You are on page 1of 32

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU


Demam Berdarah Dengue

Oleh:
AGUS GOWINDA AMIJAYA
H1A 011 005
Pembimbing:
dr. Lina Nurbaiti, M.Kes
dr. Wahyu Sulistya Affarah

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS NARMADA

2016BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang


disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit
yang timbul di negara-negara tropis, termasuk di Indonesia (CDC, 2007). Menurut
Ditjen P2PL Depkes RI (2011), DBD adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai
manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan
kesehatan di negara tropis termasuk Indonesia. Sampai saat ini DBD menjadi endemis
di seluruh provinsi di Indonesia, di kota-kota besar hingga di daerah pedesaan. Penyakit
DBD mengakibatkan kejadian luar biasa dan angka kematian di Indonesia cepat
bertambah. Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO (2012), selama tahun 2007 2009 total jumlah kasus DBD di Indonesia secara berurutan mencapai 139.640, 136.524
dan 156.052 yang dilaporkan masing-masing dengan kasus kematian 0,86%, 0,86% dan
0,89%. Secara nasional kejadian dengue saat ini mencapai 67/100.000 dengan tingkat
kematian 0,89%.
Untuk wilayah Nusa Tenggara Barat kasus DBD hingga tahun 2012, mencapai
827 kasus dengan insidensi 17.84% per 100.000 penduduk. Dari 827 kasus terebut
terdiri atas 411 laki-laki, dan 381 kasus pada perempuan, dengan angka kematian total
pertahun 2012 sejumlah 3 orang, dengan case fatality rate (CFR) 0.36%/tahun 2012.
Angka kejadian DBD tertinggi ialah pada kota Mataram dengan 458 kasus, disusul oleh
Kabupaten Lombok Utara dengan 101 kasus. Untuk Wilayah Lombok Barat sendiri,
pada tahun 2012 memiliki total 69 kasus DBD, 32 kasus pada laki-laki dan 37 kasus
pada perempuan, sedangkan angka kematian sendiri sejumalah 1 kasus dengan indeks
CFR 1.45%/tahun 2012. Namun, belakangan ini jumlah kasus DBD di Nusa Tenggara
Barat terus meningkat. Pada bulan Januari-Februari 2016, jumlah penderita DBD di
Nusa Tenggara Barat mencapai 665 kasus, dengan 47 kasus berasal dari Kabupaten
Lombok Barat, dimana dua orang telah meninggal akibat kasus ini (Dinkes Provinsi
NTB, 2016).
2

Di Puskesmas Narmada sendiri, pada tahun 2014 dan tahun 2015, DBD menjadi
10 penyakit terbanyak yang dirawat inap di Puskesmas Narmada dengan jumlah kasus
DBD pada tahun 2014 sebanyak 14 kasus dan pada tahun 2015 sebanyak 17 kasus
dengan rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut sebanyak 6 kasus.
Pada bulan Januari - Mei 2016 sudah terjadi 30 kasus perawatan pasien DBD di ruang
rawat inap Puskesmas Narmada dengan rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat lanjut sebanyak 17 kasus. Penyakit DBD ini tetap menjadi masalah kesehatan
dan perlu penanganan khusus sebab dapat mengenai beberapa orang dalam satu
wilayah, dan mengingat komplikasi dari penyakit ini yang dapat menyebabkan
kematian. Maka dari itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka
kejadian DBD sehingga tidak menyebabkan wabah hingga kasus luar biasa dalam
wilayah kerja Puskesmas Narmada. Dalam hal ini, Puskesmas sebagai ujung tombak
dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang bertanggung jawab terhadap
kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting
demi tercapainya tujuan tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demam Berdarah
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dan
menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue,
masing-masing dapat menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal.

