saluran telur yang diperlukan untuk
terjadinya proses ini. Itu sebabnya, bila terjadi sumbatan di salah satu
falopi saja, proses ovulasi dan pembuahan bisa terjadi.
H. Peran Bidan

Melakukan penilaian atau deteksi dini untuk adanya kelainan tuba dan
menyingkirkan adanya infeksi.

Melakukan rujukan ke bidang ginekologi untuk deteksi lebih lanjut.

BAB III
PEMBAHASAN JURNAL SUMBER
Hysterosalpingography:
A Reemerging Study
Hysterosalpingography (HSG) merupakan alat yang penting dalam mengevaluasi
uterus dan tuba fallopi. HSG merupakan evaluasi radiologi pada uterus dan tuba
fallopi, alat ini sebagian besar digunakan untuk mengevaluasi infertilitas. Indikasi
lain untuk HSG termasuk evaluasi pada wanita dengan riwayat abortus spontan
yang berulang, evaluasi postoperatif pada wanita yang menjalani ligasi tuba dan
pemeriksaan bagi pasien sebelum menjalani operasi miomektomi. Terdapat 2
kontraindikasi dilakukannya HSG yakni dalam kondisi hamil dan infeksi pelvis.
Pemeriksaan harus dijadwalknan selama 7-12 hari periode menstruasi (hari 1
menjadi hari pertama keluarnya darah menstruasi). Kondisi endometrium menjadi
tipis selama fase proliferasi ini, suatu keadaan yang memfasilitasi interpretasi
gambar lebih jelas dan juga untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat kehamilan.
HSG merupakan metod yang paling bagus untuk memvisualisasikan dan
mengevaluasi tuba fallopi.

RADIOLOGICALASSESSMENT OF THE UTERUS AND FALLOPIAN


TUBES IN
INFERTILE WOMEN ATABAKALIKI, NIGERIA.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bentuk kelainan dengan menggunakan
Hysterosalpingograms pada pasien yang mendatangi The Radiology Unit of Ebonyi State
University

Teaching

Hospital,

Abakaliki.

188

wanita

yang

menjalani

Hysterosalpingograms antara bulan Januari 2002 sampai Desember 2005 dianalisis.

Rata-rata usia pada penelitian ini adalah 31 tahun. Tercatat kelainan tuba fallopi
sebesar 54,6% dari keseluruhan abnormalitas yang dicatat, kelainan uterus 33,6 %
dan kelainan serviks 11,8%. Hysterosalpingogram merupakan alat yang relevan
dalam mengetahui abnormalitas tuba dan uterus khususnya pada pasien infertil.

Penelitian ini menunjukan bahwa kelainan tuba fallopi mungkin masih menjadi
kontributor yang dominan yang menyebabkan infertilitas dalam komunitas ini.
Hasil penelitian :
143 wanita (54,6%) yang diobservasi dalam penelitian ini mengalami kelainan
tuba fallopi sedangkan 88 orang (33,6%) mengalami kelainan uterus dan sisanya
mengalami kelainan serviks. Kebanyakan dari pasien dengan infertilitas primer
memiliki kelainan tuba fallopi (53,0%) dan sebanyak 42 orang (55,8%) yang
memiliki kelainan tuba dilaporkan pada pasien infertilitas sekunder.

Evaluation of the fallopian tubes in infertile women by


hysterosalpingography in Tikur Anbessa Hospital, Addis Ababa, Ethiopia
Penelitian ini berdasarkan retrospective review dari 331 pasien yang menjalani
hysterosalpingography di Department of Radiology, Tikur Anbessa Teaching
Hospital. Penelitian ini dilakukan oleh the Department of Radiology dari 1 April
2006 sampai 31 January 2007.
Hasil Penelitian :
Infertilitas primer lebih umum dari pada infertilitas sekunder (60% : 40%).
Kelainan tuba terhitung sebanyak 261 orang (78,9%) dari sampel total. Kelompok
usia 23 27 tahun dan 33 37 tahun merupakan usia dengan mayoritas terjadinya
kasus infertilitas primer dan sekunder secara berturut-turut. HSG harus digunakan
dalam menginvestigasi infertilitas pada wanita usia reproduktif yang berhubungan
dengan kelainan tuba.

BAB IV
ASUHAN KEBIDANAN (TEORITIS) IBU DENGAN TORSI ADNEKSA

I.

