You are on page 1of 44

REFERAT

MIKOSIS

DISUSUN OLEH :
MOHD ASHAF B. AMAT KHAINAN
030.07.299

PEMBIMBING:
Dr. NURHASANAH, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 23 JULI 1 SEPTEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
Mikosis Superfisialis. Makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di
Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yenni,
Sp.KK, M.kes selaku pembimbing yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan
dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi sejawat dan
bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Arjawinangun, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
2

DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB 1..................................................................................................................... 4
Pendahuluan.......................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................... 5
Tinjauan Pustaka.................................................................................................... 5
Mikosis Superfisial.............................................................................................. 5
A. DERMATOFITOSIS........................................................................................ 5
Tinea Kapitis.................................................................................................... 8
Tinea Korporis.................................................................................................. 9
Tinea Kruris................................................................................................... 10
Tinea Manus dan Pedis.................................................................................. 11
Tinea Unguium.............................................................................................. 12
Tinea Barbae................................................................................................. 13
Tinea Imbrikata............................................................................................. 14
B.NON -DERMATOFITOSIS..............................................................................17
Pityriasis Versicolor........................................................................................ 17
Pitifosporum Folikulitis................................................................................... 20
Piedra............................................................................................................ 22
Otomikosis..................................................................................................... 24
Tinea Nigra.................................................................................................... 26
Keratomikosis................................................................................................ 28
Kandidiasis.................................................................................................... 29
Penggolongan obat antimikotik........................................................................41
PENUTUP.............................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 45

BAB 1
Pendahuluan
Infeksi jamur atau dipanggil mikosis adalah masalah yang sering kita jumpai di
tengah-tengah masyarakat kita. Infeksi jamur banyak dideritai oleh mereka yang tinggal di
daerah beriklim tropis, seperti di Indonesia. Iklim tropis berakibat suhu udara yang panas dan
lembap sehingga sangat menguntungkan bagi pertumbuhan organisme seperti jamur. Jamur
dapat tumbuh pada kulit yang lembap seperti di daerah ketiak, lipat paha sela lipatan jari kaki
dan tangan, lipatan kulit yang lembap, lipataan payudara atau bokong. Dari ribuan spesies
jamur, sekitar 100 spesies di antaranya diketahui dapat mengakibatkan mikosis pada hewan
dan manusia. Mikosis dikelompokkan atas dasar tempat infeksi pada tubuh manusia, dibagi
dua yaitu mikosis superfisial dan mikosis profunda. Infeksi yang diakibatkan oleh jamur
dapat terjadi secara kompleks dalam skala ringan atau berat. Pada kasus-kasus tertentu juga
dijumpai adanya mekanisme infeksi sekunder akibat mikosis. Reaksi imun sangat berperan
penting sebagai mekanisme pertahanan tubuh dari infeksi jamur. Dengan demikian
pengobatan-pengobatan yang menunjang dapat membantu dalam proses penyembuhan.

BAB II
Tinjauan Pustaka
Mikosis Superfisial
Mikosis superfisial disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan
superfisialis yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih
dalam. Bentuk yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpun yang
diklasifikasikan menjadi 3 genus Epidermophyton, Microsporum dan Trycophyton. Pada
jaringan keratin yang tidak hidup, bentuk-bentuk ini adalah bila dan artrokonidia. Ada dua
golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu dermatofitosis dan non
dermatofitosis.

A. DERMATOFITOSIS
Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut " Dermatofitosis ".
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada
keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai
dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis.
ETIOLOGI
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga genus
yaitu genus: Mikrosporon, Trikofiton dan Epidermofiton. Dari 41 spesies dermafita yang
sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan
binatang yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies Mikrosporon dan 1 spesies
Epidermafiton. Selain sifat keratinofilik ini, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas
terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan
kadang-kadang menyerang manusia. Misalnya : Mirosporon canis dan Trikofiton verukosum.
Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang
yang moderat pada manusia, misalnya Mikrosporon gipsium.
Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada mausia
bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh. Dermatofita yang antropofilik terutama
5

menyerang manusia, karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini
dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif , karena reaksi
penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon
audoinii Trikofiton rubrum.
CARA PENULARAN
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu
yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan
tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor :
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik, Zoofilik atau
Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pula satu dengan yang lain
dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh Misalnya : Trikofiton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton flokosum paling sering menyerang lipat
pada bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini lebih sering
ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa,
dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari dibanding pria dan hal
ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih ada faktorfaktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu dan sebagainya) , faktor transpirasi
serta pemakaian pakaian yang serba nilon, dapat mempermudah penyakit jamur ini.
6

KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI JAMUR


Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang
ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh karena
harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan tidak
praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa jenis
spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis dapat disebabkan oleh beberapa
spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang.
Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan dibubuhi tempat
bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian dermatofitosis sebagai
berikut :
1. Tinea kapitis

: bila menyerang kulit kepala dan rambut

2. Tinea korporis

: bila menyerang kulit tubuh yang tidak berambut (globrous skin).

3. Tinea kruris

: bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus dapat meluas
sampai ke daerah gluteus, perut bagian bawah dan ketiak atau aksila

4. Tinea manus dan tinea pedis: Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama telapak
tangan dan kaki serta sela-selajari.
5. Tinea Unguium

: bila menyerang kuku

6. Tinea Barbae

: bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.

7. Tinea Imbrikata

: bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran


klinik yang khas.

