You are on page 1of 34

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY PADA

SEKTOR JASA
(Studi Kasus Nasabah Bank Negara Indonesia di Kota Bandung)
Diajukan sebagai syarat untuk tugas mata kuliah Seminar Manajemen Pemasaran
Program Studi S1 Manajemen FEB Unpad
Dosen:
Popy Rufaidah, SE., MBA., PhD.

Disusun oleh:
KELOMPOK 10
Dilla Naufilla N 120310130039
Resya Octaviani 120310130015
Arta Dewadrajad Herisputra 120310130093
Faisal Abdi Khairin 120310130067
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY PADA


SEKTOR JASA
(Studi Kasus Nasabah Bank Negara Indonesia di Kota Bandung)
LEMBAR PENILAIAN
Kelompok 10
Judul Makalah:
Tanggal Presentasi:
Oktober 2016
Final Report Score

Power Point Score

(..)
Foto

(..)
Nilai Presentasi
Anggota Kelompok
Individu
Nama: Dilla Naufilla N
NPM: 120310130039
No HP: 082217491854
Email: dillanaufilla@gmail.com
Nama: Resya Octaviani
NPM: 120310130015
No HP: 08112229504
Email:octavianiresya@gmail.com

Nama: Arta Dewadrajad


Herisputra
NPM: 120310130093
No HP: 08979350049
Email:
artadewadrajad@gmail.com
Nama: Faisal Abdi Khairin
NPM: 120310130067
No HP: 087847106676
Email: akfaisal23@gmail.com

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
sebagai salah satu tugas untuk memenuhi mata kuliah seminar manajemen
pemasaran dengan judul APPLICATION OF BRAND EQUITY MEASURES
IN SERVICE MARKET (Studi Kasus pada Bank Negara Indonesia di Kota
Bandung).
Penulis ingin mengutarakan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang
terlibat dalam menyusun makalah penelitian ini, khususnya kepada:
1. Ibu Popy Rufaidah, SE., MBA., PhD. sebagai dosen pembimbing
dalam mata kuliah seminar manajemen pemasaran atas segala
masukan dan bimbingannya selama ini.
2. Para pihak yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.
3. Teman - teman manajemen angkatan 2013 atas segala dukungannya
selama ini.
4. Dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Demikian kata pengantar ini dapat disampaikan, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya.

Bandung, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENILAIAN................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
2

DAFTAR GAMBAR..................................................................................iv
BAB I...........................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................1
1.2

Rumusan Masalah..........................................................................3

1.3

Tujuan Penulisan............................................................................3

1.4

Manfaat Penulisan..........................................................................4

BAB II..........................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................5
2.1 Merek (Brand)................................................................................5
2.2

Ekuitas Merek (Brand Equity).......................................................5

2.2.1

Kesadaran Merek (Brand Awareness).........................................6

2.2.2

Asosiasi Merek (Brand Association)..........................................7

2.2.3

Kesan Kualitas (Perceived Quality)............................................9

2.2.4

Loyalitas Merek (Brand Loyalty).............................................11

2.3

Jasa (Service)................................................................................13

2.4

Bank..............................................................................................14

BAB III......................................................................................................15
METODOLOGI PENELITIAN.................................................................15
3.1 Objek Penelitian...........................................................................15
3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................15

3.3

Metode Pengumpulan Data..........................................................15

3.4

Metode Penarikan Sampel............................................................16

3.5

Operasionalisasi Variabel.............................................................16

3.6

Teknik Pengolahan Data...............................................................22

3.6

Structural Equation Model (SEM)...............................................24

3.6

Aplikasi SEM dalam pengukuran Brand Equity..........................26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 1 The Awareness Pyramid by Aaker (1991, p.59).......................7
Gambar 2 2 The Value of Brand Associations Aaker (1991, p.96)..............8
Gambar 2 3 The Value of Perceived Quality Aaker (1991, p.77)................9
Gambar 2 4 The Loyalty Pyramid Aaker (1991, p.42)...............................11
Gambar 3 1 Tahap-tahap dalam SEM

DAFTAR TABEL
Tabel 3 1 Operasional Variabel Consumer Based Brand Equity................16
Tabel 3 2 Parameter Keabsahan Uji Validitas (Pearson Correlation)........22
Tabel 3 3 Notasi LISREL...........................................................................25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Dewasa ini dengan adanya dampak globalisasi, perdagangan bebas dan perkembangan

