You are on page 1of 34

PORTOFOLIO

TUBERKULOSIS PARU

Presentan
dr. Tanya Ramadhani

Dokter Pendamping
Dr. Tri Endangwati
Dr. Frans Otto Hasibuan

Dokter DPJP
dr. Emilia Afif Sp.P

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RUMKIT TK III DR. REKSODIWIRYO
PADANG
2016

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO


Pada hari ini tanggal .........................................telah dipresentasikan
portofolio oleh :
Nama Peserta

Dengan judul / topik

Nama Pendamping : dr. TRI ENDANGWATI, dr. FRANS OTTO HASIBUAN


Nama Wahana
NO.

: RUMKIT TK III Dr. REKSODIWIRYO

Nama Peserta Presentasi

No.

Berita

acara

ini

ditulis

dan

Tanda Tangan

disampaikan

sesuai

dengan

yang

FRANS

OTTO

sesungguhnya.

Pendamping

(dr. TRI ENDANGWATI)


HASIBUAN)

(dr.

BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta :

dr. Tanya Ramadhani

Nama Wahana :

RUMKIT TK III DR. REKSODIWIRYO

Topik :

Paru - TB Paru

Tanggal (kasus) 7 Agustus 2016


:
Nama Pasien :

Ny. R

No RM :

Tanggal

Oktober

Nama

dr. Tri Endangwati

2016

Pendamping :

dr.

Presentasi
:
Tempat

16.93.09

Frans

Otto

Hasibuan
AULA RUMKIT TK III DR. REKSODIWIRYO

Presentasi :
Objektif
Presentasi :
Keilmua

Keterampila

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

n
Diagnos

n
Manajemen

Masalah

Istimewa

tik
Neonatus
Deskripsi :

Bay
i
Pasien

Anak Remaja
perempuan

usia

Dewasa
27

tahun

Lansi
a
datang

Bumil
bersama

suaminya ke IGD Rumkit TK III DR. Reksodiwiryo dengan :


Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 1 hari ini
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut
Os sebelumnya mengeluh sesak nafas sejak 4 yang

lalu dan dirasa semakin meningkat 1 hari ini


Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas
Pasien lebih suka posisi duduk
Batuk (+) berdahak sejak 5 bulan ini, berdarah (-)
Demam (-), sering keringat malam (+)
Nyeri dada (-)
Mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-)
Os tampak pucat, nafsu makan menurun
BB turun (+) tidak tau jumlahnya tapi os merasa

celana lebih longgar


Riwayat sesak nafas (+) sejak kecil, pencetusnya :

debu dan makanan udang


Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada
Kontak dengan keluarga yang batuk2 lama (+) yaitu
ayah pasien, beliau minum obat paket 6 bulan
sewaktu Os masih kecil sekarang beliau sudah

meninggal
1 hari sebelumnya, Os dirawat di Yos Sudarso dan
minta pulang paksa karena merasa tidak ada
perbaikan, Ro Thorak di RS Yos Sudarso kesan : TB

Paru Lama + Efusi Pleura Sinistra


Riwayat dengan keluhan seperti

ini

pernah

dirasakan 2 tahun yang lalu


Mengidentifikasi penyebab, perjalanan penyakit, gejala

Tujuan :

klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan penatalaksanaan


dari Tuberkulosis Paru
Tinjauan
Riset

Bahan
Bahasan :
Cara

Pustaka
Diskusi

Membaha
s:
Data

Presentasi

Kasus

Audit

Email

Pos

dan
Diskusi
Ny. R

Nama :

Pasien
Nama Klinik : Rumkit TK III Telp :

Nomor

Registrasi :
Terdaftar sejak :

Reksodiwiryo
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Diagnosis

16.93.09

7 Agustus 2016

: Asma Bronkial + TB Paru

Gambaran Klinis :
Keluhan Utama :

Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut Riwayat

Penyakit Sekarang :
Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut
Os sebelumnya mengeluh sesak nafas sejak 4 yang lalu dan

dirasa semakin meningkat 1 hari ini


Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas

Pasien lebih suka posisi duduk


Batuk (+) berdahak sejak 5 bulan ini, berdarah (-)
Demam (-), sering keringat malam (+)
Os tampak pucat, nafsu makan menurun
Nyeri dada (-)
Mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-)
BB turun (+) tidak tau jumlahnya tapi os merasa celana lebih

longgar
Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada
Kontak dengan keluarga yang batuk2 lama (+) yaitu ayah
pasien, beliau minum obat paket 6 bulan sewaktu Os masih

kecil sekarang beliau sudah meninggal


Riwayat dengan keluhan seperti ini pernah dirasakan 2 tahun

yang lalu
2. Riwayat Pengobatan :
1 hari sebelumnya, Os dirawat di Yos Sudarso dan minta
pulang paksa karena merasa tidak ada perbaikan, Ro Thorak
di RS Yos Sudarso kesan : TB Paru Lama + Efusi Pleura Sinistra
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Riwayat sesak nafas /asma (+) sejak kecil, pencetusnya :

debu dan makanan udang


Riwayat dengan keluhan seperti ini pernah dirasakan 2 tahun

yang lalu
4. Riwayat keluarga :
Riwayat atopi dikeluarga ada. Orang tua perempuan pasien
menderita

penyakit

yang

sama

dengan

pasien

(asma

bronkial).
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien adalah ibu rumah tangga
6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal di lingkungan
padat penduduk
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :
Pasien tidak mengetahui apakah pernah di imunisasi
Lain-lain:
Status generalis :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran

: compos mentis

TD

: 110/80 mmHg

Nadi

: 90 x/ menit

Nafas

: 39 x/ menit

Suhu

: 37,3C

TB

: 155 cm

BB

: 38 kg

BMI

: 15,83 (kurang)

Mata

: konjungtiva anemis (-)

Status Lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan


diagnosis banding :
Thorak

Inspeksi

: simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada (+)

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Auskultasi

: ekspirasi memanjang, wheezing +/+ diseluruh lapang


paru, ronkhi +/+

Cor

: dbn

Abdomen

: dbn

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) :


Hb

: 13,7 gr/dl

Leukosit

: 16.600 /mm3 (meningkat)

Hematokrit

: 43 %

Trombosit

: 305.000 / mm3

BTA

: +++ (hasilnya keluar 11 Agustus 2016)

Rontgen Thorak

: TB Paru + Efusi Pleura Kiri

Daftar Pustaka :
1. Aditama TY, Basri C, Surya A, dkk. 2014. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis edisi ke-2. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
2. Guyton. 2008. Fisiologi Kedokteran edisi ke-9. Jakarta: EGC.
3. Isbaniyah F, Thabrani Z, Priyanti S, dkk. 2011. Tuberkulosis;
Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan

di

Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta.


4. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Hasil Pembelajaran :
1. Identifikasi Etiologi dari Tuberkulosis Paru
2. Identifikasi Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik dari Tuberkulosis
Paru
3. Diagnosis Tuberkulosis Paru
4. Penatalaksaan Tuberkulosis Paru
Catatan :
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :
1. Subjektif :

Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut Riwayat

Penyakit Sekarang :
Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut
Os sebelumnya mengeluh sesak nafas sejak 4 yang lalu dan dirasa

semakin meningkat 1 hari ini


Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas
Pasien lebih suka posisi duduk
Batuk (+) berdahak sejak 5 bulan ini, berdarah (-)
BB turun (+) tidak tau jumlahnya tapi os merasa celana lebih

longgar
Os tampak pucat
Demam (-), sering keringat malam (+)
Nyeri dada (-)
Mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-)
1 hari sebelumnya, Os dirawat di Yos Sudarso dan minta pulang
paksa karena merasa tidak ada perbaikan, Ro Thorak di RS Yos

Sudarso kesan : TB Paru Lama + Efusi Pleura Sinistra


Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada
Kontak dengan keluarga yang batuk2 lama (+) yaitu ayah pasien,
beliau minum obat paket 6 bulan sewaktu Os masih kecil sekarang

beliau sudah meninggal


Riwayat dengan keluhan seperti ini pernah dirasakan 2 tahun yang

lalu
Riwayat sesak nafas /asma (+) sejak kecil, pencetusnya : debu dan

makanan udang
2. Objektif :
Status generalis :

Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran

: compos mentis

TD

: 110/80 mmHg

Nadi

: 90 x/ menit

Nafas

: 39 x/ menit

Suhu

: 37,3C

TB

: 155 cm

BB

: 38 kg

BMI

: 15,83 (kurang)

Status Lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis


banding :
Thorak

Inspeksi

: simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada (+)

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Auskultasi

: ekspirasi memanjang, wheezing +/+ diseluruh lapang


paru, ronkhi +/+

Cor

: dbn

Abdomen

: dbn

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) :


Hb

: 13,7 gr/dl

Leukosit

: 16.600 /mm3 (meningkat)

Hematokrit

: 43 %

Trombosit

: 305.000 / mm3

BTA

: +++ (hasilnya keluar 11 Agustus 2016)

Rontgen Thorak

: TB Paru + Efusi Pleura Kiri

Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sangat


mendukung diagnosis Asma dan suspek TB Paru. Pada kasus ini diagnosis
ditegakkan berdasarkan :

Gejala klinis (Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut, sesak
nafas tidak dipengaruhi aktivitas, batuk berdahak sejak 5 bulan ini, BB
turun tidak tau jumlahnya tapi os merasa celana lebih longgar, sering

keringat malam)
Pemeriksaan fisik : fremitus kiri = kanan, auskultasi ditemui ekspirasi

memanjang, wheezing +/+ diseluruh lapang paru, ronkhi +/+


Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit 16.600 /mm3 (meningkat), LED

16mm/jam (meningkat), BTA : +++


Pemeriksaan rontgen thorak : Tb Paru duplex
3. Assesment (Penalaran Klinis) :
Seorang perempuan berumur 27 tahun berobat ke IGD Rumkit Tk III
Reksodiwiryo dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak lama,
keringat pada malam hari, serta nafsu makan dan berat badan menurun.
Gejala batuk berdahak merupakan

respon tubuh untuk mengeluarkan

produk ekskresi dari peradangan. Sesak terjadi jika kerusakan sudah


meluas dan mengganggu proses ventilasi sehingga udara yang sampai
ke alveoli akan berkurang. Gejala sistemik merupakan akibat dari proses
peradangan yang sudah kronik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan laju pernapasan yang meningkat,
ronkhi sedang di kedua lapangan paru dan BMI di bawah normal.
Pada pemeriksaan foto toraks standar ditemukan gambaran lesi yang
menyokong ke arah Tb paru aktif yaitu berupa infiltrat. Berdasarkan luas
lesi pada paru, ATS (American Thoracic Society) membaginya atas lesi
minimal, lesi sedang dan lesi luas. Pada foto toraks pasien ini tampak
gambaran lesi berupa infiltrat di 2/3 medial paru kanan dan 1/3 medial
paru kiri. Berdasarkan gambaran lesi tersebut, luas lesi paru pada pasien
ini termasuk dalam lesi luas.
Selain itu, diagnosis Tb paru ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium
yaitu didapatkan peningkatan LED yang menandakan adanya infeksi
pada pasien dimana pada kasus ini kemungkinan merupakan infeksi Tb,
selain itu dengan pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam). Dahak terbaik
adalah dahak pagi hari sebelum makan, kental, purulen, dengan jumlah
minimal 3-5 ml. Dahak diperiksa 3 hari berturut-turut dengan pewarnaan

Ziel Neelsen atau Kinyoun Gabbet. BTA dikatakan positif bila BTA
dijumpai

setidaknya

pada

dua

dari

tiga

pemeriksaan BTA.

Hasil

pemeriksaan BTA sputum pasien positif pada BTA I, II, III. Pemeriksaan
laju endap darah yang meningkat menandakan adanya peradangan pada
pasien ini.
Terminologi tipe penderita Tb dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kasus
baru, kasus kambuh, kasus gagal, kasus pindahan, kasus berobat setelah
lalai, dan kasus kronik. Terminologi diagnosis dibagi dalam 3 kelompok,
yaitu Tb paru BTA positif, Tb paru BTA negatif dan bekas Tb paru. Yang
termasuk Tb paru BTA positif apabila sputum BTA positif 2 kali, sputum
BTA positif 1 kali dengan kultur positif atau sputum BTA positif 1 kali
dengan klinis/radiologist sesuai dengan Tb paru. Tb paru negatif apabila
klinis dan radiologist sesuai dengan Tb paru, sputum BTA negatif dan
kultur negatif atau positif. Bekas Tb paru apabila sputum dan kultur
negatif,

gejala

klinis

tidak

menunjang

dan

gambaran

radiologis

menunjukkan gambaran tak aktif.


Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien ini didiagnosis sebagai kasus baru Tb paru dengan lesi luas BTA
positif. Diagnosis banding berupa kasus baru tumor paru didasarkan pada
temuan klinis berupa sesak napas, batuk, dan riwayat merokok.
Penyingkiran diagnosis banding kanker paru didapat dari pemeriksaan
fisik

berupa

tidak

ditemukan

sisi

paru

yang

tertinggal,

tidak

ditemukannya pekak pada perkusi paru serta bunyi vesikuler yang


menurun pada auskultasi. Selain itu, hasil pemeriksaan sputum BTA
positif dan rontgen thorax memperkuat diagnosis Tn. H berupa kasus
baru Tb paru dengan lesi luas BTA positif.
4. Plan :
Diagnosis

: Tuberkulosis Paru + Asma bronkial

Pengobatan :
Non-farmakologis

Rawat di bangsal Paru

Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit

pasien, kondisi pasien saat ini, pemeriksaan yang akan dilakukan,


tindakan penatalaksanaan yang akan dilakukan, pengawasan minum
obat yang tidak boleh putus selama 6 bulan, kemungkinan yang akan
terjadi jika pasien tidak minum obat dan efek samping dari OAT ini
Farmakologis
O2 3 liter/menit
IVFD Asering 12 jam/kolf
Nebu combivent 4 x 1
Inj. Cefepime 2 x 1gr (IV)
Inj. Metilprednisolon 2 x 1amp (IV)
Inj. Ranitidin 2 x 1amp (IV)

Ambroxol 3 x 1 tablet

Dan lain-lain: setelah menjalani 6 hari perawatan, pasien menunjukkan


perbaikan. Pasien tidak lagi mengeluh sesak nafas

Setelah keluar hasil BTA 11 Agustus 2016 (BTA +++), Os boleh pulang
lalu kontrol di Poliklinik Paru dan mendapat obat pulang :
OAT kategori 1 fix drug combination (4FDC) 1 x 3 tablet

Ambroxol 3 x 1 tablet

Curcuma 3 x 1 tablet

Cefixime 2 x 1 tablet

Lansoprazol 1 x 1 tablet

Vitamin B6 1 x 1 tablet

LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI

Nama

: Ny. R

No. RM

: 16.93.09

Umur

: 27 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Aur duri No. 02 RT 04/RW 02, Padang Timur

Status

: Sudah Menikah

Pekerjaan

Agama

: Ibu Rumah Tangga


: Islam

ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut
Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak nafas sejak 1 hari ini, nafas berbunyi menciut


Os sebelumnya mengeluh sesak nafas sejak 4 yang lalu dan dirasa

semakin meningkat 1 hari ini


Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas
Pasien lebih suka posisi duduk
Batuk (+) berdahak sejak 5 bulan ini, berdarah (-)
BB turun (+) tidak tau jumlahnya tapi os merasa celana lebih

longgar
Os tampak pucat
Demam (-), sering keringat malam (+)
Nyeri dada (-)
Mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-)

Riwayat penyakit dahulu:

1 hari sebelumnya, Os dirawat di Yos Sudarso dan minta pulang


paksa karena merasa tidak ada perbaikan, Ro Thorak di RS Yos
Sudarso kesan : TB Paru Lama + Efusi Pleura Sinistra

Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada


Riwayat dengan keluhan seperti ini pernah dirasakan 2 tahun yang

lalu
Riwayat sesak nafas /asma (+) sejak kecil, pencetusnya : debu dan
makanan udang

Riwayat penyakit dalam keluarga :

Kontak dengan keluarga yang batuk2 lama (+) yaitu ayah pasien,
beliau minum obat paket 6 bulan sewaktu Os masih kecil sekarang

beliau sudah meninggal


Riwayat atopi tidak diketahui

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

Keadaan umum
Keadaan sakit
Kesadaran
TD
Nadi
Nafas
Suhu
TB
BB
BMI

: tampak sakit
: tampak sakit sedang
: compos mentis
: 110/80 mmHg
: 90 x/ menit
: 39 x/ menit
: 37,3C
: 155 cm
: 38 kg
: 15,83 (gizi kurang)