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia DBD pertama kali ditemukan di Kota Surabaya pada Tahun 1968,
dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Case
Fatality Rate/CFR 41,3%). Semenjak pertama kali ditemukan angka kesakitan DBD
cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin meluas hingga
sampai pada Tahun 2012 mencapai 417 kabupaten/kota dari 474 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) setiap tahunnya
di beberapa daerah endemis tinggi dan kejadiannya sulit diduga. Tingginya angka
kesakitan DBD di Indonesia dikarenakan kelancaran transportasi dan perpindahan
penduduk dari satu daerah kedaerah lainnya cukup tinggi serta kondisi alam Indonesia
yang berada pada daerah tropis yang sangat cocok untuk perkembangbiakan nyamuk
vektor DBD. Selain faktor risiko tersebut , faktor lingkungan, faktor agen dan faktor
penjamu juga sangat penting diperhatikan karena keseimbangan ketiga faktor tersebut
dapat mempengaruhi penurunan maupun peningkatan kejadian kasus DBD (Depkes RI,
2005).
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), kasus DBD pada tahun 2012 sebesar 827 kasus
(IR 17,84), dengan kematian 3 orang (CFR 0,36). Kasus DBD pada sepuluh
kabupaten/kota yang ada di NTB seperti yang terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Grafik jumlah kasus dan kematian DBD di Provinsi NTB Tahun 2012
(Dinkes Provinsi NTB, 2013)

Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Narmada, pada tahun 2014
dan 2015, DBD merupakan salah satu penyakit yang termasuk kedalam sepuluh
penyakit terbanyak di ruang rawat inap Puskesmas Narmada.
Tabel 2.1. 10 Penyakit Terbanyak Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2014
NO

PENYAKIT

TOTAL

1.

Thypus Abdominalis

146

2.

Diare

125

3.

Pneumonia

75

4.

Gastritis

64

5.

Disentri

39

6.

Hipertensi

26

7.

Anemia

21

8.

ISK

15

9.

DBD

14

10.

Asma

10
JUMLAH

535

Tabel 2.2. 10 Penyakit Terbanyak Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2015
NO

PENYAKIT

TOTAL

1.

Diare

108

2.

Thypus Abdominalis

93

3.

Gastritis

79

4.

Pneumonia

66

5.

Disentri

41

6.

Hipertensi

34

7.

Anemia

24

8.

DBD

17

9.

Asma

17

10.

ISK

16
JUMLAH

495

Sumber : Data Puskesmas Narmada tahun 2015

9
8
7
6
5
4

Jumlah Kasus DBD di


Wilayah Kerja Puskesmas
Narmada Tahun 2014

3
2
1
0

Grafik 2.1 Jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Narmada Tahun 2014
6

6
5
4
3
Jumlah Kasus DBD di
Wilayah Kerja Puskesmas
Narmada Tahun 2015

2
1
0

Grafik 2.2 Jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Narmada Tahun 2015

6
5
4
3
2
1
0

Jumlah Kasus
DBD di
Wilayah Kerja
Puskesmas
Narmada
Januari-Mei
2016

Grafik 2.3 Jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Narmada Januari-Mei 2016

2.3 Etiologi
7

Penyebab DD/DBD adalah oleh virus dengue anggota genus Flavivirus,


diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya.
Vektor DD/DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan
Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Virus tersebut terdapat di seluruh pelosok
tanah air, kecuali di ketinggian >1000 m dari permukaan air laut (Hadinegoro & Satari,
2004).
Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya
mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada
di permukiman dengan air yang relatif jernih dan diketahui bahwa musim penularan
demam berdarah pada umumnya terjadi pada awal musim hujan dimana populasi vektor
penyakit meningkat dengan bertambahnya sarang-sarang nyamuk di luar rumah sebagai
akibat sanitasi lingkungan yang kurang bersih (Hadinegoro & Satari, 2004).
Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempattempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat
minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun
juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan, sedangkan Ae. albopictus lebih
banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang
pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan
pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar
rumah (Hadinegoro & Satari, 2004).
Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih
menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk
memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik
biasanya menghisap darah beberapa kali (Sukowati dalam Kemenkes RI, 2010). Sifat
tersebut meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang
penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu
menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang (Sudoyo, 2006).

2.4 Klasifikasi dan Perjalanan Penyakit


8

Gejala dan tanda DBD berdasarkan Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) bersama Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi serta Divisi Hematologi
dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam Sudoyo et al
(2006), adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
DD/DBD
DD

Derajat

Gejala
Demam disertai 2 atau lebih

Laboratorium
Leukopenia

tanda : sakit kepala, nyeri

retro-orbital, mialgia,
artralgia.
DBD

Gejala di atas ditambah uji

bendung positif.
DBD

II

DBD

III

IV

Trombositopenia, tidak

Dengue

ditemukan bukti

Positif

kebocoran plasma
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti ada

Gejala di atas ditambah


perdarahan spontan.