teknologi memberikan dampak pada persaingan pasar semakin kompetitif di Indonesia maupun
global, perusahaan dituntut untuk memiliki daya saing yang kuat diantara berbagai bidang usaha.
Demikian halnya dalam bidang perbankan, tak terhindarkan dari kompetisi antar bank.
Persaingan yang sangat ketat ini menuntut bank-bank untuk senantiasa melakukan inovasi
produk agar dapat tetap bertahan di industri perbankan.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia bulan agustus 2016 yang diterbitkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan jumlah bank umum ada 118 dan terdapat 1,634 bank perkreditan rakyat.
Devlin (1998) Menitikberatkan bahwa pencitraan merek adalah hal yang penting untuk bidang
jasa, dan merek itu memainkan peran khusus dalam pemasaran pada semua bidang jasa,
termasuk perbankan dan lembaga keuangan. (Pinar et al 2016, p.530). Dengan demikian,
menjadi hal yang penting untuk lembaga jasa keuangan, termasuk bank, untuk mengembangkan
merek yang kuat agar tidak hanya untuk bertahan, tapi juga untuk tumbuh dan berkembang di
situasi persaingan yang menantang (Pinar et al 2016). Suatu merek sebagai aset yang memiliki
pengaruh besar yang dapat menggambarkan nilai dari suatu perusahaan, oleh sebab itu
perusahaan harus cermat dalam membangun dan mengelolanya (Aaker 1996 dalam Pinar et al
2014, p.1). Dalam hal ini, yang menggambarkan nilai dari suatu perusahaan adalah konsumen.
Kotler dan Keller (2006 dalam Pinar et al 2014, p.1) suatu merek dapat merepresentasikan
persepsi dan perasaan dari konsumen tentang produk dan performanya. Merek merupakan suatu
logo, simbol atau nama yang dikaitkan dengan produk. Suatu merek yang memiliki pengaruh
pada pembelian atau persepsi dari konsumen terhadap suatu produk biasa disebut dengan brand
equity (DeVault 2016). Koththagoda mengatakan brand equity dianggap sebagai konsep yang
sangat penting dalam praktik bisnis dan juga dalam penelitian akademis karena marketers dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif dari pada suatu merek (2016, p.1). Dalam Koththagoda
(2016, p.1) terdapat pernyataan bahwa tingkat brand equity yang tinggi diketahui menyebabkan
1

preferensi konsumen yang tinggi dan juga niat untuk membeli (Cobb-Walgren et al., 1995)
demikian juga tingkat pengembalian saham yang tinggi (Aaker and Jacobson, 1994). Dalam
Krishnan & Hartline (2001, p. 330-331) terdapat pernyataan brand equity lebih penting untuk
bidang jasa karena didominasi oleh atribut experience dan atribut credence (Bharadwaj et al.
1993), dimana atribut experience, seperti kesenangan, emosi atau nilai dari hiburan, dimana
karakter produk baru bisa dibedakan dan dievaluasi hanya setelah melakukan pembelian atau
saat mengonsumsi. Pada atribut credence, karakter produk tidak bisa ditentukan dan dievaluasi
oleh konsumen meskipun setelah pembelian atau saat mengkonsumsi (Darby and Karni 1973).
Di dalam Laporan Tahunan Bank Negara Indonesia tahun 2015 yang akan dibahas
didalam paragraf ini, dapat diketahui bahwa Bank Negara Indonesia yang selanjutnya akan
disingkat BNI merupakan salah satu bank milik pemerintah dan sebagai bank pertama yang
dimiliki Pemerintah Indonesia yang didirikan pada tahun 1946 untuk mengatur pengeluaran dan
peredaran mata uang Rupiah yang kemudian diubah statusnya menjadi bank umum pada tahun
1955. Kegiatan usaha BNI dibagi menjadi beberapa segmen usaha yaitu Perbankan Bisnis yang
melayani para nasabah di segmen korporasi, menengah dan kecil, kemudian Perbankan
Konsumer yang fokus kepada nasabah ritel atau masyarakat umum seperti produk kredit
consumer, simpanan nasabah dan berbagai jaringan elektronik serta adanya layanan untuk
nasabah prioritas yang disebut dengan BNI Emerald. Saat ini BNI menyediakan lebih dari
16.000 terminal ATM di berbagai lokasi di seluruh Indonesia. Dan kemudian yang terakhir
adalah Perbankan Internasional dan Tresuri Perbankan Internasional memberikan layanan
terlengkap dan menyeluruh bagi nasabah yang berkepentingan dengan perdagangan
internasional. Sebagai satu-satunya bank yang dapat beroperasi secara penuh di beberapa negara,
BNI didukung oleh 6 (enam) Kantor Cabang Luar Negeri yaitu Singapura, Tokyo, Hong Kong,
London, New York, dan Seoul serta satu sub cabang di Osaka dan lebih dari 1.600 jaringan bank
koresponden di 104 negara.
Dengan memerhatikan pemaparan bahwa banyaknya jumlah bank yang ada di Indonesia,
ditambah dengan dampak globalisasi, perdagangan bebas dan perkembangan teknologi
menyebabkan semakin ketatnya kompetisi di industri perbankan. BNI perlu mengetahui
pengukuran dari brand equity untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dari merek BNI itu
sendiri. Karena suatu merek yang memiliki brand equity yang tinggi berbanding lurus dengan
2

preferensi dan minat untuk menabung yang tinggi dari nasabah. Sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul Analisis Elemen-Elemen Brand Equity pada Pasar Jasa
(Studi Kasus Nasabah Bank Negara Indonesia di Kota Bandung.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian umum diatas, masalah yang akan dirumuskan yaitu:
1. Bagaimana tingkat brand awareness Bank Negara Indonesia di Kota Bandung ?
2. Bagaimana tingkat brand association Bank Negara Indonesia di Kota Bandung ?
3. Bagaimana tingkat perceived quality Bank Negara Indonesia di Kota Bandung ?
4. Bagaimana tingkat brand loyalty Bank Negara Indonesia di Kota Bandung ?
5. Elemen-elemen brand equity manakah yang berpengaruh pada pembentukan brand
equity Bank Negara Indonesia di Kota Bandung ?