PENGKAJIAN
Hari / Tanggal :
Tempat

Jam

BIODATA
Nama Ibu

Nama yang jelas dan lengkap agar tidak keliru dengan pasien lain dalam
menentukan diagnose dan penatalaksanaannya (DepKes RI,1995:13)
Nama suami

Untuk membedakan jika ada nama yang sama dalam suatu lingkungan
tersebut
Umur

Untuk data dasar dalam kesesuaian dalam penanganan kasus


Jenis Kelamin

Untuk mengetahui jenis kelamin pasien dan sebagai alat pengenal yang
tercantum pada tanda pengenal (Sarwono,2002:35)
Agama

Berhubungan dengan perawatan pasien yang berkaitan dengan ketentuan


agama dan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan
pasien (Christina,1995:25)
Pendidikan
Untuk

mengetahui

tingkat

pendidikan

pasien

sehubungan

dengan

penyampaian nasehat (Christina,1993:35)


Pekerjaan

Untuk mengetahui taraf hidup dan social ekonomi keluarga agar nasehat
yang diberikan sesuai (Christina,1993:35)
Alamat

Untuk mengetahui tempat tinggal dan menjaga kemungkinan bila ada nama
yang sama dalam satu lingkungan untuk mengadakan satuan kunjungan
(Christina,1994:84)

A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
Hal yang di utamakan pada ibu atau keluarga yang berhubungan dengan
keadaan atau masalah yang timbul pada pasien
Gejala Klinis ibu dengan torsi adneksa secara umum:

Mendadak sakit perut di kuadran bawah dan panggul

Nyeri abdomen dan panggul

Mual dan muntah

Rasa penuh pada abdomen bagian bawah

Terlihat distress akut

Takikardi ringan (<100 denyut/menit)

Suhu sedikit meningkat (<38oC)

2. Penyakit Keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang kesehatan keluarga tertama anggota
keluarga yang mempunyai penyakit tertentu terutama penyakit menular dan
yang dapat diturunkan.
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit
yang sama.

3. Riwayat Persalinan
Untuk mengetahui tiap persalinan seperti:

apakah kehamilan aterm

apakah persalinan normal/operasi

bagaimana keadaan anaknya

4. Kegiatan Sehari Hari


Nutrisi

Bagaimana pemenuhan kebutuhan makan ibu setiap hari untuk mengetahui


status gizi ibu
Personal Hygiene

untuk mengetahui tingkat kebersihan ibu sehari hari (meliputi BAB, BAK,
mandi, ganti baju, dll) (DepKes RI,2002:5)
Eliminasi

Untuk mengetahui frekuensi dari eliminasi alvi maupun defikasi serta


kelainan yg menyertainya (Soetjningsih,1995:10)
Istirahat

Untuk mengetahui istirahat tidur dalam sehari hari (DepKes RI,2002:5)

5. Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan ibu dan suami serta anggota keluarga yang lain karma
stabilitas dan keharmonisan rumah tangga yang akan berpengaruh

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum :Mengetahui keadaan umum ibu apakah baik atau cukup.
Kesadaran : Mengetahui status kesadaran/respon ibu terhadap lingkungan
sekitar
TTV

Tekanan darah normal : 120/80mmHg

Nadi Normal :80x/menit, pada pasien torsi adneksa dapat dijumpai


takikardi ringan 100x/menit

Suhu Normal :36,5-37,5 C, pada pasien torsi adneksa suhu sedikit


meningkat (<38oC)

Pernafasan Normal :20 x/menit

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Wajah

: tidak ada odema

Mata

: sklera putih tidak ikterus, conjunctiva pink tidak

anemia
Mulut

: bersih, lidah tidak kotor, gigi tidak caries dan tidak

ada epulis
Payudara

: simetri kanan kiri, tidak ada masa atau benjolan,

tidak ada rabas atau pengeluaran dari putting kanan dan kiri
Abdomen
b.

: tidak ada pembesaran massa

Palpasi
Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada

bendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid


Payudara

: tidak teraba massa pada payudara kanan dan kiri,

tidak ada pengeluaran pada putting susu kanan dan kiri


Abdomen

: adanya nyeri tekan pada fossa iliaka, dapat

dijumpai defans muscular, nyeri lepas. Teraba massa di kuadran bawah


abdomen
c.Auskultasi

Dada

: bunyi pernafasan normal, tidak ada suara nafas

tambahan
Abdomen

: bising usus menurun

d. Perkusi
Ekstermitas

: reflek patella

: ada, positif kanan dan kiri

3. Pemeriksaan Dalam
a. Inspeksi
Genetalia eksterna : tidak ada pengeluaran, tidak ada kemerahan, tidak
ada massa, tidak berbau busuk
b. Palpasi

: teraba massa pada adneksa

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil urinalisis normal
b. Laboratorium
USG pelvis

: terlihat massa adneksa

Teknologi pencitraan untuk evaluasi nyeri perut


MRI
Computed tomograph

II.

