You are on page 1of 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus dengan judul Herpes
simpleks Fasialis Dekstra. Makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yenni,
Sp.KK, M.Kes selaku pembimbing yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
sejawat dan bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Arjawinangun, Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
BAB I........................................................................................................................... 3
BAB II.......................................................................................................................... 7
BAB III....................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 28

BAB I
LAPORAN KASUS

A IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. M

Umur

: 41 Tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pegawai

Suku

: Jawa

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Kertasemaya

Tanggal Masuk

: 26 Juni 2015

B DATA DASAR

Keluhan Utama :
Bisul-bisul kecil perih di wajah
Keluhan Tambahan :
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli Kulit dengan keluhan terdapat bisul-bisul kecil berwarna
kekuningan di tepi hidung sebelah kanan yang perih sejak 2 hari SMRS. Keluhan berawal
sebagai satu bisul kecil yang pecah berisi cairan berwarna kekuningan, tidak lengket dan
kemudian bisul serupa bertambah banyak di sekeliling bisul awal. Nyeri dirasakan timbul
bersamaan dengan munculnya bisul. Tidak terdapat kelainan kulit yang sama di bagian lain
tubuh. Tidak ada timbul bengkak atau benjolan pada tangan, kaki atau sariawan. Tiga hari
sebelum bisul muncul, pasien mengalami demam 3 hari dan batuk serta nyeri tenggorokan.
Tidak ada riwayat trauma pada wajah.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat cacar air disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :


Pasien menyangkal keluarga mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat alergi :
Alergi obat, cuaca, debu disangkal. Tes alergi belum pernah dilakukan.

Riwayat pengobatan :
Tidak ada.

C PEMERIKSAAN FISIK
1

Status generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: afebris

Pernafasan

: 20 x/menit

Kepala

: Normocephal, rabut hitam keputihan, tidak mudah dicabut

Wajah

: Lihat status dermatologis

Mata

: Konjungtiva anemis -/- ,sklera ikterik -/5

Leher

: Pembesaran thyroid -, pembesaran KGB -, massa

Thorak

: SSD

Paru

: VBS +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung

: BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: cembung, lemas, bising usus (+), nyeri epigastrium (-), hepar/lien tidak
teraba

Ekstremitas
1

Superior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-) , oedem (-)
Kuku : Onikodistrofi (-), pitting nail (-), onikolisis (-)
Sendi : Nyeri (-), deformitas (-)

Inferior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-) , oedem (-)
Kuku : Onikodistrofi (-), pitting nail (-), onikolisis (-)
Sendi : Nyeri (-), deformitas (-)

Status Dermatologis
1

Lokasi : Wajah
6

Inspeksi : tampak vesikel-vesikel dengan dasar eritem, herpetiformis, disertai dengan


krusta berwarna kuning pada nasolabialis kanan.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan.
4

Resume

Pada Anamnesa didapatkan :


Pasien laki-laki, 41 tahun, mengalami vesikel-vesikel yang perih pada nasolabialis kanan
sejak 2 hari SMRS. Vesikel berwarna kekuningan. Vesikel pecah, memberikan cairan yang
tidak lengket, membentuk krusta dan vesikel bertambah. Nyeri dirasakan timbul bersamaan
dengan munculnya bisul. Tiga hari sebelum bisul muncul, pasien mengalami demam 3 hari
dan batuk serta nyeri tenggorokan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


Adanya vesikel-vesikel herpetiformis dengan dasar eritematosa disertai krusta
berwarna kuning pada region nasolabial kanan.

D DIAGNOSIS KERJA
Herpes simpleks fasialis dekstra

E DIAGNOSIS BANDING
Herpes zoster

F RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
7

o Hindari pencetus yang dapat menyebabkan kambuhnya penyakit,seperti sinar


matahari, faktor alergi dan lain-lain
o Menjaga higienitas
Medikamentosa
o Sistemik :

Asiklovir tab 500 mg 3 x 1 tab selama 7 hari

Simptomatik: bedak salisil apabila gatal

Salap Gentamisin untuk lesi yang sudah pecah

Metyl prednisolon 16 mg 3 x 1 tab

G PROGNOSIS

Quo ad vitam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanactonam :dubia ad bonam

: ad bonam

BAB II
Tinjauan Pustaka

Definisi
Infeksi akut yang disebabkan virus herpes simpleks (virus heper hominis) tipe I atau tipe II
ditandai oleh vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa daerah mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung primer maupun rekurens. Sinonim dari Herpes simpleks
adalah fever blister, cold sore herpes febrilis, herpes labialis.
Epidemiologi
Umur
Frekuensi infeksi HSV-1 pada anak bervariasi dengan status sosial ekonomi. Kira-kira,
sepertiga anak-anak dari keluarga sosial ekonomi yang rendah menunjukkan beberapa bukti
infeksi HSV-1 pada usia 5 tahun. Frekuensi meningkat menjadi 70-80% oleh awal remaja /
dewasa. Sebaliknya, hanya 20% dari anak-anak dari keluarga kelas menengah seroconvert.
Frekuensi infeksi tetap cukup stabil sampai dekade ketiga kehidupan ketika itu meningkat
menjadi 40-60%. tingkat serokonversi HSV-2 tertinggi pada orang dewasa muda yang aktif
secara seksual.
Jenis Kelamin
Frekuensi antibodi HSV-1 dan HSV-2 sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada
pria. Namun, wanita lebih mungkin dilindungi dari infeksi HSV genital dibandingkan pria untuk
dengan menggunakan metode penghalang. Dalam studi lebih dari 600 wanita hamil, 63% adalah
seropositif untuk HSV-1, 22% untuk HSV-2, dan 13% untuk kedua, dan 28% adalah seronegatif.
Etiologi