MANIFESTASI KLINIS
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu bercakbercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain, sehingga memberikan
kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang
bagian tengah tampak tenang. Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila
kulit yang gatal ini digaruk maka papil-papil atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga
menimbulkan daerah yang erosi dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Kadang-kadang
bentuknya menyerupai dermatitis (ekzema marginatum) , tetapi kadang-kadang hanya berupa
makula yang berpigmentasi saja (Tinea korporis) dan bila ada infeksi sekunder menyerupai
gejala-gejala pioderma (impetigenisasi).

Tinea Kapitis
(Scalp ring worm ;Tinea Tonsurans)
Merupakan kelainan pada kulit dan rambut kepala. Biasanya penyakit ini banyak
menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui binatang- binatang peliharaan seperti
kucing, anjing dan sebagainya. Berdasarkan bentuk yang khas Tinea Kapitis dibagi dalam 4
bentuk :
1. Gray patch ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan tidak
mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia
setempat. Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flouresensi kekuning-kuningan pada
rambut yang sakit melalui batas "Grey patch" tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies
mikrosporon dan trikofiton.
2. Black dot ring worm
Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. Infeksi
jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan
rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut tampak sebagai titik-titik
hitam diatas permukaan kulit, yang berwarna kelabu sehingga tarnpak sebagai gambaran
black dot". Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita.
Rambut sekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena
infeksi penyebab utama adalah Trikofiton tonsusurans dan T.violaseum.
3. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang bersifat
lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok yang
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang disekitarnya serta kadang-kadang
ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini gampang patah dan mudah dicabut. Bila
kerion ini pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh karena terjadi
sikatrik. Bentuk ini terutama disebabkan oleh Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans
dan T. Violaseum.
4.Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta
memberi bau busuk seperti bau tikus "moussy odor". Rambut di atas skutula putus-putus,
mudah lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut
8

dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum
dan T. gipsum. Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang
menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-penyakit
bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroik.

Gambar. Gray patch.Alopesia, rambut suram


dan patah beberapa mmdi atas permukaan kulit

Gambar kerion. Massa tumor dengan pustul-pustul


dan alopesia.

Tinea Korporis
(Tinea circinata=Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan
banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih
tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota
gerak bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan
tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan
akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi
tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papil-papil dan vesikel, sedangkan pada
bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi
menghilang selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja.
Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan Tinea kruris. Penyebab utamanya
adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini.
penyakit ini sering menyerupai :

Pitiriasis rosea

Psoriasis vulgaris

Morbus hansen tipe tuberkuloid

Lues stadium II bentuk makulo-papular.


9

Gambar, pada daerah abdomen tampak lesi sirsinar, berbatas tegas, polimorfi
dengan tepi aktif.

Tinea Kruris
(Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila disertai
dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan
yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous dengan erosi dan
kadang-kadang terjadi ekskoriasi. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif. Apabila
kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya makula yang
hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi
kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadangkadang dapat meluas sampai ke gluteus, perut bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke
aksila. Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, Trikofiton rubrum dan T.
mentografites.
Diferensial Diagnosis :

Kandidiasis inguinalis

Eritrasma

Psoriasis vulgaris

Pitiriasis rosea

Tinea Manus dan Pedis


Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini sering
menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci,
10

pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang
tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.
Ada 3 bentuk Tinea pedis :
1. Bentuk interdigitalis
keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah jari
terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut
membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila
disentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala
umum.
2. Bentuk hiperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama di telapak
kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisura
yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.
3. Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari, kemudian
meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan bula yang terletak agak
dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel ini pecah akan
meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan
memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas.
Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu
dermatofitosis yang menyerang tangan. Penyebab utamanya ialah : T .rubrum, T
.mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum. Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan
dengan :

Dermatitis kontak akut alergis

Skabiasis

Psoriasis pustulosa

11

Gambar tampak maserasi pada sela jari kaki IV-V

Tinea Unguium
(Onikomikosis = ring worm of the nails)
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal kuku,
subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan leukonikia trikofita bila dimulai dari
bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh
subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung
elemen jamur.
Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita minta
pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama, karena penyakit ini
tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita
baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah terkena penyakit. Ada tiga 3 bentuk tinea
unguium :
1.Bentuk subungual distalis.
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau diskolateral kuku. Proses ini menjalar ke
proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus,
maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan terlihat hanya kuku rapuh yang
menyerupai kapur.

12

2. Bentuk leukenikia trikofita.


Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan di permukaan
kuku yang dapat dikerok unutk membuktikan adanya elemen jamur. Kelainan ini
dihubungkan dengan Trichophyhton mentagrophtes.
3. Bentuk subungual proksimal.
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan
membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh
sedangkan di bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea unguium mempunyai
dermatofitosis di tempat lain yang sudah sembuh atau yang belum. Kuku di kaki lebih sering
di serang berbanding kuku di tangan. Tinea unguium adalah dermatofitosis yang paling sukar
dan lama disembuhkan; kelainan pada kuku di kaki lebih sukar disembuhkan berbanding
kuku di tangan.
Penyebab utama adalah : T.rubrum, T.metagrofites
Diagnosis banding:

Kandidiasis kuku

Psoriasis yang menyerang kuku

Akrodermatitis persisten

Gambar lempeng kuku distrofik, infiltrat , erimatosa dan edema jaringan sekitar.

