Professional Documents
Culture Documents
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air
mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi
kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis
pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada
epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang 6 akan meghilang bila sel-sel
epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada
lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma
kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh
oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air
dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea.
Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena
infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur (Biswell,
2010).
Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea adalah:
1. Dry eye Kelainan ini muncul ketika lapisan air mata mengalami defisiensi sehingga
tidak dapat memenuhi batas-batas kecukupan, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, yang kemudian diikuti dengan keluhan subjektif. Kekurangan cairan
lubrikasi fisiologis merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
mikroba pada mata (Bangun, 2009).
2. Defisiensi vitamin A Kelainan kornea oleh karena defisiensi vitamin A dapat
menyebabkan kekeringan yang menggambarkan bercak Bitot yang warnanya seperti
mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal di daerah limbus. Bercak Bitot seperti
ada busa di atasnya. Bercak ini tidak dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk
kembali bila dilakukan debridement. Terdapat dugaan bahwa bentuk busa ini
merupakan akibat kuman Corynebacterium xerosis. Hipovitamin A ini juga dapat
menyebabkan keratomalasia dan tukak kornea dimana akan terlihat kornea nekrosis
dengan vaskularisasi ke dalamnya.
3. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea yang
terjadi adalah mikrokornea dan megalokornea. Mikrokornea adalah suatu kondisi yang
tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kornea
fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa juga berhubungan dengan pertumbuhan yang
berlebihan dari puncak anterior optic cup yang meninggalkan sedikit ruang bagi
kornea untuk berkembang. Mikrokornea bisa berhubungan dengan autosomal dominan
4
atau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun transmisi dominan lebih sering
ditemukan. Megalokornea adalah suatu pembesaran segmen anterior bola mata.
Penyebabnya bisa berhubungan dengan kegagalan optic cup untuk tumbuh dan
anterior tip menutup yang meninggalkan ruangan besar bagi kornea untuk untuk diisi
(Bangun, 2010).
4. Distrofi kornea Deposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea,
bilateral simetrik dan herediter, tanpa sebab yang diketahui. Proses dimulai pada usia
bayi 1-2 tahun dapat menetap atau berkembang lambat dan bermanisfestasi pada usia
10-20 tahun. Pada kelainan ini tajam penglihatan biasanya terganggu dan dapat disertai
dengan erosi kornea
5. Trauma kornea Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau
perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus diingat
dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama jika
memungkinkan. Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema, robeknya
membran Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus (Bangun, 2010) 8 Trauma
penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini
kuman akan mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat mengakibatkan kerusakan
susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular (Ilyas, 2009). Perforasi benda
asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan gejala berupa rasa pedas dan sakit
pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak
pada mata tersebut
lebih
suatu
tebal
pada
semipermeabel dan mekanisme pompa yang mengatur keseimbangan elektrolit dan air
dalam lensa.3,4,5
Gambar 3.2
Mekanisme
Pompa
objek yang dekat dapat difokuskan dengan baik dan dapat dilihat dengan jelas. Mekanisme ini
menghasilkan perubahan bentuk lensa oleh aksi dari muskulus siliaris pada serat-serat zonula.
Gambar
3.3
Akomodasi
Mata
Normal
Lensa memerlukan suplai energi ATP
secara kontinyu untuk transpor aktif dari ion dan asam amino, sintesis protein dan GSH.
Sebagian besar energi yang diproduksi digunakan di epitel yang merupakan situs utama dari
proses transpor aktif. Sebagai struktur yang avaskular, lensa sangat bergantung pada pertukaran
kimia dengan aqueous humor untuk metabolismenya. Komposisi kimia dari lensa dan
pertukarannya dengan aqueous humor dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar
untuk
lensa.
anaerobik
melalui
HMP
shunt
serta
Krebs.
retina.
relaksasi,
anteroposterior
sampai
ukurannya
yang
terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan
terfokus ke retina. untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi
sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi
lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
8
korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan
berkurang.