Status Lokalis
Paru-paru
Bagian anterior
I : Statis : simetris antara kanan dan kiri
dinamis : gerakan paru kanan dan kiri simetris
sela iga tidak melebar
P : Stemfremitus kanan dan kiri normal
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A:

Ronkhi sedang pada kedua lapangan paru, wheezing (+)


ekspirasi memanjang

Cor

: dbn

Abdomen

: dbn

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) :


Hb

: 13,7 gr/dl

Leukosit

: 16.600 /mm3 (meningkat)

Hematokrit

: 43 %

Trombosit

: 305.000 / mm3

Rontgen Thorak

: TB Paru + Efusi Pleura Kiri

DIAGNOSIS KERJA
Suspek TB Paru + efusi pleura sinistra
PENATALAKSANAAN
Konsul via telepon dengan dr. Nilas Sp.P anjuran :
Non-farmakologis

Istirahat, rawat bangsal Paru

Cek BTA sputum 3x

Farmakologis

O2 3 liter/menit
IVFD Asering 12 tts/i
Nebu combivent 4 x 1
Inj. Cefepime 2 x 1gr (IV)
Inj. Metilprednisolon 2 x 1amp (IV)
Inj. Ranitidin 2 x 1amp (IV)

Ambroxol 3 x 1 tablet

PROGNOSIS
Vital

: Dubia ad bonam

Functional : Dubia ad bonam


Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW-UP SELAMA RAWATAN

Tangga
l

Pengobatan

Pemeriksaan/diagnosis

S/ Keluhan: sesak nafas (+),

batuk (+), badan lemas

O2 3 4 liter/menit
Drip Aminophilin 1 ampul

O/ KU : sakit sedang

dalam D5% 8 jam/kolf


Nebu combivent 6 x 1
Inj. Cefepime 2 x 1gr (IV)
Inj. Metilprednisolon 2

TD : 120/80 Nf: 32 x
Nd : 80 x

T : 37 0C

Paru : gerakan simetris ka=ki,


8/8/201

sela iga tidak melebar

fremitus

kanan

1amp (IV)
Inj. Ranitidin 2 x 1amp (IV)
Ambroxol 3 x 1 tablet
kiri Cek BTA sputum

normal
P

Sonor

pada

kedua

lapangan paru
Ronkhi +/+ Wheezing +/+
A/ Diagnosis: Asma bronkial +
9/8/201
6

Susp. TB Paru
S/ Keluhan: sesak nafas (+)
berkurang, batuk (+), demam
(-)
O/ KU : sakit sedang

O2 3 4 liter/menit
Drip Aminophilin 1 ampul
dalam D5% 8 jam/kolf
Nebu combivent 6 x 1
Inj. Cefepime 2 x 1gr (IV)

TD : 120/70 Nf: 25 x
Nd : 70 x

Inj.

Metilprednisolon

T : 36,5 0C

1amp (IV)
Paru : Ronkhi +/+ Wheezing Inj. Ranitidin 2 x 1amp (IV)
Ambroxol 3 x 1 tablet
+/+ berkurang
Cek BTA sputum
A/ Diagnosis: Asma bronkial +
Susp. TB Paru
S/ Keluhan: sesak nafas (+)
berkurang, batuk (+), demam
(-)
O/ KU : sakit sedang
10/8/20

TD : 120/70 Nf: 25 x

16

Nd : 70 x

O2 3 4 liter/menit
Drip Aminophilin 1 ampul
dalam D5% 8 jam/kolf
Nebu combivent 6 x 1
Inj. Cefepime 2 x 1gr (IV)
Inj. Metilprednisolon 2

T : 36,5 0C

1amp (IV)
Paru : Ronkhi +/+ Wheezing Inj. Ranitidin 2 x 1amp (IV)
Ambroxol 3 x 1 tablet
+/+ berkurang
Cek BTA sputum
A/ Diagnosis: Asma bronkial +
Susp. TB Paru
S/ Keluhan: sesak nafas (+)
berkurang, batuk (+), nafsu
makan mulai membaik
O/ KU : sakit sedang