INTERPRETASI DASAR
DS
:

Data yang berasal dari keluarga, pasien sendiri yang dapat


menegakkan diagnose.

DO

Data yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga dapat


mendukung / memperkuat diagnose

DX

Hasil analisa data sehingga dapat dijadikan dalam


penberian HE serta terapi yang akan di berikan

Masalah

Satu keadaan dimana pasien mempunyai keluhan-keluhan


yang membutuhkan perencanaan penanganan.

Kebutuhan :

Kebutuhan sangat di perlukan oleh pasien untuk


mengatasi masalah yang sedang di alami/di rasakan

III.

IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL

Diagnosa Potensial

Mengidentifikasi

diagnosa

potensial

lain

berdasarkan diagnosa yang ada


Masalah Potensial

Mengidentifikasi

masalah

potensial

yang

ada/mungkin yang terjadi berdasarkan masalah


yang berlanjutan.

IV.

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Mengidentifikasi segera yang dibutuhkan oleh pasien untuk menghindari
hal-hal yang dapat mengancam jiwa pasien sehingga harus dilakukan
kolaborasi / rujukan.

V.

PENGEMBANGAN RENCANA
Berdasarkan diagnosa yang telah ditegakkan, bidan menyusn rencana
tindakan pada pasiennya sesuai dengan kebutuhan dari pasien tersebut.

VI.

IMPLEMENTASI
Sesuai tindakan yang disusun. Tindakan yang digunakan sesuai prosedur
kewenangan bidan
a. Melakukan penilaian atau deteksi dini untuk adanya kelainan tuba atau
menyingkirkan adanya infeksi
b. Melakukan rujukan ke bidang ginekologi untuk deteksi lebih lanjut

c. Jika terdapat bukti abdomen akut yang berkaitan dengan pembedahan


maka ahli ginekologi dibenarkan untuk melakukan laparoskopi atau
mungkin laparotomi eksplorasi.
d. Jika ovarium dan tuba mengalami strangulasi dan infark maka
diindikasikan untuk melakukan pengangkatan tanpa mengembalikan
pedikel ke posisi semula oleh ahli ginekologi.
e. Bidan melakukan perawatan pasca rujukan.
VII.

EVALUASI
Tanggal :
Jam :
Melakukan evaluasi sesuai dengan intervensi yang telah di lakukan di dalam
rencana kegiatan. Tujuan dari evaluasi adalah mengetahui hasil kemajuan
dari tindakan yang di lakukan. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk
kegiatan asuhan lebih lanjut. Bila diperlukan sebagai bahan peninjauan
terhadap langkah-langkah dalam proses management keadaan sebelumnya
oleh karena tindakan yang sebelumnya kurang berhasil.

BAB V

ASUHAN KEBIDANAN
IBU DENGAN TORSI ADNEKSA

Tgl. Pengkajian : 17 April 2013


Tempat

Pukul : 09.00 WIB

: BPS Nusantara

I. Pengkajian
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Klien
Kino

: Ny. Bunga

Nama Suami : Tn.

Umur
tahun

: 40 tahun

Umur

Suku

: Jawa

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat
Malang

: Jl. Melati 26, Malang

Alamat

: 43

: Jl. Melati 26,

2. Keluhan Utama :
Ibu mengeluh sakit perut bagian bawah dan panggul, perutnya terasa penuh serta
merasa mual dan muntah sejak tadi pukul 07.00 WIB
3. Riwayat Reproduksi
1) Riwayat Haid
a.

Menarche

: 12 tahun

b.

Haid terakhir

: 4 bulan yang lalu

c.

Lamanya haid

d.

Banyaknya

: 3-5 hari
: 2 softex/hari

e.

Siklus

f.

Tidak ada nyeri haid

: tidak teratur, kadang 1 kali dalam 2 bulan

2) Riwayat Ginekologi
a.

Ibu tidak mempunyai riwayat penyakit kandungan dan PMS

b.

Ibu tidak pernah di operasi karena penyakit kandungan

3) Riwayat Obstetri
Ibu melahirkan anak pertama di rumah sendiri, ditolong bidan, dengan persalinan
normal, tidak ada penyulit, tidak ada kelainan pada bayinya, jenis kelamin
perempuan. Anak kedua dilahirkan 3 tahun berikutnya di puskesmas, ditolong
bidan, dengan persalinan normal, tidak ada penyulit, tidak kelainan pada bayinya,
jenis kelamin perempuan, BB : 3300, PB : 48 cm.
4) Riwayat KB
Ibu pernah menjadi akseptor KB suntik 3 bulanan selama 2 tahun, setelah itu
menjadi akseptor KB pil selama 3 tahun.
4. Riwayat Kesehatan yang Lalu dan Sekarang
1.