1.3

Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, tujuan penelitian ini

dimaksudkan untuk:
1. Mengetahui tingkat brand awareness Bank Negara Indonesia di Kota Bandung.
2. Mengetahui tingkat brand association Bank Negara Indonesia di Kota Bandung.
3. Mengetahui tingkat perceived quality Bank Negara Indonesia di Kota Bandung.
4. Mengetahui tingkat brand loyalty Bank Negara Indonesia di Kota Bandung.
5. Menganalisis elemen-elemen brand equity yang berpengaruh pada pembentukan brand

equity Bank Negara Indonesia di Kota Bandung.

1.4

Manfaat Penulisan
Penelitian ini pada nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
1. Bagi Pihak Bank Negara Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan mengenai brand
equity BNI di Kota Bandung.
2. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan referensi dalam
melakukan kajian dan penelitian terkait.
3. Bagi penulis

Penelitian ini dapat memperkaya ilmu dan wawasan mengenai brand equity, khususnya pada
sektor perbankan. Juga sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh selama
masa perkuliahan, khususnya ilmu manajemen pemasaran, serta sebagai bekal di masa depan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Merek (Brand)
Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap

atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok
4

penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing
(Aaker 1991, p.20).
2.2

Ekuitas Merek (Brand Equity)


Menurut Aaker (1991, p.26) brand equity is a set of brand assets and liabilities linked to

a brand, its name and symbol, that add to or subtract from the value provided by a product or
service to a firm and/or to that firms customers. Berdasarkan definisi tersebut dapat
diterjemahkan brand equity adalah seperangkat asset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan
suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan. Definisi terebut juga didukung
oleh jurnal penelitian dari (Rodrigues 2016, p.5; Pappu et al 2005, p.144; Koththagoda 2016, p.
98).
Amraoui & Morales (2006) mendefinisikan brand equity sebagai hasil dari gabungan
aktivitas pemasaran yang terarah dari perusahaan sehingga konsumen mengasosiasikan gagasan
ide dan citra yang baik dan hal itu membangun suatu persepsi, seperti sikap yang positif tentang
suatu merek (Rodrigues 2016, p. 6). Yoo & Donthu (2001) menyatakan brand equity adalah
jawaban yang berbeda dari konsumen diantara suatu brand dengan suatu produk tanpa merek,
dimana keduanya sama-sama memiliki rangsangan pemasaran dan atribut-atribut. Aaker (1991)
mengusulkan bahwa model dimensi brand equity meliputi empat dimensi yaitu brand loyalty,
brand awareness, perceived equity, dan brand association. (Azadi et al 2015, p. 68). Kemudian
dengan menggabungkan konsep brand equity dari peneliti terkini menurut Aaker (1991) and
Keller (1993) berdasarkan kepada persepsi konsumen kedalam 4 dimensi consumer-based brand
equity dengan urutan brand awareness, brand associations, perceived quality dan brand loyalty
(Pappu et al 2005, p.145).
2.2.1

Kesadaran Merek (Brand Awareness)


Pengertian brand awareness menurut Aaker (1991, p.58) brand awareness is the ability

of a potential buyer to recognize or recall that a brand is a member of a certain product


category.

Aaker (1996 dalam Kazemi & Touli 2013, p.22) mengemukakan bahwa brand awareness
represents the strength of the brands presence in the mind of the target audience along a
continuum.
Kotler & Keller (2006) juga mendefinisikan brand awareness sebagai kemampuan
konsumen untuk mengidentifikasi suatu merek dalam setiap kondisi yang berbeda, sebagai
cerminan dari kinerja brand recognition dan brand recall dari merek (Dib & Alhaddad 2014, p.
184).
Dalam jurnal Dib & Alhaddad (2014, p. 184) menyatakan langkah pertama dalam
membangun brand equity adalah dengan menciptakan brand awareness (Aaker, 1991) dan
brand awareness adalah sumber dari brand equity (Tong and Hawley 2009). Aaeker (1991, p.59)
mengklasifikasikan tingkat brand awareness dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti
berikut :

Gambar 2 1 The Awareness Pyramid by Aaker (1991,

p.59)

Piramida kesadaran merek terdiri dari 4 tingkatan, antara lain;


1. Puncak pikiran (Top of Mind)
Merek yang disebutkan pertama kali muncul dalam benak konsumen, tanpa bantuan.
2. Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall)
Tingkat pengenalan suatu merek yang dapat diingat kembali oleh seseorang tanpa
bantuan (unaided recall).
6

