You are on page 1of 41

Presentasi Kasus

Seorang Anak Lelaki dengan Dengue Hemorrhagic Fever


Derajat I dan Gizi Baik, Wasted, Stunted

Oleh :
Azamat Agus S.

G99151049/ A-16

Miftah Nurizzahid P.

G99151050/ A-17

Pembimbing:
dr. Endang Dewi Lestari, Sp.A(K), MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSDM
SURAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr,. Moewardi. Presentasi kasus dengan judul:

Seorang Anak Laki-laki dengan Dengue Hemorrhagic


Fever Derajat I dan Gizi Baik, Wasted, Stunted

Hari/tanggal

Januari 2016

Oleh:
Azamat Agus S.

G99151049/ A-16

Miftah Nurizzahid P.

G99151050/ A-17

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Endang Dewi Lestari, Sp.A(K), MPH

BAB I
STATUS PASIEN
A.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. R

Tanggal lahir

: 15 November 2005

Usia

: 10 tahun 2 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jatikuwung, Karanganyar

BB

: 25 kg

TB

: 128 cm

Tanggal masuk

: 8 Januari 2015

Tanggal Pemeriksaan : 9 Januari 2015


No. RM
B.

: 01325808

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
I
Minggu 02.30

II
Senin

III
Selasa

IV
rabu

V
Kamis

VI

VI

Jumat

Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah


sakit. Demam dirasakan terus-menerus tidak turun setelah diberi obat.
Pasien juga sempat mengeluhkan nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
pada kedua mata. Pasien tidak mengeluhkan mual muntah, tidak
ditemukan batuk, pilek, keluar cairan dari telinga, mimisan, dan gusi
berdarah, serta BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien kemudian
dibawa periksa ke bidan setempat dan diberi obat penurun demam.
3

Karena keluhan tidak kunjung berkurang, 2 hari sebelum masuk


rumah sakit, pasien dibawa ke puskesmas kemudian dirawat inap serta
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pemeriksaan di
puskesmas pasien didiagnosis dengan Dengue Hemoraghic Fever.
Selama dirawat di puskesmas pasien mendapat cairan iinfus. Pada hari
jumat 8 januari 2016 pasien kemudian dirujuk ke RSDM oleh karena
peralatan yang lebih lengkap di RSDM.
Saat di IGD didapatkan pasien tampak lemas, sadar penuh, nyeri
perut didaerah hipokondriaka dekstra dan epigastrium, demam, mata
bengkak ,dan tidak didapatkan gusi berdarah, mimisan, serta tidak
tampak adanya petekie atau purpura. Pada buang air besar tidak
didapatka warna kehitaman. Buang air besar (+) dengan warna kuning,
konsistensi padat lunak. Buang air kecil didapatkan berwarna kuning
jernih dengan jumlah banyak, terakhir kurang lebih 4 jam sebelum
masuk rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan serupa

: disangkal

Riwayat demam berdarah

: disangkal

Riwayat mondok

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Keluhan Serupa

: disangkal

5. Riwayat Lingkungan Sekitar


Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien, pasien tinggal
dengan kedua orang tuanya.

Tetangga pasien ada yang mengalami

keluhan serupa dalam jangka waktu sebulan ini. Tetangga pasien dirawat
dengan diagnosis demam berdarah, Pasien dan keluarganya tinggal dekat
dengan sawah dan perkebunan.

6. Riwayat Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien mengaku tidak pernah sakit saat hamil. Ante natal care
dilakukan secara rutin setiap bulan di bidan. Ibu pasien mengaku
mendapatkan suplemen tambah darah dari bidan. Ibu pasien tidak
mengonsumsi obat-obatan.
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan saat usia kehamilan 37 minggu, dengan berat
lahir 3100 gram, panjang badan 54 cm, langsung menangis, tidak biru
dan gerak aktif.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan
BB lahir 3100 gr, PB lahir 54 cm. Sejak kecil anak selalu dibawa ke
posyandu dan tidak didapatkan penurunan berat badan. Pasien saat ini
duduk di kelas 4 SD , sudah bisa baca tulis, prestasi rata-rata sama
dengan teman sekelas, dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien mudah
bergaul dan bermain dengan teman sebayanya.

9. Status Imunisasi
Jenis
0
I
II
III
IV
Hepatitis B 0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Polio
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
BCG
1 bulan
DPT
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Campak
9 bulan
Kesan : imunisasi dasar telah lengkap sesuai jadwal Depkes

10. Riwayat Nutrisi

ASI diberikan sejak lahir sampai 2 tahun. Pada usia 2 bulan pasien
sudah mulai diberikan makanan tambahan berupa bubur halus. Saat ini
pasien makan 3x sehari dengan lauk pauk: nasi, tempe,tahu, telur, dan
daging secara bergantian. Pasien makan dengan porsi dewasa dan selalu
habis.
Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup.
11. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari Tn T yang bekerja sebagai
wiraswasta, sedangkan ibu pasien bekerja sebagai karyawan pabrik.
Ayah Ibu pasien merupakan suku jawa. Ayah, Ibu, dan pasien beragama
Islam. Pasien memeriksakan diri ke RSDM menggunakan layanan BPJS.
12. Pohon Keluarga
I

II
Tn.T, 42 th

Ny.S, 38 th

III
An. R, 10 th
C.