O2 3 4 liter/menit
Drip Aminophilin 1 ampul
dalam D5% 8 jam/kolf
Nebu combivent 4 x 1
Inj. Cefepime 2 x 1gr (IV)
Inj. Metilprednisolon 2

11/8/20

TD : 120/80 Nf: 24 x

16

Nd : 70 x

12/8/20

Susp. TB Paru
S/ Keluhan: sesak nafas (-), Os boleh pulang, kontrol Poli

16

batuk (+), nafsu makan mulai Paru tanggal 18/8/2016

T : 36,5 0C

62,5 (tapering off)

Inj. Ranitidin 2 x 1amp (IV)


Paru : Ronkhi +/+ Wheezing
Ambroxol 3 x 1 tablet
+/+ berkurang
BTA (+++) baru keluar sore
A/ Diagnosis: Asma bronkial +

membaik

OAT kategori 1 fix drug

O/ KU : perbaikan

combination (4FDC) 1 x 3

TD : 120/80 Nf: 20 x

tablet

Nd : 70 x

T : 36,5 0C

Paru : Ronkhi +/+ Wheezing -/-


A/ Diagnosis: Asma bronkial +.

Ambroxol 3 x 1 tablet
Curcuma 3 x 1 tablet
Cefixime 2 x 1 tablet

TB Paru duplex BTA (+++)

Lansoprazol 1 x 1 tablet

Vitamin B6 1 x 1 tablet

TUBERKULOSIS PARU

Definisi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
Bakteriologi
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora, dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran
lebar

0,2-0,6m

dan

panjang

1-10m.

Dinding

Mycobacterium

Tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak, asam mikolat,


lilin kompleks, trehalosa mikolat dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi kuman. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis bersifat tahan
asam yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.
Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant, dan
dapat aktif lagi menjadi tuberkulosis. Di dalam jaringan kuman hidup
sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositosis malah kemudian disenangi kuman karena
banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah anaerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen.
Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi
daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.

Klasifikasi Tuberkulosis
Klasifikasi tuberkulosis
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
a. Tuberkulosis paru BTA (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan


hasil BTA (+)

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA


positif

dan

kelainan

radiologi

menunjukkan

gambaran

tuberkulosis aktif.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+)


dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,


gambaran

klinis

dan

kelainan

radiologi

menunjukkan

tubekulosis aktif.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, dan


biakan M. Tuberculosis positif.

2. Berdasarkan tipe pasien


Tipe

pasien

ditentukan

berdasarkan

riwayat

pegobatan

sebelumnya.Ada beberapa tipe pasien yaitu


a. Kasus baru
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah meminum OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh
Pasien

tuberkulosis

yang

sebelumnya

pernah

mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau


pengobatan lengkap,kemudian kembali lagi berobat dengan hasi
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus defaulted atau drop out
Pasien yang telah menjalani pengobatan

> 1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa


penobatannya selesai.

d. Kasus gagal
Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA positif setelah selesai
penobatan

ulang

dengan

pengobatan

kategori

dengan

pengawasan yang baik.

f. Kasus bekas TB
Hasi pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan

lesi

TB

yang

tidak

aktif

atau

foto

serial

menunjukkan gambaran yag menetap. Pada kasus dengan


gambaran

radiologi

meragukan

dan

telah

mendpatkan

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thoraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi.

Cara penularan dan faktor risiko Tuberkulosis


Cara penularan

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara


dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.


Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

keadaan yang gelap dan lembab.


Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan


oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.

Risiko penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan


dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan

risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10

(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.


ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

Risiko menjadi sakit TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien
TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi

HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).


HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi
infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.

Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Sumber penularan adalah penderita TB BTA (+). Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman

dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.