3. Pengenalan Merek (Brand Recognition)


Tingkat minimal kesadaran merek. Dimana orang-orang baru mengenal kalau melihat
atau mendengar identitas audio-visual merek lewat bantuan seperti logo, kemasan,
nama, dan slogan (aided recall).
4. Tidak Mengenal Suatu Merek (Brand Unaware)
Tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana pembeli tidak
menyadari adanya suatu merek.
2.2.2

Asosiasi Merek (Brand Association)


Menurut Aaker (1991, p.96) brand association adalah segala hal yang berkaitan tentang

merek dalam ingatan. Aaker (1996) menyatakan konsep brand awareness harus mendahului
brand associations (Lee & Leh 2011, p.3). Menurut Keller (1998 dalam Severi & Ling 2013, p.
127), brand association dapat tercipta melalui asosiasi dari masing-masing sikap, atribut dan
manfaat dari merek.
Berdasarkan Heydari et al (2016, p.107) associate the brand can be 5 acres two ways
have an impact on brand equity: helping to process information, differentiation / positioning a
reason to buy the brand, motivation and positive feel to be spreading.

Gambar 2 2 The Value of Brand Associations Aaker (1991, p.96)

1. Membantu Proses Penyusunan Informasi


Asosiasi-asosiasi yang tedapat pada suatu merek, dapat membantu mengikhtisarkan
sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.
2. Differensiasi
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha melakukan
pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran penting dalam
membedakan satu merek dengan merek yang lain.
3. Alasan untuk Membeli
Pada umunya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil
keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
4. Penciptaan Sikap atau Perasaan Positif
Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan
berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.
5. Landasan untuk Keluasan
Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu
dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.
2.2.3

Kesan Kualitas (Perceived Quality)


Perceived quality adalah penilaian pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau

keunggulan suatu produk atau jasa (Aaker 1991, p.77) dan segala keunggulan yang pada
akhirnya memotivasi pelanggan untuk membeli suatu produk (Aaker and Jacobson, 1994 dalam
Lee & Leh 2011, p.3)

Gambar 2 3 The Value of Perceived Quality Aaker (1991, p.77)

1. Alasan untuk Membeli


Kadangkala konsumen memiliki sumberdaya yang terbatas atau kurang
termotivasi dalam mengoptimalkan sumberdaya pengumpulan informasi untuk membuat
suatu keputusan pembelian yang didasarkan atas pertimbangan objektif. Suatu merek
yang berhasil menanamkan suatu kesan kualitas yang positif dalam benak konsumen
akan memenangkan persaingan dengan kontekas yang seperti ini.
2. Diferensiasi atau Posisi
Suatu produk yang mempunyai kesan kualitas tertentu akan menempati posisi
yang tertentu pula dalam benak konsumen. Pada gilirannya ini akan memantapkan posisi
merek tersebut dalam pasar sasarannya.
3. Harga Premium
Kesan kualitas juga dapat dijadikan dasar bagi perusahaan untuk mennetapkan
suatu harga premium bagi produknya, selama merek tersebut memang dipersepsikan
mempunyai kualitas yang tinngi dibenak konsumen.

4. Perluasaan Saluran Distribusi


Suatu merek yang dipersepsikan mempunyai kulitas tinggi akan mudah dalam
pendistribusiannya, sebab distributor juga ingin menuai laba larisnya produk. Selain itu,
dengan ikut menjual suatu merek yang berkualitas, mereka akan mempunyai citra yang
baik.
5. Perluasan Merek

Produk yang kualitasnya tinggi akan mempunyai kemungkinan lebih sukses


dalam memperkenalkan kategori produk baru dengan nama merek yang sama
dibandingkan dengan merek yang kesan kualitasnya rendah.

2.2.4

Loyalitas Merek (Brand Loyalty)


Menurut Aaker (1991, p.42) brand loyality is a measure of the attachment that a

customer has to a brand. Oliver (1999 dalam Tabaku & Zerellari 2015, p.94) menyatakan brand
loyalty is a deeply held commitment to re buy or re patronize a preferred brand consistently in
the future, thereby causing repetitive same brand or same brand set purchasing, despite
situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior.
brand loyalty adalah sikap memegang teguh komitmen untuk kembali membeli atau terus
berlangganan pada merek yang disukai secara konsisten dimasa yang akan datang, sehingga
menyebabkan pengulangan yang sama pada merek atau penetapan pembelian merek yang sama,
meskipun pengaruh situasi dan usaha pemasaran memicu perilaku berpindah.

Gambar 2 4 The Loyalty Pyramid Aaker (1991, p.42)

1. Switcher (Berpindah-Pindah)

10

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagaivpelanggan yang
berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk
memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain
mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak
tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap
memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian.
2. Habitual Buyer (Pembeli Yang Bersifat Kebiasaan)
Pembeli yang berada pada tingkat ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas
dengan merek produk yang dikonsumsikannya atau setidaknya mereka tidak
mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pembeli
membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Satisfied Buyer (Pembeli Yang Puas Dengan Biaya Peralihan)


Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka
memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost
(biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat
dengan tindakan mereka beralih merek.
4. Likes the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh
menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang
terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait
dengan symbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang
dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang
tinggi.