PEMERIKSAAN FISIK
1. KeadaanUmum
Sikap / keadaan umum

: tampak sakit sedang

Derajat kesadaran

: kompos mentis, GCS E4V5M6

Status gizi

: baik

2. Tanda vital

BB

: 25 kg

TB

: 128 cm

TD

: 100/60 mmHg

SiO2

: 99%

Nadi

: 94 x/menit, reguler

Pernafasan

: 22 x/menit, reguler

Suhu

: 37,9 C (per axilla)

3. Perhitungan Status Gizi


a) Secara klinis
Gizi baik
b) Secara Antropometris
BB : 25 kg ,Umur : 10 tahun , TB : 128 cm
BB/U : 25/32 x 100% = 78,12%

P3<BB/U<P10(wasted)

TB/U : 128/138 x 100% = 92,75 %

P3<TB/U<P10 (stunted)

BB/TB : 25/26 x 100% = 96,15 %

P25<BB/TB<P50 (gizi baik)

Status gizi secara antropometri: gizi baik, wasted, normoheight


4. Mata
Oedem palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+ 2 mm/ + 2mm)
5. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
6. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), gusi berdarah (-)
7. Telinga
Sekret (-/-), tragus pain (-/-)
8. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
9. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah

bening tidak

membesar
10. Toraks

Bentuk : normochest, retraksi (-)


Pulmo :

Inspeksi

: pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi

: fremitus teraba kanan = kiri

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

suara

dasar:

vesikuler

(+/+),

suara

tambahan: RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing


(-/-)
Cor :

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

:bunyi jantung I II intensitas normal, regular,


bising (-)

11. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, hepar teraba 3 cm BACD, lien tidak teraba, nyeri


tekan (+) pada regio hipokondriaca dekstra dan
epigastrium, pekak alih (+), turgor kulit kembali cepat

12. Ekstremitas
Akral dingin

edema

ADP Kuat
CRT < 2 detik
Uji Torniquet (+) (Rumple leed)
Petekie (-)

D.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
8/1/16
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
14.0
Hematokrit
40.0
Leukosit
6.2
Eritrosit
4.96
Trombosit
21

Satuan

Rujukan

g/dl
%
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul

10.8 15.6
33 45
4.5 14.5
3.80 - 5.80
150 450

INDEX ERITROSIT
MCV
80.9
MCH
28.2
MCHC
34.9
RDW
11.9
PDW
18
HITUNG JENIS
Eosinofil
5.00
Basofil
0.00
Neutrofil
14.00
Limfosit
77.00
Monosit
4.00
Golongan darah
B
Kesan:1. Hemokonsentrasi

/um
Pg
g/dl
%
%

80.0 - 96.0
28.0 - 33.0
33.0 - 36.0
11.6 - 14.6
25-65

%
%
%
%
%

04
01
29 72
33 48
06

2. Hematokrit meningkat
3. Trombositopenia
E.

RESUME
Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan terus-menerus tidak turun setelah diberi obat.
Pasien juga sempat mengeluhkan nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
pada kedua mata. Pasien tidak mengeluhkan mual muntah, tidak
ditemukan batuk, pilek, keluar cairan dari telinga, mimisan, dan gusi
berdarah, serta BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien kemudian
dibawa periksa ke bidan setempat dan diberi obat penurun demam.
Karena keluhan tidak kunjung berkurang, 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, pasien dibawa ke puskesmas kemudian dirawat inap serta
9

dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pemeriksaan di


puskesmas pasien didiagnosis dengan Dengue Hemoraghic Fever. Pada
hari jumat 8 januari 2016 pasien kemudian dirujuk ke RSDM karena
peralatan yang lebih lengkap di RSDM.
Saat di IGD didapatkan pasien tampak lemas, sadar penuh, nyeri
perut didaerah hipokondriaka dekstra dan epigastrium, demam, mata
bengkak ,dan tidak didapatkan gusi berdarah, mimisan, serta tidak
tampak adanya petekie atau purpura. Pada buang air besar tidak
didapatka warna kehitaman. Buang air besar (+) dengan warna kuning,
konsistensi padat lunak. Buang air kecil didapatkan berwarna kuning
jernih dengan jumlah banyak, terakhir kurang lebih 4 jam sebelum
masuk rumah sakit. didapatkan manifestasi perdarahan berupa uji
torniquet positif, tanda-tanda kebocoran plasma seperti oedem palpebra,
dan hepatomegali. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak sakit sedang, BB: 25 kg, TB:128 cm, SiO2: 99%, nadi:
94x/menit, pernafasan: 22x/menit, suhu:37,9C, didapatkan manifestasi
perdarahan berupa uji tourniquet positif, tanda-tanda kebocoran plasma
seperti oedem palpebra dan hepatomegali.
F.

DAFTAR MASALAH
1. Demam mendadak 5 hari, tidak ada muntah, tidak ada gusi berdarah
2. Nyeri kepala,nyeri kedua mata, nyeri otot
3. Edema palpebra
4. Hepatomegali
5. Riwayat tetangga dirawat dengan demam dengue
6. Uji tourniquet (+)
7. Hemokonsentrasi, trombositopenia

G.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dengue hemorrhagic fever derajat 1 dd dengue fever, infeksi virus

10

2. Gizi baik, wasted, normoheight (antropometri)


H.

DIAGNOSIS KERJA
1. Dengue hemorrhagic fever derajat I
2. Gizi baik, wasted, normoheight (antropometri)

I.

PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap di bangsal infeksi anak
2. Diet nasi lauk 2000kkal/hari
3. Infus asering (5ml/kgBB/jam) ~ 125 ml /jam
4. Paracetamol 3 x 250mg per oral

J.

PLAN
1. darah lengkap
2. Urin dan feces rutin
3. Ig G, Ig M anti dengue

K.

MONITORING
Keadaan umum, tanda vital, balance cairan dan diuresis tiap 8 jam.

L.

EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien.
2. Mengenai pengobatan dan kesembuhan pasien.
M.

PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad sanam

: bonam

Ad fungsionam : bonam

11

N. FOLLOW UP
1. Follow up status pasien
Follow
up
S

O
Tanda
Vital
Kepala
Telinga
Mata
Hidung
Mulut
Tenggor
ok

Thorax
Cor

Pulmo

Abdom
en

09/9/15

10/9/15

Demam (-), mual (+), nyeri


kepala (-), BAB dan BAK dalam
batas normal, muntah(-),
batuk(-),pilek(-), nyeri kepala (-),
nyeri sendi (-),mimisan(-),
bercak merah di tangan dan kaki
(+), gusi berdarah (-)
KU: tampak sakit sedang, GCS
E4V5M6, gizi baik
TD: 90/60 mmHg, SiO2: 99%,
RR 20x/menit, t 36.4oC, HR
93x/menit
Normosefal, mesosefal
Sekret (-/-)
CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor
2mm/2mm
Oedem palpebra (-/-)
Nafas cuping hidung (-), sekret
(-/-), epistaksis (+)
Mukosa basah (+), gusi
berdarah(-)
Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring
hiperemis (+)
Retraksi (-)
I: ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak
melebar
A: BJ I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
I: pengembangan dada kanan =
kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: suara dasar: vesikuler (+/+),
suara tambahan (-/-)
I: dinding dada < dinding perut
A: bising usus (+) normal
P: timpani
P: supel, nyeri tekan (+), hepar
teraba 3 cm bacd, pekak alih

Demam (-), mual (-), nyeri


kepala (-), BAB dan BAK
dalam batas normal, muntah(-),
batuk(-),pilek(-), nyeri kepala
(-), nyeri sendi (-),mimisan(-),
bercak merah di tangan dan kaki
(+), gusi berdarah (-)
KU: tampak sakit sedang, GCS
E4V5M6, gizi baik
TD: 100/60 mmHg, SiO2: 99%,
RR 24x/menit, t 36.8oC, HR
85x/menit
Normosefal, mesosefal
Sekret (-/-)
CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor
2mm/2mm
Oedem palpebra (-/-)
Nafas cuping hidung (-), sekret
(-/-), epistaksis (+)
Mukosa basah (+), gusi berdarah
(-)
Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring
hiperemis (+)
Retraksi (-)
I: ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak
melebar
A: BJ I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
I: pengembangan dada kanan =
kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: suara dasar: vesikuler (+/+),
suara tambahan (-/-)
I: dinding dada < dinding perut
A: bising usus (+) normal
P: timpani
P: supel, nyeri tekan (+), hepar
teraba 3 cm bacd, pekak alih
12

(-),lien tidak teraba


Dalam batas
normal
Ekstremit Akral dingin (-), sianosis (-),
as
oedem (-),CRT < 2, ADP kuat
(+), Konvalecense rash (+)
Asessme Dengue
hemorrhagic
fever
nt
derajat I
Gizi baik,wasted ,normoheight
Terapi - IVFD asering 125 ml/jam
- Paracetamol 3x 250mg per oral
- Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
Genital

(-),lien tidak teraba


Dalam batas
normal
Akral dingin (-), sianosis (-),
oedem (-),CRT < 2, ADP kuat
, Konvalecense rash (+)
Dengue
hemorrhagic
fever
derajat I
- Gizi baik,wasted,normoheight
- Infus D NS 64 ml/jam
- Paracetamol 250mg (kalau
perlu)
- Diet nasi lauk 2000 kkal/hari

Plan

- Cek darah lengkap setiap 8 jam


dilanjutkan setiap 24 jam
- Cek Ig G Ig M anti dengue
- Urin, feces rutin

- Cek darah lengkap 24 jam

Monitori
ng

- KUVS/TD 8 jam
- Balance cairan, diuresis setiap 8
jam
- Awasi tanda-tanda perdarahan
dan syok
Hasil Ig G, Ig M anti dengue:
Ig G(+), Ig M (+)

- KUVS/TD 8 jam
- Balance cairan, diuresis setiap 8
jam
- Awasi tanda-tanda perdarahan
dan syok
- Pasien pada hari minggu tanggal
10 januari 2016 pukul 10.00
pasien diperbolehkan pulang

2. Follow Up Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan
9/1/16 10/1/16
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
14.2
13.0
Hematokrit
42
37
Leukosit
9.4
9.0
Eritrosit
5.14
4.42
Trombosit
25
53

MCV
MCH
MCHC
RDW

INDEX ERITROSIT
81.2
83.3
27.6
26.8
34.0
32.2
12.1
13.4

Satuan

Rujukan

g/dl
%
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul

10.8 15.6
33 45
4.5 14.5
3.80 - 5.80
150 450

/um
Pg
g/dl
%

80.0 - 96.0
28.0 - 33.0
33.0 - 36.0
11.6 - 14.6
13

PDW

19
17
HITUNG JENIS
Eosinofil
2.10
4.00
Basofil
2.50
0.00
Neutrofil
33.70
21.00
Limfosit
49.80
61.70
Monosit
11.90
8.50
Golongan darah
B
BAB II

