You are on page 1of 16

LAPKAS

HYPERPLASIA ENDOMETRIUM

Lapkas ini disusun sebagai salah satu persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior
SMF ILMU KANDUNGAN DAN GINEKOLOGI di RSUD DR R.M Djoelham Binjai

Disusun OLeh:
Elisabet Mei WL

09310085

Pembimbing:
dr. Eka Handayani Sp.OG

SMF ILMU KANDUNGAN


RSUD DR R.M DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan lapkas ini yang berjudul Hyperplasia Endometrium.
lapkas ini dibuat sebagai tugas Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Obgyn yang
dilaksanakan di RSUD DR.RM.Djoelham Binjai.
Dalam menyelesaikan jurnal ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada dr.Eka Handayani, Sp.OG yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan lapkas ini.
Penulis menyadari lapkas ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan lapkas ini.

Binjai, Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Hal.
Cover ................................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................

ii

Daftar Isi ..........................................................................................................

iii

Hyperplasia Endometrium
BAB I

PENDAHULUAN...

1.1 Latar Belakang...........................................................................

TINJAUAN PUSTAKA.

2.1. Anatomi dan Fisiologi Endometrium ......................................................

2.2. Siklus Endometrium Normal ..................................................................

2.3. Hyperplasia Endometrium .......................................................................

BAB II

2.3.1
2.3.2
2.3.3
2.3.4
2.3.5
2.3.6

Definisi .......................................................................
Klasifikasi ...................................................................
Patogenesis ..................................................................
Gejala Klinis.................................................................
Faktor resiko ................................................................
Diagnosis .....................................................................

6
6
7
7
8
8

2.4 Diagnosis Banding........................................................................

2.5 Penatalaksanaan............................................................................

10

2.6 Prognosis .....................................................................................

11

2.7 Pencegahan ..................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.. . .
DAFTAR PUSTAKA
STATUS PASIEN

BAB 1

12

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hyperplasia endometrium adalah keadaan dimana endometrium tumbuh secara
berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna ( jinak ), akan tetapi pada sejumlah kasus dapat
berkembang kearah keganasan uterus. Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi
menderita hiperplasia endometrium. Penebalan pada lapisan dinding dalam rahim atau
yang disebut dengan hyperplasia endometrium terjadi karena kerja hormon estrogen.
Makanya, jika terjadi penebalan berlebih itu menunjukkan adanya peningkatan berlebih
dari kadar hormon estrogen itu sendiri.3
Pada kasus umum, peningkatan hormon estrogen bisa terjadi akibat dipicu oleh
tumbuhnya kista. Pada kasus lain, penebalan dinding rahim juga terjadi karena faktor
ketidakseimbangan hormonal dimana peningkatan hormon estrogen tak diimbangi oleh
peningkatan progesteron. Kondisi ini juga biasanya dialami oleh wanita yang tergolong
berbadan gemuk karena produksi estrogennya berlebihan. Jadi, hiperplasia endometrium
sebenarnya bisa dialami siapa pun, baik yang sudah memiliki anak maupun belum3

BAB II

TINJAUN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Endometrium
Uterus adalah organ muscular yang berbentuk buah pir yang terletak di
dalam pelvis dengan kandung kemih di anterior dan rectum di posterior.Uterus
biasanya terbagi menjadi korpus dan serviks. Korpus dilapisi oleh endometrium
dengan ketebalan bervariasi sesuai usia dan tahap siklus menstruasi.1

Endometrium tersusun oleh kelenjar-kelenjar endometrium dan sel-sel


stroma mesenkim, yang keduanya sangat sensitive terhadap kerja hormone seks
wanita. Hormon yang ada di tubuh wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur
perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang pertumbuhan dan
progesterone mempertahankannya.1

Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan kanalis


endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis.
Endometrium adalah

lapisan

terdalam pada

rahim dan tempatnya

menempelnya ovum yang telah dibuahi. Di dalam lapisan Endometrium terdapat


pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini.
Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan
endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk dengan
plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi. 5
Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka
mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan,agar hasil konsepsi bisa
tertanam. Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka korpus
luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi
korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan
endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah
berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding
rahim.5

2.2 Siklus Endometrium Normal


Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, epitel mukosa pada
endometrium mengalami siklus perubahan yang berkaitan dengan aktivitas
ovarium. Perubahan ini dapat dibagi menjadi 4 fase endometrium, yakni :2
a. Fase Menstruasi (Deskuamasi)
Fase ini berlangsung 3-4 hari. Pada fase ini terjadi pelepasan endometrium dari
dinding uterus yakni sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintergrasi dan
otolisis dengan stratum basale yang masih utuh disertai darah dari vena dan arteri
yang mengalami aglutinasi danhemolisis serta sekret dari uterus, serviks dan
kalenjar-kalenjar vulva.
b. Fase Pasca Haid (Regenerasi)
Fase ini berlangsung 4 hari (hari 1-4 siklus haid).Terjadi regenerasi epitel
mengganti sel epitel endometrium yang luruh. Regenerasi inimembuat lapisan
endometrium setebal 0,5 mm.
c. Fase Intermenstrum (Proliferasi)
Pada fase ini endometrium menebal hingga 3,5 mm. berlangsungselama 10 hari
(hari ke 5-14 siklus haid).
a) Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 3 hari (hari ke 5-7).Pada fase ini
terdapat regenerasi kelenjar dari mulut kelenjar dengan epitel permukaan
yang tipis. Bentuk kelenjar khas fase proliferasi yakni lurus, pendek dan
sempit dan mengalami mitosis.
b) Fase proliferasi madya (midproliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 3 hari (hari ke 8-10). Fase ini
berupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang
berbentuk

torak

dan

tinggi.