Tinea Barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang dan
kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu rontok (patah). Ada 2 bentuk yaitu superfisialis
dan kerion :
Superfisialis
13

Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papul dan skuama yang mula-mula kecil
selanjutnya meluas ke arah luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian tepi yang
aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.
Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous yang ditutupi krusta atau abses kecil
dengan permukaan membasah oleh karena erosi.
Tinea barbae ini didiagnosa banding dengan :

Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)

Karbunkel

Mikosis dalam

Tinea Imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh Trikofiton
konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama yang
melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada
bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula
ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan
tubuh sehingga menyerupai :

Eritrodemia

Pemfigus foliaseus

Iktiosis yang sudah menahun

PENGOBATAN
A. Pengobatan Pencegahan :
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktorfaktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat. Daerah
intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus benar-benar kering dan
diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
2. Alas kaki harus pas dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
14

4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih dengan air panas.
B. Terapi lokal :
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot,
telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
1. Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat
dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus.
Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonazol, ekonazol,
bifonazol, kotrimazol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2%
dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan perbaikan dalam waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan
terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam
salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas.
Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau
menggunakannya.
4. Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai kesembuhan
total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya dengan kertas
amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal
atau larutan derivat azol bisa menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi,
bersamaan dengan terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan
yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.
C. Terapi sistemik:
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin
adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini
sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh
saluran pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung
lemak, tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin
diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan. Secara umum, griseofulvin
dalam bentuk partikel halus dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 g untuk orang dewasa dan
0,25-0,5 g untuk anak-nak sehari atau 10-25mg per kg berat badan. Lama pengobatan
bergantung pada lokai penyakit , penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Obat
peroral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik.
Pada kasus-kasus resisten griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per
15

hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah mkaan. Ketokonazol merupakan
kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol, dapat diberikan suatu obat tiazol yaitu itrakonazol
yang merupakan pilihan yang lebih baik. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan
selaput lendir oleh jamur biasanya cukup 2x100-200 mg per hari dalam kapsul selama 3 hari.
Ada juga terbinafin yang besifat fungisidal juga dapat diberiikan sebagi pengganti
griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5-250 mg sehari bergantung pada berat badan.

Gambar cincin-cincin skuama tersusun konsentris.


Sisi bebas menghadap ke dalam.

16

B.NON -DERMATOFITOSIS
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal
ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin
kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke dalam
golongan ini adalah :

Pityriasis Versicolor
(TINEA VERSICOLOR)
DEFINISI
Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi
sdisebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan
asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya
menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka
dan kulit kepala.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah beriklim
panas. Di Indonesia frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada kontak dengan jamur
penyebab oleh karena itu kebersihan pribadi sangat penting.
MORFOLOGI
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya
tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak
teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai
plakat. Ada dua bentuk yang sering dijumpai :
Bentuk makuler : Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama halus diatasnya dan
tepi tidak meninggi.
Bentuk folikuler : Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut

17

PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui. Organisme ini merupakan "lipid
dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras,
matahari, peradangan kulit dan efek primer Pytorosporum terhadap melanosit.
GAMBARAN KLINIS
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila,berkeringat. Bisa
pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu oleh adanya
bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi tampak sebagai bercak
hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat maka lesi bisa berwarna kecoklatan
ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik halus.
DIAGNOSA BANDING
Penyakit ini harus dibedakan dari dermatitis seboroik, sifilis stadium tua, pitiriasis
rosea vitiligo, morbus hansen dan hipopigmentasi pasca peradangan.
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSA
Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh Malassezia
furfur
diagnosa pitiriasis versikolor harus dibantu dengan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut
:
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi.
Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu dikerok dengan skalpel steril
dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut
diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan
sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya
memang jamur, maka terlihat garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butiir yang bersambung seperti kalung.
Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek, lurus atau bengkok dengan banyak butiranbutiran kecil bergerombol yang tersebar.
b. Pembiakan.
18

Organisme penyebab Tinea versikolor belum dapat dibiakkan pada media buatan.
c.Pemeriksaan dengan sinar wood
dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah
dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna emas sampai
orange.
PENGOBATAN
Tinea versikolor dapat diobati dengan berbagai obat yang manjur pakaian, kain sprei,
handuk harus dicuci dengan air panas. Kebanyakan pengobatan akan menghilangkan bukti
infeksi aktif (skuama) dalam waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin pengobatan yang
tuntas pengobatan ketat ini harus dilanjutkan beberapa minggu.
Perubahan pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah hipopigmentasi belum akan
tampak normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali. Sesudah terkena sinar matahari
lebih lama daerah-daerah yang hipopigmentasi akan coklat kembali. Meskipun terapi nampak
sudah cukup, bila kambuh atau kena infeksi lagi merupakan hal biasa, tetapi selalu ada respon
terhadap pengobatan kembali. Tinea versikolor tidak memberi respon yang baik terhadap
pengobatan dengan griseofulvin. Obat-obat anti jamur yang dapat menolong misalnya salep
whitfield, salep salisil sulfur (salep 2/4), salisil spiritus, tiosulfatnatrikus (25%). Obat-obat
baru seperti selenium sulfida 2% dalam shampo, derivat imidazol seperti ketokonasol,
isokonazol, toksilat dalam bentuk krim atau larutan dengan konsentrasi 1-2% sangat
berkhasiat baik.
PROGNOSIS
Umumnya baik bila faktor-faktor predisposisi dapat dieliminer dengan baik.

