You are on page 1of 19

BAB II

PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
I. SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. ( Prawirohardjo, 1999)
Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan
dinding uterus. (Cunningham dkk, 1990)
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak

dengan

melakukan

sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika

kelahiran

melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin
umum sebagai pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus.
2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan
a.

Seksio sesarea klasik atau corporal


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi

kandung

kemih

tertarik,

dan

sayatan

bisa

diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah


menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b.

Seksio sesarea ismika atau profundal.


Dilakukan

dengan

melakukan

sayatan melintang konkat pada segmen

bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio
caesarea

ismika, antara

lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka

dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik
untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan

ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya


adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan
perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
c.

Seksio sesarea ekstra peritonealis


Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.
3. Klasifikasi Sectio Caesarea
a. Seksio Sesarea Primer
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio
sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.
b. Seksio Sesarea Sekunder

Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa, bila tidak ada
kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea Ulang

Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio Sesarea Postmortem

Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan yang
meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.
4. Indikasi Sectio Caesarea
a.

Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.

b.

Plasenta previa

c.

Gawat janin

d.

Pernah seksio sesarea sebelumnya

e.

Kelainan letak janin

f.

Hipertensi

g.

Rupture uteri mengancam

h.

Partus lama (prolonged labor)

i.

Partus tak maju (obstructed labor)

j.

Distosia serviks

k.

Ketidakmampuan ibu mengejan

l.

Malpresentasi janin

Letak lintang

-Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara yang terbaik dalam
segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
-Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan secsio sesarea
walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
-Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.

Letak bokong
Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :

Panggul sempit

Primigravida

Janin besar dan berharga

Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil.

Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.

Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila

Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu

Bila terjadi interlock

Distosia oleh karena tumor

Gawat janin
5. Komplikasi Sectio Caesarea
a. Infeksi puerpuralis (nifas)

Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung

Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b. Perdarahan, disebabkan karena :

Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

Atonia uteri

Perdarahan pada placenta bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea
Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30
2)
3)
4)

menit pada 4 jam kemudian.


Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

5)

Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat
berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.

6)

Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi. (Mochtar Rustam, 2002)
II. CEPHALOPELVIK DISPROPORSI (CPD)
1. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran
panggul.

Disproporsi

sefalopelvik

adalah

keadaan

yang

menggambarkan

ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi

sefalopelvik

adalah

keadaan

yang

menggambarkan

ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara
anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah

angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah panggul
yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme
persalinan normal.
2. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :
1)

Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau

dengan diameter

transversal

yang

lebih

panjang

sedikit

daripada

diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah


panggul yang cukup luas.
2)
Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3)
Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika
menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4)
Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih
pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus
pubis yang luas.
Tulang tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os
koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis.

Tulang-tulang

ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os
pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka
yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio
sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang panggul) dan os koksigis
(tulang tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran
sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan
lebih longgar, misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh
lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke
depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os
koksigis itu dapat ditekan ke belakang.

Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis,
disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis
disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor
terdapat organ-organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan
otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh
pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita
terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang
dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak
dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata
diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang
dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium
teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada
promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan
ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada
promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis

1,5 cm, panjangnya lebih

kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting


yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan
setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia

interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter
anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital
posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran
4,5 cm.
3. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui
pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia
tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah
simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
Gambar 2.1. Anatomi Panggul Wanita

3. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang
panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu :
1)
a.
b.
2)

Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,
hidrosefalus.

3) Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit
jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran
pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi
lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan
kesulitan

pada

persalinan

pervaginam.

Panggul

sempit

yang

penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele, panggul
robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,
atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul
dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas
panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit
seluruhnya, yaitu sebagai berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih
panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948)
dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada
diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12
cm.

2) Penyempitan panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke
dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan
bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada
bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti
penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah
panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul
tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
4) Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita
dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas
panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal
tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar
dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh
a.

keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari :


Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuranukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang
dipakai antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque
dan sebagainya. Yang diukur adalah :

Distansia spinarum ( 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior

superior sinistra dan dekstra.


Distansia kristarum ( 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat yang

simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.


Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina

iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.


Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
Konjugata eksterna (Boudeloque) 18 cm, jarak antara bagian atas simfisis ke

profesus spinosus lumbal 5.


Distansia tubernum ( 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.
b. Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga
menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung

jarak dari tulang

kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan
pintu tengah panggul. Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah
Nur, 2010).
c. Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan
ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi
5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir
yang melihi 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul normal, biasanya tidak
menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya
kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala
janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul.
4. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi
1) Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai faktor,
antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggul,
besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum
persalinan berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika

CV < 8 cm dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 -10 cm dapat


dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak
dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
a. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan pervaginam secara
spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu
dalam keadaan baik (dikatakan berhasil).
b. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir 1 jam

sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III, test of labor berhasil.


Persalinan percobaan dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang
patologis, dan forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut,
dilakukan sectio caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).
2) Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan
kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah
persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap
gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4) Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan
cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat
dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang
biasanya diikuti oleh kranioklasi.
5) Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi
dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal,

tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau
kedua klavikula.
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto :
-

Foto pintu atas panggul

: Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung


rontgen tegak lurus diatas pintu atas panggul.

Foto lateral

: Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan


horizontal pada trochanter maya samping.

6. Tanda dan Gejala


-

Persalinan lebih lama dari yang normal


Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu (primipara), 38 minggu.

7. Patofisiologi
Tulang tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os
koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang tulang ini satu
dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan
dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang
menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea
yang menghubungkan os sakrum (tl panggul) dan os koksigis (tl.tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit,
tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih
longgar,misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang
2,5 cm.
Hal

ini

dapat

dilakukan

bila

ujung

os

koksigis

menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam
ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional, panggul terdiri dari
dua

bagian

yaitu

pelvis

mayor

dan

pelvis

minor.

