Professional Documents
Culture Documents
KESEHATAN REPRODUKSI
Kelainan Tuba Falopii
Oleh :
Qoni Oktanti
105070600111035
Lismawati
105070600111036
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
lancar.
Penulis menyusun makalah berjudul Kelainan Tuba Falopii guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Kelainan Kongenital Pada Kesehatan Reproduksi di
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
atas bimbingan Ibu Uswatun Khasanah M.Keb. selaku dosen pengajar mata kuliah
ini.
Makalah ini berisi tentang segala hal yang berkaitan dengan Kelianan pada
Tuba Falopii.
Demi tercapainya kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Tuba Fallopi, yang dikenal juga sebagai oviduk atau buluh rahim, adalah dua
buah saluran yang sangat halus dan tipis sebesar ujung pensil, yang
menghubungkan telur dengan rahim. Karena struktur tersebut, maka saluran ini
dapat dengan mudah menjadi tersumbat. Tuba fallopi panjangnya berkisar antara
7 hingga 14 cm. Ketika sebuah sel telur (ovum) berkembang dalam sebuah indung
telur (ovarium), ia diselubungi oleh sebuah lapisan yang dikenal dengan nama
follikel ovarium. Pada saat ovum mengalami kematangan, folikel dan dinding
ovarium akan runtuh, membuat ovum dapat berpindah dan memasuki Tuba
Fallopi. Dari sana perjalanan dilanjutkan ke arah rahim, dengan bantuan
pergerakan dari bulu-bulu tipis pada bagian dalam tuba/saluran ini. Perjalanan ini
menghabiskan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Jika ovum dibuahi
ketika berada di dalam Tuba Fallopi, maka ia akan menempel secara normal di
dalam endometrium ketika mencapai rahim, yang merupakan pertanda terjadinya
kehamilan. Terkadang embrio bukannya menempel pada rahim namun menempel
pada Tuba Fallopi sehingga menghasilkan kehamilan ektopik, yang lebih dikenal
dengan kehamilan di luar kandungan.
Kelaianan kelainan bawaan pada uterus dan kedua tuba adalah kelainan yang
timbul pada pertumbuhan duktus mulleri berupa tidak terbentuknya satu atau
kedua duktus,gangguan dalam kedua duktus,dan gangguan dalam kanalisasi
setelah fusi .Kelainana kelainan tersebut sering disertai oleh kelainan pada traktus
urinarius,sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.
BAB II
PEMBAHASAN
KELAINAN TUBA FALOPI
A. Anatomi Tuba Falopi
Tuba fallopi yang lazim disebut sebagi oviduk berjumlah sepasang.
Tuba falopi terletak pada tepi bebas ligamentum latum dan berfungsi untuk
membawa ovum dari ovarium menuju korpus uteri. Tuba falopi merupakan
sebuah saluran dengan panjang 7-14 cm dan diameter 1-3 mm. Pada
dindingnya terdapat otot untuk peristaltik dan bagian dalamnya berupa
mukosa dinding sel berambut getar. Dengan adanya gerak peristaltik serta
dinding tuba fallopi yang bersilia, ovum kemudian diangkat menuju rahim.
Dengan demikian, tuba fallopi memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk
menyalurkan ovum menuju uterus dan menyediakan lingkungan yang cocok
bagi proses pembuahan dan perkembangan telur sebelum fertilisasi terjadi.
Pada tuba ini dibedakan menjadi 4 bagian :
Pars isthmica: bagian tuba setelah keluar dari dinding uterus (3 6 cm)
bentuk nya lurus dan sempit, berdiameter 2 3mm.
Tidak adanya tuba biasanya bagian dari agenesis uterus dan vagina.
Ovarium ada dan tergantung di ligamentum yang luas dalam kasus ini.
Tidak adanya satu tuba dikaitkan dengan letak ovarium, ureter, atau
agenesis ginjal atau kelainan bawaan.