25-65

%
%
%
%
%

04
01
29 72
33 48
06

ANALISIS KASUS
Pada pasien ini dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan demam
tinggi mendadak dan terus menerus selama lima hari tidak berkurang dengan obat
penurun panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri pada kedua mata, tidak didapatkan
mual dan muntah. Selain itu pasien tidak mengeluh batuk, pilek, mimisan ataupun
gusi berdarah. Menurut pengakuan keluarga pasien, di sekitar lingkungan pasien
terdapat tetangga yang dirawat dengan demam berdarah 1 bulan terakhir ini. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam kondisi lemas dan adanya oedem
palpebra pada kedua mata saat pasien datang dan nyeri tekan pada perut region
hipokondriaka dekstra dan epigastrium. Menurut WHO tahun 2009 salah satu
penyakit dengan gejala klinis demam mendadak kurang dari 7 hari adalah infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue. Infeksi dengue memiliki gejala demam tinggi
mendadak 2-7 hari. Selain itu diikuti pula dengan adanya gejala klinis lain berupa
myalgia (nyeri pada otot), arthralgia (nyeri pada sendi-sendi) , dan sakit kepala.
Pada pasien ini didapatkan beberapa gejala infeksi dengue yaitu adanya demam
tinggi mendadak kurang dari 7 hari, disertai dengan gejala klinis lain yaitu nyeri
kepala, nyeri otot dan nyeri pada kedua mata.
Pada awal perjalanan penyakit infeksi dengue terkadang susah dibedakan
dengan penyakit yang memiliki gejala klinis demam lainnya sehingga diperlukan
suatu tes yaitu uji torniket untuk menunjang diagnosis penyakit ke arah infeksi
dengue. Pada pasien ini dilakukan uji tourniquet untuk melihat apakah adanya
manifestasi kebocoran plasma yang biasanya terdapat pada infeksi dengue. Hasil

14

uji torniket pada pasien ini positif yang ditandai dengan adanya peteki pada
lengan pasien yang menunjukan adanya manifestasi kebocoran plasma. Selain uji
tourniquet dilakukan pemeriksaan fisik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
oedem pada palpebra kedua mata. Oedem palpebra merupakan salah satu tanda
adanya kebocoran plasma pada pasien dengan infeksi dengue. Selain oedem
palpebra ditemukan adanya nyeri tekan pada perut pasien di region hipokondriaka
dektra dan epigastrium.
Selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan uji
laboratorium dengan menggunakan sample darah pasien. Hasil uji lab saat pasien
datang ke IGD menunjukkan kadar trombosit pasien yang turun dibawah 100.000
u/l yaitu 25.000 u/l. Hematokrit dan sel darah putih pasien juga mengalami
peningkatan.Penurunan trombosit dan kenaikan hematokrit pada pasien ini terjadi
akibat proses kebocoran plasma. Plasma darah yang normalnya berada didalam
pembuluh darah keluar menuju ke jaringan interstisial. Akibat keluarnya plasma
darah

menyebabkan

darah

menjadi

lebih

kental

dan

menyebabkan

hemokonsentrasi. Pada hari esoknya dilakukan tes Ig M dan Ig G anti dengue


dengan hasil tes positif untuk kedua Ig. Ig M anti dengue pada umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit ke 4 atau 5 dan tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada
infeksi dengue primer , Ig G anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan
dengan Ig M antidengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar
Ig G anti dengue bertahan lama dalam serum.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil lab di atas dapat
disimpulkan terdapat beberapa gejala klinis dan hasil laboratorium yang
mendukung ke arah dengue hemmoraghic fever grade I menurut klasifikasi WHO
tahun 1997.

Berdasarkan kriteria WHO 1997 untuk menegakkan diagnosis

dengue hemorraghic fever grade I dapat dengan memenuhi kriteria klinis dan
laboratories. Kriteria klinis dapat berupa demam tinggi mendadak, terus menerus
selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan (setidaknya dengan uji torniket positif),
hepatomegali, dan syok. Kriteria laboratories yaitu trombositopenia < 100.000
sel/mm3 dan adanya hemokonsentrasi. Apabila terdapat 2 atau lebih tanda klinis

15

ditambah tanda laboratoris dapat disimpulkan pasien mengalami penyakit dengue


hemorraghic fever grade I.
Setelah dilakukan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana pada
pasien dengue hemorraghic fever sesuai dengan WHO 2011. Berdasarkan WHO
2011 pasien tersebut dapat dirawat inap di pelayanan kesehatan seperti puskesmas
atau rumah sakit. Menurut WHO 2011 pasien tersebut memenuhi kriteria rawat
inap berupa adanya tanda bahaya pada demam berdarah dengue yaitu: adanya
nyeri perut dan nyeri tekan, demam yang mulai turun, peningkatan hematokrit
yang bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit. Tata laksana yang
tepat dan segera dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas dengue hemorraghic
fever atau demam berdarah dengue (DBD). Pengobatan Pada saat dirawat inap
pasien tersebut diberikan terapi penggantian cairan dan terapi simtomatis. Terapi
cairan meliputi jenis dan jumlah cairan yang diberikan. Cairan kristaloid isotonik
merupakan pilihan untuk pasien DBD. Tidak dianjurkan pemberian cairan
hipotonik seperti NaCl 0,45%, kecuali bagi pasien usia <6bulan. Dalam keadaan
normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang
bertahan dalam ruang intravascular sedangkan cairan isotonis volume yang
bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intrseluler dan ekstraseluler.