Gangguan pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan/pertumbuhan
misalnya congenital atau juvenile, degenerative misalnya katarak senile, komplikata,
trauma), distorsi, dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien yang mengalami gangguangangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui
slitlamp, oftalmologi, senter tangan atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi
Traktus uvea disebut juga dengan lapisan pigmen vaskuler , tunika vaskulosa atau
uvea. Nama uvea sendiri diambil dari bahasa latin uve ( anggur ), oleh karena memiliki
pigmen yang gelap dan bentuknya menyerupai anggur.(1,2)
Traktus uvea adalah lapisan dinding bola mata yang vaskuler, berada dilapisan
tengah mata, dilindungi oleh kornea dan sklera yang merupakan lapisan dinding luar bola
mata. Bagian ini ikut memasok darah ke retina dan terdiri dari tiga bagian yaitu iris, korpus
siliaris dan koroid. Traktus uvea melekat erat pada sklera di scleral spur , saraf optik , dan
tempat keluarnya vena vena vortex. (2,3,4,5)
Pada iris terdapat pupil yang mengatur intensitas cahaya yang masuk dan sampai
ke retina, melalui kerja muskulus dilator pupilae dan muskulus sfingter pupilae. Muskulus
dilator dipersarafi oleh saraf simpatis yang berfungsi untuk midrisasis, sedangkan muskulus
sfingter pupilae dipersarafi oleh saraf parasimpatise yang berfungsi untuk miosis. Pada
korpus siliaris terdapat muskulus siliaris yang berfungsi mengatur bentuk lensa untuk
akomodasi, disamping fungsi yang lain yaitu memproduksi humor akuos yang diperankan
oleh epitel siliaris tak berpigmen.(6)
Karena sifat vaskuler dari traktus uvea, maka bagian ini berfungsi sebagai
sumber nutrisi dan pertukaran gas melalui perfusi langsung pembuluh darah uvea pada dua
pertiga lapisan luar retina dan juga meningkatkan absorpsi cahaya yang dapat meningkatkan
daya kontras bayangan pada retina.
(3,4)
Dalam sari pustaka ini akan dibahas lebih lanjut mengenai embriologi ,anatomi,
histologi dan fisiologi dari traktus uvea.
10
11
yang terletak dua pertiga dari akar iris ke pinggir pupil ( sekitar 2 mm dari pinggir pupil),
merupakan bagian paling tebal dari iris dan disini dapat ditemukan sirkulus arterial minor.(3,8)
Zona pupilaris terletak diantara pinggir pupil dan collarette. Pinggir pupil pada zona ini
lebih dikenal dengan pupillary ruff (pupillary frill) yang mempunyai bentuk seperti cincin
dengan pigmen gelap. Pada zona pupilaris ini dapat ditemukan muskulus sfingter pupilae.(8)
12
permukaan anterior . Pada permukaan posterior iris ini terdapat dua tipe lipatan radier yaitu
lipatan kontraksi yang terletak 1 mm dari pupil dan lipatan struktural yang terletak 1,5 mm dari
pinggir pupil.(8)
III.2.KORPUS SILIARIS
III.2.A.ANATOMI KORPUS SILIARIS
13
Korpus siliaris berbentuk segitiga pada potongan sagital, menghubungkan segmen anterior dan
posterior. Dengan lebar sekitar 6 mm ( 6,5 mm pada sisi temporal dan 5,5 mm pada nasal ).
Apeksnya berada di posterior dan berbatasan langsung dengan ora serata. Bagian basalnya
berbatasan dengan akar iris dan mengalami perlekatan pada sklera melalui serabut otot
longitudinal, yang masuk ke scleral spur.3,4,10)
Permukaan anterior dari basis korpus siliaris berlipat lipat sehingga disebut pars plikata
sedangkan permukaan posteriornya halus dan datar disebut pars plana. Pars plikata merupakan
struktur yang kaya pembuluh darah dan memiliki 70 lipatan radier yang membentuk prosessus
siliaris dan memperluas permukaan korpus siliaris. Serat zonular lensa yang membentuk zonula
zinnii ( ligamentum suspensorium) terutama melekat pada lembah-lembah pars plikata dan juga
sepanjang pars plana. Ekuator lensa terletak sekitar 0,5 mm dari prosesus siliaris. Pars plana
relative avaskuler dan dikelilingi oleh ora serata dengan bentuk menyerupai gigi (teeth-like)
sehinga disebut prosesus dentate dengan jumlah sekitar 20 sampai 30, bagian pars plana yang
dikelilingi prosesus dentate disebut dentate bay. Pars plana ini memiliki lebar 4 mm dan terletak
dari ora serata sampai prosesus siliaris dan terletak 3,5 mm dari limbus. Pars plana merupakan
pilihan surgical acces ke vitreus dan retina.(2,,3,5,9,10,15)
14
III.3. KOROID
III.3.A.ANATOMI KOROID
Koroid merupakan bagian traktus uvea paling posterior yang menutrisi retina bagian luar.