11

5. Committed buyer (pembeli yang komit)


Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu
kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat
penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi
mengenai siapa sebenarnya mereka. Aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh
tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
2.3

Jasa (Service)
Pengertian jasa menurut Kotler & Keller (2012, p. 356) merupakan setiap tindakan atau

kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Kotler & Keller (2012, p. 356) menyatakan bahwa
a good part of the business sector, with its airlines, banks, hotels, insurance companies, law
firms, management consulting firms, medical practices, motion picture companies, plumbing
repair companies, and real estate firms, is in the service business. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa sektor perbankan termasuk kedalam bidang usaha jasa.
Kotler & Keller (2012, p. 356-361) membedakan 4 karakter dalam bidang jasa sebagai
berikut :
1. Tak Berwujud (Intangibility)
Tidak seperti barang, jasa tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau
dihirup aromanya sebelum konsumen membelinya.
2. Tak Terpisahkan (Inseperability)
Dalam bidang jasa, proses produksi dan proses konsumsi dilakukan secara
bersamaan.
3. Bervariasi (Variability)
Kualitas dari jasa tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan, dimana
dan untuk siapa. Penyedia jasa dalam sektor usaha yang sama bahkan dapat
memberikan layanan yang berbeda.
4. Tidak Dapat Disimpan (Perishability)

12

Jasa tidak dapat disimpan atau dengan kata lain di simpan di gudang, sehingga
sifat perishability itu menjadi masalah pada permintaan yang berfluktuasi.
2.4

Bank
Didalam UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 2 terkandung pengertian bahwa bank adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

13

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk. yang bergerak di sektor jasa

khusunya di jasa perbankan. Bank BNI dipilih sebagai objek penelitian ini karena untuk
mengukur elemen-elemen dari brand equity berdasarkan pandangan kosumen atau disebut
nasabah dalam bank. Penelitian ini mengukur elemen-elemen manakah yang memiliki pengaruh
3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada sebagian penduduk kota Bandung, khususnya yang menjadi

mahasiswa aktif Bank Negera Indonesia. Lokasi penelitian yaitu dengan menyebarkan kuisioner
online ke kerabat yang merupakan penduduk Bandung dan juga penyebaran kuisioner offline di
Kantor Wilayah BNI Bandung yang dapat merepresentasikan nasabah aktif BNI di Bandung dan
beberapa ATM BNI yang ada di sekitar Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan secara
purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang
diperlukan dengan menggunakan kuisioner online dan kuisioner offline. Penelitian dilapangan
dilaksanakan pada bulan November 2016.

3.3

Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan menggunakan skala yang
diperoleh dari hasil survei yang dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner offline dan
online. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur pada penelitian terdahulu, perpustakaan,
dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan topik yang diteliti, serta jurnal-jurnal pemasaran.

14

3.4

Metode Penarikan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode random sampling
dan purposive sampling. Metode purposive sampling menurut Nasution (2003, p.5)
adalah pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja
yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang
diambil. Pendapatnya juga didukung oleh pendapat dari Agarwal and Bhawna (2011:107)
In purposive sampling, group participants consider according to pre-selected criteria,
relevant to research. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pada purposive sampling,
responden ditentukan berdasar kepada kriteria yang memiliki relevansi dengan penelitian.
Kriteria responden penduduk Kota Bandung yang pada khususnya merupakan nasabah
aktif Bank BNI.
Pada penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan sebanyak lebih dari 100
responden dari penduduk kota Bandung. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan
metode SEM, sehingga saran dari Firdaus dan Farid (2008 dalam Simbolon 2008, p.35)
ukuran sampel yang disarankan untuk analisis Structural Equation Model (SEM) adalah
antara 100-200. Kuesioner yang diberikan kepada reponden merupakan kuesioner online
dan kuisioner offline yang terdiri atas pertanyaan tertutup menggunakan skala likert.
Dalam Simbolon (2008, p.36) terdapat penjelasan mengenai skala likert. Skala likert
adalah skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap suatu produk.
Jumlah skala likert yang digunakan adalah 4 skala dengan menghilangkan unsur keraguraguan dalam setiap pertanyaannya. Nilai rata-rata dari pengukuran dengan skala ini
dapat dipetakan pada rentang skala (1 : sangat tidak setuju, 2 : tidak setuju, 3 : setuju, dan
4 : sangat setuju).

3.5

Operasionalisasi Variabel

Tabel 3 1 Operasional Variabel Consumer Based Brand Equity

15

Variable
Brand Equity
Aaker (1991,
p.26) brand
equity is a set
of
brand
assets
and
liabilities
linked to a
brand,
its
name
and
symbol, that
add to or
subtract from
the
value
provided by a
product
or
service to a
firm and/or to
that
firms
customers.
Definisi
terebut juga
didukung oleh
jurnal
penelitian dari
(Rodrigues
2016,
p.5;
Pappu et al
2005, p.144;
Koththagoda
2016, p. 98).

