You are on page 1of 18

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan
manusia, sebagaimana kita lihat segala kebutuhan hidup manusia dari produk
yang bahan-bahannya hampir seluruhnya tersedia di dalam tanah. Di seluruh
permukaan bumi terdapat aneka macam tanah dari yang paling gersang sampai
yang paling subur, berwarna putih, merah, coklat, kelabu, hitam dan berbagai
ragam sifatnya.
Tanah dapat terbentuk apabila tersedia bahan asal ( bahan induk ) dan
faktor yang mempengaruhi bahan asal. Bahan asal atau bahan induk terbentuknya
tanah dapat berupa mineral, batuan dan bahan organik. Sedangkan faktor yang
mengubah bahan asal menjadi tanah

berupa iklim dan organisma hidup.

Terbentuknya tanah tersebut tentunya memerlukan suatu tempat ( relief ) tertentu


dan juga memerlukan waktu yang cukup lama.
Apabila kita perhatikan definisi tanah yang dikemukakan oleh Isa
Darmawijaya, maka akan nampak adanya lima faktor pembentuk tanah, yaitu
Bahan Induk, Iklim, Organisma Hidup, Relief ( Topografi ) dan Waktu.
Dari ke lima faktor tersebut, faktor pembentuk tanah yang paling dominan
adalah faktor iklim. Bahan induk, organisma hidup dan relief keberadaannya
dipengaruhi oleh iklim. Oleh karena itu pembentukan tanah sering disebut dengan
istilah Weathering. Untuk memperjelas peranan dari masing-masing faktor
pembentuk tanah, akan dijelaskan selengkapnya di makalah ini.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk melengkapi tugas praktikum
mata kuliah geografi dan perkembangan tanah indonesia kemudian diharapkan
untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi bahan
induk dalam proses pembentukannya di dalam tanah.

II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pada dasarnya tanah adalah lapisan yang menyeliputi bumi antara litosfer
(batuan yang membentuk kerak bumi) dan atmosfir. Tanah adalah tempat
tumbuhnya tanaman dan mendukung hewan dan manusia. Tanah berasal dari
pelapukan batuan dengan bantuan tanaman dan organisme, membentuk tubuh
unik yang menyelaputi lapisan batuan.
Proses pembentukan tanah dikenal sebagai pedogenesis. Proses yang unik
ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau
disebut sebagai horizon. Setiap horizon dapat menceritakan mengenai asal dan
proses-proses fisika, kimia dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.
Secara umum, komposisi material tanah berbeda sama sekali dengan material
induknya, terutama perberbedaan dalam sifat saift fisik, kimia, mineralogi dan
morfologinya.
2.2 Faktor-faktor Pembentuk Tanah.
Faktor-faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan
pembentukan jenis-jenis tanah. Faktor-faktor pembentuk tanah terdiri dari bahaninduk dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya perubahan bahan induk
menjadi tanah (Arabia, et al., 2012). Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar
tanah asal Swis yang bekerja di Amerika Serikat, dalam bukunya Factors of Soil
Formation (1941) mengajukan konsep pembentukan tanah sebagai:
S = f (p, cl, o, r, t).
S adalah Soil (Tanah), p = parent material (bahan induk atau batuan), cl = climate
(iklim), o = organism, r = relief (topografi), t = time (waktu).
Tanah tersusun dari partikel partikel hasil rombakan batuan secara kimiawi
termasuk dalam hal ini proses erosi dan pelapukan. Komposisi tanah berbeda
dengan komposisi batuan induknya dan hal ini disebabkan karena adanya interaksi
antar litosfir, hidrosfir, atmosfir dan biosfir. Tanah tersusun dari campuran
mineral-mineral dan bahan organik baik yang berbentuk padat, cair maupun gas.

