You are on page 1of 20

PENDAHULUAN

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering


ditemukan pada diabetes mellitus.Risiko yang dihadapi pasien diabetes mellitus dengan
neuropati diabetes adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak kunjung sembuh, dan
amputasi jari/kaki.Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan
kematian.Yang berakibat meningkatnya biaya pengobatan pasien deiabetes mellitus
dengan neuropati.
Hingga saat ini patogenesis neuropati diabetik belum seluruhnya diketahui dengan
jelas.Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor
primer.Faktor metabolic ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori vascular,
autoimun, dan nerve growth factor. Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan
bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan risiko
kardiovaskular yang potensial masih dapat dimodifikasi.
Manifestasi neuropati diabetik bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala dan
hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang
hebat.Bisa juga keluhan dalam bentukneuropati local atau sistemik, yang semua itu
bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena.
Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya neuropati diabetik dan faktorfaktor yang berperan, merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan pencegahan
neuropati diabetik yang lebih rasional.

PEMBAHASAN

1.

Definisi Neuropati Diabetika


Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemi

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Neuropati diabetika adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh
degenerasi saraf perifer atau autonom sebagai akibat diabetes mellitus.
2.

Faktor Resiko Neuropati Diabetik


Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya kerusakan pada saraf :
1. Kontrol gula darah yang buruk
2. Usia tua
3. Lama menderita DM.
Risiko neuropati meningkat bergantung lama pasien menderita DM, terutama
pada pasien yang tidak pernah mengontrol gula darahnya.Neuropati perifer sering
4.
5.
6.
7.

terjadi pada pasien yang telah terkena diabetes mellitus sekitar 25 tahun.
Dislipidemia
Merokok
Asupan tinggi alcohol
Tinggi badan

Pengembangan gejala bergantung pada banyaknya faktor risiko, seperti hiperglikemia


dan faktor risiko lain seperti lipid, tekanan darah, merokok, peningkatan tinggi badan, dan
eksposur yang tinggi pada agen yang berpotensi neurotoksik lainnya seperti ethanol. Faktor
genetic berperan sebagai faktor utama.
Neuropati perifer telah dijelaskan pada pasien dengan DM primer (tipe 1 dan 2) dan
DM sekunder, menunjukkan bahwa etiologi tersering yaitu hiperglikemia kronik.

3.

Etiologi Neuropati Diabetik

4.

Klasifikasi Neuropati Diabetik


1. Neuropati perifer

Jenis neuropati ini merusak saraf di lengan dan tungkai, dimana kaki
dan tungkai biasanya lebih dulu terkena daripada tangan dan lengan. pada

banyak penderita diabeter mellits dapat ditemukan gejala neuroati pada


pemeriksaan, tapi penderita tidak merasakannya sama sekali. Gejala
neuropati perifer dapat berupa :
a. Kelumpuhan atau kehilangan kemampuan untuk merasakan sakit
b.
c.
d.
e.

atau suhu
Rasa seperti terbakar, tertusuk atau geli pada daerah yang terkena
Nyeri hebat atau kram
Sensitifitas yang berlebihan saat disentuh
Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari. Neuropati


perifer juga bisa menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks
pergelangan kaki yang menyebabkan perubahan cara jalan dan juga bisa
menyebabkan deformitas pada kaki seperti hammertoes dan kollaps. Lukaluka bisa terlihat pada kaki yang mati rasa karena kerusakan yang
disebabkan oleh tekanan atau tidak sadar adanya luka. Bila tidak segera
diobati, bisa terjadi infeksi sampai ke tulang dan harus dilakukan amputasi.

2. Neuropati otonom

Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus


tekanan darah dan mengukur gula darah, juga mengenai organ dalam yang
menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan, buang air kecil, respon
seksual dan penglihatan. Selain itu sistem yang memperbaiki kadar gula darah
ke normal bisa terkena setelah terjadi suatu episode hipoglikemia, sehingga
terjadi hilangnya tanda-tanda peringatan hipoglikemia seperti keringat dingin
dan palpitasi.
a. Hypoglicemia awareness
Biasanya akan terjadi gejala seperti gemetar, berkeringat, dan
jantung berdebar bila gula darah menurun sampai dibawah
70mg/dL. Sedangkan pada penderita neuropati otonom, gejala
tersebut mungkin tidak muncul, sehingga hipoglikemia sulit
untuk diketahui. Tapi neuropati otonom tidak selalu menjadi
penyebab hypoglycemia awareness.
b. Jantung dan pembuluh darah