DBD

Serologi

kebocoran plasma
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti ada

Gejala di atas ditambah

kebocoran plasma
Trombositopenia

kegagalan sirkulasi (kulit

(<100.000/ul), bukti ada

dingin dan lembab serta

kebocoran plasma

gelisah).
Syok berat disertai dengan

Trombositopenia

tekanan darah dan nadi tidak

(<100.000/ul), bukti ada

terukur.

kebocoran plasma

*DBD derajat III dan IV juga disebut Sindrom Syok Dengue (SSD)

2.4.1

Perjalanan Penyakit

Gambar 2.2. Perjalanan Penyakit Demam Berdarah


Infeksi dengue merupakan penyakit yang bersifat sistemik dan dinamis. Infeksi
dengue mempunyai spektrum klinis yang luas meliputi manifestasi klinis yang berat dan
tidak berat. Setelah masa inkubasi, infeksi dengue dibagi menjadi tiga fase yaitu (WHO,
2012)
1. Fase demam
Pasien biasanya mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fase demam akut ini
biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah,
eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa
pasien mengalami nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan, mual dan muntah.
Cukup sulit untuk membedakan dengan infeksi virus lainnya. Tes tourniquet positif
pada fase ini memperbesar kecurigaan infeksi dengue. Manifestasi perdarahan
ringan seperti petekie dan perdarahan mukosa (misalnya dari hidung dan gusi)
dapat terjadi. Perdarahan vagina yang masif dan perdarahan gastrointestinal dapat
terjadi pada fase ini namun jarang terjadi. Dapat pula terjadi pembesaran hepar.
2. Fase Kritis
Pada hari ke 3-7, ketika suhu menurun pada 37,5-38 0C, peningkatan permeabilitas
kapiler yang secara paralel terhadap kenaikan hematokrit dapat terjadi. Hal ini
mmenandakan dimulainya fase kritis. Biasanya kebocoran plasma secara klinik
terjadi selama 24-48 jam. Leukopeni yang progresif diikuti dengan penurunan
angka trombosit biasanya mendahului terjadinya kebocoran plasma. Dalam keadaan
seperti ini pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler keadaan
umumnya akan membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan
10

permeabilitas kapiler justru akan memburuk keadaannya karena kebocoran plasma.


Derajat kebocoran plasma bervariasi mulai dari kebocoran plasma minimal sampai
terjadi efusi pleura dan ascites. Peningkatan kadar hematokrit dari nilai awal dapat
digunakan untuk melihat keparahan dari kebocoran plasma. Bila terjadi kebocoran
plasma yang berat dapat terjadi syok hipovolemik. Bila syok terjadi berkepanjangan
maka organ tubuh akan mengalami hipoperfusi sehingga dapat menyebabkan
kegagalan organ, asidosis metabolik dan disseminated intravascular coagulation.
Selain syok dapat pula terjadi gangguan organ berat yang lain misalnya hepatitis
berat, encephalitis atau myocarditis serta perdarahan berat.
3. Fase Penyembuhan
Bila pasien dapat bertahan pada masa kritis maka akan terjadi reabsorbsi cairan
ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam. Keadaan umum akan membaik,
nafsu makan kembali baik, gejala gastrointestinal mereda, hemodinamik stabil.

2.4.2

Siklus Hidup Nyamuk

Gambar 5. Siklus Hidup Aedes aegypti


a. Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dan diletakkan satu
persatu pada dinding perindukan. Panjang telur 1 mm dengan
bentuk bulat oval atau memanjang, apabila dillihat dengan
mikroskop

bentuk

seperti cerutu.

bertahan berbulan-bulan pada suhu


11

Telur dapat

2oC sampai 42oC dalam

keadaan kering. Telur ini akan menetas jika kelembaban


terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5 hari.
b. Larva
Perkembangan larva tergantung pada suhu, kepadatan populasi, dan
ketersediaan makanan. Larva berkembang pada suhu 28 o C sekitar 10 hari,
pada suhu air antara 30 - 40o C larva akan berkembang menjadi pupa dalam
waktu 5 - 7 hari. Larva lebih menyukai air bersih, akan tetapi tetap dapat
hidup dalam air yang keruh baik bersifat asam atau basa.
c. Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti. bersifat aquatik dan tidak seperti kebanyakan
pupa serangga lain yaitu sangat aktif dan seringkali disebut akrobat
(tumbler).
d. Imago (Nyamuk Dewasa)
Pupa membutuhkan waktu 1 3 hari sampai beberapa minggu untuk
menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan menetas terlebih dahulu dari pada
nyamuk betina. Nyamuk betina setelah dewasa membutuhkan darah untuk
dapat mengalami kopulasi.