Pada

keadaan permeabilitas yang meningkat, volume cairan yang bertahan akan


semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian
cairan hipotonis. Pada pasien ini diberikan cairan kristaloid isotonik berupa
asering. Asering dipilih karena cairan memiliki sifat dimetabolisme di otot dan
bukan dihepar. Pada pasien DBD terjadi hepatomegali sebagai akibat proses
infeksi yang terjadi sehingga pemilihan asering diharapkan tidak membuat kerja
hepar semakin berat karena harus memetabolisme cairan infus.
Volume cairan yang diberikan pada pasien DBD disesuaikan dengan berat
badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pada pasien dengan obesitas
pemberian jumlah cairan harus berhati-hati karena mudah terjadi kelebihan cairan,
penghitungan carian sebaiknya berdasarkan berat badan ideal. Menurut WHO
2011 pemberian cairan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance)
ditambah dengan perkiraan deficit cairan 5%. Untuk kebutuhan cairan pada pasien

16

ini dengan berat badan 25 kg adalah 2850 ml dalam waktu 24 jam sehingga dalam
1 jam diperlukan kurang lebih 118,75 ml cairan. Selain dengan pemberian cairan
melewati infus pasien juga dianjurkan untuk minum yang cukup terutama minum
cairan yang mengandung elektrolit. Pemberian cairan harus diawasi supaya tidak
terjadi overload cairan
Pemberian obat simtomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan antipiretik
dengan pilihan parasetamol 10-15mg/ kgBB/ kali. Berat pasien 25 kg sehingga
untuk dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 250 mg sekali minum.
Parasetamol sebaiknya diberikan dengan interval 6 jam. Pemberian aspirin atau
golongan NSAID serta ibuprofen tidak dianjurkan karena akan memperparah
manifestasi perdarahan pada pasien.
Asupan nutris pada pasien ini dapat diperkirakan dengan menentukan
diagnosis masalaah nutrisi, menentukan kebutuhan gizi, cara pemberian, bentuk
sediaan, dan evaluasi atau pengkajian. Berdasarkan masalah nutrisi pasien
mengalami gizi baik, wasted, dan stunted. Untuk menghitung kebutuhan gizi
pasien menggunakan acuan RDA dan RDI. Berdasarkan penghitungan dengan
menentukan status gizi pasien maka pasien kurang lebih mendapatkan 2240
kkal/kg dalam 1 hari. Pasien tidak mengeluhkan kesulitan makan dan minum
sehingga pemberian kalori diberikan secara oral dengan sedian padat seperti nasi.
Untuk selanjutnya dilakukan evaluasi pemberian nutrisi.
Selama dirawat selama 3 hari di rumah sakit, dilakukan pemeriksaan dan
follow up pada pasien. Pada hari ke 3 dirawat pasien menunjukan tanda-tanda
perbaikan klinis dan laboratories. Pasien sudah tidak mengalami oedem pada
palpebra dan pasien sudah tidak demam lagi selama kurang lebih 24 jam tanpa
parasetamol. Nafsu makan pasien juga sudah membaik. Selain itu secara umm
pasien dalam keadaan umum yang baik. Selain itu hasil pemeriksaan lab pada hari
ke 3 dirawat pasien, kadar trombosit mengalami peningkatan menjadi 52.000
sel/mm3 dan penurunan hematokrit.Dengan kondisi tersebut menurut WHO 2011
pasien dapat dipulangkan ke rumah. Menurut WHO 2011 pasien dapat
dipulangkan dengan beberapa kriteria seperti tidak ada demam minimal 24 jam
tanpa anti piretik, nafsu makan membaik, perbaikan klinis yang jelas, jumlah urin

17

cukup, tidak tampak distress pernafasan yang disebakan efusi pleura atau asites,
dan jumlah trombosit > 50.000 sel/mm3 , trombosit akan kembali ke kadar normal
dalam waktu 3-5 hari.

18

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT I


DBD Derajat I

Pasien Masih dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri
parasetamol
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Gejala klinis : demam 2-7 hari


Uji torniket positif
Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)
Pasien tidak dapat minum
Pasien muntah terus menerus

Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%


(1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris

Infus ganti ringer asetat


(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan

19

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Demam berdarah dengue adalah demam akut yang disebabkan oleh empat
serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, trombositopenia, peningkatan hematokrit,
dan dapat disertai dengan atau tanpa hepatomegali. Infeksi virus dengue dapat
menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan
Dengue Shock Syndrom (DSS).2
II. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B Arthropod borne virus (Arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah
satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotype yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain. Serotipe
DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat.3
III. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara ASEAN dan
Pasifik Barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh
nyamuk Aedes, di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes, yaitu Aedes aegypti
dan Aedes albopictus.4
Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Pada tahun 1993 DBD
telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia dan endemis di banyak kota-kota
besar. Angka morbiditas rata-rata DBD di Indonesia

terus meningkat dan

mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35 orang per 100.000 penduduk
dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.1

20

Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan


dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan
vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus, dan kondisi geografi
setempat.1
Pada beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah
hujan. Jumlah penderita di Indonesia meningkat antara bulan September sampai
Februari dan mencapai puncaknya pada bulan Januari.1
Walaupun demam berdarah dengue bisa mengenai semua kelompok umur,
namun terbanyak pada anak di bawah umur 15 tahun. Penderita demam berdarah
dengue di Indonesia terbanyak umur 5-14 tahun.1
IV. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS DBD
Ada dua patofisiologi yang utama pada DBD :
1. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan
ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi, serta renjatan.
2. Adanya hemostasis yang abnormal melibatkan perubahan pembuluh darah,
trombositopenia, dan koagulopati.
Hemostasis yang abnormal menyebabkan bermacam-macam manifestasi
perdarahan. Penyebab perdarahan pada DBD sangat komplek dan mungkin
melibatkan satu atau lebih dari trombositopenia, kerusakan pembuluh darah kecil,
ganguan fungsi trombosit, dan disseminated intravascular disease (DIC).
Kerusakan trombosit dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu,
pasien dengan trombosit kurang dari 100.000/mm3 mungkin didapat waktu
perdarahan yang memanjang. DIC terjadi pada renjatan berkepanjangan dan berat
serta menyebabkan perdarahan hebat dan irreversible shock dengan prognosis
buruk.1
Manusia dapat terinfeksi 4 serotipe dengue selama hidup. Hampir semua
pasien DBD pernah terinfeksi dengan salah satu dari 4 serotipe virus dengue
sebelumnya, yang dikenal dengan hipotesa antibodi heterotipik.1