HSV-1 dan HSV-2 adalah virus DNA yang menyebabkan herpes genital, herpes labialis,
herpes gladiatorum, herpes whitlow, herpes keratoconjunctivitis, herpeticum eczema,
9

herpes folikulitis, herpes lumbosakral, herpes diseminata, herpes neonatal, dan herpes
ensefalitis. Mereka juga terkait dengan beberapa kasus eritema multiforme. Penyakit
demam, paparan sinar ultraviolet, trauma, infeksi saluran pernafasan atas, atau stres
emosional dapat memicu herpes labialis berulang karena HSV-1.

Lokasi geografis pasien, status sosial ekonomi, dan umur mempengaruhi frekuensi
infeksi HSV-1. Prevalensi tertinggi antibodi terhadap HSV-2 terjadi pada PSK wanita,
laki-laki homoseksual, dan orang yang HIV-positif.

Cara Penularan
Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari seorang individu yang
seropositif di mana transmisi tersebut dapat berlangsung horisontal atau vertikal. Perbedaannya
adalah :
Horizontal
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif berkontak
dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif (81%-88%), ulkus atau
lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan tubuh yang lain seperti salivi,
semen, cairan genital (3,6%-25%). Adanya kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit dan
mukosa yang luka atau pada beberapa kasus kulit atau mukosa tersebut intak maka virus dapat
masuk ke dalam tubuh host yang baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja
di masukinya untuk selanjut nya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan
gejala khas yaitu timbulnya lesi vesikel berkelompok dengan dasar eritema.
Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode antenatal, intrapartum
dan postnatal. Periode antenatal bertanggungjawab terhadap 5% dari kasus HSV pada neonatal.
Transmisi ini terjadi pada saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia
sehingga secara hematogen virus tersebut masuk ke dalam plasenta mengikuti sirkulasi
uteroplasenta akhirnya menginfeksi fetus. Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap
prognosis bayi, apabila infeksi terjadi pada trimester pertama, biasanya akan terjadi abortus.
Pada trimester kedua terjadi kelahiran prematuritas.

Bayi dengan infeksi HSV antenatal


10

mempunyai angka mortalitas 60% dan separoh dari yang hidup tersebut mengalami gangguan
SSP dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada trimester ketiga akan memberikan prognosis
yang lebih buruk karena tubuh belum membentuk antibodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus
masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi neutralisasi
transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30%-57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV
dengan berbagai komplikasi (mikrosefali, hidrosefalus, Kalsifikasi intrakranial, chorioretinis dan
ensefalitis). 90% infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui jalan
lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu dengan infeksi primer mampu
menularkan HSV pada neonatus 50% dan infeksi laten 35% dan infeksi rekurren 0-4%. Periode
postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal. Infeksi ini terjadi
karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV dan juga kontak neonatus
dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi HSV.
Patofisiologi
Kontak intim antara orang-orang yang rentan (tanpa antibodi terhadap virus) dan seorang
individu yang secara aktif menularkan virus atau kontak dengan cairan tubuh yang mengandung
virus adalah dibutuhkan untuk infeksi HSV terjadi. Kontak harus melibatkan selaput lendir atau
kulit terbuka atau terkelupas.
HSV menyerang dan mereproduksi di neuron dan dalam sel epidermal dan dermal. Virion
bermigrasi dari lokasi awal infeksi pada kulit atau mukosa ke ganglion akar dorsal sensorik,
dimana latensi didirikan. Replikasi virus di ganglia sensoris menyebabkan berjangkitnya
penyakit klinis berulang. Wabah ini dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan, seperti trauma,
radiasi ultraviolet, suhu ekstrim, stres, imunosupresi, atau fluktuasi hormon. Pelepasan virus,
yang menyebabkan transmisi mungkin terjadi selama infeksi primer, selama rekurensi
berikutnya, dan selama periode shedding virus asimptomatis.
HSV-1 paling efisien mengaktifkan kembali dari ganglia trigeminal (mempengaruhi
wajah, dan mukosa orofaringeal dan okular), sedangkan HSV-2 memiliki reaktivasi yang lebih
efisien dalam lumbosakral ganglia (mempengaruhi pinggul, pantat, alat kelamin, dan anggota
tubuh lebih rendah). Perbedaan klinis dalam reaktivasi spesifik lokasi HSV-1 dan HSV-2

11

tampaknya karena, di bagian, masing-masing virus untuk membentuk infeksi laten pada populasi
yang berbeda dari neuron ganglionic.

Pemeriksaan
Anamnesa
Infeksi primer dengan virus herpes simpleks (HSVs) secara klinis lebih berat dari wabah
berulang. Namun, infeksi HSV-1 dan HSV-2 yang paling primer mungkin subklinis dan tidak
pernah secara klinis didiagnosis.