2.5 Diagnosis
Diagnosis DBD berdasarkan kriteria WHO 1997 dalam Chen, Pohan, & Sinto
(2009), antara lain:
1.

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya naik turun.

2.

Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif, petekie,


ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).


4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis


kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan


dengan nilai hematokrit sebelumnya.

12

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,


hiponatremia.

2.6 Pengendalian DBD


Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus (PF), sehingga
penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah. Dalam melaksanakan
kegiatan pengendalian DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk
membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian maupun dalam memberantas
jentik nyamuk penularnya.
2.6.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal
penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter. Bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebih penderita
DBD lainnya dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%), dilakukan
penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif), sedangkan
bila negatif dilakukan Penyuluhan, PSN dan larvasidasi selektif.
2.6.2 Konsep Penanggulangan Fokus
Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang
dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dengue

(PSN

DBD),

larvasidasi,

penyuluhan

dan

pengabutan

panas

(pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida sesuai


dengan kriteria pada bagan PE. Upaya pengendalian DBD dilakukan dengan kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M. Kegiatan PSN telah
dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1992 dan pada tahun 2002 dikembangkan
menjadi 3M Plus (Dirjen PP-PL Depkes R.I, 2008).

13

3M
1. Menguras tempat penampungan air

3M Plus
1. Menaburkan bubuk larvasida (abatisasi selektif)

2.

Menutup tempat-tempat penampungan air,

Aturan takar (1 sendok=10 gram untuk 100 L air)

3.

Mengubur barang-barang bekas yang dapat

2.

menjadi sarang nyamuk.

Menyemprot
repellent

dengan
Fogging

insektisida
atau

menggunakan

pengasapan

untuk

mengurangi vektor nyamuk


3.

Memelihara ikan pemakan jentik

4.

Memasang kawat kassa pada lubang-lubang ventilasi


dan menggunakan kelambu pada saat tidur utuk
mencegah gigitan nyamuk

5.

Menggunakan obat pencegah nyamuk (obat nyamuk,


lotion anti nyamuk)

6.

Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau


tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali,

7.

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak


lancar

8.

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan


yang memadai

9.

Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam


ruangan rumah

14

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

II.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. Muzamir

Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 16 tahun

Alamat

: Dusun Medain, Desa Badrain, Kecamatan Narmada

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Tanggal pemeriksaan

: 25 Mei 2016

Anamnesis
Keluhan utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Puskesmas kediri dikeluhkan demam yang dirasakan sejak 1
minggu yang lalu .. Demam dikeluhkan tiba-tiba muncul secara mendadak dan sangat
tinggi pada hari pertama. Demam tidak cenderung turun,selain demam pasien juga
dikeluhkan mengalami batuk namun jarang-jarang.pasien sempat dibawa ke poli
puskesmas Kediri dan diberi obat namun keluhan tidak kunjung membaik. Nafsu
makan dan minum pasien dirasakan menurun sehingga pasien merasa lemas. BAB dan
BAK pasien masih dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak memiliki keluhan serupa sebelumnya. Riwayat penyakit menular
lainnya disangkal, riwayat penyakit tidak menular hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pada keluarga baik pada orang tua atau saudara yang tinggal serumah dengan
pasien pernah memiliki gejala atau penyakit serupa.

15

Genogram Keluarga Pasien

Tn. S

Ny. S

Pasien

An. R

Riwayat Pengobatan
Pasien sempat dibawa ke poli namun tidak mengalami perubahan

Riwayat Ekonomi dan Lingkungan:

Pasien tinggal bersama ayah, ibu .. Berikut usia dan pekerjaan dari masingmasing anggota keluarga:

a.

Ayah 28 tahun, bekerja sebagai wiraswasta

b.

Ibu 25 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga

c.

Pasien 1 tahun
Pasien merupakan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Pasien

bekerja, dan pemasukan keuangan didapatkan dari ayah pasien.

Dengan

penghasilan kira-kira Rp. 1.000.000/bulan.

Untuk air minum, pasien menggunakan air mineral isi ulang.

Untuk keperluan MCK, pasien menggunakan air dari PAM

Untuk mencuci pakaian, dan mandi serta mencuci kebutuhan sehari-hari,


pasien menggunakan air PAM yang terdapat pada rumah pasien.