Kerusakan pada saraf kerdiovaskular mengganggu kemampuan


badan untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung
sehingga tekanan darah dapat turun dengan mendadak setelah
duduk atau berdiri dan menyebabkan penderita merasakan
pusing atau pingsan. Kerusakan pada saraf yang mengontrol
denyut jantung dapat menyebabkan denyut jantung tetap tinggi,
denyut jantung tidak berubah menyesuaikan dengan fungsi
tubuh dan aktivitas fisik seperti biasanya.
c. Sistem Pencernaan
Kerusakan
menyebabkan

pada

saraf

konstipasi.

salurna
Selain

pencernaan
itu

bisa

biasanya

menyebabkan

pengosongan lambung yang terlalu lambat (gastroparesis).


Gastroparesis yang berat menyebabkan mual dan muntah yang
persisten, kembung, dan tidak nafsu makan. Gastroparesis juga
dapat membuat perubahan gula darah, disebabkan perncernaan
yang abnormal.
Kerusakan saraf pada esofagus dapat membuat penderita sulit
menelan, sementara kerusakan saraf pada usus menyebabkan
konstipasi diiringi dengan diare yang sering dan tidak
terkontrol, terutama malam hari. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan berat badan.
d. Traktus urinarius dan organ seks
Neuropati otonom sering mempengaruhi organ yang mengontrol
miksi dan fungsi seksual. Kerusakan saraf dapat menghalangi
pengosongan kandung kemih sehingga bakteri tumbuh di
kandung kemih dan ginjal dan menyebabkan infeksi traktus
urinarius (UTI). Ketika saraf di kandung kemih terganggu dapat
terjadi inkotinensia utin dapat menyebabkan penderita tidak
dapat merasakan kandung kemihnya penuh atau mengontrol otot
yang melepaskan urin. Neuropati otonom juga menurunkan
respon seksual pada pria dan wanita.
e. Kelenjar keringat

Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengeluarkan


keringat. Kerusakan saraf mencegah bekerjanya kelenjar
keringat dengan baik, sehingga badan tidak dapat mengatur
suhu dengan baik dan ini bisa menyebabkan keringat berlebihan
pada malam hari atau sewaktu makan.
f. Mata
Neurpati otonom dapat merusak pupil, membuat pupil penderita
menjadi tidak respon terhadap perubahan cahaya. Akibatnya,
penderita tidak dapat melihat dengan baik ketika di ruangan
yang terang atau gelap atau mempunyai kendala saat menyetir
malam hari.
3. Neuropati proksimal
Neuropati proksimal, kadang disebut juga lumbosacral plexus neuropathy,
neuropati femoral atau amiotrofi diabetika, berawal dari nyeri pada paha,
pinggul, pantat, atau tungkai, biasanya pada salah satu sisi tubuh. neuropati
jenis ini umum pada penderita DM tipe II dan pada lansia yang menderita
diabetes. Neuropati proksimal menyebabkan kelemahan pada tungkai dan
tidak mampu berdiri dari posisi duduk tanpa bantuan. Biasanya diperlukan
pengobatan untuk kelemahan dan nyerinya tergantung dari tipe kerusakan
saraf yang terjadi.
4. Neuropati focal
Neuropati fokal dapat timbul tiba-tiba dan merusak saraf yang spesifik,
biasanya pada kepala, dada, atau tungkai. Fokal neuropati dapat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

menyebabkan :
Ketidakmampuan mata untuk melihat fokus
Pandangan ganda
Nyeri di belakang salah satu mata
Bells palsy
Nyeri hebat di punggung bawah atau pelvis
Nyeri pada bagian depan paha
Nyeri pada dada, perut atau samping badan
Nyeri pada sebelah luar atau dalam kaki
Nyeri dada atau nyeri abdomen yang kadang salah didiagnosa sebagai penyakit
jantung, serangan jantung atau appendicitis.

5.