Partikel-pertikel tanah bersifat lepas, membentuk suatu struktur tanah dengan


ruang pori yang berisi larutan tanah yang berbentuk cair dan gas (udara).
Pembentukan tanah pada dasarnya merupakan dampak dari kombinasi
proses fisika, kimia, biologi dan antropogenik dari batuan induknya. Genesa tanah
melibatkan proses-proses pembentukan lapisan-lapisan atau horison-horison yang
dapat diamati pada suatu profil tanah. Proses proses ini melibatkan penambahan,
penghilangan, transformasi dan tranlokasi dari meterial yang menyusun tanah.
Mineral berasal dari hasil pelapukan batuan yang mengalami perubahan
membentuk mineral-mineral sekunder dan komponen lainnya yang terlarut
didalam air, komponen komponen tersebut kemudian berpindah dari satu tempat
ketempat lainnya melalui aktivitas air ataupun aktivitas binatang. Perubahan dan
perpindahan material yang terdapat didalam tanah yang menyebabkan
terbentuknya lapisan-lapisan tanah yang jelas.
Pedologi adalah cabang ilmu tanah yang mempelajari sifat dan ciri tanah
serta proses pembentukan tanah. Pedologi berasal dari bahasa Rusia pedologiya,
yang dalam bahasa Yunani pedon = tanah. Dalam pedologi dipelajari genesa
tanah, morfologi tanah, dan klasifikasi tanah.
2.2.1 Batuan Induk (Parent Material)
Material penyusun tanah dapat berasal dari hasil pelapukan batuan
induknya atau material yang berasal dari hasil transportasi dari tempat lain, seperti
colluvium dan alluvium. Endapan yang sudah ada dapat tercampur dengan
berbagai cara, yaitu tercampur dengan tanah yang lebih tua, bahan organik
termasuk gambut atau humus dan material antropogenik seperti tanah uruk atau
limbah tambang. Beberapa tanah terbentuk secara langsung dari hasil rombakan
batuan yang ada dibawahnya. Tanah semacam ini disebut sebagai tanah residu dan
tanah residu memiliki komposisi kimia yang sama dengan batuan induknya.
Pelapukan merupakan tahap awal dalam mentransformasi bahan induk
kedalam bahan tanah. Dalam pembentukan tanah yang berasal dari batuan induk,
lapisan yang tebal dari material pelapukan disebut sebagai saprolite. Saprolite
merupakan hasil dari proses pelapukan termasuk didalamnya proses hidrolisis
(penggantian kation-kation pada mineral dengan ion-ion hidrogen), proses hidrasi

(penyerapan air oleh mineral-mineral), pelarutan mineral-mineral oleh air, dan


proses fisika, seperti pembekuan, penguapan dan pengeringan. Komposisi mineral
dan kimia batuan induk ditambah dengan sifat fisiknya seperti ukuran butir,
tingkat kepadatan batuan, kecepatan dan jenis pelapukan merupakan faktor-faktor
dalam proses transformasi dari batuan induk kedalam material tanah.
2.2.2. Iklim (Climate)
Pembentukan tanah sangat tergantung pada cuaca / iklim, dan
sebagaimana diketahui bahwa tanah yang berasal dari iklim yang berbeda akan
tercermin dari sifat-sifat tanahnya. Angin menggerakan pasir dan partikel-partikel
lainnya, khususnya di daerah yang beriklim kering (arid region) dimana di daerah
ini biasanya tutupan lahannya/ tanaman jarang dijumpai. Jenis dan jumlah
penguapan yang terlibat dalam pembentukan tanah yaitu melalui perpindahan ionion dan partikel-partikel didalam tanah, penambahan pada perkembangan profil
tanah yang berbeda beda. Perubahan musim dan fluktuasi temperatur harian
berakibat pada efektivitas dari air dalam proses pelapukan batuan induk dan
berdampak pada dinamika tanah. Siklus perubahan cuaca yang ekstrim merupakan
proses yang efektif untuk memecah batuan dan material yang terkonsolidasi.
Temperatur dan Kecepatan peguapan berpengaruh pada aktivitas organnisme,
kecepatan reaksi kimia dan jenis tutupan lahan.
2.2.3. Organisme (Biological factors)
Tumbuh tumbuhan, binatang, jamur, bakteri dan manusia merupakan
faktor yang berpengaruh pada pembentukan tanah. Binatang dan mikro-organisme
bercampur di dalam tanah membentuk lubang-lubang (burrow) dan pori-pori yang
memungkinkan tanah menjadi lembab dan gas/udara dapat masuk kedalam tanah
hingga kelapisan yang terdalam. Dengan cara yang sama, akar tanaman membuka
saluran-saluran di dalam tanah, terutama tanaman tanaman berakar tunggal yang
dapat menembus hingga beberapa meter, menembus lapisan-lapisan tanah yang
berbeda beda untuk membawa makanan kedalam lapisan-lapisan tanah yang
paling dalam. Tanaman-tanaman yang berakar serabut yang tersebar dekat dengan
permukaan tanah, berperan dalam terjadinya dekomposisi dan bertambahnya
bahan organik. Mikro organisme, termasuk jamur dan bakteri, berperan dalam