19

Gamabr .Pada daerah punggung tampak lesi berupa plak hipopigmentasi dengan skuama halus dan berbatas tegas.

Pitifosporum Folikulitis
(Malasezia folikulitis)
Merupakan penyakit kronik pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh spesies
Pitirosporum, berupa papul dan pustul folikular, yang biasanya gatal dan terutama berlokasi
di batang tubuh, leher dan lengan bagian atas
ETIOLOGI
Jamur penyebab adalah spesies Pityrosporum yang identik dengan Malassezia furfur,
penyebab pitiriasis versikolor. Spesies ini sekarang disebut kembali sebagai Malassezia
setelah ditemukan 7 spesies, sehingga penyakit yang disebabkan oleh jamur ini atau
dihubungkannya yang dahulu dinamai pitirosporosis sekarang disebut malaseziosis.

PATOGENESIS
Spesies Malassezia merupakan penyebab pitirosporum folikulitis dengan sifat
dimorfik, lipofilik dan komersal. Bila pada hospes terdapat faktor predisposisi spesies
Malassezia yang tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folikel dapat pecah. Dalam hal
ini reaksi peradangan terhadap produk, tercampur dengan lemak bebas yang dihasilkan
melalui aktivitas lipase. Faktor predisposisi antara lain adalah suhu dan kelembapan udara
yang tinggi, penggunaan bahan-bahan berlemak untuk pelembab badan yang berlebihan,
antibiotik kortikosteroid lokal/sistemik, sitostatik dan penyakit tertentu, misalnya: DM,
keganasan, keadaan imunokompremais dan AIDS.

GEJALA KLINIS
Keluhan yang didapatkan adalah gatal pada tempat predileksi. Klinis morfologi
terlihat papul dan pustul perifolikular, berukuran 2-3 mm diameter, dengan peradangan
20

minimal. Tempat prdileksi adalah dada, punggung dan lengan atas. Kadang-kadang terdapat
di leher dan jarang di muka.

DIAGNOSIS BANDING

Akne vulgaris

Foliulits bakterial

Erupsi akenformis

PENGOBATAN

Antimikotik oral, misalnya :


Ketokonazol 200 mg selama 2-4 minggu
Itrakonazol 200 mg sehari selama 2 minggu
Flukonazol 150 mg seminggu selama 2-4 minggu

Antimikotik topikal biasanya kurang efektif, walaupun dapat menolong

PROGNOSIS
Baik.

Piedra
Merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang memberikan
benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut. Ada dua macam :
Piedra putih : penyebabnya Piedraia beigeli
Piedra hitam : penyebabnya Piedraia hortai
PIEDRA BEIGELl
Merupakan penyebab piedra putih, terdapat pada rambut. Jamur ini dapat ditemukan
ditanah, udara,dan permukaan tubuh.

21

ETIOLOGI
Piedra Beigeli (Trikosporon beigeli) terutama terdapat didaerah subtropis, daerah
dingin, (di Indonesia belum ditemukan)
MORFOLOGI
Jamur ini mempunyai hifa yang tidak berwarna termasuk moniliaceae. Secara
mikroskopis jamur ini menghasilkan arthrokonidia dan blastoconidia.
PATOGENESIS
Biasanya penyakit ini dapat timbul karena adanya kontak langsung dari orang yang
sudah terkena infeksi.
GAMBARAN KLINIS
Adanya benjolan warna tengguli pada rambut, kumis, jenggot, kepala, umumnya
tidak memberikan gejala-gejala keluhan.
DIAGNOSA LABORATORIUM
Diagnosa ditegakkan atas dasar :
- gejala kllinis
- pemeriksaan laboratorium dengan KOH dan kultur pada agar Sabauroud.

PENGOBATAN
Rambut dicukur atau dikeramas dengan sublimat 1/2000 (5 %0) dalam spiritus dilutus.

22

Piedra putih.

PIEDRA HORTAI
Merupakan jamur penyebab piedra hitam (infeksi pada rambut berupa benjolan yang
melekat erat pada rambut, berwarna hitam). Penyakit ini umumnya terdapat di daerah-daerah
tropis dan subtropis. Terutama terdapat pada rambut kepala, kumis atau jambang, dan dagu.
MORFOLOGI
Askospora berbentuk seperti pisang. Askospora tersebut dibentuk dalam suatu
kantung yang disebut askus. Askus-askus bersama dengan anyaman hifa yang padat
membentuk benjolan hitam yang keras dibagian luar rambut. Dari rambut yang ada benjolan,
tampak hifa endotrik (dalam rambut) sampai ektotrik (diluar rambut) yang besarnya 4-8 um
berwarna tengguli dan ditemukan spora yang besarnya 1-2 um.
GAMBARAN KLINIS
Pada rambut kepala, janggut, kumis akan tampak benjolan atau penebalan yang keras
warna hitam. Penebalan ini sukar dilepaskan dari corong rambut tersebut. Umumnya rambut
lebih suram, bila disisir sering memberikan bunyi seperti logam. Biasanya penyakit ini
mengenai rambut dengan kontak langsung atau tidak langsung.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar :
1. Gejala klinis
Objektif rambut lebih suram, benjolan bila disisir terasa seperti logam kasar.
2. Laboratorium
a. Langsung dengan KOH 10-20% dari rambut yang ada benjolan tampak hifa
endotrik (dalam rambut pada lapisan kortek) sampai ektotrik (di luar rambut) yang
besar 4-8 mu berwarna tengguli dan ditemukan spora yang besarnya 1-2um.
b. Kultur rambut dalam media Sabouraud tampak koloni mula-mula tumbuh sebagai
ragi yang berwarna kuning, kemudian dalam 2-4 hari akan berubah menjadi
koloni filamen.
23

PENGOBATAN
Sebaiknya rambut dicukur, dapat juga dikeramas dalam larutan sublimat : 1/2000
dalam alkohol dilutus (spiritus 70%) hasil pengobatan akan tampak dalam 1 minggu

Piedra hitam.

Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar. Jamur dapat masuk ke
dalam liang telinga melalui alat-alat yang dipakai untuk mengorek-ngorek telinga yang
terkontaminasi atau melalui udara atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau sakit
di dalam liang telinga. Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama,
dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun
telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila
meluas sampai ke dalam, sampai ke membrana timpani, maka daerah ini menjadi merah,
berskuama, mengeluarkan cairan srousanguinos. Penderita akan mengalami gangguan
pendengaran. Bila ada infeksi sekunder dapat terjadi otitis ekstema. Penyebab biasanya jamur
kontaminasi yaitu Aspergillus, sp Mukor dan Penisilium.
DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan pada :
1. Gejala klinik
24

Yang khas, terasa gatal atau sakit diliang telinga dan daun telinga menjadi merah,
skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar.
2..Pemeriksaan Laboratorium
a. Preparat langsung: Skuama dari kerokan kulit Jiang telinga diperiksa dengan KOH
10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum dan kadang-kadang dapat ditemukan
spora-spora kecil dengan diameter 2-3 um.
b. Pembiakan: Skuama dibiak pada media Sabauroud dekst ditemukan dekstrosa agar
dan dikeram pada temperatur kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa
koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada
ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya.
DIAGNOSA BANDING
Otitis eksterna atau kontak dermatitis pada liang telinga sering memberi gejala-gejala
yang sama.
PROGNOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat.

PENGOBATAN
Pengobatan ditujukan menjaga agar liang telinga tetap kering jangan lembab dan
jangan mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan
telinga atau kapas. Kotoran- kotoran telinga harus selalu dibersihkan. Larutan timol 2%
dalam spiritus dilutus (alkohol 70%) atau meneteskan larutan burowi 5% satu atau dua tetes
dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan yang
memuaskan. Neosporin dan larutan gentien violet 1-2% juga dapat menolong.

Tinea Nigra
Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya menyerang kulit telapak
kaki dan tangan dengan memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit yang terserang.
Makula yang terjadi tidak menonjol pada permukaan kulit, tidak terasa sakit dan tidak ada
25

tanda-tanda radang. Kadang-kadang makula ini dapat meluas sampai ke punggung, kaki dan
punggung tangan, bahkan dapat menyebar sampai di leher, dada dan muka. Gambaran
efloresensi ini dapat berupa polosiklis, arsiner dengan warna hitam atau coklat hampir sama
seperti setetes nitras argenti yang diteteskan pada kulit. Penyebabnya adalah Kladosporium
wemeki dan jamur ini banyak menyerang anak-anak dengan higiene kurang baik dan orangorang yang banyak berkeringat.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1.Gejala klinis yang khas
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Preparat langsung : kerokan kulit dengan KOH 10% akan menunjukkan adanya hifa
dan spora yang tersebar di dalam gel-gel epitel, besar hifa berkisar 3-5 u dan spora
berkisar 1-2u.
b. Pembiakan : Pembiakan skuama pada media Sabauroud glukosa agar (SGA), dikeram
pada temperatur kamar. Dalam 1-2 minggu akan tumbuh koloni menyerupai ragi,
berwarna hijau dan pada bagian tepinya tumbuh daerah yang filamentous berwarna
coklat. Pada pemerikasaan mikroskopis tampak hifa halus bercabang, mengkilat dan
spora-spora yang lonjong.
DIAGNOSA BANDING
Lesi-lesi hitam pada kulit seperti pada sifilis stadium kedua pada telapak tangan,
harus dipikirkan. Melanoma memberikan gambaran klinis yang rnirip. Tinea versikolor pun
memberikan gambaran yang hampir sama.
PENGOBATAN
Pengobatan dengan obat-obat anti jamur banyak menolong. Salep whitfield I dan II
atau salep sulfursalisil juga dapat menolong. Obat-obat anti jamur, preparat-preparat imidazol
seperti isokotonazol, bifonazol, klotrirnazol juga berkhasiat baik.

26

27

Keratomikosis
(KERATITIS MIKOTIK)
Merupakan infeksi jamur pada kornea mata yang meneyebakan ulserasi dan inflamasi
setelah trauma pada bagian tersebut diobati dengan obat-obat antibiotik dan kortikosteroid.

ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah berbagai macam jamur yang menyerang kornea yang
rusak dan menyebabkan ulkus kornea. Spesies-spesies yang pernah ditemukan adalah
Aspergillus, Fusarium, cephalosporum, Curvularia, dan Penicillium.