Patogenesis Neuropati Diabetik

Neuropati diabetika tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena
interaksi beberapa factor, seperti faktor metabolic, vascular dan mekanik. Banyak teori
dari beberapa ahli yang mengemukakan mengenai patofisiologi neuropati diabetik,
namun hingga saat ini belum ada patofisiologi yang pasti terjadinya neuropatik diabetik.
Faktor- faktor yang diduga sebagai etiologi neurapi diabetik antara lain, vaskular,
metabolik, neurotrofik, dan immunologik. Beberapa teori yang dapat diterima :

a. Teori Vaskular (iskemik-hipoksia)


Pada pasien diabetes dapat terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang
disebabkan oleh resistensi pembuluh darah oleh akibat hiperglikemia.Biopsi nervus
suralis pada pasien diabetes mengalami penebalan pembuluh darah, agregasi trombosit,
hiperplasia endothelial dan pembuluh darah, yang semuanya dapat menyebabkan
iskemia. Iskemia juga dapat menyebabkan terganggungnya transpor aksonal, aktifasi
Na+/K+ ATPase yang akhirnya menyebabkan degenerasi akson.
b. Teori metabolik
Jalur Polyol
Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolism

b.1.

ini.Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraseluler di fosforilasi ke

glukosa-6-phosphate oleh hexokinase, hanya sebagian kecil dari glukosa masuk jalur
polyol. Pada kondisi-kondisi hiperglikemia, hexokinase yang disaturasi, maka akan
terjadi influks glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose reduktase yang secara normal
mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di dalam sel ke dalam alkohol non
aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose
reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam jalur sorbitol, yang mana kemudian
dioksidasi menjadi fruktosa. Dalam proses mengurangi glukosa intraseluler tinggi ke
sorbitol, aldose reduktase mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine
dinucleotide phosphat hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang penting untuk
memperbaharui intracelluler critical anti oxidant, dan pegurangan glutathione.Dengan
mengurangi jumlah glutathione, jalur polyol meningkatkan kepekaan stress oksidatif
intraseluler.Stres oksidatif berperan utama di dalam patogenesis neuropati diabetika
perifer.Ada bukti peningkatan oksigen radikal bebas dan peningkatan beberapa
penanda stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid hydroksiperoksida pada
penderita neuropati diabetika.Indikator kuat untuk membuktikan oleh beberapa
penelitian mengenai penggunaan antioksidan baik pada binatang percobaan maupun
pada pasien.

Sorbitol sesudah dioksidasi sorbitol dehydrogenase menjadi fruktosa,

mengalami degradasi secara perlahan dan tidak cukup menebus ke membran sel .
Akumulasi sorbitol intraseluler mengakibatkan perubahan osmotik yang
berpotensi ke arah kerusakan sel. Adanya peningkatan osmolalitas intraseluler,
dalam kaitan aliran glukosa kedalam jalur polyol dan akumulasi sorbitol, sebagai
akibatnya akan terjadi kompensasi pengurangan endoneural osmolit taurine dan
mioinositol untuk memelihara keseimbangan osmotik. Metabolit intraseluler,
seperti mioinositol menjadi berkurang dan mendorong ke arah kerusakan sel
saraf.Pada percobaan binatang penurunan mioinositol berkaitan dengan
penurunan aktivitas Na+/ K+-ATPase dan memperlambat velositas konduksi saraf.
b.2.

Teori AGEs
Peningkatan glukosa intraseluler menyebabkan pembentukan advanced
glycosilation products (AGEs) melalui glikosilasi nonenzymatik pada protein seluler.
Glikosilasi dan protein jaringan menyebabkan pembentukan AGEs.Glikosilasi
nonenzimatik ini merupakan hasil interaksi glukosa dengan kelompok amino pada
protein.1 Pada hiperglikemia kronis beberapa kelebihan glukosa berkombinasi dengan
asam amino pada sirkulasi atau protein jaringan. Proses ini pada awalnya
membentukproduk glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya membentuk
AGEs yang ireversibel. Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita DM. Pada
endotel mikrovaskular manusia , AGEs menghambat produksi prostasiklin dan
menginduksi PAI-1(Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan akibatnya terjadi agregasi
trombosit dan stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis. Mikrotrombus yang
dirangsang oleh AGEs berakibat hipoksia lokal dan meningkatkan angiogenesis dan
akhirnya mikroangiopati.

b.3.

Teori Aktivasi Protein Kinease C


Aktivasi Protein Kinase C (PKC) juga berperan dalam patogenesis neuropati
perifer diabetika. Hiperglikemia didalam sel meningkatkan sintesis atau pembentukan
diacylglyserol (DAG) dan selanjutnya peningkatan Protein kinase C. Protein kinase
juga diaktifkan oleh stres oksidatif dan advanced glycosilation products (AGEs).

Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas


vaskular,gangguan sintesis nitric oxyde (NOS) dan perubahan aliran darah.Ketika
PKCdiaktifkan oleh hiperglikemia intraseluler, mempunyai efek pada beberapa
ekspresigenetik. Vasodilator yang memproduksi endothelial nitric oxyde synthase
(eNOS)berkurang,

sedangkan

vasokonstriktor

endothelin-1

(ET-1)

akan

meningkat. Transformasi Growth Faktor (TGF-) dan plasminogen inhibitor -1


(PAI-1) juga meningkat.Dalam endothelial sel, PKC juga mengaktifkan nuclear
faktor (NFkB), suatu faktor transkripsi yang dirinya sendiri mengaktifkan banyak
gen proinflamasi di dalam pembuluh darah.

b.4.

Teori Nerve Growth Factor


Faktor neurotrophic penting untuk pemeliharaan, pengembangan, dan
regenerasi unsur-unsur yang responsif dari saraf.Neurotrophic factor (NF) sangat
penting

untuk

saraf

dalam

mempertahankan

perkembangan

dan

respon

regenerasi.Nerve Growth Factor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan besar
terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis.Telah banyak dilakukan
penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu protein yang
berperan pada ketahanan hidup neuron sensorik serabut kecil dan neuron simpatik

sistem saraf perifer. Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan adanya


defisiensi neurotropik sehingga menurunkan proses regenerasi saraf dan mengganggu
pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal, melibatkan serabut
saraf yang kecil. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport
aksonal yang retrograde ( dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan
kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small
fibers sensory neuropathy.
c. Teori autoimun
Neuropati Autoimun adalah mekanisme hasil pengembangan dari neuropati
diabetik telah menarik minat untuk dipelajari.Neuropati autoimun dapat muncul dari dari
perubahan imunologik sel endothelial kapiler.Teori ini juga mulai dapat dianggap benar
atas dasar laporan kesuksesan pengobatan neuropati diabetik dengan menggunakan
immunoglobulin ke dalam pembuluh darah.
Pada diabetes mellitus peranan insulin memobilisasi glukosa sangat minimal; da;am
kondisi hiperglikemik glukosa diubah oleh aldose reduktase menjadi sorbitol. Akumulasi
sorbitol dapat terjadi 24-48 jam setelah hiperglikemia, terutama pada neuron, lensa,
pembuluh darah dan eritrosit. Sorbitol bersifat higroskopik, sehingga akan meningkatkan
tekanan osmotic sel.
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :
Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya
secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas
aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi
dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan
epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikutu

dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi bisa tidak
sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell
tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial.
Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf
berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.
Universitas Sumatera Utara
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.
Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu : (Adam,
2005)
a. Degenerasi Wallerian
Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson yang
meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan membutuhkan
waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama terjadi regenerasi kemudian baru terjadi
koneksi kembali dengan otot, organ sensoris, pembuluh darah.
b. Demielinisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan sel Schwann.
Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur ke segmen-segmen
internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.
c. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung akson
sentral kolumna posterior medulla spinalis.
Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes
tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor-

faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme,


neurotrofik dan immunologik. (Sjahrir, 2006)
6.

Gejala Klinis Neuropati diabetic


Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada beberapa orang
bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan
gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf
sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.

tabel 1. Gejala khas pada Neuropati Diabetik

7.

Diagnosis
A. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat ditemukan keluhan atau gejala yang berhubungan dengan
neuropati diabetic seperti :
1) Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa gelu, seperti memakai
sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak terutama anggota gerak
bawah. rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala diatas.
2) Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri
neurpati diabetik. pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas
nyeri, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terjadap rabaan atau sentuhan, faktir
yang meringankan atau memperberat. pasien dapat memberi keluhan lebih dari
satu tipe nyeri, riwayat nyeri apakah tipe neuropati atau nosiseptif yaitu
terjadinya nyeri yang merupakan respon dari aktivitas reseptor nyeri terhadap