Untuk memasak, keluarga pasien menggunakan kompor gas. Pasien memasak


di dapur yang berada di dalam rumah pasien.

16

III.

Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Composmentis

Frek. Nadi

: 88 x/menit

Frek. Nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 38,1 C

Berat Badan

: 6,5 kg

Tinggi Badan

: 165 cm

Status Gizi

: Normal

Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala

: Deformitas (-)

Rambut

: Hitam, lurus, lebat

Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)

Telinga: Deformitas pinna (-), serumen (-)


Hidung

: Deformitas (-), sekret (-)

Tenggorok

: Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1, detritus (-)

Gigi & mulut : Karies dentis (-), sianpasienis (-)


Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB

Paru
Inspeksi:
1. Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan
dinding dada simetris.
17

2. Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimpasienis (-), spider naevi
(-), vena kolateral (-), massa (-).
3. Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tidak tampak hipertrofi SCM, otot
bantu abdomen tidak aktif dan hipertrofi (-).
4. Iga dan sela iga: pelebaran ICS (-).

Palpasi:
1.

Trakea: tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal
sinistra.

2.

Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).

3.

Gerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan.

4.

Fremitus vocal: simetris kiri dan kanan.

Perkusi:
1. Sonor seluruh lapang paru.
2. Batas paru-hepar Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.
3. Batas paru-jantung:
a. Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra
b. Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi:
1. Cor: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
2. Pulmo:
a. Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .
b. Rhonki (-/-).
c. Wheezing (-/-).

Abdomen
Inspeksi:
1. Bentuk: simetris
18

2. Umbilicus: masuk merata


3. Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianpasienis (-), venektasi (-), ikterik
(-), massa (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-),
purpura (-), ekimpasienis (-), spider nevy (-)
4. Distensi (-)
5. Ascites (-)

Auskultasi:
1. Bising usus (+) normal
2. Metallic sound (-)
3. Bising aorta (-)

Perkusi:
1. Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
2. Nyeri ketok (-)
3. Nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi:
1. Nyeri tekan epigastrium (+)
2. Massa (-)
3. Hepar/lien/ren: tidak teraba
4. Tes Undulasi (-), Shifting dullness (-)

Ekstremitas: Ekstremitas atas dan bawah akral hangat +/+, edema -/- petekie -/-

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

IV. Pemeriksaan Penunjang


19

Pemeriksaan DL-Trombosit rutin

15/11/16 Widal

S thypi O :1/310

S thypi H : 1/ 160

V. Diagnosis
Demam thypoid

VI.

Penatalaksanaan

Managemen berdasarkan diagnosis pasien


- Antipiretik (Paracetamol sirup) diberikan jika pasien panas/febris.
- Cairan melalui infus Ringer Laktat, di maintenance 24 tpm.
- Ambroxol sirup untuk batuk

Tujuan Terapi
Menjaga kestablian cairan dan menurunkan panas serta mencegah komplikasi

Konseling
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa penyakit yang diderita adalah
penyakit demam thypoid, merupakan penyakit yang menginfeksi saluran
pencernaan yang di sebabkam oleh kuman salmonela
- Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala penyakit demam thypoid,
beserta komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
- Menganjurkan keluarga pasien agar dilakukan rawat inap, terkait dengan
klinis yang mengindikasikan rawat inap, dan menganjurkan pasien untuk
banyak minum dan memakan makanan bergizi berupa tinggi protein dan
kaya akan serat untuk membantu pemulihan.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien agar tekun meminum obat panas dan
batuk untuk mengurangi keluhan yang ada

20

Denah Rumah Pasien

21

22

23

KERANGKA KONSEP
MASALAH PASIEN

BIOLOGIS
Usia
- Usia pasien 16 tahun
(Kejadian DBD dapat terjadi
pada semua kelompok usia)

LINGKUNGAN

PERILAKU

Kontainer (+) Jentik

Perilaku hidup
bersih dan sehat

Rumah Lembab

kurang, disertai

DBD

Pakaian/Barang

tingkat pendidikan
yang rendah

Padat penduduk

PELAYANAN
KESEHATAN
Penjaringan penyakit menular sudah sesuai
target, namun program pemberantasan
nayamuk masih terbatas