Kuman ini akan masuk ke saluran pernapasan dan akan mencapai
alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik, sehingga tidak
terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus
lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan
tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan
terus berkembangbiak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan
lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus primer ghon.
Dari fokus primer ghon, kuman TB menyebar melalui saluran
limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe yang tekena (limfadenitis). Gabungan dari fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. Pada saat
terbentuk kompeks primer, infeksi primer TB dinyatakan telah
terjadi. Kompleks primer yang telah terbentuk akan berkembang
menjadi
1) Sembuh dengan tidak menimbulkan cacat sama sekali
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang ghon,
garis fibrotik, perkapuran di hilus)
3) Dapat menyebar dengan cara
a. Perkontinuitatum, menyebar sekitarnya.
b. Penyebaran
bersangkutan

secara
maupun

bronkogen,
ke

paru

baik

di

sebelahnya

paru
atau

tertelan.
c. Penyebaran

secara

limfogen

dan

hematogen.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh,


jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetapi apabila
tidak terdapat imunitas yang tidak adekuat akan

menimbulkan

keadaan

yang

cukup

serius

seperti

tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis. Penyebaran


ini juga dapat menyebabkan tuberkulosis pada bagian
tubuh

lain

seperti

tulang,

ginjal,

genitalia,

dan

sebagainya.
2. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer dapat terjadi melalui

Perluasan langsung lesi primer terutama bila infeksi primer


terjadi pada masa pubertas.

Reaktivasi lesi primer yang sudah tenang, terutama karena


daya tahan tubuh menurun.

Penyebaran secara hematogen dari fokus primer.

Superinfeksi eksogen.
Tuberkulosis post primer dimulai dengan terbentuknya sarang

dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior


maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk sarang
pneumoni kecil. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan
imunitas penderita, sarang pneumoni dapat menjadi
a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meningalkan cacat.
b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan sebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya
akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal. Kavitas akan menjadi

Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni


baru.

Memadat

dan

tuberkuloma.

membungkus
Tuberkuloma

diri

sehingga

dapat

menjadi

mengapur

dan

sembuh, tetapi mungkin dapat aktif kembali, mencair


lagi, dan menjadi kavitas.

Kavitas

akan

menjadi

bersih

dan

sembuh

yang

dinamakan open healed cavity.


Gambaran Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacammacam atau tanpa keluhan sama sekali. Gejala klinis tuberkulosis dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila
organ yang terkena adalah paru maka gejala lokalnya adalah gejala
respiratori.
a. Gejala Respiratori
Batuk 2 minggu
Gejala ini merupakan yang terbanyak ditemukan. Batuk terjadi
karena iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar . Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan

menjadi batuk produktif.


Batuk darah
Batuk darah ini terjadi karena adanya pembuluh darah paru

yang pecah.
Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang telah lanjut,

dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.


Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila
infiltrai radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis.
b. Gejala sistemik
Demam

Demam pada kasus tuberkulosis biasanya subfebril. Tapi


kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41 oC. Keadaan ini
sangat dipengaruh oleh daya tahan tubuh penderita dan berat

ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.


Malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan turun.

Diagnosis
a. Anamnesis
Dari anamnesis dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Pada kasus ringan atau dini, biasanya penderita tidak merasa ada
keluhan. Apabila penyakit berlanjut, barulah penderita merasakan
adanya keluhan seperti batuk lebih dari 2 minggu, batuk
berdarah, sesak nafas, demam, malaise, keringat malam, berat
badan turun.
b. Pemeriksaan fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapatkan tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan perkembangan penyakit
umumnya tidak atau sulit sekali menemukan kelainan pada paru.
Kelainan pada paru ditemukan terutama di daerah apeks, dan
segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara nafas
bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
c. Pemerikasaan bakteriologis
Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquocerebrospinal, bilasan bronkus,

bilasan lambung, urin, dan jaringan biopsi.


Cara pengumpulan dan pemeriksaan bahan
Pemeriksaan dahak Mikroskopik

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,


yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Pemeriksaan dahak berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan
dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen

dahak

yang

dikumpulkan

dalam

dua

hari

kunjungan

yang

berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).


S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.

Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih

peka

terhadap

OAT

yang

digunakan.