Tidak adanya segmen tuba pada tuba proksimal juga telah dilaporkan.
Aksesori tuba dapat berasal dari setiap segmen dari tuba fallopi, meskipun
itu tidak terhubung dengan lumen saluran telur. osmium perut dari aksesori
tuba biasanya ditemukan di sekitar oviduct primer.
akan
dilakukan
HSG
atau
histerosalpingografi,
untuk
kontras ke dalam rongga rahim melalui vagina. Lalu dilakukan foto rontgen,
sehingga akan terlihat apakah zat tersebut masuk ke saluran falopi atau tidak.
Bila zat kontras tidak dapat masuk ke saluran telur, berarti terjadi
penyumbatan.
E. Torsi Tuba
Definisi:
Torsi tuba adalah rotasi saluran telur sepanjang sumbu panjang yang
menyebabkan obstruksi suplai darah. Insiden prevalensi torsi tuba belum
ditetapkan, melainkan merupakan kejadian klinis jarang.
Etiologi
Etiologi dari torsi tuba tidak diketahui, meskipun ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat diidentifikasi:
- Massa ovarium (ovarium kista atau tumor padat)
- Paraovarian kista
- sebelumnya ligasi tuba
- Sebelumnya operasi panggul
- Hydro atau pyosalpinx
Klasifikasi
Torsi Tuba dapat terjadi sebagai berikut:
1. Terisolasi, torsi tuba unilateral tanpa ovarium
2. Terisolasi, torsi tuba bilateral tanpa ovarium
3. Adneksa torsi (ovarium dan tuba terlibat)
Diagnosa
Diagnosis tercapai berdasarkan gejala timbulnya mendadak sakit perut di
kuadran bawah dan panggul. Nyeri biasanya saat pada wanita usia
reproduksi
terletak di sisi tuba yang terkena dampak atau bilateral, jika kedua tuba
tersebut bengkok. Mual dan muntah yang berhubungan dengan nyeri
akibat iritasi peritoneal. Meskipun, gejala-gejala ini tidak spesifik untuk
torsi tuba atau adneksa, indeks kecurigaan yang tinggi dapat memberikan
panduan untuk menetapkan diagnosis dan penyelamatan potensi tuba atau
Diagnosa banding
-
Apendisitis
Endometrioma
kelainan bawaan
Terapi : laparoskopi
F. Tubal Prolaps
Definisi
Tubal prolaps didefinisikan sebagai adanya tuba fallopi dalam cuff vagina
setelah histerektomi total.
Insidensi
Insiden saluran telur prolaps tidak diketahui, meskipun komplikasi yang
jarang terjadi.
Etiologi
Tubal prolaps dianggap kondisi iatrogenik disebabkan oleh histerektomi
abdominal atau vagina total. Data klinis terbaru menunjukkan bahwa tuba
prolaps mengikuti histerektomi abdominal pada sekitar 65% kasus dengan
faktor risiko yang sudah ada sebelumnya diidentifikasi sebagai selulitis
cuff, infeksi cuff, hematoma cuff, edema paru postextubation, dan suhu
tinggi.
Terapi
Pengobatan meliputi alvusion dengan kauter ke basis (di mukosa vagina)
atau rilis bedah dengan salpingectomy setelah cuff vagina di buka.
G. Dampak Klinis
Infertilitas
Saluran yang tidak berfungsi dengan baik akan mempersulit proses
kehamilan. Dengan kata lain, adanya gangguan pada saluran falopi bisa
membuat wanita menghadapi masalah infertilitas (ketidaksuburan).
Sebagai gambaran, faktor infertilitas saluran ini berjumlah hampir 25
persen dari seluruh kasus di klinik kesuburan. Dari sebuah situs kesehatan
disebutkan sejumlah gangguan dapat terjadi pada saluran falopi.
Komplikasi yang sering adalah sumbatan.