Pelvis

mayor

adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false
pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ organ abdominal

selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot otot dan ligamen ke dinding
tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon,
rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis
juga

kita

temui

diafragma

muskulus levatorani dan muskulus koksigeus.

pelvis

yang

dibentuk

oleh

IV. Sectio Caesarea


INDIKASI
Kelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam,
Partus lama, Partus tak maju, Distorsio servik Disproporsi
sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin, Pernah SC
sebelumnya,
Ketidakmampuan ibu mengejan
Sectio Caesarea
Pasca operatif

Cemas

Post partum
Adaptasi
fisiologis

Trauma
jaringan

Efek
anestesi

Luka bekas
insisi

Proses
laktasi

Supresi SSP
Diskontin
u itas
jaringan

Medulla
oblongata

Invasi
Gangguan
pada pons
Resti
infeks
I

Nyeri

Pola napas
tak efektif

Kelemahan
fisik
Sumber : Bobak, 2004

Adaptasi
psikologis

Respon mual
muntah

Resti kekurangan
volume cairan dan
elektrolit

Gg. Mobilitas
fisik

Mempengaruhi
tonus uteri

Isapan bayi

Atonia uteri
Stimulasi
Hip.anterior
Resti
perdarahan

Ineffective breast
feeding

Taking in

Stimulasi
Hip.
Posterior
Sekresi oksitosin

Taking hold Letting


go
Penerimaa
n peran
baru
Perubahan
peran
Cemas

Sekresi
prolaktin
Putting inverte

Stimulasi duktus
alveoli Kelj.
Mamae
Produksi ASI
sedikit

Menghambat
sekresi
oksitosin
Pressure the
ejection of breast
feeding

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian
a.

Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien dan suaminya.

b.

Riwayat Kesehatan
1.

Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post operasi
sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.

2.

Riwayat kesehatan sekarang


Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah
dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.

3.

Riwayat kesehatan dahulu


a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari,
lama haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau
tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah
menggunakan KB hormonal atau yang lainya.

4.

Riwayat kesehatan keluarga


Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga,
kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

c.

Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional


1. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan

sederhana yang harus

dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat
kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus di observasi dan penurunan
tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau
akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret
pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada
klien yang memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat
operasi, muntah akibat anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,
tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori
perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego

Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai ketakutan,

marah atau menarik diri.


Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam
pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk
menghadapi situasi baru.

6. Eliminasi

Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.


Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal: trauma


bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek
anestesia, mulut mungkin kering.

9. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.


Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema, bengkok, nyeri
tekan.

10. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.


Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

1
2

2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan akibat insisi post operasi.
Ansietas berhubungan dengan kesulitan dalam persalinan, kurang pengetahuan tentang tindakan

operasi sectio caecarea.


Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan sekunder dari atony uterus akibat

efek post anestesi.


Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya bakteri patogen akibat adanya luka post operasi.
3.

Intervensi Keperawatan

No
1

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

akut NOC
NIC
Pain level
Management nyeri
berhubungan
Pain control
1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan terputusnya Comfort level
secara komprehensif termasuk
kontuinitas jaringan Setelah dilakukan tindakan lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan, Pasien tidak frekuensi, kualitas, dan factor
akibat insisi post mengalami
nyeri
dengan presipitasi.
kriyeria hasil:
2. Observasi reaksi nonverbal
operasi.
Mampu mengontrol nyeri dari ketidaknyamanan.
(tahu penyebab nyeri, mampu
3. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan
teknik untuk mencari dan menemukan
nonfarmakologik
untuk dukungan.
mengurangi nyeri)
4. Control lingkungan yang dapat
Melaporkan
bahwa
nyeri mempengaruhi nyeri seperti
berkurang
dengan suhu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan
manajemen kebisingan.
nyeri.
5. Kurangi factor presipitasi
Mampu mengenali nyeri (skala nyeri.
intensitas, frekuensi dan tanda
6. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri)
untuk menentukan intervensi
Menyatakan rasa nyaman
7. Ajarkan tentang teknik non
setelah nyeri berkurang
farmakologik napas dalam,
Tanda vital dalam rentan relaksasi, distraksi, kompres
normal
hangat/dingin.
Tidak mengalami gangguan
8. Berikan
analgetik
untuk
tidur
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan instirahat
10. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
pertama kali
Ansietas
NOC
NIC
Control
kecemasan
Anciety Reduction (penurunan
berhubungan
Koping
kecemasan)
dengan
kesulitan Setelah dilakukan tindakan,
1. Gunakan pendekatan yang
kecemasan
klien
teratasi
menenangkan
dalam persalinan,
dengan kriteria hasil:
2. Nyatakan dengan jelas harapan
kurang pengetahuan Klien mampu mengidentifikasi terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan
tentang
tindakan dan mengungkapkan gejala
cemas
apa yang dirasakan selama
operasi
sectio
Mengidentifikasi,
prosedur
caecarea.
mengungkapkan
dan
4. Temani
pasien
untuk
menunjukkan teknik untuk memberikan keamanan dan
mengotrol cemas
mengurangi takut
Vital sign dalam batas normal5. Berikan informasi factual
Postur tubuh, ekspresi wajah, mengenai diagnosis, tindakan
bahasa tubuh dan tingkat diagnosis
aktivitas
menunjukkan
6. Libatkan
keluarga
untuk
berkurangnya kecemasan
mendampingi klien
7. Instruksikan pada pasien untuk

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan
yang sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Sebelum
melakukan rencana tindakan keperawatan, perawat hendaklah menjelaskan tindakan
keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam pelaksanaan, perawatan melakukan
fungsinya sebagai independent, interdependent dan dependent.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk.,
2011)

You might also like