terjadinya pertukaran secara kimiawi antara akar dan tanah dan bertindak sebagai
penyedia makanan. Peran manusia dalam pembentukan tanah adalah dalam hal
merubah tutupan lahan; perubahan lahan dapat berakibat terjadinya erosi dan
dapat juga terjadinya pencapuran lapisan laisan tanah yang berbeda-beda, serta
mulainya proses pembentukan tanah.
2.2.4. Topografi (Relief)
Topografi / relief permukaan bumi juga menjadi pengontrol dalam proses
pembentukan tanah. Pada topografi yang curam, rombakan batuan yang terdapat
dipuncak puncak bukit dapat dipindahkan ke kaki bukit melalui lereng akibat gaya
gravitasi. Demikian pula dengan lapisan-lapisan tanah yang terdapat di puncak
puncak bukit dapat tererosi dan ter-tranport ke bagian kaki bukit dan atau terbawa
oleh air permukaan (surface runoff) yang kemudian akhirnya masuk kedalam
saluran saluran sungai terangkut oleh aliran air dan pada akhirnya diendapkan di
suatu tempat yang jauh dari sumbernya. Tanah coluvial dan tanah aluvial adalah
contoh-contoh tanah hasil proses seperti yang dijelaskan diatas.
2.2.5. Waktu (Time)
Waktu juga menjadi salah satu faktor pada proses pembentukan tanah serta
dalam terjadinya interaksi antara faktor faktor pada perkembangan tanah. Seiring
dengan berjalannya waktu, pembentukan tanah merupakan fungsi dari waktu serta
bagaimana faktor-faktor berinteraksi satu dengan lainnya. Pada dasarnya tanah
selalu berubah, sebagai contoh, material yang diendapkan oleh banjir tidak serta
merta memperlihatkan perkembangan tanah, hal ini dikarenakan dibutuhkan
waktu yang cukup untuk terjadinya proses pembentukan tanah. Saat suatu
permukaan tanah tertutup maka proses pembentukan tanah dimulai, diperlukan
waktu yang cukup lama untuk terjadinya perubahan serta keterlibatan faktorfaktor lainya sampai terbentuknya lapisan tanah. Tanah dapat stabil dalam jangka
waktu yang cukup lama dan siklus hidup tanah berakhir ketika kondisi tanah
dalam keadaan yang rawan terhadap erosi.
Faktor-faktor pembentukan tanah terus berlanjut sampai berdampak pada
keberadaan tanah itu sendiri, meskipun pada bentangalam yang stabil atau hingga

ribuan tahun. Material yang diendapkan dibagian atas dan material yang tertiup
atau terkikis dari permukaannya. Sebagai tambahan, perpindahan dan perubahan,
tanah selalu menjadi subyek pada kondisi yang baru, meskipun perubahan
tersebut berjalan secara lambat atau cepat sangat tergantung pada iklim, posisi
morfologinya, dan aktivitas organisme.
Menurut Mohr, secara umum terdapat lima tahapan waktu pembentukan
tanah, yaitu :
a

Tahap permulaan
Pada tahap ini bahan induk sedikit mengalami pelapukan, baik desintegrasi
maupun dekomposisi. Terbentuk Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah
tanah regosol muda
b

Tahap Juvenil

Pada tahap ini bahan induk mengalami pelapukan lebih lanjut baik desintegrasi
maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah regosol
tua atau disebut juga tanah tarapan.
c

Tahap Viril

Pada tahap ini bahan induk mengalami pelapukan secara optimum baik
desintegrasi maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah
tanah latosol coklat.
d

Tahap Seril

Pada tahap inii pelapukan mulai merurun, baik desintegrasi maupun dekomposisi.
Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah latosol merah.
e

Tahap Terakhir

Pada tahap inii pelapukan sudah berakhir, baik desintegrasi maupun dekomposisi.
Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah laterit.
2.3. Karakteristik Tanah
Yang memberi kesan pertama kali ketika seseorang melihat tanah adalah
warna tanah. Warna dan pola keragaman tanah akan selalu menjadi sesuatu yang
dapat memberi ingatan kepada kita. Sungai Merah (Red River) yang berada dalam
watershed sungai Missisippi di Amerika mengangkut material sedimen hasil erosi
dari tanah merah yang berasal dari Oklahoma. Sungai Kuning (Yellow River) di