Dimensi

Indikator

Brand
Awareness
Aaker
(1991,
p.58)
brand
awareness is the
ability of a
potential buyer
to recognize or
recall that a
brand
is
a
member of a
certain product
category.
Kotler &
Keller
(2006)
juga
mendefinisikan
brand
awareness
sebagai
kemampuan
konsumen untuk
mengidentifikas
i suatu merek
dalam
setiap
kondisi
yang
berbeda, sebagai
cerminan dari
kinerja brand
recognition dan
brand
recall
dari merek (Dib
&
Alhaddad
2014, p. 184).

Brand
Association
Aaker
(1991,
p.96)
brand
association
adalah
segala
hal
yang
berkaitan
tentang merek
dalam ingatan.
Menurut
Keller
(1998
dalam Severi &
Ling 2013, p.
127),
brand
association

Top of Mind

Item

Merek bank BNI adalah yang


pertama kali di benak anda
ketika memikirkan bank
dibanding dengan merek bank
lainnya

Bank BNI mudah anda kenali


diantara bank-bank lainnya

Ketika anda melihat warna dan


simbol bank BNI anda langsung
teringat bank BNI

Ketika anda akan menabung


anda akan mengingat bank BNI

Anda lebih mengenal bank BNI


ketika melihat iklannya

Anda lebih mengenal bank BNI


ketika ada promosinya

Anda mudah mendapatkan


informasi mengenai produkproduk bank BNI

Anda mudah mendapatkan


informasi dari customer service

Anda memilih bank BNI karena


memiliki keragaman produk
yang berbeda dari bank lain

Brand Recall

Brand Recognition

Help
Process/Retrieve
Information

Differentiation/Posi
tion

16

Anda memilih bank BNI karena


memiliki spesialisasi produk
yang anda butuhkan

3.6

Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software SPPS versi 16 berdasarkan

hasil input dari kuesioner untuk melakukan Analisis Frekuensi, Analisis Validitas, Analisis
Reliabilitas, dan Uji Normalitas. Sedangkan untuk melihat pengaruh masing-masing dimensi
terhadap variabel laten, digunakan software LISREL 8.8 dengan metode analisis SEM. Data
yang sudah diinput kedalam masing-masing software akan diolah dengan beberapa metode
analisis yang dapat menjadi data acuan dalam penentuan keputusan dalam penelitian. Metode
analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Analisis Frekuensi
Dalam Modul Praktikum Sistem Informasi Pemasaran tahun 2015 terdapat penjelasan
bahwa analisis frekuensi digunakan untuk mengetahui frekuensi jawaban responden atas setiap
pertanyaan.

Analisis Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrument (Mawadati 2015, p.37). Dalam Modul Praktikum Sistem Informasi Pemasaran tahun
2015 terdapat penjelasan mengenai validitas sebagai berikut, analisis ini digunakan untuk
mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Dalam arti lain analisis ini untuk melihat hubungan item pertanyaan (alat ukur) dengan
sebuah variable. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Untuk mengetahui validitas setiap item
pertanyaan dalam kuesioner, dapat dilihat pada tabel keputusan mengenai validitas di bawah ini:
17

Tabel 3 2 Parameter Keabsahan Uji Validitas (Pearson Correlation)

Keputusan Validitas

Keterangan

r=+

Valid

r 0.30

Valid

r+

Tidak valid

r < 0.30

Tidak valid

Analisis Reliabilitas
Dalam Mawadati (2015, p.37) menyatakan uji realibilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana alat ukur itu dapat diandalkan atau dipercaya. Menurut Mahardika
(2010 dalam Mawadati 2015, p.37) Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi
suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur memiliki
kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten.
Maholtra (2010:319) menyatakan bahwa metode cronbachs alpha diukur berdasarkan
skala cronbachs alpha 0 sampai 1. Menurut Kaplan dan Saccuzzo (2005:123) dinyatakan bahwa
sekumpulan pertanyaan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reliabel dan berhasil mengukur
variabel tersebut jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan (>) 0.7. Maholtra
(2010:319-320) mengungkapkan bahwa interpretasi nilai alpha sebagai berikut:

Nilai cronbachs alpha<0.60 berarti tidak reliabel

Nilai cronbachs alpha 0.60 s/d 0.69 berarti marginal reliabel


18

3.6

Nilai cronbachs alpha 0.70 s/d 0.79 berarti reliabel

Nilai cronbachs alpha 0.80 s/d 0.90 berarti sangat reliabel

Nilai cronbachs alpha >0.90 berarti amat sangat reliabel

Structural Equation Model (SEM)


Untuk mengetahui seberapa kuat Brand Assosiation dari JNE, digunakan sebuah metode

yang memungkinkan untuk menghitung pengaruh dimensi-dimensi penyusun sebuah variabel,


yaitu Structure Equation Model (SEM). Menurut Rosa et al. (2011:2) dikatakan bahwa
Structural Equation Models provide a general statistical modeling technique to estimate and
test functional relationships among traits, which are often not revealed by standard linear
models.
Maksudnya adalah SEM memberikan teknik pemodelan statistik umum untuk
memperkirakan dan menguji hubungan fungsional antara ciri-ciri, yang sering tidak diungkapkan
oleh model linear standar. Analisis SEM dapat disebut sebagai confirmatory factor analysis,
maksudnya model SEM yang digunakan telah disusun sebelumnya dan lebih bersifat teoritis
serta sesuai dengan data yang diperoleh daripada mencari model yang sesuai dengan data yang
diperoleh (Myers dan Mullet, 2003 dalam Simbolon, (2011 p.38)).
Tahap-tahap dalam Structural Equation Modelling
Berdasarkan Simbolon (2008:38), Proses Structural Equation Model mencakup beberapa
langkah-langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah pada model Structural Equation Model
digambarkan secara berurutan dalam gambar 1.