Herpes orolabial: labialis herpes (misalnya, cold sores, fever blisters) paling sering
dikaitkan dengan infeksi HSV-1. Lesi oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi,
biasanya sekunder dari kontak orogenital. Infeksi HSV-1 primer seringkali terjadi pada
masa kanak-kanak dan biasanya tanpa gejala.

Infeksi primer:
Tempat predileksi Hirus Herpes simpleks I di daerah pinggang ke atas
terutama di daerah mulut dan hidung dan biasa nya di mulai masa anak-anak.
Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan misalkan kontak kulit pada perawat,
dokter gigi atau orang yang suka menggigit jari (Herpetis Whitlow). Virus ini
juga penyebab herpes ensefalitis. Virus Herpes simpleks II tempat predileksi nya
di daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital juga menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus.

12

Gambar 1. vesikel berkelompok HSV-1

Daerah predileksi ini sering kacau dengan cara hubungan seksual seperti orogenital sehingga herpes daerah genital kadang disebabkan Virus Herpes Simpleks I
sedangkan daerah mulut disebabkan Virus Herpes Simpleks II.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat kira-kira 3 minggu dan
sering disertai gejala sistemik seperti demam, malaise, anoreksia dan pembengkakan
kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan
kemudian menjadi seropurulen dan dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi
dangkal yang sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Umumnya
terdapat pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita,80%
infeksi Virus Herpes Simpleks pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.
Gejala-gejala herpes labialis mungkin termasuk demam prodrom, diikuti dengan
sakit tenggorokan dan mulut dan submandibular atau limfadenopati servikal. Pada anakanak, gingivostomatitis dan odynophagia juga diamati.

Laten :
Tidak ditemukan gejala klinis tetapi Virus Herpes Simpleks dapat ditemukan
dalam keadaan non aktif pada ganglion dorsalis.

Rekurensi:
Virus Herpes Simpleks pada ganglion dorsalis dalam keadaan tidak aktif dengan
mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala.
Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisis (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan
seksual), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi) atau makanan dan minuman
yang merangsang. Gejala lebih ringan dari infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7
sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa
rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens ini bisa timbul pada tempat yang sama atau
tempat lain nya.
13

Gambar 2 . Herpes labialis dari bibir bawah. Terdapat lepuh dalam kelompok ditandai dengan
panah.

Penyakit ini masih aktif untuk jumlah waktu yang variabel. Reaktivasi HSV-1 di
ganglia sensoris trigeminal menyebabkan kekambuhan di wajah dan mukosa oral, bibir,
dan okular.

Herpes genitalia: HSV-2 telah diidentifikasi sebagai penyebab paling umum dari herpes
genital. Namun HSV-1 telah diidentifikasi semakin meningkat sebagai agen penyebab
pada 30% kasus infeksi herpes genital primer dari dua kemungkinan kontak orogenital.
Infeksi herpes genital berulang hampir secara eksklusif disebabkan oleh HSV-2.

Infeksi primer: herpes genital primer terjadi dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu
setelah terpapar virus dan memiliki manifestasi klinis yang paling parah. Gejala dari
episode primer biasanya berlangsung 2-3 minggu.
Pada pria, lesi vesikuler yang nyeri, erythematous, yang membentuk ulkus paling
sering terjadi pada penis, tetapi mereka juga dapat terjadi di anus dan perineum. Pada
wanita, herpes genital primer terlihat sebagai vesikular /ulkus lesi pada serviks dan
vesikel yang nyeri pada genitalia eksternal bilateral. Ia juga dapat terjadi pada
vagina, perineum, bokong, dan kaki pada distribusi saraf sakral. Gejala yang
menyertai termasuk demam, malaise, edema, limfadenopati inguinal, disuria, dan
cairan vagina, atau penis. Wanita juga bisa mendapat radikulopati lumbosakral, dan
sebanyak 25% dari wanita dengan infeksi primer HSV-2 mungkin terkena associated
aseptik meningitis.

Rekurensi: Setelah infeksi primer, virus akan laten selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun sampai rekurensinya kembali dipicu. Reaktivasi HSV-2 di ganglia
14

lumbosakral menyebabkan kekambuhan di bawah pinggang. Outbreak klinis,


biasanya lebih ringan dan sering didahului oleh rasa sakit, gatal, kesemutan
terbakar, atau paresthesia yang prodormal.

Orang yang terkena HSV dan infeksi primer asimtomatik dapat mengalami
sebuah episode klinis awal herpes genital dapat bulan hingga tahunan setelah
infeksi. Episode tidak begitu separah seperti wabah utama sejati.

Lebih dari setengah individu yang seropositif HSV-2 tidak memiliki wabah klinis
yang jelas. Namun, orang-orang ini masih memiliki episode shedding virus dan
dapat menularkan virus ke pasangan seks mereka.

Infeksi HSV lain

Eczema herpeticum lokal atau diseminata, juga dikenal sebagai erupsi Kaposi
varicelliform. Disebabkan oleh HSV-1, eczema herpeticum adalah varian dari infeksi
HSV yang biasanya berkembang pada pasien dengan dermatitis atopik, luka bakar, atau
kondisi kulit inflamasi. Anak-anak paling sering terkena.