GEJALA KLINIS
Setelah mengalami trauma atau abrasi pada mata dapat terbentuk ulkus pada kornea.
Melalui perkenmbangan yang lambat, kelainan dapat membentuk hipopion. Lesi mulai
dengan benjolan yang menonjol sedikit di atas permukaan, berwarna putih kelabu dan
bermabut halus. Pencairan lapisan teratas kornea disekitarnya membentuk ulkus dangkal.
Terbentuk halo lebar berbatas tegas berwarna putih kelabu mengelilingi titik pusatnya. Dalam
halo tersebut dapat terlihat garis-garis radial. Telihat pula inflamasi pada kornea.
Vaskularisasi sering tidak tampak. Pada stadium ini sering digunakan antibiotik dan steroid
yang bersifat anti inflamasi sehingga dapat mencegah parut. Dengan pengobatan demikian
ulkus dapat menjalar dan meluas sampai depan ruang mata. Biakan dari bahan hapus dasar
ulkus tidak mengahsilkanbakteri, maupun jamur, akan tetapi bahan yang diambil dari kerokan
dalam dasar atau pinggir ulkus akan menghasilkan jamur pada pemeriksaan. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan mikologik sediaan langsung dan biakan.

DIAGNOSIS BANDING
Keratomikosis harus dibedakan dengan ulkus kornea yang disebabkan paralisis fasial,
keratitis dendritik , dan lain-lain.

28

PENGOBATAN
Larutan nistatin dan amfoterin B yang diberikan tiap jam. Pemberian dapat dijarangkan bila
terjadi perbaikan. Larutan amfoterin B mengandung 1,0 mg per ml larutan garam faal atau
akua destilata.
PROGNOSIS
baik bila dilakukan diagnosis secara dini dan pengobatan yang tepat serta cepat.

Kandidiasis
DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
jamur intermediate Candida sp., biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai
mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, dengan berbagai manifestasi klinisnya yang bisa
berlangsung akut, kronis atau episodik, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia,
endokarditis atau meningitis.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya
dengan tepat.

ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari
kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis
kandidiasis ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidiasis septicemia adalah C. tropikalis.
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar
80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan
29

pada manusia, C.albicans lah yang paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan
membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah
panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif
daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit
difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia
multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.
Sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, dengan ukuran 25 x 36 hingga 25 x
528,5 Spesies-spesies kandida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakarosa, galaktosa dan laktosa. Jamur kandida
dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan kelainan apapun di dalam berbagai alat
tubuh baik manusia maupun hewan.C. albicans merupakan spesies jamur kandida yang
paling sering menyebabkan kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun
sistemik. Pada media agar khusus akan terlihat struktur hyphae, pseudohyphae dan ragi.

Candida albicans

KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk. (1971), mambaginya sebagai berikut:
30

Kandidiasis selaput lendir:


1. Kandidiasis oral (thrush)
2. Perleche
3. Vulvovaginitis
4. Balanitis atau balanopostitis
5. Kandidiasis mukokutan kronik
6. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru

Kandidiasis kutis:
1. Lokalisata:

a. daerah intertriginosa
b. daerah perianal

2. Generalisata
3. Paronikia dan onikomikosis
4. Kandidiasis kutis granulomatosa

Kandidiasis sistemik:
1. Endokarditis
2. Meningitis
3. Pielonefritis
4. Septikemia
Reaksi id. (kandidid)

V. PATOGENESIS

Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit
terdapat dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun
obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran
pernafasan, vagina dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer
maupun sekunder dari kelainan yang telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah
sifat saprofit kandida menjadi patogen.Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor
predisposisi baik endogen maupun eksogen.
Faktor endogen:
31

1. Perubahan fisiologik:

Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina


Kondisi vagina selama masa kehamilan menunjukkan kepekaan yang tinggi
terhadap infeksi kandida, hal ini tampak dengan ditemukannya kolonisasi
candida spp yang tinggi pada masa ini sejalan dengan tingginya simtomatik
vaginitis. Keluhan ini paling sering timbul pada usia kehamilan trimester
ketiga.

Bagaimana

mekanisme

hormon-hormon

reproduksi

dapat

meningkatkan kepekaan vagina terhadap infeksi kandida masih belum jelas.

Kegemukan, karena banyak keringat

Debilitas

Iatrogenik

Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit


Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi candida spp dalam
vagina mungkin karena peningkatan kadar glukosa dalam darah, jaringan dan
urin. Akan tetapi mekanismenya juga tidak diketahui.

Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang


buruk.

2. Umur: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya
tidak sempurna.
3. Imunologik: penyakit genetik.

Faktor eksogen:
1. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
2. Kebersihan kulit
3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur.
4. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

GEJALA KLINIS
Kandidiasis selaput lendir
32

i.

Thrush
Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu yang
menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang
lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut.
Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.
Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi
berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak tampak
jelas bila penderita sering merokok.

Thrush

ii.

Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan
dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah defisiensi riboflavin.

33

Perleche

iii.

Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar gula
darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen
dalam epitel vagina. Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva
dan adanya duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai
tebal dan homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti
susu yang disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah
dan tidak berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang berat
terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia.Pada pemeriksaan fisik
ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva, juga dapat ditemukan
lesi papulopustular di sekitarnya. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia di
labia menora, introitus vagina, dan vagina terutamanya 1/3 bagian bawah. Servik
tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan. Sering pula terdapat
kelainan yang khas bercak-bercak putih kekuningan. Bila ditemukan keluhan dan
tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5 dapat diduga adanya infeksi kandida.
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia menora dan ulkus-ulkus
yang dangkal pada labia menora dan sekitar introitus vaginal.
Fluor albus pada kandidosis vagina bewarna kekuningan. Tanda yang khas
ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu bewarna putih kekuningan.
Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina
terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.