21

Menurut sejarah perkembangan patogenesis DBD dalam kurun waktu


100 tahun ini, dapat dibagi dua kelompok besar teori patogenesis yaitu :
1. Teori virulensi virus
Teori ini mengatakan seseorang akan terkena virus dengue dan menjadi
sakit kalau jumlah dan virulensi virus cukup kuat. Keempat serotipe virus
mempunyai potensi patogen yang sama dan syok sindrom terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.
2. Teori imunopatologi (The Secondary Heterologous Dengue Infection
Hypothesis)
Teori ini mengatakan DBD dapat terjadi apabila sesorang yang telah
terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi ulangan dengan
tipe virus dengue tipe yang berlainan. Akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang
berlainan pada seseorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue rendah
maka respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit sistem imun dengan
menghasilkan titer antibodi IgG anti dengue. Selain itu, replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah yang banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
komplek antigen antibodi (komplek virus-antibodi) yang selanjutnya akan :
a. Mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan berakhir dengan kematian.
b. Dengan terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka
akan mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami
metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE sehingga berakibat
terjadinya trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu, trombosit
yang mengalami metamorfosis akan melepaskan faktor trombosit 3 yang
dapat mengaktivasi sistem koagulasi.

22

c. Aktivasi faktor Hageman (Faktor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi


sistem koagulasi sehingga berakibat terjadinya pembekuan intravaskuler
yang meluas. Dalam proses ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran
fibrin menjadi Fibrin degradation Product.4

Skema patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue


Infection Hypothesis :
Secondary Heterologous Dengue Infection

Replikasi Virus

Reaksi Antibody Anamnestik

Komplek Virus Antibodi

Agregasi Platelet

Aktivasi Sistem Koagulasi

Aktivasi komplemen

PenghancuranPelepasan factor 3 trombosit


Aktivasi Factor Hageman Plasmin
trombosit oleh RES

Trombositopenia

Koagulopati Konsumtif

Penurunan Factor Pembekuan

Perdarahan Hebat

Kinin

Anafilatoksin
(C3a dan C5a)

Permeabilitas Vaskuler Meningkat

Perembesan Plasma

Shock

Sumber: Suvatte, 1978

23

V. MANIFESTASI KLINIK

Sumber: WHO SEARO 2011

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus dengue juga
merupakan suatu self limiting infecting disease yang akan berakhir sekitar 2-7
hari.4
Gambaran klinis yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut :
1.

Panas
DBD didahului oleh panas tinggi yang timbul mendadak dan terus
menerus dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap
pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali).
Panas ini biasanya berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok maka panas
akan turun dan penderita sembuh sendiri.5

24

2.

Tanda perdarahan

a.

Perdarahan karena manipulasi


Uji tornikuet / rumple leed test yaitu dengan mempertahankan manset
tensimeter selama 5 menit, kemudian dilihat apakah timbul petekie atau
tidak di daerah volar lengan bawah. Sekarang ini banyak dianut RL (+)
bila dalam 1 inchi persegi petekie berjumlah > 10 bukan 20 seperti
sebelum tahun 1975.4
Uji tornikuet sebagai manifestasi perdarahan yang paling ringan dapat
dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari
pertama demam. Pada DBD, uji tornikuet pada umumnya memberikan
hasil positif. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif atau positif
lemah selama masa syok.3

b.

Perdarahan spontan
-

Petekie

Perdarahan gusi

Epistaksis

Hematemesis dan melena

3. Pembesaran hepar
Hepar yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan
penyakit dan pembesaran hepar ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Nyeri
tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus.3
4. Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri atas :
a. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan, dan
hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi
yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara
reflek.

25

b. Anak yang semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apati, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral
c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat
dan lembut sampai tidak teraba oleh karena kolaps sirkulasi.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
e. Tekanan sistolik anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang
f. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang melalui arteri
renalis.3
Untuk gambaran laboratoris biasanya kelainan hematologis yang
paling sering adalah kenaikan hematokrit 20 % atau lebih melebihi nilai
hematokrit penyembuhan, tombositopenia, leukositosis ringan, perpanjangan
waktu perdarahan dan penurunan kadar protrombin. Kadar fibrinogen
mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik.5
VI. DIAGNOSIS

Gambar 2. Klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO tahun 2011


26

Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut


WHO (1997), yaitu :
A. Kriteria Klinis
1. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 7 hari tanpa sebab yang
jelas (tipe demam bifasik).
2. Manifestasi perdarahan:
-

Uji Turniquet (+)

Petechie, echimosis, purpura

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

Hematemesis dan atau melena.

3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan
-

Nadi cepat dan lemah

Penurunan tekanan darah

Akral dingin

Kulit lembab

Pasien tampak gelisah

B. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (AT <100.000/ul)
2. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau sama
dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalesen yang dibandingkan
dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari populasi.
Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat
diagnosis DBD. Dengan patokan ini, 87 % kasus tersangka DBD dapat
didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis.3
Adanya efusi pleura ( X-ray thoraks atau USG) adalah bukti yang
paling

obyektif

menunjukkan

adanya

kebocoran

plasma,

sementara

hipoalbuminemia merupakan bukti pendukung. Hal ini sangat berguna untuk


mendiagnosis DBD pada pasien : anemia; perdarahan berat; di mana tidak ada

27

dasar hematokrit; kenaikan hemtokrit sampai < 20% karena terapi intravena
awal.6
Mengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi
DBD dalam beberapa derajat setelah kriteria laboratorik terpenuhi yaitu :
Derajat I

: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


peradarahan adalah uji turniquet (+).