Herpes whitlow, wabah vesikel di tangan dan digiti, paling sering disebabkan oleh
infeksi HSV-1. Ini biasanya terjadi pada anak-anak yang menghisap jempol dan, sebelum
meluasnya penggunaan sarung tangan, terhadap pekerja kesehatan gigi dan perawatan
medis. Terjadinya herpes whitlow karena HSV-2 semakin dikenal, mungkin karena
kontak yang digiti-genital.

Herpes gladiatorum disebabkan oleh HSV-1 dan dilihat sebagai erupsi papular atau
vesikel pada torsos atlet dalam olahraga yang melibatkan kontak fisik dekat (gulat
klasik).

Infeksi HSV disseminasi (yang menyebar) dapat terjadi pada wanita yang sedang hamil
dan individu immunocompromised. Pasien-pasien ini mungkin diketemukan dengan
tanda-tanda dan gejala HSV atipikal, dan kondisi yang mungkin sulit untuk mendiagnosa.

HSV Neonatus
15

Infeksi HSV-2 pada kehamilan dapat memiliki pengaruh yang sangat buruk pada
janin. HSV neonatal biasanya bermanifestasi dalam 2 minggu pertama kehidupan
dari batasan klinis lokal kulit, mukosa, atau infeksi mata sehingga ensefalitis,
pneumonitis, penyebaran infeksi, dan kematian.

Kebanyakan wanita yang melahirkan bayi dengan HSV neonatal tidak memiliki
riwayat, tanda, atau gejala infeksi HSV sebelumnya. Risiko penularan tertinggi
pada wanita hamil yang seronegatif untuk kedua HSV 1 dan HSV-2 dan
mendapatkan infeksi HSV baru pada trimester ketiga kehamilan.

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko penularan dari ibu ke bayi termasuk jenis
infeksi kelamin pada saat kelahiran (risiko lebih tinggi dengan infeksi primer
aktif), lesi aktif, ketuban pecah lama, kelahiran pervaginam, dan kurangnya
antibodi transplasenta. Angka kematian neonatal sangat tinggi (> 80%) jika tidak
diobati.

Herpetic sycosis, iaitu infeksi folikel dengan HSV, dapat hadir sebagai erupsi
vesiculopustular pada daerah jenggot. Infeksi ini sering terjadi karena
autoinokulasi setelah mencukur melalui wabah herpes rekuren. Penyebab klasik
oleh HSV-1, ada laporan langka folikulitis jenggot relaps (relapsing beard
folliculitis) disebabkan oleh HSV tipe 2.

Tabel 1. Tabel Subklinis Herpes

Kondisi

Deskripsi

Ilustrasi

Herpetic gingivostomatitis sering terjadi saat


Herpetic

infeksi herpes yang pertama. Penyakit ini lebih

gingivostomatitis

parah dari herpes labialis. Sekitar 90% dari


populasi AS terpengaruh dengan penyakit ini.
Infeksi terjadi ketika virus masuk akibat

Herpes labialis

kontak

dengan

mukosa

oral

atau

kulit

terkelupas.
16

Ketika gejala, manifestasi khas primer HSV-1


Herpes genitalis

atau HSV-2, infeksi genital berupa papula dan


vesikula pada permukaan luar dari alat kelamin

menyerupai luka dingin.

Herpes whitlow adalah infeksi menyakitkan


Herpetic whitlow

yang biasanya mempengaruhi jari atau jempol.


Kadang-kadang infeksi terjadi pada jari kaki
atau pada kutikula kuku.

Individu yang berpartisipasi dalam olahraga


seperti gulat , rugby , dan sepak bola kadangkadang mendapatkan kondisi yang disebabkan
oleh

HSV-1

dikenal

sebagai

gladiatorum

herpes , scrumpox,'s herpes pegulat, atau


Herpes gladiatorum

herpes tikar, yang tampak sebagai ulkus kulit

13

pada wajah, telinga, dan leher . Gejala


termasuk

demam,

sakit

kepala,

sakit

tenggorokan dan kelenjar bengkak. Hal ini


terkadang mempengaruhi mata atau kelopak
mata.

17

Pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh


yang

lemah,

herpes

simpleks

dapat

Selama

menyebabkan lesi di kulit yang tidak biasa.

immunodeficiency

Salah satu yang paling mencolok adalah


munculnya erosi linier bersih di lipatan kulit,
dengan gambaran seperti potongan pisau.
Herpetic

Herpetic sycosis

sycosis

adalah

infeksi

herpes

berulang atau primer terutama mempengaruhi


folikel rambut.
Infeksi virus herpes pada pasien dengan kronis

Eksim herpeticum

dermatitis

atopik

dapat

mengakibatkan

penyebaran herpes simples seluruh wilayah


eczematous.

Pemeriksaan fisik

Infeksi klinis HSV muncul sebagai vesikel berkelompok dengan dasar eritem. Ia sering
berkembang menjadi lesi pustul atau ulkus, dan mereka akhirnya membentuk krusta. Lesi
HSV cenderung berulang pada atau dekat lokasi dengan distribusi saraf sensorik yang
sama. Gejala sistemik seperti demam, malaise, dan toksisitas akut, dapat menyertai lesi,
khususnya di infeksi primer. Setiap kondisi memiliki gejala yang terkait dan temuan
klinis.