Kelenjar

berlekuk-lekuk

dan

bervariasi.Sejumlah stroma mengalami edema. Tampak banyakmitosis


dengan inti berbentuk telanjang (nake nucleus)
c) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 4 hari.Fase ini dapat dikenali
daripermukaan kelenjar yang tidak rata dengan banyak mitosis. Inti epitel
kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma semakin tumbuh aktif
dan padat.
d. Fase Pra Haid (Sekresi)
Fase ini berlangsung sejak hari setelah ovulasi yakni hari ke 14 sampaihari ke 28.
Pada fase ini ketebalan endometrium masih sama, namun yang berbeda adalah
bentuk kelenjar yang berubah menjadi berlekuk-lekuk,panjang dan mengeluarkan

getah yang semakin nyata. Dalam endometrium telah tersimpan glikogen dan kapur
yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang, tujuan
perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium untuk menerima telur
yang dibuahi. Fase ini terbagi menjadi dua, yakni :
a) Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis dari sebelumnya karena
kehilangan cairan. Pada saat ini, endometrium dapat dibedakan menjadi
beberapa lapisan yakni :
1. Stratum basale, yakni lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dengan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali
mitosis pada kelenjar.
2. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti
spons.Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar,
berkelok-kelok dan hanya sedikit stroma di antaranya.
3. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-saluran
kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.
b) Fase sekresi lanjut
Endometrium pada fase ini tebalnya 5-6 mm. dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak
mengandung pembuluh darah yang berkelok-kelok dan kaya akan
glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan
ovum.Sitoplasma sel-selstroma bertambah. Sel stroma ini akan berubah
menjadi seldesidua jika terjadi pembuahan.

2.3 Hiperplasia Endometrium


2.3.1

Defenisi

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar,


dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada
endometrium. Bersifat noninvasif, yang memberikan gambaran morfologi berupa
bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang bervariasi.Pertumbuhan ini
dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium.5

Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi


hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron.Pada masa remaja dan
beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak berovulasi
sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan terjadilah
hiperplasia.Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik yang ditandai
dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).5
2.3.2

Klasifikasi

Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hyperplasia, sehingga


diklasifikasikan sebagai berikut : 5
1) Hiperplasia sederhana (hiperplasia ringan). Dicirikan dengan peningkatan
jumlah kelenjar proliferative tanpa atipia sitologik. Kelenjar tersebut, meskipun
berdesakkan dipisahkan oleh stroma selular padat dan memiliki berbagai
ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar secara kistik mendominasi
(hiperplasia kistik). Risiko karsinoma endometrium sangat rendah.
2) Hiperplasia

kompleks

tanpa

atipia

(hiperplasia

sedang/hiperplasia

adenomatosa). Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar dengan posisi


berdesakan. Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak gambaran
mitotic. Sel-sel pelapis mempertahankan polaritas normal dan tidak
menunjukkan pleomorfisme atau atipia sitologik. Stroma selular padat masih
terdapat di antara kelenjar.
3) Hiperplasia kompleks dengan atipia (hiperplasia berat/hyperplasia adenomatosa
atipikal). Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan kelenajr yang saling
membelakangi dan adanya atipia sitologik yang ditandai dengan pleomorfisme,
hiperkromatisme dan pola kromatin inti abnormal. Hiperplasia kompleks
dengan atipia menyatu dengan adenokarsinoma in situ pada endometrium dan
menimbulkan risiko karsinoma endometrium yang tinggi.

2.3.3

Pathogenesis

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya


stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen
tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi
Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan
folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan.5
Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga
terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak
diimbangi oleh progesteron.Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi
hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada
hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya
hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana
sering kali mendapatkan terapi hormon penganti yaituprogesteron dan estrogen,
maupun estrogen saja.Estrogen tanpa pendamping progesterone (unopposed
estrogen)akan menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga
dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan berlebih.5
2.3.4

Gejala Klinis

Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama
(amenorrhoe) atau punmenstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).Selain
itu, akan sering mengalami flek bahkan muncul gangguan sakit kepala, mudah
lelah dan sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini, adalah penderita
bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat.Hubungan suami-istri
pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang cukup parah.4

2.3.5

Faktor Risiko
Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang

memiliki resiko tinggi :6


1. Sekitar usia menopause
2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak )

4. Penderita Diabetes melitus


5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian progestin
pada kasus menopause
6. PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)
7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor
2.3.6

Diagnosis

Pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
hyperplasia endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan Kuretase, lakukan
pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk pemeriksaan
PA.Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.7
1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan


ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan dinding
cavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi
dengan memasukkan cairan kedalam uterus.

2. Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi
yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret.Metode ini
juga dapat menegakkan diagnosa keganasan uterus.

3. Dilatasi dan Kuretase


Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosa perdarahan uterus.
4. Histeroskopi
Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil
kedalam uterusuntuk melihat keadaan dalam uterus dengan peralatan ini selain
melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan sediaan biopsi untuk
pemeriksaan histopatologi.

2.4

Diagnosis Banding
Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu dapat dipikirkan

kemungkinan: 6
1) karsinoma endometrium,
2) abortus inkomplit
3) leiomioma
4) polip

2.5 Terapi
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai
berikut:7
1) Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi
untuk menghentikan perdarahan.

2) Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di


dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa terjadi,
di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya.Rata-rata dengan pengobatan
hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa
diatasi.Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial
tanpa atipik, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi
cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap
bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari)
merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa
atipik. Terapi continuous progestin dengan megestrol asetat (40 mg/hari)
kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk pasien dengan
hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan
dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi
respon pengobatan.
3) Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan perbaikan,
biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain. Tanda kesembuhan penyakit
hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali normal.Jika sudah dinyatakan
sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk kembali menjalani
kehamilan.Namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu memeriksakan diri pada
dokter.Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi endometrium, apakah salurannya
baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4) Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi perdarahan
uterus abnormal.Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang
terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi
pengangkatan Rahim dan ini terkait dengan angka kepuasan pasien dengan terapi
ini.untuk wanita yang cukup memiliki anak dan sudah mencoba terapi konservatif
dengan hasil yang tidak memuaskan, histerektomi merupakan pilihan yang terbaik.
Penyakit hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi kaum
perempuan dan kasus seperti ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi, maka
dari itu akan lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.
2.6 Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan
terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi ketika
terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.7

Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien


dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5%
diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.7
2.7 Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti:7
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin, untuk
deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan dinding
rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar menstruasi
apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak ataupun tak
kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan. Terapi
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.

BAB III
KESIMPULAN
Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam rahim
(endometrium) tumbuh secara berlebihan.Kondisi ini merupakan proses yang jinak

(benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat menjadi kanker rahim.
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan ini tumbuh dan
menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan,
agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak terjadi kehamilan, maka lapisan ini akan
keluar saat menstruasi.
Pada saat mendekati menopause, kadar hormon-hormon ini berkurang. Setelah
menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi hormon ini sangat sedikit sekali.Untuk
mengurangi keluhan/gejala menopause sebagian wanita memakai hormon pengganti dari
luar tubuh (terapi sulih hormon), bisa dalam bentuk kombinasi estrogen + progesteron
ataupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron (unopposed estrogen)akan
menyebabkan penebalan endometrium. Pada beberapa kasus sel-sel yang menebal ini
menjadi tidak normal yang dinamakan Hiperplasis atipik yang merupakan cikal bakal
kanker rahim.
Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi pada: usia sekitar
menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama sekali, over-weight,
diabetes, SOPK (PCOS), mengonsumsi estrogen tanpa progesteron dalam mengatasi gejala
menopause. Gejalanya yang biasa/sering adalah perdarahan pervagina yang tidak normal
(bisa haid yang banyak dan memanjang).
Berikut ini beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan pada hiperplasia
endometrium: USG, Biopsi, Dilatasi dan Kuretase (D&C), Hysteroscopy. Pada
kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat-obatan yaitu dengan memakai
progesteron.Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan serta mencegahnya tidak
menebal lagi.Namun pemakain progesteron ini menimbulkan bercak (spotting).
Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan evaluasi
kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling lainnya. Jika tidak
ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat lagi.Histerektomi atau pengangkatan rahim
dilakukan jika anak sudah cukup atau hiperplasia nya jenis atipik.Namun jika masih ingin
punya anak maka masih ada pilihan dilakukan terapi hormonal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandrasoma, Parakrama dan Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :


EGC. 2012.
2. Cotran dan Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2008

3. Ara, S., & Roohi, M. (2011). Abnormal Uterine Bleeding; HistopathologicalDiagnosis


by Conventional Dilatation and Curretage. The Professional MedicalJournal , 587591.
4. Elly, J. W., Kennedy, C. M., Clark, E. C., & Bowdler, N. C. (2010). AbnormalUterine
Bleeding: A Management Algortihm. JABFM , 590-602.
5. Montgomery, B. E., Daum, G. S., & Dunton, C. J. (2009). EndometrialHyperplasia: A
Review. Obstetrical and Gynecological Survey , 368-378.
6. Munro, M. G., Critchley, H. O., Broder, M. S., & Fraser, I. S. (2011).
FIGOClassification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine
Bleedingin Non Gravid Women of Reproductive Age. International Journal of
Gynecologyand Obstetrics , 3-12.
7. Wildemeersch, D., & Dhont, M. (2007). Treatment of Non Atypical and
AtypicalEndometrial Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra Uterine
System .American Journal of Obstretics and Gynecologics , 1-4.

You might also like