19

Gambar 3 1 Tahap-tahap dalam SEM

P adalah probabilitas untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar sebagaimana


ditunjukkan oleh nilai Chi-square. Sehingga nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0,05)
menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah
dibagun berdasarkan structural equation model. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak
signifikan adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa yang dinginkan adalah menerima
hipotesis dimana nilai P yang diharapkan lebih besar dari 0,05.
Selanjutnya, berdasarkan Abbas (2001, dalam Simbolon 2008, p.42) menyatakan bahwa
variabel didalam SEM terdiri dari variabel manifest dan variabel laten.Variabel manifest adalah
variabel yang dapat diamati dan diukur langsung, sedangkan variabel laten adalah variabel yang
tidak dapat diamati dan diukur langsung, tetapi dapat dibangun atau dibentuk oleh variabel lain
yang dapat diukur. Variabel laten diberi simbol (ksi). Variabel yang digunakan untuk
membangun variabel laten disebut variabel indicators dan diberi simbol x atau y. Pengaruh dari
variabel laten terhadap variabel indicators disebut factor loading yang diberi simbol (lambda).
Simbolon (2008:42) juga mengungkapkan bahwa model SEM dapat dinyatakan juga
dalam bentuk diagram lintas. Keuntungan dari diagram lintas adalah mempermudah dalam
memahami hubungan antar peubah baik dalam model pengukuran maupun model struktural.
Analisis SEM yang digunakan dalam penelitian ini adalah Secondary Confirmatory factor
Analysis. Secara umum, analisis SEM merupakan First Order Confirmatory Analysis, dimana
20

satu faktor laten memiliki beberapa indikator, dimana indikator-indikator tersebut dapat dikur
secara langsung. Tetapi apabila indikator-indikator tersebut tidak dapat diukur secara langsung
maka memerlukan beberapa indikator lain yang disebut Second Order Confirmatory Factor
Analysis. Namun, untuk teknik interpretasi hasil data tetap sama dengan teknik interpretasi First
Order Confirmatory Analysis.
Tabel 3 3 Notasi LISREL

3.6

Aplikasi SEM dalam pengukuran Brand Equity


1. Membentuk path diagram (diagram jalur)
Membentuk sebuah gambar yang menampilkan hubungan (relationship) yang

lengkap dari sekelompok konstruk (construct) yang berbentuk oval dan sekelompok
indikator/observasi yang berbentuk persegi (dalam SEM). Garis lurus dengan panah
menunjukkan bahwa variabel sumber panah adalah variabel independen dan variabel yang
dikenai panah adalah variabel dependen.
2. Menterjemahkan Diagram Jalur (Path Diagram) ke dalam Persamaan
Dalam Simbolon (2008:44), teknik di dalam pembentukan persamaan dalam
model SEM secara umum terbagi menjadi dua, yaitu :
21

a. Mengestimasi beberapa persamaan yang saling berhubungan secara simultan


(Structural Model)
Ada dua jenis sifat dalam structural model, yaitu :
1. Variabel Eksogen (Exogenous Variable), adalah variabel konstruk (construct)
yang menjadi variabel independen, yaitu variabel yang tidak diprediksi oleh
variabel konstruk (construct) yang lain.
2. Variabel Endogen (Endogenous Variable), adalah variabel konstruk (construct)
yang menjadi variabel independen, yang diprediksi oleh variabel konstruk yang
lain. Variabel konstruknya adalah brand equity/brand benefits, brand awareness,
brand image, choosing brand element, developing marketing program, dan
leverage of secondary association.
b. Mempresentasikan variabel kontruk (construct) berdasarkan variabel observasi
(Measurement Model)
Berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan diatas, maka dapat diperoleh
nilai presentase (bobot nilai) dari setiap variabel observasi yang mempengaruhi setiap
variabel konstruk. Pada akhirnya akan didapat bobot nilai dari setiap variabel konstruk yang
merupakan elemen-elemen utama dalam customer-based brand equity pembentuk brand
equity value.