Meskipun infeksi HSV dapat terjadi di manapun pada tubuh, 70-90% dari HSV-1 infeksi
terjadi di atas pinggang. Sebaliknya, 70-90% dari HSV-2 infeksi terjadi di bawah
pinggang.

Manifestasi fisik infeksi HSV pada pasien immunocompromised biasanya sama dengan
pada pasien sehat. Namun, lesi yang lebih besar atau ulkus nekrotik mungkin terjadi, dan
daerah yang besar mungkin terlibat.

18

HSV neonatal mungkin sulit untuk didiagnosis karena, seringkali, tidak ada lesi
mukokutan yang hadir pada pemeriksaan fisik. kesulitan bernapas, sakit kuning, dan
kejang dapat terjadi.

Pemeriksaan laboratorium
1. Tes virologi
Tes viral secara kultur dibuat dengan mengambil sampel cairan dari lesi atau kultur sedini
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama dari penampakan lesi. Virus, jika ada, akan
bereproduksi dalam sampel cairan ini namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk
melakukannya. Jika infeksi parah, teknologi pengujian dapat mempersingkat masa ini sampai 24
jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini dapat membuat hasil kurang akurat. Kultur
virus sangat akurat jika lesi masih dalam tahap lecet jelas, tetapi mereka tidak bekerja sebagai
ulserasi yang lama baik untuk luka, lesi yang kambuh, atau latensi. Pada tahap ini virus mungkin
tidak cukup aktif untuk mereproduksi cukup untuk menghasilkan sebuah kultur yang terlihat.
Polymerase chain reaction (PCR) Tes jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC
merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi cairan herpes di tulang belakang ketika diagnosis
herpes ensefalitis. PCR dapat membuat transkripsi virus DNA sehingga bahkan sejumlah kecil
DNA dalam sampel dapat dideteksi. PCR jauh lebih mahal daripada kultur virus dan tidak
disetujui FDA untuk pengujian spesimen kelamin. Namun, karena PCR sangat akurat, banyak
laboratorium telah menggunakannya untuk pengujian herpes.
Jenis pengujian lainnya yaitu tes Tzanck smear merupakan jenis pengujian yang lebih tua
dibandingkan tes virologi. Pengujian ini menggunakan teknik gores (scraping) dari lesi herpes.
Hasil goresan diperiksa secara mikroskopis untuk melihat virus. Temuan spesifik sel raksasa
dengan banyak nuklei atau partikel yang berbeda yang membawa virus (disebut inklusi tubuh)
mengindikasikan infeksi herpes. Tes cepat dengan keakuratan 50 - 70% , Namun, tidak dapat
membedakan antara jenis virus herpes simplex dan herpes zoster. Tes Tzanck tidak dapat
diandalkan untuk menyediakan diagnosis konklusif infeksi herpes dan tidak direkomendasikan
oleh CDC.
19

2. Tes Serologi
Tes serologi (darah) dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik terhadap virus dan
jenis virus herpes simpleks 1 (HSV-1) atau virus herpes simpleks 2 (HSV-2). Ketika virus herpes
menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh mereka menghasilkan antibodi spesifik untuk
melawan infeksi. Jika tes darah dapat mendeteksi antibodi terhadap herpes, itulah bukti bahwa
telah terinfeksi virus, walaupun virus ini dalam keadaan non-aktif (tidak aktif). Kehadiran
antibodi terhadap herpes juga menunjukkan bahwa seorang adalah pembawa virus dan mungkin
menularkan kepada orang lain. Jenis tes antibodi spesifik terbaru untuk dua protein yang berbeda
yang berkaitan dengan virus herpes adalah:
Glikoprotein gg-1 berhubungan dengan HSV-1
Glikoprotein gg-2 berhubungan dengan HSV-2
Tes serologi yang paling akurat ketika diberikan 12-16 minggu setelah terpapar virus. Fitur tes
meliputi:
a. HerpeSelect
Mencakup dua tes yaitu ELISA (enzyme-linked Immunosorbent assay) atau Immunoblot.
Keduanya sangat akurat dalam mendeteksi kedua jenis herpes simplex virus. Sampel harus
dikirim ke laboratorium, jadi untuk mengetahui hasilnya memakan waktu lebih lama daripada
Biokit tes.
b. Biokit HSV-2 (SureVue HSV-2)
Tes ini mendeteksi HSV-2 saja. Keunggulan utamanya adalah tes ini hanya membutuhkan
satu jari untuk diambil sampel darahnya dengan cara ditusuk dan hasil bisa didapatkan dalam
waktu kurang dari 10 menit. Tes ini sangat akurat, meskipun sedikit lebih rendah daripada tes
lainnya dan juga lebih murah.
c. Western Blot Test
Tes Ini merupakan standar terbaik bagi para peneliti dengan tingkat akurasi 99%. Tes ini
mahal dan memakan waktu dan tidak tersedia secara luas seperti tes lainnya.
20

Hasil negatif palsu dapat terjadi jika tes dilakukan pada tahap awal infeksi. Hasil positif palsu
dapat juga terjadi, meskipun lebih jarang daripada negatif palsu. Dokter mungkin menyarankan
melakukan tes ulang.
Dokter menyarankan tes serologi terutama untuk :
Orang-orang yang telah berulang gejala genital tetapi tidak ada virus herpes negatif dalam tes
kultur viral.
Memantapkan infeksi pada orang yang memiliki gejala terlihat genital herpes
Menentukan jika mitra sex seseorang didiagnosa menderita genital herpes telah diketahui.
Orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai jenis penyakit
menular seksual
Temuan histologi
Sel yang terinfeksi dengan HSV menunjukkan degenerasi balon dan degenerasi retikuler
epidermis; acantholysis epidermal dan intraepidermal vesikel yang umum. Badan inklusi
intranuklear, inti steel-grey, keratinosit giant multinuklear, dan vesikel multilocular juga bisa
ditemukan.