Ibu tidak ada riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung, TBC,
dan penyakit menular lainnya.

2.

Ibu tidak ada riwayat ketergantungan terhadap obat-obatan, makanan, dan


minuman beralkohol.

3.

Ibu tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman, dan obat-obatan.

4.

Ibu tidak pernah dirawat di Rumah Sakit karena suatu penyakit dalam 5
tahun terakhir.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Tidak ada riwayat keluarga menderita diabetes mellitus, hipertensi,
jantung, TBC.
2. Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit menular.
3. Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit tumor, kanker, dan penyakit
keganasan lainnya.
6. Riwayat Sosial Ekonomi

1.

Hubungan ibu dengan keluarga harmonis.

2. Tingkat ekonomi menengah.


3.

Semua kebutuhan keluarga ditanggung oleh suami.

4. Dalam mengambil keputusan selalu dibicarakan terlebih dahulu dengan


keluarga.
7. Nutrisi

8.

9.

4.

5.

a.

Pola makan

: Nasi, sayur, lauk-pauk

b.

Frekuensi

: 3x sehari

c.

Nafsu makan

: Baik

d.

Pola minum

: Air putih ( 6-7 gelas/hari), terkadang susu dan teh

Eliminasi
a.

Buang Air Besar (BAB) : teratur, 1x / hari

b.

Buang Air Kecil (BAK) : teratur, 6-7x / hari

Istirahat/tidur
a.

Malam hari : 8 jam, ibu merasa puas

b.

Siang hari : 1-2 jam, tidak teratur

Personal Hygiene
a.

Mandi : 2x / hari

b.

Keramas

: 3x / minggu

c.

Sikat gigi

: tiap kali mandi

d.

Ganti baju

: 2x / hari, kadang 3x jika berkeringat banyak

Pola Seksual : baik

B.

Pemeriksaan Fisik

1.

Keadaan umum : baik

2.

Kesadaran

: komposmentis

3.

Berat badan : 57 kg, Tinggi Badan : 156 cm

4. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

5.

Nadi

: 90x / menit

Suhu

: 37,8oC

Pernapasan

: 22x/menit

Inspeksi, Palpasi, Auskultasi


a.

Kepala dan rambut

Inspeksi

: simetris, rambut bersih

Palpasi

: tidak teraba massa.

b. Wajah
Inspeksi

: ekspresi ibu tampak cemas

Palpasi

: tidak ada oedema.

c.

Mata

Inspeksi
d.

: konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterus, penglihatan baik

Hidung

Inspeksi

: simetris, tidak ada secret, tidak ada pernapasan cuping hidung.

Palpasi

: tidak ada polip.

e.

Mulut dan gigi

Inspeksi
epulis
f.

Telinga

Inspeksi
g.

: Mulut bersih, tidak ada sariawan, tidak ada caries maupun

: simetris, tidak ada serumen, dan pendengaran baik.

Leher

Palpasi
: Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis, dan
kelenjar limfe.

h.

Payudara

Inspeksi

: simetris, payudara, putting datar, tidak ada pengeluaran

Palpasi
: tidak teraba massa, kekencangan payudara berkurang, tidak
ada nyeri tekan
i.

Abdomen

Inspeksi

: tidak ada luka operasi, terdapat bekas strie alba.

Palpasi
bawah

: terasa nyeri pada fossa iliaka, teraba massa pada abdomen

Auskultasi : bising usus menurun


j.

Genetalia

Inspeksi : vulva dan vagina normal, bersih, vagina mengalami atrofi.


Palpasi
k.

: teraba massa pada adneksa

Ekstremitas atas dan bawah

Inspeksi

: simetris, tidak ada fraktur

Palpasi
: tidak ada oedema, lutut dan persendian terasa kaku, reflex
patella positive / positive
II. Identifikasi Diagnosis / Masalah
Diagnosis Aktual : Wanita dengan torsi adneksa
Masalah Aktual : tidak ada
III. Identifikasi Diagnosis / Masalah Potensial
Diagnosis potensial : Masalah Potensial : IV. Kebutuhan Tindakan Segera
Pemeriksaan penunjang : USG pelvis, MRI, Pencitraan evaluasi panggul
Rujukan : bidang ginekologi
V. Rencana Tindakan
1. Jelaskan kepada ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan saat ini
kemungkinan ibu mengalami torsi adneksa yaitu suatu rotasi saluran telur