Cina mengangkut material sedimen yang berwarna kuning yang berasal dari hasil
erosi tanah Loess.
Warna tanah terutama ditentukan oleh kandungan mineralogi tanah.
Kebanyakan dari warna tanah disebabkan oleh dari kehadiran berbagai jenis
mineral yang mengandung unsur besi (Fe). Perkembangan dan penyebaran warna
dalam profil tanah ditentukan oleh hasil pelapukan kimiawi dan organis, terutama
reaksi reduksi-oksidasi. Sebagai mineral mineral utama yang berasal dari batuan
induk tanah, kombinasi unsur-unsur kedalam komponen yang baru. Mineral
sekunder yang berasal dari unsur besi yang berwarna kuning atau merah, bahan
organik yang berasal dari hasil dekomposisi akan memberi warna coklat dan
hitam, sedangkan unsur-unsur Mangan (Mn), Sulfur (S), dan nitrogen (N) dapat
membentuk endapan mineral berwarna hitam. Unsur-unsur tersebut dikenal
sebagai penyumbang berbagai pola warna pada tanah selama proses pembentukan
tanah. Kondisi lingkungan yang bersifat Aerobik akan menghasilkan perubahan
warna yang seragam atau secara berangsur (gradual), sedangkan lingkungan
reduksi akan menghasilkan warna yang bersifat beragam, seperti pola warna yang
komplek, pola yang bersifat mottled dan warna tanah yang berpola bercak
bercak yang disebabkan oleh konsentrasi warna.
Struktur Tanah adalah susunan dari partikel-partikel tanah kedalam
agregat-agregat. Susunan dari partikel-partikel tanah kemungkinan mempunyai
bentuk yang bervariasi, ukuran dan tingkat perkembangan atau ekspresi tanah.
Struktur tanah berdampak pada penguapan, perpindahan air, resistensi terhadap
erosi dan tempat akar tanaman tumbuh dan berkembang. Pada dasarnya struktur
tanah memberi penjelasan tentang tekstur, kandungan bahan organik, aktivitas
organik, evolusi tanah masa lalu, serta komposisi kimia dan mineralalogi dimana
tanah terbentuk.
Tekstur Tanah merujuk kepada komposisi pasir, lanau dan lempung.
Kandungan/susunan tanah akan mencerminkan karakter/tingkahlaku tanah,
termasuk dalam hal kapasitas menyimpan makanan dan air. Pasir dan lanau
merupakan hasil pelapukan fisikal, sedangkan lempung hasil pelapukan kimiawi.
Lempung mempunyai kemampuan untuk menyimpan makanan dan air. Tanah
lempung lebih tahan terhadap erosi angin dan air dibandingkan dengan tanah yang

pasiran dan tanah lanauan, hal ini dikarenakan partikel-partikelnya yang lebih
saling mengikat satu dengan lainnya. Pada tanah yang bertekstur menengah,
lempung seringkali terendapkan dibagian bawah dari profil tanah dan
berakumulasi pada bagian sub-soil (gambar 3.1).
2.4. Lapisan Tanah (Soil Horizons)
Penamaan dari lapisan tanah (horison tanah) ditentukan atas dasar jenis
material yang terkandung dan penyusun dari lapisan tanah tersebut. Materialmaterial yang terkandung pada lapisan tanah akan mencerminkan dari lamanya
proses yang terjadi dalam pembentukan tanah. Lapisan tanah ditandai dengan
memakai notasi atau simbol huruf atau angka. Adapun uraian dan klasifikasinya
ditentukan berdasarkan warna, ukuran butir, tekstur, struktur, konsistensi,
banyaknya kandungan akar dalam tanah, pH, pori, batas ciri, serta apakah tanah
mengandung nodul atau konkresi. Setiap profil tanah tidak harus memiliki semua
lapisan-lapisan yang menutupi bagian bawah, tanah dapat mempunyai beberapa
atau banyak lapisan.