Diagnosis klinis
Tipe awitan, gejala konstitusi yang klasik, distribusi dan gambaran lesi yang khas berupa ulserasi
oral superfisial, bentuk bulat, multipel, bersifat akut dan ada nya ginggivitis marginal
generalisata pada pemeriksaan fisis, ditunjang oleh tidak adanya riwayat episode herpes
sebelumnya, serta adanya riwayat terpajan HSV I membantu menegakkan diagnosis
ginggivostomatitis herpetika primer. Herpes orofasial tipe ini perlu dibedakan dengan hand-footmouth-disease, herpangina, eritema multiformis, pemfigus vulgaris, acute necrotizing ulcerative
ginggivitis.
21

Herpes intraoral didiagnosis banding dengan stomatitis aftosa rekuren dan herpes zoster
intraoral. Infeksi HSV genital perlu didiagnosis banding dengan penyebab ulkus genital lainnya
baik berupa infeksi maupun bukan infeksi. Bila terdapat kelompokan vesikel multipel atau bila
terdapat riwayat lesi sebelumnya yang berukuran sama, lama timbulnya dan sifat nya sama maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah HSV. Diagnosis banding HSV genital adalah ulkus pada
sifilis, chancroid, linfogranuloma venerum, donovanosis, non infeksi penyakit Crohn, ulserasi
mukosa yang dihubungkan dengan sindrom Behcet.
Diagnosis laboratorium
1. Tes Tzank dwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright terlihat sel raksasa berinti
banyak. Pemeriksaan ini tidak sensitif dan tidak spesifik.
2. Kultur virus. Sensitivitasnya rendah ddan menurun dengan cepat saat lesi menyembuh.
3. Deteksi DNA HSV Virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) lebih sensitif
berbanding kultur virus.
4. Tes serologik IgM dan IgG tipe spesifik. IgM baru dapat dideteksi setelah 4-7hari infeksi,
IgG baru dapat dideteksi setelah 2-3 minggu infeksi, mencapai puncak setelah 4-6
minggu infeksi dan menetap lama bahkan seumur hidup. Antibodi IgM dan IgG hanya
memberi gambaran keadaan infeksi akut atau kronik dari penyakit herpes genitalis.
Tidak ditemukan antibodi HSV pada sampel serum akut dan ditemukannya IgM spesifik
HSV atau peningkatan 4 kali antibodi IgG selama fase penyembuhan menunjukkan HSV
primer.

Ditemukannya IgG anti HSV pada serum akut, IgM spesifik HSV dan

peningkatan IgG anti HSV selama fase penyembuhan merupakan diagnostik infeksi HSV
rekurren.
II.8 Diagnosis differensial

Herpes Zoster

Syphilis

Aphthous Stomatitis
22

Chancroid

Chickenpox

Erythema Multiforme

Dermatitis Herpetiformis

Penatalaksanaan
Sebagian besar herpes simplex virus (HSV) infeksi adalah self-limited. Namun, terapi
antiviral memperpendek gejala dan dapat mencegah penyebaran dan transmisi. Obat antivirus
intravena dan oral, yang tersedia untuk pengobatan HSV dan yang paling efektif bila digunakan
pada awal gejala. Terapi oral dapat diberikan selama episode atau sebagai terapi supresan kronis.
Pengobatan herpes labialis dan herpes genitalis umumnya terdiri dari asiklovir oral,
prodrug valacyclovir, dan famciclovir. Obat antivirus oral, acyclovir, valacyclovir, dan
famciclovir, dapat digunakan (off label) sebagai terapi untuk kondisi HSV tidak rumit lain
(misalnya, herpes whitlow), dan dosis yang sama seperti yang digunakan untuk pengobatan
herpes genitalis umumnya direkomendasikan.
Perawatan topikal tersedia secara komersial untuk herpes adalah jauh kurang efektif
dibandingkan terapi oral. Dalam sebuah studi double-blind, kombinasi kepemilikan asiklovir 5%
dan 1% hydrocortisone dioleskan 5 kali per hari pada kemunculan tanda-tanda awal cold sore
rekuren untuk mencegah rekurensi 42% dari waktu, dibandingkan dengan 35% untuk asiklovir
topikal saja dan 26% untuk plasebo.
Infeksi HSV rumit (complicated), kulit dan atau penyebaran visceral, HSV neonatal, dan
infeksi berat pada mereka dengan immunocompromised harus ditangani dengan acyclovir
intravena. Pada pasien immunocompromised dan mengalami infeksi berulang HSV, strain HSV
acyclovir-resistant telah diidentifikasi, dan pengobatan dengan foskarnet intravena atau sidofovir
dapat digunakan. Penggunaan foskarnet topikal juga telah dilaporkan.
Aktivitas
23