2.
3.
4.
5.

sepanjang sumbu panjang yang menyebabkan obstruksi suplai darah dan


untuk memastikannya perlu pemeriksaan penunjang dari ahli ginekologi
Berikan ibu support mental dan motivasi untuk melakukan pemeriksaan
lebih lanjut agar tidak menambah beban mental ibu
Rujuk ibu ke ahli ginekologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Damping ibu selama rujukan.
Persiapan perawatan pasca rujukan di BPM

VI. Implementasi
Tanggal : 14 April 2013
1.

Pukul : 09.15 09.45 WIB

Menjelaskan kepada ibu tentang keadaanya


Yaitu bahwa ibu kemungkinan mengalami torsi adneksa yaitu suatu rotasi
saluran telur sepanjang sumbu panjang yang menyebabkan obstruksi suplai
darah dan untuk memastikannya perlu pemeriksaan penunjang dari ahli
ginekologi
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan

2.

Berikan ibu support mental dan motivasi untuk melakukan pemeriksaan


lebih lanjut agar tidak menambah beban mental ibu
Dengan cara :
a. memberikan penjelasan yang jelas tentang keadaan ibu serta tidak
membuat ibu merasa takut dengan keadaannya
b. meminta suami agar selalu mendampingi ibu dan memberikan
dukungan emosional
c. mempersuasif ibu agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke ahli
ginekologi
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

3.

merujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai yaitu ahli


ginekologi
Hasil : Ibu bersedia untuk dirujuk ke ahli ginekologi

4.

mendampingi ibu selama proses rujukan dan menemani ibu selama


pemeriksaan oleh ahli ginekologi
Evaluasi : Ibu lebih tenang menjalani pemeriksaannya

5.

melakukan perawatan pasca rujukan di BPM

VII. Evaluasi

Tanggal : 17 April 2013


1.

Pukul : 09.45 WIB

Keadaan umum ibu baik

2. TTV dalam batas normal


TD

: 110/70 mmHg

Nadi

: 90x/menit

Suhu

: 37,8 oC

Pernafasan

: 22x/menit

3. ibu sudah dirujuk ke ahli ginekologi dengan ditemani suami dan bidan yang
bertugas.

BAB VI
PENUTUP
Kelainan Tuba adalah kelaianan konginetal yang berada di Tuba, entah itu
Tuba menyempit, atresia dan perlengkatan nidasi yang abnormal. Walaupun masih
sedikit prevalensi kelianan ini, namun bidan juga memerlukan pengetahuan dan

ketrampilan dalam hal pendeteksian kelainan tuba dan penatalaksanaan jika


ditemukan kasus kelainan Tuba Falopii.
Kelainan-kelainan bawaan ini merupakan kelainan yang timbul pada
pertumbuhan duktus Mulleri berupa idak terbentuknya satu atau kedua duktus,
dan gangguan dalam kedua duktus, dan gangguan dalam kanalisasi setelah fusi.
Kelainan-kelainan tersebut sering disertai kelainan pada traktus urinarius,
sedangkan ovarium sendiri biasanya normal. Oleh karena itu, terkadang kelainan
Tuba baru terdeteksi ketika ibu tadi mengeluhkan beberapa keluhan seperti sering
mengalami abortus akibat kehamilan ektopik di Tuba Falopii, Infertilitas, karena
tidak ada tempat bertemu antara sperma dan ovum.
Dari hal- hal yang sering terjadi pada kasus Tuba Falopii, Bidan atau
tenaga kesehatan yang lain perlu mewaspadai adanya kelainan Tuba, jika ibu telah
berulang kali mengalami kehamilan ektopik, ibu tidak kunjung hamil walaupun
telah berhubungan dengan rutin. Sehingga bidan dapat segera melakukan rujukan
untuk penanganan kasus ini atau untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menegakkan diagnosa

DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Omar dan David Moffat. 2004. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Fisiologis dan
Patologis. Jakarta:Salemba medika
Feharsal, Yuri dkk. 2011. Disorders Of Sex Development. FKUI RSCM

Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Yayasan Bina


Pustaka: Jakarta
Heffiner, J. Linda dan Danny J. Schust. 2005. At A Glance Sistem Reproduksi
Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Adam, ostrzenski. 2001. Gynecology integrating convetional,complementary
and natural alternative therapy:USA
J Hum Reprod Sci 2008 Jan-Jun, 1 (1):. 35-36.
Larry, J 1993. Text Book of Ginecology.
Schorge, dkk.2008. Williams gynecology. mc grill companies : cina

You might also like