Gambar 2-1 Beberapa Jenis dari Tekstur Tanah

Tanaman sering tumbuh pada lapisan tanah yang tersusun dari campuran
sisa sisa organisme, kumpulan dari lapisan organik disebut dengan horison O.
Secara biologis, koloni organisme dan rombakan material/bahan organik,
menjadikan tersedianya makanan (nutrient) dimana tumbuh-tumbuhan dan

binatang-binatang lainnya dapat hidup. Dengan berjalannya waktu, suatu lapisan


permukaan organik akan membentuk bersama humus menjadi horison A.

Gambar 2-2 Profil Tanah (kiri) dan Contoh Horison Tanah (kanan): Ground
Surface (Humus)/ Horison O; Horison A (Zona leaching / top soil); Horison B
(Zona akumulasi / sub-soil) ; Horison C (Pelapukan Batuan Induk)

2.5. Klasifikasi Tanah


Tanah diklasifikasikan menjadi beberapa katagori atas dasar untuk
mengetahui hubungan antara tanah yang berbeda-beda dan untuk menentukan
kegunaan suatu tanah. Orang yang pertama kali melakukan klasifikasikan tanah
adalah ilmuwan Rusia Dokuchaev sekitar tahun 1880. Sistem klasifikasi tanah
kemudian mengalami beberapa kali modifikasi oleh para ilmuwan Amerika dan
Eropa. Pada tahun 1960an, sistem klasifikasi yang berbeda beda mulai
mengerucut dan menfokuskan pada morfologi tanah yang dipengaruhi oleh faktor
batuan induk dan faktor pembentuk tanah dan mulailah terjadi beberapa
modifikasi. Konforensi dunia yang merujuk pada sumberdaya tanah bertujuan
untuk menetapkan acuan internasional berdasarkan klasifikasi tanah.
2.5.1. Orde

Orde adalah katagori tertinggi dari klasifikasi tanah. Tipe-tipe order


diakhiri oleh kata sol. Berdasarkan sistem klasifikasi tanah Amerika, tanah dibagi
menjadi 10 orde, yaitu:
1. Entisol - tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum
terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada sedimen yang
belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa memperlihatkan horison
diatas lapisan batuan dasar.
2. Vertisol - inverted soils. Tanah vertisol cenderung memiliki sifat mudah
memuai (mengembang) ketika basah dan mengkerut saat kering, seringkali
menghasilkan rekahan tanah yang cukup dalam sehingga lapisan yang ada di
permukaan masuk kedalam rekahan tersebut.
1. Inceptisol - tanah yang masih muda dan sudah memperlihatkan adanya
perlapisan ( horison) dan juga memperlihatkan adanya eluviasi dan iluviasi.
2. Aridisol - tanah kering yang terbentuk di lingkungan gurun. Tanah aridisol
hampir mencapai 20% tanah yang ada di bumi. Pembentukan tanahnya
aridisol sangat lambat dengan akumulasi bahan organik yang sangat sedikit.
Zona bawah permukaannya (horison Calcic) berupa Calsium Carbonat yang
terakumulasi dari perkolasi air. Kebanyakan dari tanah aridisol berkembang
horison B yang tersusun dari material lempung hasil perpindahan pada masa
lalu ketika kelembabam tanahnya tinggi.
3. Mollisol - tanah lunak yang mempunyai horison A yang sangat tebal.
4. Spodosol tanah yang dihasilkan melalui proses podsolisasi. Merupakan tipe
tanah yang berasal dari hutan pinus (coniferous) dan deciduous yang berada
pada iklim dingin/sejuk.

5. Alfisol - tanah yang mengandung aluminium dan besi. Tanah alfisol


mengandung horison dari akumulasi lempung dan terbentuk ketika
10

kelembabamnya cukup dan hangat, tanah tipe ini baik untuk tanaman yang
berumur 3 bulanan.
6. Ultisol - tanah yang kandungan leachingnya sangat tinggi.
7. Oxisol - tanah yang kandungan oksidanya sangat tinggi.
8. Histosol - tanah organik.
Skema orde diatas termasuk:
1. Andisols - tanah volkanik yang cenderung mengandung mineral gelas yang
tinggi.
2. Gelisols - tanah yang bersifat permafrost.
2.5.2. Klasifikasi Tanah di Indonesia
Klasifikasi tanah di Indonesia yang paling sering digunakan adalah sistem
USDA Soil Taxonomy. Dalam penggunaannya, sistem USDA ini memberikan
penjelasan yang jauh lebih mudah dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga
sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah selain sistem
FAO dan PPT (Pusat Penelitian Tanah). Nama jenis tanah pada klasifikasi ini
adalah:
1. Entisol;
2. Inceptisol;
3. Alfisol;
4. Ultisol;
5. Oxisol;
6. Vertisol;
7. Mollisol;
8. Spodosol;
9. Histosol;
10. Andosol.
2.5.3. Sistem Klasifikas Tanah Unified (Unified Soil Classification System)