34

vulvovaginitis

iv.

Balanitis atau balanopostitis


Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanitanya yang menderita
vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada
glans penis dan sulkus koronarius glandis.

Balanitis

v.

Kandidiasis mukokutan kronik


Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem
hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam defisiensi
yang bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip
penderita dengan defek poliendokrin.
35

Kandidiasis kutis
i.

Kandidiasis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari
tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah dan eritematosa.Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikelvesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.

Kandidiasis intertriginosa

ii.

Kandidiasis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan
pruritus ani.

Kandidiasis perianal
36

iii.

Kandidiasis kutis generalisata


Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan
umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia.Lesi berupa ekzematoid,
dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi,
mungkin karena ibunya menderita kandidosis vagina atau mungkin karena gangguan
imunologik.

iv.

Paronikia dan Onikomikosis


Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air, bentuk
ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah,
kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang bewarna
kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku
seperti pada tinea unguium.

v.

Diaper-rash
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat
menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa
dermatisis oral dan perianal.

Diaper-rash

vi.

Kandidiasis granulomatosa
37

HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahawa penyakit ini sering menyerang anakanak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal bewarna kuning kecoklatan
dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang
2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan faring.

Kandidiasis sistemik
i.

Endokarditis
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan yang
dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita sesudah operasi jantung.

ii.

Meningitis
Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitis
tuberkulosis atau karena bakteri lain.

Reaksi id (kandidid)
Reaksi terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa vesikel-vesikel yang
bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain, mirip dermatofitid.
Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan
menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil
positif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis klinis kandidiasis dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan
jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina untuk kandidiasis vulvovaginalis.
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
38

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat
pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37C, koloni
tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans
dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5 bila
ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya bakterial vaginosis,
trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran.

DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis kutis lokalisata dengan:
a. Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit,
pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah bata.
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatofitosis (tinea)

Kandidiasis kuku dengan tinea unguium


Kandidiasis vulvovaginitis dengan :
a. Trikomonas vaginalis
b. Gonore akut
c. Leukoplakia
d. Liken planus

PENATALAKSANAAN
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini
adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim,
39

lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk
obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih
bentuk yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi
mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim.Hendaklah mengingatkan pasien untuk
menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
Pengobatan:
1. Topikal:

Larutan ungu gentian - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit,


dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.

Nistatin: berupa krim, salap, emulsi

Amfoterisin B

Grup azol antara lain:


i.

Mikonazol 2% berupa krim atau bedak

ii.

Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim

iii.

Tiokonazol, bufonazol, isokonazol

iv.

Siklopiroksolamin 1% larutan, krim

v.

Antimikotik yang lain yang berspektrum luas

2. Sistemik

Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat
ini tidak diserap usus.

Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik

Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam


dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari
atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150
mg dosis tunggal.

Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang


dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.

PROGNOSIS
40

Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi

Penggolongan obat antimikotik


Polyenes
Antimikotik golongan polyenes ditemukan pada awal tahun 1950-an. Golongan polyenes
efektif untuk melawan semua spesies ragi karena berikatan dengan membran sel jamur. Efek
perusakan membran sel tergantung kuatnya ikatan antara polyenes dengan sterol khususnya ergosterol
yang banyak dikandung oleh dinding sel jamur, sedangkan dinding sel manusia banyak mengandung
kolesterol. Golongan polyenes yang paling banyak dipakai adalah nystatin. Obat ini juga aman
diberikan pada wanita hamil. Pemberian peroral tidak dapat diserap oleh usus dan hanya diberikan
peroral untuk mengobati kandidiasis gastrointestinal saja. Golongan polyenes yang lain adalah
amphoterisin B. Golongan polyenes bekerja dengan cara merusak membran sel eukariota dan
menimbulkan efek toksik pada membran jamur. Efek kerusakan membran tersebut karena polyenes
mempunyai daya ikat yang tinggi dengan ergosterol yang membentuk membran sel jamur.

Azol
Golongan azol dikembangkan sekitar akhir tahun 1960-an dan tersedia dalam bentuk sediaan topikal
dan sistemik.

Imidazol
Imidazol merupakan generasi pertama kelompok azol. Mikonazol adalah imidazol yang
pertama di pasaran, yang lainnya adalah: klotrimazol, ekonazol, ketokonazol, isokonazol,
omokonazol, oksikonazol, fentikonazol dan tiokonazol. Dari semua imidazol hanya
ketokonazol yang mempunyai bentuk oral dan sistemik. Cara kerja azol termasuk di sini
derivat imidazol maupun triazol adalah melakukan penghambatan 14a-demethylase, suatu
enzim dependent cytochrom p 450 yang sangat diperlukan untuk sintesa ergosterol. Golongan
imidazol mempunyai efek penyembuhan klinis dan mikologis sebesar 85-95%. Pemakaian
yang hanya satu kali perhari dan lama pemakaian hanya 1 sampai 7 hari yang dirasakan lebih
nyaman

untuk

penderita

maka

banyak

dipakai

sehingga

menggeser

pemakaian

nystatin.Berbagai macam derivat imidazol digunakan secara topikal, berbagai penelitian yang
telah dilakukan tidak membuktikan bahwa obat yang satu lebih superior dari yang lainnya.
41

Semuanya menunjukkan efektifitas yang sama bila diberikan secara topikal, serta bebas dari
efek samping sistemik. Sejak imidazol topikal pertama diperkenalkan, klotrimazol 100 mg
selama 6 hari, merupakan terapi jangka panjang. Selanjutnya kecenderungan terapi diarahkan
menjadi jangka pendek, klotrimazol 200 mg diberikan selama 3 hari. Akhir-akhir ini dosis
tinggi lokal yang diberikan hanya 1 kali menjadi lebih disukai (klotrimazol 500 mg)
dibandingkan dengan dosis tunggal peroral dari azol generasi yang berikutnya. Ketokonazol
adalah satu-satunya imidazol yang dapat diberikan peroral dan sekarang mulai digeser
pemakaiannya dengan azol yang lainnya.