Derajat II : Derajad I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan


lain.
Derajat III: Derajad II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) / hipotensi
(tekanan sistolik < 80 mmHg) disertai kulit yang dingin, lembab
dan penderita gelisah.
Derajat IV: Derajad III ditambah renjatan berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah yang tidak terukur, dapat disertai
dengan penurunan kesadaran, sianosis dan asidosis.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis pasti infeksi dengue membutuhkan pemeriksaan penunjang,
baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi antibodi-dengue tertentu.
Isolasi virus atau deteksi DENV RNA dalam spesimen serum serotype
tertentu, Real Time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RTPCR), dalam fase akut spesimen serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari
dari timbulnya gejala. Jika virus tidak dapat dipisahkan atau terdeteksi dari
sampel ini, fase convalescent dari spesimen serum diperlukan sedikitnya 6 hari
setelah timbul gejala untuk membuat diagnosis serologi dengan tes antibodi
IgM dengue dengan IgM antibodi captured enzyme linked Immunosorbent
Assay (ELISA MAC).7

28

VIII. DIAGNOSIS BANDING


DBD bisa didiagnosis banding dengan penyakit yang disertai gejala klinis
demam tinggi mendadak, yaitu dengue fever, demam cikungunya, pharingitis
akut, ISK akut, infeksi susunan saraf akut, malaria, dan proses supurasi.8

IX. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi DBD yang perlu diwaspadai adalah :
a. Syok ringan/berat, syok berulang
b. Enselophati dengue
Terjadi akibat gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremi, atau
perdarahan. Kemungkinan juga oleh trombosis pembuluh darah otak akibat dari
koagulasi intra vaskuler yang menyeluruh.
c. Kelainan ginjal
Pada syok berat yang tidak teratasi dengan baik dapat terjadi gagal ginjal akut.
d. Efusi pleura
e. Sepsis

X. PENATALAKSANAAN
Terdapat 5 hal yang harus dievaluasi yaitu keadaan umum, renjatan,
kebocoran plasma, perdarahan terutama perdarahan gastrointestinal dan
komplikasi. Pada dasarnya terapi DBD bersifat suportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat
perdarahan. Adapun penatalaksanan DBD menurut derajatnya adalah sebagai
berikut :

29

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA


DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)
Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA, badan l

Ada kedaruratan

Tidak ada kedaruratan

Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran menurun


Kejang, muntah darah, berak darah, berak hitam

Uji Tourniquet (+) (Rumplee Leede)

Jumlah trombosit
< 100.000/ul

Rawat Inap

Periksa uji tourniquet

Uji tourniquet (-) (Rumplee Leede)

Rawat jalan
Jumlah trombosit
> 100.000/ulParasetamol
Kontrol tiap hari sampai demam hilang

Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam ha

Rawat Jalan
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat hitam,

Lab :Hb/Ht naik dan trombosit turun

30

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I


(Bagan 2)
DBD Derajad I

Pasien Masih dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri
parasetamol
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Gejala klinis : demam 2-7 hari


Uji tourniquet positif
Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)
Pasien tidak dapat minum
Pasien muntah terus menerus

Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%


(1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris

Infus ganti ringer asetat


(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
8. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
9. Nafsu makan membaik
10. Secara klinis tampak perbaikan
11. Hematokrit stabil
12. Tiga hari setelah syok teratasi
13. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
14. Tidak dijumpai distress pernafasan

31

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II


(Bagan 3)
DBD Derajat II
DB Derajad I + perdarahan spontan
Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RA/NaCl 0,9% atau
RAD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 7
ml/kgBB/jam
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam
Tidak Ada
Perbaikan

Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tek Darah stabil
Diuresis cukup
(1 ml/kgBB/jam)
Ht Turun
(2x pemeriksaan)
Tetesan dikurangi
5 ml/kgBB/jam

Tanda Vital memburuk

Ht meningkat

Gelisah
Distres pernafasan
Fre. nadi naik
Ht tetap tinggi/naik
Tek. Nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang/tidak
ada
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)

Perbaikan
Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan
Tanda vital tidak stabil

Sesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam
apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup

Distress pernafasan
Ht Naik

Koloid
20-30 ml/kgBB

Ht turun

Transfusi darah segar


10 ml/kgBB

Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan

32

PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAD III DAN IV


(Bagan 4)
DBD Derajad III & IV
DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi
Oksigenasi (berikan O2 2-4lpm/menit) Penggantian
volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?
Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian
cairan intravena
Syok tidak teratasi

Syok teratasi
Kesadaran membaik
Nadi teraba kuat
Tekanan nadi > 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis
Ekstrimitas hangat
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Cairan & tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam

Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma
Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBB
Koreksi Asidosis
evaluasi 1 jam

Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, Trombosit

Kesadaran menurun
Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi < 20 mmHg
Distres pernafasan / sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Syok teratasi
Syok belum teratasi

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Ht turun
Transfusi darah segar 10
ml/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan

Ht tetap tinggi/naik
Koloid
20 ml/kgBB

Infus Stop tidak melebihi 48 jam


33

X. MONITORING
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah :
-

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30
menit atau lebih sering sampai syok teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis
pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis


cairan, jumlah, dan tetesan untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis.1

XI. KRITERIA PEMULANGAN PASIEN


Pasien dapat dipulangkan apabila :
-

Bebas panas 2 hari

Nilai trombosit > 50.000 / ul

Tidak didapatkan komplikasi.8

XII. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


Pemberantasan DBD didasarkan atas pemutusan mata rantai penularan.
Dalam hal ini, komponen penularan terdiri dari virus-nyamuk Aedes-manusia.
Pemberantasan ditujukan pada manusia dan terutama pada vektornya.
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DBD adalah :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DBD.
2. Memutus lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran, yaitu di
sekolah dan rumah sakit termasuk pula daerah penyangga di sekitarnya.