Ketebalannya sekitar 0,25mm dan terdiri atas tiga lapisan yaitu koriokapiler yang paling dalam,
pembuluh kecil bagian tengah dan pembuluh besar bagian luar. Koroid terbentang dari discus
optic sampai ora serrata(4,5,7)
Struktur koroid tipis halus, berupa lapisan berwarna coklat melapisi sklera bagian dalam dan
memiliki banyak vaskularisasi. Permukaan dalam koroid halus, melekat erat pada pigmen retina,
sedangkan permukaan luarnya kasar dan melekat erat pada saraf optik dan tempat dimana arteri
siliaris posterior dan nervus siliaris memasuki bola mata, juga melekat pada tempat keluar
keempat vena vortex. (3,4)
Secara mikroskopik koroid dapat dibagi dalam tiga lapisan yitu:
Lamina suprakoroid
Bagian ini merupakan suatu membran tipis dengan serat kolagen yang padat, melanosit
dan fibroblast. Bagian ini bersambungan dibagian anterior dengan lamina suprasiliaris. Antara
membran ini dan sklera terdapat suatu ruang potensial yang disebut suprachoroidal space. Di
dalam ruangan suprachoroidal space ini dapat ditemukan arteri dan nervus siliaris posterior
longus dan brevis. (7)
Stroma koroid
Bagian ini mengandung jaringan kolagen dengan beberapa jaringan elastik dan serat
retikulum. Bagian ini juga mengandung sel-sel pigmen dan sel-sel plasma. Pada lapisan ini,
penyusun utamanya juga terdiri dari tiga lapis yaitu : (i) lapisan pembuluh darah besar (Hallers
layer), (ii) lapisan pembuluh darah sedang (Sattlers layer) dan (iii) lapisan koriokapilaris. (7)
15
Ketiga lapisan pembuluh darah tersebut diatas disuplai oleh arteri dan vena. Arterinya
berasal dari cabang arteri posterior brevis yang berjalan ke anterior. Venanya lebih besar dan
bergabung dengan vena vorticose yang kemudian menembus sklera dan bergabung dengan venavena ophthalmikus. Lapisan koriokapiler memiliki dinding pembuluh darah tipis dan
mengandung fenestra multiple, terutama pada permukaan yang menghadap retina. Perisit
terdapat pada dinding luar kapiler. Kapiler juga mengandung jaringan ikat yang mengandung
melanosit dan densitas kapiler terbanyak dan terbesar terdapat di daerah makula.(2,3,4,5)
Membrane Bruchs
Lapisan terdalam khoroid adalah membrane bruchs, berasal dari fusi antara membran
basalis RPE dan koriokapiler. Membran ini dimulai dari diskus optic sampai oraserata.Pada
pemeriksaan ultrastruktural terdiri atas lima lapisan dari luar ke dalam yaitu:
1. membran basalis koriokapiler
2. lapisan serat kolagen luar
3. jaringan serat elastik
4. lapisan serat kolagen dalam
5. lamina basalis RPE.(3,4,7)
16
(3,7,11)
Gerakan pada pupil terdiri dari gerakan miosis ( konstriksi ) dan gerakan midriasis
( dilatasi ). Miosis terjadi apabila otot sfingter pupil yang tersusun sirkuler berkontraksi
memendek dan menegang sehingga lingkaran pupil akan mengecil. Otot ini memperoleh inervasi
primer dari saraf parasimpatis yang berasal dari nucleus Edinger-Westphal yang berjalan
sepanjang nervus III.
17
Midriasis terjadi apabila muskulus dilator pupil berkontraksi sehingga serabut otot dilator
tertarik keluar. Midriasis juga dapat terjadi melalui relaksasi muskulus sphingter pupil. Stimulasi
simpatis dari reseptor adrenergic 1 menyebabkan kontraksi dan menyebabkan dilatasi dari iris.
(3,7,11)
Refleks cahaya pupil adalah konstraksi pupil yang terjadi saat cahaya menyinari mata.