24

BAB IV
PEMBAHASAN
5.1

Aspek Klinis

5.1.1

Pembahasan Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis


Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berusia 16 tahun dengan keluhan

utama demam tinggi yang dirasakan secara tiba-tiba sejak 4 hari. Panas ini disertai
dengan sakit kepala. Selain itu, pasein dikeluhkan timbul bintik merah terutama pada
bagian tangan dan kaki pasien. Pasien juga dirasakan semakin lemas dan tidak
bertenaga. Nafsu makan dan minum pasien menurun. Tidak ada keluhan nyeri ulu hati,
mimisan dan gusi berdarah. BAB dan BAK masih dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi dan nilai tanda
vital lainnya dalam batas normal

5.1.2

Pembahasan Diagnosis pasien


Berdasarkan kriteria WHO 1997 dalam Chen, Pohan, & Sinto (2009), antara

lain:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya naik turun.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif,
petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin.
b. Penurunan

hematokrit

>20%

setelah

mendapat

terapi

cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.


c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.

25

5.1.3

Pembahasan Terapi
Untuk penatalaksanaan pada pasien dengan demam berdarah dengue

penatalaksanaan paling penting adalah mengatasi agar tidak terjatuh dalam keadaan
syok dengan memberikan asupan cairan baik secara oral maupun intravena. Selain itu,
untuk mengurangi kejadian demam dan komplikasi dari demam sehingga dapat
diberikan antipiretik untuk menurunkan demam.

5.2.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat dapat menyebabkan munculnya penyakit. Paradigma


hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan
(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya) memiliki pengaruh yang erat terhadap munculnya suatu penyakit dan
kesehatan. Pada kasus demam thypoid pada pasien ini, faktor-faktor yang banyak
memiliki peran dalam timbulnya penyakit ialah seperti faktor perilaku, lingkungan dan
pelayanan kesehatan. Namun, DBD dapat menjadi masalah pada pasien ini dapat
dikarenakan oleh karena faktor-faktor sebagai berikut :
4.2.1

Faktor Genetik dan Biologis


- Usia
Dalam hal ini usia tidak memiliki peran penting dalam kejadian resiko demam
berdarah. Segala kelompok usia, dan jenis kelamin memiliki kesempatan yang
sama terkena penyakit demam berdarah. Namun, terkait dengan komplikasi dan
manifestasi klinis terhadap penyakit, terdapat perbedaan antara kelompok usia
balita dengan dewasa.

4.2.2

Faktor Perilaku
- Sulitnya menjaga kebersihan Lingkungan dan Makanan yang dikonsusmsi
Perilaku berperan penting dalam kejadian demam thypoid. Kurangnya kesadaran
dalam berperilaku hidup bersih dan sehat terutama kurangnya kesadaran dalam
menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan makanan

26

- Tingkat pendidikan, Sosial dan Ekonomi


Kendala lainnya dalam pengendalian DBD ini adalah tingkat sosial ekonomi,
pendidikan, dan derajat kesehatan secara umum yang masih rendah. Tingkat
sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah sangat berhubungan dengan
perilakunya yang masih sulit untuk menjaga kebersihan.
- Pemahaman
Penelitian Pratomo di Jakarta (2006) menunjukkan bahwa penduduk yang tahu
penyebab DBD hanya 6,9%, sedangkan yang tahu akan pencegahan dan PSN
dengan cara 3M hanya 58% penduduk. Hasil ini tidak jauh berbeda dari
penelitian Kasnodihardjo di Sukabumi (1988), dimana penduduk yang tahu
penyebab DBD hanya 5%. Hal ini tidak jauh berbeda dari Keadaan yang terjadi
dengan masyrakat Narmada, terutama pada pasien, yang masih belum
mengetahui banyak terkait DBD.
4.2.3

Faktor Lingkungan
- Kebersihan lingkungan sekitar
Kondisi lingkungan rumah sekitar pasien yang kurang, dimana terdapatnya ban
bekas dan kaleng bekas/container yang dapat menampung air, akan
menyebabkan nyamuk dapat tinggal dan berkembangbiak dengan cepat.
- Transportasi yang mudah dan Padat Penduduk
Mengingat rumah pasien dan lingkungannya berada pada kawasan padat
penduduk menjadi salah satu faktor resiko. Diketahui bahwa, penyebab
meningkatnya jumlah kasus DBD antara lain karena semakin banyaknya
transportasi dari suatu daerah ke daerah lain dalam waktu singkat yang
memungkinkan virus menyebar dengan cepat. Hal ini dikaernakan akibat
migrasi vector/nyamuk dapat terjadi melalui alat transportasi yang ada. . Selain
itu, pemukiman tempat tinggal pasien, dan banyak pemukiman lainnya tidak
sesuai syarat pertimbangan kesehatan lingkungan dan kepadatan penduduk dari
suatu wilayah memiliki peran penting terhadap penyebaran dari penyakit DBD.
Semakin banyak dan padat penduduk, resiko untuk terjadinya penyebaran
penyakit DBD dalam suatu wilayah juga meningkat.
- Musim
27