34

4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan


tinggi.
Beberapa cara yang dapat dilaksanakan pada pemberantasan DBD
didasarkan atas pemutusan rantai penularan adalah :
1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes dengan
menggunakan mosquito repellent dan insektisida dalam bentuk semprotan.
2. Pembasmian sarang nyamuk dengan jalan membuang kaleng, botol, ban, dan
semua yang mungkin dapat menjadi tempat nyamuk bersarang.
3. Menggunakan bahan kimia
- Membunuh larva dengan butir abate SG 1 % pada tempat penyimpanan air
dengan dosis 1 ppm yaitu 10 gram untuk 100 liter air. Cara ini sebaiknya
diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan.
- Melakukan fogging dengan malation atau fetitrotion dalam dosis 438
gram/ha, dilakukan dalam rumah dan di sekitar rumah dengan menggunakan
larutan 4 % dalam solar atau minyak tanah.

35

XIII. MENGHITUNG STATUS GIZI


Growth Chart CDC Usia 2 tahun sampai 20 tahun anak laki-laki

Gambar 3. CDC growth chart untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun

Gambar 4. CDC growth chart untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun

36

CARA MENGGUNAKAN GRAFIK PERTUMBUHAN CDC


1. Tentukan umur anak terlebih dahulu. Jika umur anak lebih dari 16 hari
maka dibulatkan menjadi 1 bulan.
2. Gunakan grafik CDC 2000 sesuai usia kelahiran (0 bulan sampai
dengan usia 6 bulan atau 2 sampai dengan 20 tahun) dan jenis
kelaminnya (perempuan atau laki-laki)
3. Pada grafik CDC 2000, lihat sumbu vertikal atas panjang/ tinggi
badan,sesuaikan angka panjang/ tinggi badan yang diukur dan beri
tanda silang, kemudian tarik garis putus-putus horizontal ke kanan
atau ke kiri menuju garis persentil 50 pada grafik panjang/ tinggi
badan dan diberi tanda titik.
4. Pada tanda titik garis persentil 50 grafik panjang/ tinggi badan
lanjutkan garis putus-putus vertikal ke bawah menuju garis persentil
50 pada grafik berat badan dan beri tanda titik.
5. Kemudian dari tanda titik dari garis persentil 50 grafik berat badan
lanjutkan penarikan garis putus-putus secara horizontal ke kanan atau
ke kiri menuju sumbu vertikal bawah berat badan dan beri tanda
silang.
6. Baca skala berat badan seharusnya pada sumbu vertikal bawah berat
badan.

37

CARA MENGINTERPRETASIKAN KURVA PERTUMBUHAN CDC

Gambar 5. CDC growth chart persentil Indeks Massa Tubuh/Usia


Intepretasi:
BB/U
-

BB/U < persentil 10 (P10)

:deficit

BB/U >persentil 90 (P90)

:kelebihan

BB/U dibandingkan standar (P50) yang diacu dalam persen %:


-

80-120%

: gizi baik

60-80%

:gizi kurang

<60%

:gizi buruk

Persentil
Jika 100 anak dengan usia dan jenis kelamin yang sama diurutkan
berdasarkan tingginya.
TB/U < persentil 5

:defisiensi berat

38

TB/U antara persentil 5 dan 10: evaluasi laju pertumbunhan untuk


membedakan perawakan pendek yang disebabkan : defisiensi gizi kronis atau
factor konstitusional.
TB/U dibandingkan standar baku (P50) dalam persen %:
-

90-110%

:tinggi baik

70-90%

:tinggi kurang

<70%

:tinggi sangat kurang

BB/TB berdasarkan klasifikasi waterlow:


-

>120%

:obes

110-120%

:gizi lebih / overweight

90-110%

: gizi baik

70-90%

:gizi kurang

<70%

:gizi buruk10

39

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien tersebut didiagnosis dengan dengue hemorrhagic
fever (demam berdarah dengue) dan gizi baik.
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai
dengan Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up
kembali untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan diri sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang
berulang.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Soegeng, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak : Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Salemba Medika.
2. Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2006.
3. Sumarmo,S., 2002. Infeksi dan Penyakit Tropis : Infeksi Virus Dengue.
Jakarta: IDAI.
4. Rampengan, T.H., 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak : Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.
5. Behrmen RE, Kliegman RM. 2000. Nelson Texbook of Pediatrics, Vol II
E/15 WB Saunders, Philadelphia.
6. WHO. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemmorhagic Fever: Revised and Expanded.
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf. Diakses pada 14 Januari
2015.
7. Centers for Disease Control and Prevention (2009). Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever: Information for Helath Care Practitioners.
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information
%20for%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf. Diakses pada 14
Januari 2015.
8. Komite Medik RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf
Medis Fungsional Anak. RSUD Dr.Moewardi, Surakarta.
9. Wilmana, F., Gan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi : AnalgesikAntipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid, dan Obat Gangguan
Sendi Lainnya. Jakarta: Balai Pustaka FK UI, hal 237-239.
10. Centers for Disease Control and Prevention. 2013.Use and Intepretation of
the WHO and CDC Growth Charts for Children from Birth to 20 Years in
the United States. CDC

41

You might also like