22

23

Gambar 3 2 Model persamaan structural

Keterangan :
Variabel Brand Equity (ekuitas merek) terdiri dari empat variabel Laten:
1. Asosiasi Merk (Brand Associations) terdiri atas dua variabel indikator.
X11 = Thoughts
X12 = Ideas
2. Kesadaran Merek (Brand Awareness) terdiri atas dua variabel indikator.
X21 = Recognize
X22 = Recall
3. Perceived Quality terdiri atas satu variabel indikator.
X31 = Overall Excellence or Superiority
4. Brand Loyalty terdiri atas satu variabel indikator.
X41 = Rebuy or Repatronize

24

25

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a Brand


Name. Newyork, Unites States of America: The Free Press.
Agarwal & Bhawna (2011). Different Scientific Approaches In Behaviour Research.
International Journal of Arts & Sciences, CD-ROM. ISSN: 1944-6934 : 4(13):103
113.
Azadi, R., Yousefi, B., & Eydi, Hossein. (2015), The Impact of Brand Country-of-Origin
Image on the Formation of Brand Equity in the Sports Apparel Industry. Universal
Journal of Industrial and Business Management. 3(3): 67-73.
Bank Negara Indonesia. (2016). Laporan Tahunan 2015. Retrieved from Bank Negara
Indonesia
kanal
Hubungan
Investor
website:http://www.bni.co.id/idid/hubinvestor/kinerjakeuangan/laporantahunan.aspx.
Dib, H., & Alhaddad, A. (2014), The Hierarchical Relationship between Brand Equity
Dimensions. European Scientific Journal. 10(28) 183-194
DeVault, G. (2016, October 2016). How to Measure Brand Equity. Retrieved from
https://www.thebalance.com/how-to-measure-brand-equity-2296827
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (2014). UNDANG-UNDANG
NOMOR 10 TAHUN 1998. Retrieved from Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Direktori UU website: http://peraturan.go.id/uu/nomor-10-tahun-1998.html
Heydari, M., Saeidi, M., & Danai, H. (2016), The effect of advertising on sales growth of
life insurance in Iran. Journal of Current Research in Science. S(2), 104-113.
Kaplan, R.M. & Saccuzzo, D.P. (2005). Psychological testing: Principles, application and
issues: 6th Ed, Thomson Wadsworth.
Kazemi, R. M. & Touli, M. N. (2013), A Comparative Study of Brand Equity from
Customers Perspective in Private Banking Industry (Mellat Bank and Tourism Bank
of Iran). International Journal of Management, Information Technology and
Engineering. 1(2), 21-26.
Keller, K. L. (2013). Strategic Brand Management. Harlow, England: Pearson Education
Limited.
26

Koththagoda, K. (2016). Measuring Customer Based Brand Equity: Empirical Evidence


from the Tourism Industry in Sri Lanka. The International Journal Of Business &
Management, 4(7), 97-105
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing management 14 th edition. Upper Saddle
River, N.J: Pearson Prentice Hall.
Krishnan, B. C., & Hartline, M. D. (2001). Brand equity: is it more important in services?.
Journal of Services Marketing, 15(5), 328-342.
Lee, G. C., & Leh, F. C.Y. (2011). Dimensions of Customer-Based Brand Equity: A Study
on Malaysian Brands, Journal of Marketing Research and Case Studies, Vol.2011,
1-10.
Nasution, R. (2003). Teknik Sampling, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, 1-7
Maholtra, K. Naresh. (2010). Marketing Research An Applied Orientation, Sixth Edition,
Pearson.
Marketeam FEB Unpad. (2015). Modul Praktikum Sistem Informasi Pemasaran. Unpad
Press.
Mawadati, R. (2015). Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)
Terhadap Loyalitas Nasabah (Bachelor thesis, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, Depok, Indonesia). Retrieved from digilib.uin-suka.ac.id
Pappu, R., Cooksey, R. W., & Quester, P. G. (2005), Consumer-based brand equity:
improving the measurement empirical evidence. Journal of Product & Brand
Management. 14(3), 143-154.
Perbankan Data Statistik, Otoritas Jasa Keuangan. (2016). Statistik Perbankan Indonesia
Agustus 2016. Retrieved from Otoritas Jasa Keuangan Kanal Publik website:
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-statistik/statistik-perbankanindonesia/Pages/Statistik-Perbankan-Indonesia---Agustus-2016.aspx
Pinar, M., Girard, T., Trapp, P., & Eser, Z. (2016), Services branding triangle: Examining
the triadic service brand promises for creating a strong brand in banking industry.
International Journal of Bank Marketing. 34(4), 529-549.
Pinar, M., Trapp, P., Tulay, G., & Boyt, T. (2014). University brand equity: An empirical
investigation of its dimensions. International Journal of Educational Management,
1-21.
27

Rodrigues, P. C. L. (2016), Perceptual and Behavioural Dimensions: Measuring Brand


Equity Consumer Based. Journal of Fashion Marketing and Management: An
International Journal. 20(4), 1-25.
Severi, E. & Ling, K. C. (2013), The Mediating Effects of Brand Association, Brand
Loyalty, Brand Image and Perceived Quality on Brand Equity. Asian Social Science.
9(3), 125-137.
Simbolon, H. (2008). Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity Pada
Konsumen Rokok A Mild Sampoerna (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
(Bachelor thesis, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia). Retrieved from
https://core.ac.uk/download/pdf/32338823.pdf
Tabaku, E. & Zerellari., M. (2015). Brand Loyalty and Loyalty Programs; A Literature
Review. Romanian Economic and Business Review. 10(2), 87-102.

28

You might also like