11

Sistem Klasifikasi Tanah (Unified Soil Classification System) adalah suatu


sistem klasifikasi tanah yang dipakai dalam disiplin ilmu Keteknikan dan Geologi
untuk mendiskripsi tekstur dan ukuran butir tanah. Sistem klasifikasi dapat
diterapkan untuk semua material yang tidak terkonsolidasi, dan diwakili dengan
simbol huruf, yaitu sebagai berikut:

2.6 Perkembangan Tanah


Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan
tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.
Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
2.6.1

Proses Perkembangan Tanah Asasi


Proses perkembangan tanah asasi adalah merupakan fase pembentukan

horizon-horizon utama tanah. Berikut ini adalah gambar proses perkembangan


tanah asasi seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

12

Gambar Proses Perkembangan Tanah Asasi


Pada fase pembentukan horizon-horizon utama tanah, peranan semua
faktor pembentuk tanah menjadi sangat penting. Secara sistematis fase
pembentukan horizon-horizon utama ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap
sebagai berikut:
1. Tahap Pembentukan Horizon C
Tahap pembentukan Horizon C yaitu tahap pelapukan batuan menjadi
tanah mineral sebagai akibat dari efek komponen iklim terhadap batuan. Efek
iklim ini mempengaruhi sifat fisik dan kimia batuan sehingga sifat dan atau kimia
batuan terubah menjadi tanah mineral dengan indikator terbentuk horizon C
sebagai satu-satunya horizon. Horizon C dapat juga berasal dari translokasi dan
deposisi bahan atau lapisan (horizon) tanah yang tererosi dari lain tempat yang
disebut dengan bahan coluvium dan aluvium laut dan sungai.
2. Tahap pembentukan Horizon O dan atau Pertumbuhan Vegetasi
Pada tahap ini terjadi pertumbuhan vegetasi di atas horizon C, kemudian
mati atau melepas sisa-sisa bagian tanaman yang mati, tertimbun di permukaan
atau kemudian terdekomposisi menjadi humus atau tetap berupa seresah.
Timbunan ini membentuk horizon O (organik) atau H (histik). Bahan organik

13

dapat berasal dari sisa atau vegetasi yang tumbuh di atas horizon C tersebut atau
berasal dari tempat lain.
Dengan demikian Horizon O ialah horizon timbunan bahan organik,
berwarna gelap bila sudah terdekomposisi, terdapat dan terlihat adanya jaringan
tumbuhan dan umumnya terletak di permukaan tanah, berstruktur lepas atau
gembur (remah).
3. Tahap Pembentukan Horizon A
Horizon A sering dikatakan sebagai horizon eluviasi ( pencucian ).
Terbentuk dari hasil percampuran antara tanah mineral dengan bahan organik
yang dapat dilakukan oleh:
a. Organisme tanah (dekomposisi dan mineralisasi serta metabolisme)
b Manusia (pengolahan tanah dan pemupukan)
c. Proses alam lainnya
Adanya korelasi positif antara tebalnya horizon O dan A, dengan
banyaknya organisme tanah mengakibatkan semakin mudah bahan organik
tersebut dikomposisi dan dimineralisasi, dan semakin banyak organisme tanah
maka semakin tebal horizon A. Dengan demikian Horizon A ialah horizon
permukaan tanah mineral yang berwarna gelap atau kehitaman, berstruktur
gembur (crumb), bertekstur sedang hingga kasar, berpori makro lebih banyak
daripada pori mikro (poros), konsistensinya lepas-lepas hingga agak teguh,
mempunyai batas horizon cukup jelas dengan horizon yang ada di atas atau di
bawahnya, terdapat banyak perakaran dan krotovinasi (lubang cacing atau bekas
akar yang mati, yang telah terisi oleh bahan lain selain matrik tanah itu sendiri).
4. Tahap Pembentukan Horizon B
Horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian
(elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk
horizon Albik (E) kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya
(illuviasi) ( B ). Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah
permukaan (sub horizon), bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang (kolumnar)