Saluran falopi yang tersumbat atau rusak dapat menurunkan
fertilitas (kesuburan) karena menghalangi sperma bertemu dengan sel telur
atau menghalangi sel telur masuk ke uterus.
Kehamilan ektopik
Dapat terjadi pembuahan, tetapi embrio tidak dapat tertanam di
rahim, melainkan di saluran falopi. Keadaan ini yang diistilahkan
kehamilan ektopik dan secara umum sering disebut hamil di luar
kandungan (rahim). Risiko kehamilan ektopik akan meningkat seiring
kejadian infeksi pada saluran falopi.
Melakukan penilaian atau deteksi dini untuk adanya kelainan tuba dan
menyingkirkan adanya infeksi.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL SUMBER
Hysterosalpingography:
A Reemerging Study
Hysterosalpingography (HSG) merupakan alat yang penting dalam mengevaluasi
uterus dan tuba fallopi. HSG merupakan evaluasi radiologi pada uterus dan tuba
fallopi, alat ini sebagian besar digunakan untuk mengevaluasi infertilitas. Indikasi
lain untuk HSG termasuk evaluasi pada wanita dengan riwayat abortus spontan
yang berulang, evaluasi postoperatif pada wanita yang menjalani ligasi tuba dan
pemeriksaan bagi pasien sebelum menjalani operasi miomektomi. Terdapat 2
kontraindikasi dilakukannya HSG yakni dalam kondisi hamil dan infeksi pelvis.
Pemeriksaan harus dijadwalknan selama 7-12 hari periode menstruasi (hari 1
menjadi hari pertama keluarnya darah menstruasi). Kondisi endometrium menjadi
tipis selama fase proliferasi ini, suatu keadaan yang memfasilitasi interpretasi
gambar lebih jelas dan juga untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat kehamilan.
HSG merupakan metod yang paling bagus untuk memvisualisasikan dan
mengevaluasi tuba fallopi.
Teaching
Hospital,
Abakaliki.
188
wanita
yang
menjalani
Rata-rata usia pada penelitian ini adalah 31 tahun. Tercatat kelainan tuba fallopi
sebesar 54,6% dari keseluruhan abnormalitas yang dicatat, kelainan uterus 33,6 %
dan kelainan serviks 11,8%. Hysterosalpingogram merupakan alat yang relevan
dalam mengetahui abnormalitas tuba dan uterus khususnya pada pasien infertil.
Penelitian ini menunjukan bahwa kelainan tuba fallopi mungkin masih menjadi
kontributor yang dominan yang menyebabkan infertilitas dalam komunitas ini.
Hasil penelitian :
143 wanita (54,6%) yang diobservasi dalam penelitian ini mengalami kelainan
tuba fallopi sedangkan 88 orang (33,6%) mengalami kelainan uterus dan sisanya
mengalami kelainan serviks. Kebanyakan dari pasien dengan infertilitas primer
memiliki kelainan tuba fallopi (53,0%) dan sebanyak 42 orang (55,8%) yang
memiliki kelainan tuba dilaporkan pada pasien infertilitas sekunder.
BAB IV
ASUHAN KEBIDANAN (TEORITIS) IBU DENGAN TORSI ADNEKSA
I.
PENGKAJIAN
Hari / Tanggal :
Tempat
Jam
BIODATA
Nama Ibu
Nama yang jelas dan lengkap agar tidak keliru dengan pasien lain dalam
menentukan diagnose dan penatalaksanaannya (DepKes RI,1995:13)
Nama suami
Untuk membedakan jika ada nama yang sama dalam suatu lingkungan
tersebut
Umur
Untuk mengetahui jenis kelamin pasien dan sebagai alat pengenal yang
tercantum pada tanda pengenal (Sarwono,2002:35)
Agama
mengetahui
tingkat
pendidikan
pasien
sehubungan
dengan
Untuk mengetahui taraf hidup dan social ekonomi keluarga agar nasehat
yang diberikan sesuai (Christina,1993:35)
Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal dan menjaga kemungkinan bila ada nama
yang sama dalam satu lingkungan untuk mengadakan satuan kunjungan
(Christina,1994:84)
A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
Hal yang di utamakan pada ibu atau keluarga yang berhubungan dengan
keadaan atau masalah yang timbul pada pasien
Gejala Klinis ibu dengan torsi adneksa secara umum:
2. Penyakit Keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang kesehatan keluarga tertama anggota
keluarga yang mempunyai penyakit tertentu terutama penyakit menular dan
yang dapat diturunkan.