Menghindari pemicu yang diketahui berhubungan dengan kekambuhan HSV, seperti sinar
UV dan merokok, dapat mengurangi jumlah wabah yang dialami oleh individu.
Ringkasan pengobatan
Acyclovir merupakan analog 2'-deoxyguanosine dan, bersama dengan analog nukleosida
lain yang terdaftar di bawah ini, tetap menjadi obat pilihan untuk infeksi virus herpes simpleks
(HSV). Antibiotik dapat digunakan jika infeksi bakteri sekunder berkembang.
Acyclovir Topikal
Menghambat aktivitas kedua HSV 1 dan HSV-2. Pasien merasakan nyeri yang lebih
ringan dan resolusi lesi cutaneus lebih cepat bila digunakan dalam waktu 48 jam dari onset ruam.
Dapat mencegah wabah berulang. Telah terbukti aman dan efektif dalam mencegah HSV
neonatal dan menghilangkan kebutuhan untuk kelahiran sesar.
Docosanol cream 10% (Abreva)
Digunakan untuk infeksi HSV-1. Mencegah virus masuk dan replikasi pada tingkat sel.
Gunakan sejak diketemukan tanda pertama dari cold sore atau fever blister.

Pencegahan
Pelepasan virus Herpes simplex virus (HSV) adalah terbesar selama pecahnya terbukti secara
klinis, namun transmisi dari individu yang seropositif ke pasangan mereka yang seronegatif
biasanya terjadi selama periode shedding HSV asimtomatik. Oleh karena itu, untuk mencegah
penularan membutuhkan lebih dari berpantang dari kontak intim selama wabah.

Metode barrier, seperti kondom, memberi 10-15% perlindungan terhadap infeksi herpes
genital.

Pembilasan cairan genital setelah berhubungan seksual

24

Penggunaan antivirus pada yang seropositif

Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dengan menghindari berciuman dan
menggunakan alat makan serta menggunaka obat kumur yang mengandung antiseptik.

Berbagai vaksin HSV telah dan terus berada di bawah penelitian untuk pengobatan dan
pencegahan herpes genital, meskipun sebagian besar belum terbukti efektif.

terapi supresi jangka panjang untuk herpes genital telah ditunjukkan untuk mengurangi
shedding HSV asymptomatic, dan terapi valacyclovir jangka panjang secara signifikan
mengurangi transmisi HSV kepada pasangan individu yang positif HSV-2 terhadap
sebanyak 50-77%.

Infeksi HIV pada pasien HSV atau pasangan nya yang seronegatif juga harus
dipertimbangkan sebagai kemungkinan indikasi untuk terapi supresi.

Pencegahan transmisi dapat dilakukan dengan screening awal di usia kehamilan 14-18
minggu selanjutnya dilakukan kultur serviks setiap minggu mulai dari minggu ke-34
kehamilan pada ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian acyclovir 400mg
3x/hari atau 200mg 5x/hari yang secara signifikan dapat mengurangi periode rekurensi
selama proses persalinan. Namun apabila menjelang persalinan, hasil kultur terakhir
tetap positif dan terdapat lesi aktif didaerah genital maka kelahiran secara SC menjadi
pilihan utama. Wanita yang HSV-2 negatif harus diberi konseling untuk tidak melakukan
hubungan seks selama trimester ketiga kehamilan dengan pasangan yang bisa seropositif
karena infeksi HSV primer selama waktu ini bisa menempatkan janin pada resiko infeksi
tertinggi.

Komplikasi

Superinfeksi bakteri

Meningitis aseptic

25

Neuralgia post herpetik

Penyebaran CNS dan visceral

Strain HSV thymidine kinase-negatif yang resisten acyclovir pada pasien AIDS

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV kongenital harus dimonitor terhadap
sebarang tanda infeksi.

Prognosis
Bagi kebanyakan orang, infeksi HSV adalah sementara dan bisa sembuh tanpa gejala sisa
yang merugikan, tetapi kekambuhan adalah umum. Sequelae jangka panjang (biasanya SSP)
lebih sering terjadi pada infeksi HSV neonatal dibandingkan dengan jenis lain dari infeksi HSV.
Jaringan Parut mungkin terjadi dari lesi berat atau superinfected.