Triazol
Azol generasi ketiga adalah goongan triazol yang dikembangkan pada tahun 1980. Derivat
triazol yang pertama adalah itrakonazol, dan yang lainnya adalah flukonazol dan terkonazol.
Efek terapi itrakonazol dosis tunggal yang diteliti pada tikus percobaan menunjukkan dalam
waktu 24 jam obat telah mempengaruhi perubahan ultrastruktur dinding sel dan dalam waktu
3 hari jamur tereradikasi sempurna dari epitel vagina. Penelitian lanjutan terhadap jaringan
vagina manusia menunjukkan 200 mg dosis tunggal itrakonazol peroral memberikan efek
penghambatan dalam waktu 3 hari. Pemanjangan efek itrakonazol diakibatkan karena adanya
kemampuan lipofilik obat tersebut. Akhirnya angka penyembuhan klinis dan mikologis tidak
berbeda untuk terapi jangka pendek peroral dari itrakonazol dengan pemakaian topikal
golongan imidazol. Efek samping pemberian obat antimikotik golongan azol umumnya
adalah rasa tidak nyaman pada daerah gastrointestinal, dapat terjadi gejala hepatotoksis pada
pemberian ketokonazol (jarang), sedangkan reaksi anafilaksis sangat jarang terjadi.
Flukonazol secara umum dapat ditoleransi dengan baik walaupun mempunyai efek gastro
intestinal (mual, muntah). Triazol yang ketiga adalah terkonazol. Terkonazol adalah satusatunya triazol yang tersedia dalam bentuk topikal, dengan efektifitas yang sama dengan
triazol bentuk oral. Di Amerika, terkonazol tersedia dalam bentuk krim 0,4 untuk regimen 7
hari dan 0,8% untuk regimen 3 hari, selain itu tersedia juga bentuk supossitoria vagina 80 mg
untuk regimen 3 hari. Derivat triazol ini mempunyai spektrum aktivitas yang luas, awal kerja
yang lebih cepat, lebih efektif dan lebih kecil efek sampingnya. Pada saat ini terkonazol
belum tersedia di Indonesia.

42

PENUTUP
Kesimpulan
Mikosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang kulit, disebabkan oleh jamur. Secara
patogenesis, mikosis terbagi atas mikosis superfisial dan mikosis profunda. Mikroorganisme
penyebab mikosis superfisial dibagi atas dermatofita ( yang mencerna keratin) dan nondermatofita. Dalam dermatofita terdapat genus Mikrosporon, Trikofiton dan Epidermofiton
yang bersifat mencerna keratin. Mikosis akibat dermatofita dinamakan sebagai tinea dan
berdasarkan lokasinya tinea terbagi atas tinea kapitis, tinea korporis pada bagian tanpa
rambut, tinea kruris, tinea manus dan pedis, tinea unguium dan tinea imbrikata. Gejala yang
ditimbulkan adalah rasa gatal dengan manifestasi makula hiperpigmentasi hingga bentuk
polimorf dengan tepi aktif dan bagian tengah yang tenang. Penatalaksanaan untuk tinea
adalah derivat imidazol topikal 2 kali sehari dan untuk keadaan hiperkeratosis diberikan
salisil. Mikosis non dermatofita meliputi pityriasis versicolor, pytirosporum folikulitis,
piedra, otomikosis, tinea nigra dan keratomikosis yang tidak mencerna keratin.
Penatalaksanaan untuk mikosis non dermatofita bergantung pada penyakit yang dialami.
Kandidiasis dapat terjadi pada selaput lendir, kulit dan sistemik. Hal yang menjadi faktor
risikonya bermacam-macam, mulai dari faktor endogen seperti hormon (pada wanita) dan
faktor eksogen seperti higienitas dan perilaku seksual. Pengobatan bagi kandidiasis adalah
pemberian golongan azol dan polyenes sesuai dengan penyakit yang dialami. Secara umum,
prognosis dari mikosis cukup baik, kecuali pada tinea unguium dan paronikia yang dapat
menjadi kronik hingga merusak jaringan pada kuku.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2008. Edisi 8.Adhi Juanda. Mikosis .89-105.Balai
Penerbit FKUI.Jakarta.
2. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2008. Edisi 8.Adhi Juanda. Kandidosis.106109.Balai Penerbit FKUI.Jakarta
3. Rippon.J : Superfisialis Infections.in Medical Mycology, second ed Tokyo, WB
Saunders Co. 1988
4. Kuswadji : Dermatimikosis. Budimulja U, Sunoto, Tjokronegoro A . Penyakit Jamur,
Jakarta FKUI. 1988
5. Arnold, Odum, James.Andrew's :Desease of the skin, .8th ed ,London. WBSounders
Co., 1989 : 347-349.

44

You might also like