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit
yang sama.
3. Riwayat Persalinan
Untuk mengetahui tiap persalinan seperti:
untuk mengetahui tingkat kebersihan ibu sehari hari (meliputi BAB, BAK,
mandi, ganti baju, dll) (DepKes RI,2002:5)
Eliminasi
5. Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan ibu dan suami serta anggota keluarga yang lain karma
stabilitas dan keharmonisan rumah tangga yang akan berpengaruh
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum :Mengetahui keadaan umum ibu apakah baik atau cukup.
Kesadaran : Mengetahui status kesadaran/respon ibu terhadap lingkungan
sekitar
TTV
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Wajah
Mata
anemia
Mulut
ada epulis
Payudara
tidak ada rabas atau pengeluaran dari putting kanan dan kiri
Abdomen
b.
Palpasi
Leher
Dada
tambahan
Abdomen
d. Perkusi
Ekstermitas
: reflek patella
3. Pemeriksaan Dalam
a. Inspeksi
Genetalia eksterna : tidak ada pengeluaran, tidak ada kemerahan, tidak
ada massa, tidak berbau busuk
b. Palpasi
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil urinalisis normal
b. Laboratorium
USG pelvis
II.
INTERPRETASI DASAR
DS
:
DO
DX
Masalah
Kebutuhan :
III.
Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi
diagnosa
potensial
lain
Mengidentifikasi
masalah
potensial
yang
IV.
V.
PENGEMBANGAN RENCANA
Berdasarkan diagnosa yang telah ditegakkan, bidan menyusn rencana
tindakan pada pasiennya sesuai dengan kebutuhan dari pasien tersebut.
VI.
IMPLEMENTASI
Sesuai tindakan yang disusun. Tindakan yang digunakan sesuai prosedur
kewenangan bidan
a. Melakukan penilaian atau deteksi dini untuk adanya kelainan tuba atau
menyingkirkan adanya infeksi
b. Melakukan rujukan ke bidang ginekologi untuk deteksi lebih lanjut
EVALUASI
Tanggal :
Jam :
Melakukan evaluasi sesuai dengan intervensi yang telah di lakukan di dalam
rencana kegiatan. Tujuan dari evaluasi adalah mengetahui hasil kemajuan
dari tindakan yang di lakukan. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk
kegiatan asuhan lebih lanjut. Bila diperlukan sebagai bahan peninjauan
terhadap langkah-langkah dalam proses management keadaan sebelumnya
oleh karena tindakan yang sebelumnya kurang berhasil.
BAB V
ASUHAN KEBIDANAN
IBU DENGAN TORSI ADNEKSA
: BPS Nusantara
I. Pengkajian
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Klien
Kino
: Ny. Bunga
Umur
tahun
: 40 tahun
Umur
Suku
: Jawa
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
Malang
Alamat
: 43
2. Keluhan Utama :
Ibu mengeluh sakit perut bagian bawah dan panggul, perutnya terasa penuh serta
merasa mual dan muntah sejak tadi pukul 07.00 WIB
3. Riwayat Reproduksi
1) Riwayat Haid
a.
Menarche
: 12 tahun
b.
Haid terakhir
c.
Lamanya haid
d.
Banyaknya
: 3-5 hari
: 2 softex/hari
e.