Diketahui bahwa musim penularan demam berdarah pada umumnya terjadi pada
awal musim hujan dimana populasi vektor penyakit meningkat dengan
bertambahnya sarang-sarang nyamuk di luar rumah sebagai akibat sanitasi
lingkungan yang kurang bersih seperti yang terjadi pada keadaan saat ini.
Sedangkan pada musim kemarau, Aedes aegypti bersarang di bejana-bejana yang
selalu terisi oleh air. Iklim di daerah tropis dan perubahan iklim akibat adanya
pemanasan global memungkinkan nyamuk untuk menyebar lebih luas sehingga
timbul penyakit demam berdarah. Pemanasan suhu dan peningkatan jumlah
curah hujan telah dikaitkan dengan peningkatan dalam terjadinya transmisi
serangga penyebab penyakit.
4.2.4

Pelayanan Kesehatan
1. Upaya Pengendalian
Upaya pengendalian DBD dilakukan dengan kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) baik dengan cara menggunakan foging, ataupun pemberantasan
jentik melalui gerakan 3M+.
a. Promosi Kesehatan
Secara keseluruhan di Puskesmas Narmada sendiri ternyata upaya promosi
kesehatan belum sepenuhnya diterima masyarakat. Upaya-upaya penyuluhan
yang selama ini dilakukan belum efektif, masih terjadi kesenjangan antara
program pemerintah dengan penerimaan masyarakat. Kegiatan-kegiatan
disosialisasikan melalui media cetak berupa brosur, leaflet sehingga sulit
sekali menginformasikannya sampai pada keseluruhan lapisan masyarakat,
pengaruh bahasa dan budaya juga menjadi kendala dalam masalah ini.
b. Survey Jentik
Survey jentik pada kasus ini menggunakan House Index (HI), Container
Index (CI) dan Breteau Index (BI). Dari penulusuran yang dilakukan,
didapatkan di sekitar lingkungan tempat tinggal pasien untuk HI didapatkan
5%, sedangkan untuk CI didapatkan 10% dan BI didapatkan 92,5%. Jika
mengacu kepada angka kebehasilan maka penilaian tersebut dikatakan tidak
mencapai angka keberhasilan bebas jentik, sehingga pada wilayah tempat
tinggal pasien ini perlu dilakukan PSN DBD, larvasidasi selektif,
penyuluhan, dan fogging.
28

c. Pemberantasan Sarang Nyamuk


Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan setelah terdapat hasil dari survey
jentik, PSN dapat dilakukan dengan cara melakukan 3M plus.
d. Sumber Daya Manusia
Akibat kemampuan yang kurang, dalam pemanfaatan SDM yang ada
menyebabkan pelaksanaan upaya-upaya tersebut sangat terbatas. Contohnya
saja pada Puskesmas Narmada terdapat 3 program kerja, namun tidak rutin
dilakukan yaitu PSN, survey jentik berkala setiap 3 bulan, dan focus wilayah
endemis. Program ini kurang berjalan sebab kurangnya SDM sehingga
menyebabkan penjaringan dan program pengendalian masih dirasakan
kurang. Saat ini, program hanya berjalan jika ada pelaporan mengenai
kejadian demam, atau setelah diagnosis DBD tersebut ditegakkan.

2. Upaya Perawatan dan Pengobatan


a. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis DBD di Puskesmas Narmada haruslah menggunakan
pemeriksaan imunologi (IgG dan IgM anti dengue) tidak berdasarkan kriteria
penemuan klinis yang dijelaskan pada tinjauan pustaka. Sehingga
menyebabkan kejadian DBD pada Puskesmas Narmada relative sedikit yang
berakibat pada pengerjaan program terkait dengan pengendalian DBD di
wilayah kerja PuskesmasNarmada juga menjadi sangat kurang.
b. Pelayanan Perawatan
Dalam hal penanganan pasien dengan suspect DBD berdasarkan klinis
Demam

dan

Trombositopenia,

Puskesmas

Narmada

telah

mampu

memberikan pelayanan rawat inap dan pengobatan yang sesuai standart


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. DBD merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah di Puskesmas
Narmada yang terlihat pada tahun 2014 dan tahun 2015. DBD masih menjadi 10
penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Narmada.
29