Selama

fasilitas

memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan


tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan
ganda.
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
ialah dengan cara :
- Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
- Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,
dan

dapat

mendeteksi

Mycobacterium

tuberculosis

dan

juga

Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi


MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin

maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat


pigmen yang timbul.
Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan
biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan
biakan.
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya
untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
-

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif,

kesimpulan: BTA positif


1 kali positif, 2 kali negatif maka: ulang BTA 3 kali kecuali

bila ada fasiliti foto toraks, kemudian


bila 1 kali positif, 2 kali negatif, kesimpulan: BTA positif
bila 3 kali negatif, kesimpulan: BTA negatif

d. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan radiologi, dapat dicurigai sebagai lesi aktif TB
apabila didapatkan gambaran

Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.


Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan

opak, berawan atau nodular.


Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik
Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Luas lesi yang tampak pada foto thorax untuk kepentingan


pengobatan dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus
BTA negatif):
-

Lesi minimal
Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kaviti.

Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal

Penatalaksanaan
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
1. Tahap intensif.
Tahap awal intensif, dengan kegiatan bakterisid yang bertujuan
memusnahkan populasi

kuman yang

membelah dengan cepat.

Pada

tahap ini, penderita menelan obat setiap hari dan diawali langsung untuk
mencegah

terjadinya

resistensi

terhadap

semua

OAT,

terutama

Rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara


tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
2. Tahap lanjutan.
Tahap lanjutan, dengan melalui kegiatan sterilisasi kuman pada
pengobatan

jangka

pendek atau

kegiatan

bakteriostatik

pada

pengobatan konvensional. Pada tahap ini penderita mendapat jenis obat


lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama1.

Panduan

OAT

disediakan

dalam

bentuk

paket

OAT- KDT

&

kombipak dengan tujuan untuk memudahkan menjamin kelangsungan


(kontinuitas) pengobatan sampai selesai satu paket untuk satu penderita
dalam satu masa pengobatan1.
Paduan OAT dan peruntukannya
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Tabel
3.1.a

Tabel
3.1.b

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya1:

Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel
3.2.a

c. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari)1.
Tabel 3.3 Dosis KDT untuk sisipan

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida


(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut

jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
Tatalaksana TB pada anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis
baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan
merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit,
maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem
skor . Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring
system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang
dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program
nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Setelah

dokter

melakukan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem


skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6),
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya
sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,
pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain
lainnya.
Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB.

DOT-S
Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal (kepatuhan)
sangat penting untuk menghindari timbulnya jenis TB yang resistan. Agar
meyakinkan kepatuhan, terutama pada fase lanjutan setelah kita merasa
sembuh, WHO menerapkan strategi DOT-S (Directly Observed TherapyShort

course

atau

pengobatan

dengan

pengawasan

langsung).

Pengawasan ini dilakukan oleh pengawas menelan obat atau PMO, yang
bertugas untuk mendampingi pasien dalam menjalani pengobatan sampai
tuntas. PMO dapat anggota keluarga atau petugas kesehatan yang mudah
terjangkau oleh pasien TB.
Tujuan DOT-S adalah:

Mencapai angka kesembuhan yang tinggi


Mencegah putus berobat
Mengatasi efek samping OAT
Mencegah timbulnya resistansi akibat ketidakpatuhan

Pengawasan Menelan Obat ( PMO )


Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT
jangka

pendek

dengan

pengawasan

langsung.

Untuk

menjamin

keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO


a) Persyaratan PMO

Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui baik oleh petugas


kesehatan maupun penderita. Selain itu harus disegani dan
dihormati oleh penderita seseorang yang tinggal dekat dengan

penderita
Bersedia membantu penderita dengan sukarela
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan penderita

b) Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa ,
Perawat , Pekarya Sanitarian , juru imunisasi dll . Bila tidak ada petugas
kesehatan

yang

memungkinkan

PMO

dapat

berasal

dari

kader

Kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga.

c) Tugas Seorang PMO

Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur

sampai selesai pengobatan


Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat

teratur
Mengingatkan penderita untuk pemeriksa ulang dahak pada

waktu waktu yang telah ditentukan.


Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC
yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera
memeriksakan diri ke unit Pelayanan kesehatan.

d) Informasi penting yang perlu difahami PMO untuk disampaikan


1 TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan
2 TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur
3 Tata laksana pengobatan penderita pada Tahap intensif dan
lanjutan
4 Pentingnya berobat secara teratur karena itu pengobatan perlu
diawasi
5 Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi
efek samping tersebut.

You might also like