Siklus
f.
2) Riwayat Ginekologi
a.
b.
3) Riwayat Obstetri
Ibu melahirkan anak pertama di rumah sendiri, ditolong bidan, dengan persalinan
normal, tidak ada penyulit, tidak ada kelainan pada bayinya, jenis kelamin
perempuan. Anak kedua dilahirkan 3 tahun berikutnya di puskesmas, ditolong
bidan, dengan persalinan normal, tidak ada penyulit, tidak kelainan pada bayinya,
jenis kelamin perempuan, BB : 3300, PB : 48 cm.
4) Riwayat KB
Ibu pernah menjadi akseptor KB suntik 3 bulanan selama 2 tahun, setelah itu
menjadi akseptor KB pil selama 3 tahun.
4. Riwayat Kesehatan yang Lalu dan Sekarang
1.
Ibu tidak ada riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung, TBC,
dan penyakit menular lainnya.
2.
3.
Ibu tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman, dan obat-obatan.
4.
Ibu tidak pernah dirawat di Rumah Sakit karena suatu penyakit dalam 5
tahun terakhir.
1.
8.
9.
4.
5.
a.
Pola makan
b.
Frekuensi
: 3x sehari
c.
Nafsu makan
: Baik
d.
Pola minum
Eliminasi
a.
b.
Istirahat/tidur
a.
b.
Personal Hygiene
a.
Mandi : 2x / hari
b.
Keramas
: 3x / minggu
c.
Sikat gigi
d.
Ganti baju
B.
Pemeriksaan Fisik
1.
2.
Kesadaran
: komposmentis
3.
4. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
5.
Nadi
: 90x / menit
Suhu
: 37,8oC
Pernapasan
: 22x/menit
Inspeksi
Palpasi
b. Wajah
Inspeksi
Palpasi
c.
Mata
Inspeksi
d.
Hidung
Inspeksi
Palpasi
e.
Inspeksi
epulis
f.
Telinga
Inspeksi
g.
Leher
Palpasi
: Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis, dan
kelenjar limfe.
h.
Payudara
Inspeksi
Palpasi
: tidak teraba massa, kekencangan payudara berkurang, tidak
ada nyeri tekan
i.
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
bawah
Genetalia
Inspeksi
Palpasi
: tidak ada oedema, lutut dan persendian terasa kaku, reflex
patella positive / positive
II. Identifikasi Diagnosis / Masalah
Diagnosis Aktual : Wanita dengan torsi adneksa
Masalah Aktual : tidak ada
III. Identifikasi Diagnosis / Masalah Potensial
Diagnosis potensial : Masalah Potensial : IV. Kebutuhan Tindakan Segera
Pemeriksaan penunjang : USG pelvis, MRI, Pencitraan evaluasi panggul
Rujukan : bidang ginekologi
V. Rencana Tindakan
1. Jelaskan kepada ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan saat ini
kemungkinan ibu mengalami torsi adneksa yaitu suatu rotasi saluran telur
2.
3.
4.
5.
VI. Implementasi
Tanggal : 14 April 2013
1.
2.
3.
4.
5.
VII. Evaluasi
: 110/70 mmHg
Nadi
: 90x/menit
Suhu
: 37,8 oC
Pernafasan
: 22x/menit
3. ibu sudah dirujuk ke ahli ginekologi dengan ditemani suami dan bidan yang
bertugas.
BAB VI
PENUTUP
Kelainan Tuba adalah kelaianan konginetal yang berada di Tuba, entah itu
Tuba menyempit, atresia dan perlengkatan nidasi yang abnormal. Walaupun masih
sedikit prevalensi kelianan ini, namun bidan juga memerlukan pengetahuan dan
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Omar dan David Moffat. 2004. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Fisiologis dan
Patologis. Jakarta:Salemba medika
Feharsal, Yuri dkk. 2011. Disorders Of Sex Development. FKUI RSCM