2. Munculnya DBD pada pasien ini disebabkan oleh perilaku hidup bersih dan sehat
yang masih rendah dan faktor lingkungan yang kurang bersih sehingga dapat memicu
timbulnya penyakit DBD.
Saran
1. Pada Pelayanan Kesehatan
a. Perlu lebih mengoptimalkan lagi upaya promotif dan preventif, terutama pada
musim penghujan terutama pada daerah endemis DBD sehingga dapat menekan
angka kejadian DBD terutama pada wilayah kerja Puskesmas Narmada, serta
menambah pengetahuan masyrakat akan pentingnya kebersihan lingkungan
dalam pemutusan rantai perkembangbiakan nyamuk DBD.
b. Perlunya monitoring dan evaluasi lebih lanjut terhadap program yang
dijalankan, terutama lebh aktif dalam melakukan survey jentik dan
pemberantasan sarang nyamuk secara berkala, tidak hanya menunggu laporan
dari masyrakat, melainkan penjadwalan yang tetap dan berkala, terutama pada
daerah yang sudah endemis, dan pada musim-musim penghujan.

2. Pada Masyarakat
a. Mengutamakan dan meningkatkan kesadaran terhadap kebersihan lingkungan
tempat tinggal sekitar, dengan memperhatikan hal-hal yang dapat memicu dan
membantu perkembangbiakan nyamuk, seperti melakukan dan menerapkan
gerakan 3M dan 3M+ pada lingkungan rumah masing-masing.
b. Mengerti dan paham akan gejala yang ditimbulkan oleh DBD agar waspada dan
cepat mengambil keputusan kapan harus membawa seseorang dengan gejala
DBD tersbeut ke pusat pelayanan primer terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

1.

Chen, Khie., Pohan, Herdiman T. dan Sinto, Robert. (2009). Diagnosis dan Terapi
pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus: scientific journal of pharmaceutical
development and medical aplication. [online]. 22(1), ed. Maret-Mei 2009. Available

30

from:

http://www.dexa-medica.com/

images/

publication_upload090324152955001237863562medicinus_maret-mei_2009. pdf.
2.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen


Kesehatan R.I. (2008).

Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan


Perilaku (Communication For Behavioral Impct). [online]. Jakarta: Dirjen PP-PL
Depkes R.I . Available from: http://depkes.go.id
3.

Direktur Jenderal PPM PL. (2004). Kebijaksanaan Program P2 DBD dan Situasi
Terkini DBD di Indonesia [online]. Departemen Kesehatan RI. Available
from:http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/buku/kebijakan%20program%

20

dbd.pdf
4.

Hadinegoro, Sri Rezeki H dan Satari, Hindra Irawan. (2004). Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5.

Haines, A et al. (2006). Climate change and human health: impacts, vulnerability,
and mitigation. The Lancet. [online]. 367, pp.2101-2109. Available from:
http://www.thelancet.com

6.

Sitio, Anton. (2008). Hubungan Perilku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk


dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan [online]. Semarag: Universitas Diponegoro.
Available from: http://eprints.undip.ac.id/ 16497/1/ ANTON _SITIO.pdf

7.

Sudoyo, Aru W. et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas
indonesia.pp. 1731-1733.

8.

Sungkar, Saleha. (2007). Pemberantasan demam berdarah dengue: Sebuah tantangan


yang harus dijawab. Majalah Kedokteran Indonesia. [online].57(6). Available from:
http://mki.idionline.org

9.

World Health Organization. (2012a). Vector Borne Diseases Control: Dengue


[online].

Indonesia:

WHO

Indonesia.

Available

http://www.ino.searo.who.int/en/Section4/Section18/Section79.html.

31

from:

10.

World Health Organization. (2012b). Vector Borne Diseases Control[online].


Indonesia: WHO Indonesia. Available from: http://www.ino.searo.who.int/en
/Section4/Section18/.html.

11.

World Health Organization Regional Office for South-East Asia. (2008). First
Meeting of Regional Technical Advisory Group (RTAG) on Dengue. [online].
Available from: http://203.90.70.117/PDS_DOCS/B3132.pdf.

32

You might also like