Refleks cahaya langsung yaitu konstriksi pupil pada saat cahaya disinari secara langsung pada
pupil, sedangkan konstriksi yang terjadi pada mata yang tidak disinari disebut refleks
konsensual. Jalur aferen refleks pupil bersatu dengan visual pathway termasuk persilangan
serabut saraf daerah nasal pada khiasma optikum. Daerah posterior dan traktus optikus, serabutserabut saraf pupil meninggalkan serabut visual dan melewati sisi lateral otak tengah ke nukleus
pretektal pada kolikulus superior. Di daerah ini, serabut eferen muncul dan melewati nukleus
Edinger-Westphal, menyilang secara partial. Bagian aferen dari arkus refleks melibatkan nervus
optik, kemudian membentuk suatu bagian dari sel-sel ganglion retina yang berfungsi untuk
mengatur jumlah cahaya yang masuk ke retina. Akson akson ini akan meninggalkan nervus
optik optik dan menuju ke nukleus pretektal olivary, dimana akson akson ini bersinaps dengan
sel pretektal. Sel-sel nukleus pretektal olivary diperkirakan mengirim sinyal kepada kedua
nukleus Edinger Westphal sehingga terjadi refleks cahaya langsung dan cahaya tidak langsung (
konsensual).(3,4,14)
18
Korpus siliaris memiliki tiga fungsi yaitu pembentukan humor akuos, pengaliran humor
akuos, dan akomodasi lensa. Humor akuos diproduksi oleh epitel korpus siliaris non-pigmen,
volumenya sekitar 250 L, dengan kecepatan produksi rata-rata 2-3L. Hasil produksinya akan
dikeluarkan ke bilik mata belakang dan mengalir ke bilik mata depan. Ini merupakan campuran
kompleks dari elektrolit, organic solutes, growth factor dan protein lain yang mensuplai nutrisi
ke jaringan non vaskularisasi dari bilik mata depan (trabecular Meshwork, lensa dan corneal
endothelium). Humor akuos diproduksi oleh epitel tidak berpigmen siliaris yang terjadi melalui
beberapa mekanisme yaitu proses difusi dan ultrafiltrasi yang merupakan proses pasif, sedangkan
proses aktif melalui sekresi. Difusi terjadi karena terdapat ruang dengan potensial negatif yang
akan terisi oleh molekul sampai tercapai keseimbangan tekanan antara kedua membrane. Proses
ini melibatkan ion ion sodium. Ultrafiltrasi merupakan komponen nonenzim pada pembentukan
humor akuos yang tergantung pada perbedaan tekanan intraokuler, tekanan darah dan tekanan
osmotik darah pada korpus siliaris.(3,19,20)
Humor akuos disekresikan dari mata melalui conventional pathway dan
unconvensional pathway. Pada conventional pathway, humor akuos disekresikan dari mata
melalui trabekular meshwork pada sudut iridokorneal di bilik mata depan yang kemudian
diteruskan ke kanalis Schlemms , kanalis kolektor intraskleral, vena-vena akuos dan pleksus
vena episkleral. Pada unconvensional pathway atau aliran uveoskeral, humor akuos di bilik mata
depan masuk melalui muskulus siliaris dan selanjutnya memasuki ruang suprasiliaris dan
menyilang di anterior dan posterior sclera, sampai di kanalis emissaria yang terletak disekeliling
vena vortex atau di pembuluh darah koroid. Presentase humor akuos yang melalui jalur
uveasklera sekitar 10-15% pada orang dewasa, sedang pada anak-anak sekitar 40-50%. Aliran
uveoskeral ini juga dianggap sebagai aliran pasif dan rute minor dari humor akuos. (20,21)
19
3. Fisiologi koroid
Koroid memiliki fungsi terutama untuk suplai darah ke epitel pigmen retina (RPE)
sampai ke dua pertiga lapisan nuclear dalam dari neurosensori retina. Koriokapiler yang
memerankan fungsi ini membawa darah melalui pembuluh-pembuluhnya ke bagian anterior bola
mata. Koroid juga diperkirakan berperan dalam proses pertukaran panas di retina karena
tingginya aliran darah di pembuluh darah koroid. Sel-sel pigmen koroid menyerap cahaya yang
berlebihan yang berpenetrasi ke retina tapi tidak diserap sel-sel fotoreseptor. Disamping itu
koroid juga memberikan peranan yang besar pada pemeriksaan fundus karena respon dari
pigmen dan warna koroid.(3,10)
DAFTAR PUSTAKA
20
Park, S.S., Siegelman J., Gragoudas E.S.: The Anatomy and Cell Biology of the
Retina on Duanes Clinical Ophthalmology., On CD ROM.,Lippincott and
William Wilkins.
Chibis,W.G, Hillary A.B, James, J.T., John, S.B., Karla J., Shalesh K .
Fundamentals and Principles of Ophthalmology, Basic and Clinical Science
Course, Sec. 2, AAO, San Fransisco, 2011-2012. Hal76-87
Regillo, C., Holekamp, N., Johnson, M.W., Kaiser, P.K., Schubert, H.D., Spaide,
R., Retina and Vitreous; Basic and Clinical Science Course Sec. 12, AAO, San
Fransisco, 2011- 2012, Hal 7- 17
Lang, G.E., Lang, G.K., Retina, in :Ophthalmology a Pocket textbook Atlas, 2nd
ed. Stuttgart- New York, Thieme, 2007. Hal :299
10 Chibis,W.G, Beaver, H.A., Jhons K., Kaushal, S.,Tsai, J.C., Beretska,J.S. Fundamentals
and Principles of Opthalmology, Basic and Clinical Science Course, Section 2, AAO,
San Fransisco, 2008-2009;89-92.
21