14

berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga
sangat teguh.
2.6.2 Proses Perkembangan Tanah Khas
Proses perkembangan tanah khas adalah fase pembentukan horizonhorizon penciri tanah. Pada fase ini terjadi perkembangan horizon utama tanah
yang berkorelasi atau sejalan dengan proses pedogenesis tanah sebagai akibat
terus bekerjanya faktor pembentuk tanah yang bersifat sebagai faktor pengubah
sifat jenis tanah. Tahap pembentukan horizon penciri ini dapat dibagi menjadi 2
(dua) bagian, yaitu:
A. Pembentukan horizon penciri pada permukaan tanah
B. Pembentukan horizon penciri pada sub horizon ( horizon bawah
permukaan)
Proses pembentukan tanah/profil tanah dalam hal ini menyangkut beberapa
hal,

yaitu:

a. Penambahan bahan-bahan dari tempat lain ke tanah, misalnya:


1. Penambahan air hujan, embun, dan lain-lain
2. Penambahan O2 dan CO2 dari atmosfer
3. Penambahn N, Cl, S dari atmosfer dan curah hujan
4. Penambahan bahan organik dari sisa tanaman dan hewan
5. Bahan endapan
6. Energi sinar matahari
b. Kehilangan bahan-bahan yang ada di tanah, misalnya:
1. Kehilangan air melalui penguapan (evapotranspirasi)
2. Kehilangan N melalui denitrifikasi
3. Kehilangan C (bahan organik) sebagai CO2 karena dekomposisi bahan
organik
4. Kehilangan tanah karena erosi
5. Kehilangan energi karena radiasi
c. Perubahan bentuk (transformation), berupa:
1. Perubahan bahan organik kasar menjadi humus
2. Penghancuran pasir menjadi debu kemudian menjadi liat
3. Pembentukan struktur tanah
4. Pelapukan mineral dan pembentukan mineral liat
5. Pembentukan konkresi
d. Pemindahan dalam solum, berupa:
1. Pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al dari lapisan atas ke lapisan bawah

15

2. Pemindahan unsur hara dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui siklus
kegiatan vegetasi
3. Pemindahan tanah dari lapisan bawah ke lapisan atas atau sebaliknya
melalui kegiatan hewan seperti tikus, rayap, dan sebagainya
4. Pemindahan garam-garam dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui air
kapiler

III.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Faktor-faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam
pembentukan jenis-jenis tanah. Faktor-faktor pembentuk tanah terdiri dari
bahan Induk, iklim, organisma hidup, Relief ( Topografi ) dan Waktu.

16

2. Genesa tanah melibatkan proses-proses pembentukan lapisan-lapisan atau


horison-horison yang dapat diamati pada suatu profil tanah. Proses proses ini
melibatkan penambahan, penghilangan, transformasi dan tranlokasi dari
meterial yang menyusun tanah.
3. L ima tahapan waktu pembentukan tanah, yaitu :Tahap permulaan, Tahap
Juvenil, Tahap Viril, Tahap Seril, dan Tahap Terakhir.
4. Klasifikasi Tanah yang berbeda-beda kemudian mulai mengerucut dan
menfokuskan pada morfologi tanah dipengaruhi oleh faktor batuan induk dan
faktor pembentuk tanah.
5. Proses perkembangan tanah asasi adalah merupakan fase pembentukan
horizon-horizon utama tanah sedangkan proses perkembangan tanah khas
adalah fase pembentukan horizon-horizon penciri tanah
3.2 Saran
Saran yang

dapat diberikan untuk kedepannya perlu dilaksanakannya

praktikum lapangan mengenai mata kuliah ini agar dapat meningkatkan wawasan
mahasiswa/i .

DAFTAR PUSTAKA

Arabia, T. Abu Bakar K and Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan


Tanah. Banda Aceh : Syiah Kuala University Press.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta.

17

Isa Darmawijaya. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.
Jenny, H. 1941. Factors Soil Formation. Mc Graw Hill, New York.
Noor, Djauhari. 2012. Tanah dan Genesa Tanah. Pakuan University.
Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi
Yogyakarta.
Sitanala Arsyad. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB.
Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah Pertanian di
Indonesia: Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

18

You might also like