26

BAB III
Pembahasan
Subjektif:
Pasien laki-laki, 41 tahun mengeluh terdapat bisul kecil yang mudah pecah dan berisi
cairan pada daerah wajah sebelah kanan di antara hidung dan mulut yang terasa perih.
Keluhan munculnya bisul atau vesikel yang perih memberi gambaran kelainan seperti
penyakit akibat virus herpes simpleks dan herpes zoster. Rasa perih atau nyeri pada lesi
menandakan adanya keterlibatan syaraf atau terjadi erosi/ekskoriasi pada lesi.
Keluhan berawal sebagai satu bisul kecil yang pecah berisi cairan berwarna kekuningan,
tidak lengket dan kemudian bisul serupa bertambah banyak di sekeliling bisul awal. Nyeri
dirasakan timbul bersamaan dengan munculnya bisul. Vesikel yang pecah dan berisi cairan
lalu menimbulkan vesikel lainnya dapat menjadi tanda adanya infeksi yang terjadi dengan
kelainan dermatologis tersebut. Tidak terdapat kelainan kulit yang sama di bagian lain tubuh.
Tidak ada timbul bengkak atau benjolan pada tangan, kaki atau sariawan. Penyangkalan
terhadap lesi lain menyingkirkan kecenderungan ke arah diagnosis eritema multiforme atau
penyakit Hand-foot-mouth.
Tiga hari sebelum bisul muncul, pasien mengalami demam 3 hari dan batuk serta nyeri
tenggorokan. Demam dan nyeri tenggorokan dapat menjadi gejala prodormal dan infeksi
saluran napas atas yang menjadi salah satu tanda kemungkinan rekurensi akibat penyakit
virus herpes simpleks. Tidak ada riwayat trauma pada wajah menyingkirkan kemungkinan
adanya infeksi bakteri akibat trauma pada wajah.
Pada riwayat penyakit dahulu pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya. Dengan melihat riwayat penyakit sebelumnya pada pasien, kemungkinan
penyakit yang diderita bukan merupakan suatu rekurensi. Riwayat cacar air disangkal. Cacar
air atau varisela juga dapat menyebabkan terjadinya herpes zoster apabila virus tersebut laten
pada ganglion dorsal seperti halnya herpes simpleks. Riwayat keluarga pasien menyangkal
keluarga mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat keluarga menyingkirkan
27

kemungkinan penyakit atau kecenderungan genetik atau keadaan infeksius yang dapat
menyebar. Riwayat alergi obat, cuaca, debu disangkal. Tes alergi belum pernah dilakukan.
Riwayat alergi dapat menunjukkan kemungkinan terhadap dermatitis multiforme.

Objektif:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tidak ada kelainan sistemik, namun terdapat lesi
vesikel dengan dasar eritema berbentuk herpetiformis dengan krusta berwarna kuning pada
dearah wajah, tepatnya pada daerah nasolabialis kanan. Gambaran ini menunjukkan
kemungkinan vesikel pecah dan menyebar membentuk lesi herpetiformis; bentuk khas ini lebih
condong mengarah ke diagnosis herpes simpleks dan herpes zoster, dan adanya krusta dapat
menimbulkan kemungkinan adanya infeksi sekunder.

Assesment
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, kondisi pasien lebih condong ke arah herpes
simpleks, sehingga diagnosis kerja yang ditegakkan adalah herpes simpleks fasialis kanan. Tanpa
adanya pemeriksaan penunjang, maka kondisi tersebut masih dapat didiagnosis banding dengan
herpes zoster. Dilihat dari derajat keluhan sistemik yang minimal, gejala yang dialami pasien
lebih condong ke arah herpes simpleks yang rekuren, dari pada lesi primer. Seperti yang telah
dibahas, bahwa infeksi primer dari HSV sering asimptomatik sehingga pasien merasa tidak
pernah mengalami infeksi virus tersebut sebelumnya.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non medikamentosa bagi pasien adalah untuk menghindari pencetus
rekurensi herpes simpleks. Pencetus herpes simpleks, seperti yang telah dibahas meliputi trauma
psikis dan fisik hingga makanan dan minuman.
28

Penatalaksanaan medikamentosa bagi pasien adalah asiklovir oral 500 mg 3 kali 1 tablet
selama 7 hari adalah untuk menekan replikasi dari virus herpes simpleks. Selain dari terapi
kausal, pasien juga diberikan terapi simptomatik. Untuk krusta yang terbentuk dan menjadi
potensi untuk infeksi sekunder maka diberikan salap gentamisin pada lesi vesikel yang sudah
pecah. Bedak salisil diberikan pada bagian yang gatal untuk mengurangi keluhan.
Metilprednisolon diberikan sebanyak 3 kali 16 mg selama 7 hari untuk mencegah neuralgia post
herpetik, yang dapat terjadi terutama pada usia yang tua dan keadaan imunokompromise.

Prognosis

Quo ad vitam: bonam.

Komplikasi yang ditimbulkan oleh gejala yang dialami pasien tidak berat, berdasarkan dari
keluhan awal pasien.

Quo ad functionam: Bonam.

Pasien masih dapat melakukan aktivitas karena nyeri yang dirasakan tidak hebat dan fungsi
sensoris dari wajah pasien juga tidak terganggu.

Quo ad sanationam: dubia ad bonam.

Kemungkinan rekurensi pada pasien masih ada, dikarenakan gejala yang sekarang dialami pasien
diduga adalah rekurensi dari virus herpes simpleks yang laten di dalam neuron. Rekurensi dapat
terjadi sewaktu-waktu apabila faktor pencetusnya yang bersifat luas ini aktif.

29

30

Daftar Pustaka
1. Herpes

Simplex-Diagnosis.

University

of

Maryland

Medical

Centre.

http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_herpes_simplex_000052_5.htm.
Diakses tanggal 27 Juni 2015.
2. Ronny Handoko; Herpes Simpleks; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin;Edisi keenam;
FKUI: Halaman 380-2
3. Marques AR, Straus SE. Herpes simplex. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Editor. Fitzpatricks Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: Mc-Graw Hill Companies, 2008: 1873-85.
4. CDC. Sexually transmitted diseases. Treatment guidelines 2006. MMWR 2006;16-20
(RR-11)

31

You might also like