stimulus noksisous. Untuk mennentukan tingkat beratnya nyeri atau yang


berhubungan dengan karakteristik, pola nyeri dapat menggunakan kuesioner
nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk menentukan ada atau tidaknya nyeri
mengguakan Visual Analog Scale.
3) Gangguan motoric dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan atau
distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bagkit dari kursi atau lantai,
sering terjauh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, gerakan halus
tanan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah bertabrakan.
4) Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasan melayang pada posisi
berdiri, sinkop saat buang air besar, impotensi, sulit ejakulasi, sulit menahan
BAB atau BAK, diare malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi dalam gelap
dan terang.
B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetic dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan koomplikasi yang mungkin terjadi pada DM., termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. pasien denan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi
perifer karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan
lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan
terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan,
adanya fasikulasi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles. Observasi
mengenai cara berjalan, berjalan ditempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit.
pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatus, raba, dan
pemeriksaan popioseptif.
C. Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium
Semua pasien neuropati diabetic harus dilakukan pemeriksaan KGD, urinalisis,
kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida, asam urat.
2) Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat berupa MRI servikal, torakal, dan atau lumbal untuk
menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram merupakan suatu

pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi kompresi dan infark pada


kelumpuhan nervus okulomotorius.
Cosensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic
Neuropathy merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis
neuropati diabetic sebagai berikut :
Pengukuran klinis
Analisis morfologi
Pengukuran elektrodiagnostik
Tes kuantitatif sensoris
Tes sistem saraf otonom
a. Alat skrining klinis
Neuropathy Disability Score digunakan sebagai sistem skoring untuk
menilai secara klinis deficit neurologis sehingga diketahui ada dan
beratnya neuropati.

Skor refleks berasal dari refleks lutut dan ankle (normal =0, ada =1, tidak
ada=2). Score 1-5 = neuropati ringan, 6-16= neuropati sedang, 17-28=
neuropati berat.
Metode alternative untuk mendiagnosis dan menentukan derajat neuropati
diabetic pada pasien rawat jalan termasuk Michigan Neuropathy
Screening Instrument yang terdiri dari 15 pertanyaan ya atau tidak

untuk gejala yang berhubungan dengan sensasi, kelelahan umum dan


penyakit vaskuler perifer selain inspeksi kaki, penilaian sensasi vibrasi,
dan refleks ankle.
8.

Diferensial Diagnosa
a. Mononeurptai cranial
b. Neuropati thoracoabdominal
c. Radiculoplexopath lumbosacral
d. Neuropati perifer
e. Neuropati kardiovaskular otonom
f. Neuropati gastrointestinal
g. Bladder dysfunction

9.

Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi menjadi
tiga bagian.

Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin.


Kendali glukosa darah
Perawatan kaki sebaik- baiknya.Strategi perawatan kaki dilakukan setelah
pengendalian glukosa darah.

a) Pengendalian Glukosa Darah


Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah awal yang harusa dilakukan ialah
pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala.Selain itu pengendalian
faktor metabolik lainnyaseperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak
terpisahkan juga perlu dilakukan.
Tiga studi epidemiologi besar, diabetes control and complication trial (DCCT),
kumamoto study dan united kingdom prospective diabetes study (UKPDS)
membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes
termasuk neuropati diabetik dapat dikurangi. Pada DCCT, kelompok pasien dengan
terapi intensif yang berhasil menurunkan kadar HbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan
risiko timbul dan berkembangnya komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan
risiko neuropati diabetik sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada studi kumamoto, suatu
penelitian mirip DCCT tetapi pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan terapi

intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk perbaikan kecepatan konduksi


saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan
hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya.
b) Perawatan Kaki
Perawatan kak sangat penting pada pasien dengan neuropati diabetik.Pasien harus
diberikan instruksi untuk selalu memeriksa kakinya pada setiap malam untuk melihat
ada atau tidaknya ulkus baru, lecet atau luka pada kakinya.Mengenangkan sepatu juga
daoat mengurangi potensi untuk terjadinya ulkus atau luka baru.Pemasangan orthotic
mungkin juga dapat membantu mengurangi ulserasi lebih lanjut dan menstabilkan kaki.
c) Terapi Medikamentosa
Obat- obatan yang digunakan untuk nyeri neuropatik seperti opioid dan tramadol,
serta agen antidepressant dan antiepelepsi. Biasanya pasien memerlukan dosis besar
pada penggunaan opioid untuk menghilangkan rasa nyeri dan pemberian long acting
opioid yang utama digunakan. Namun untuk menghindari efek adiktif pada penggunaan
opioid, sehingga penggunaanya tidak dijadikan sebagai lini pertama pada penanganan
nyeri neuropati diabetik. Mexiletine merupakan Na Channel Blocker dan agen
antiaritmia juga terbukti memiliki efek analgesik.
Alpha-2delta inhibitor, gabapentin dan pregabalin adalah obat-obatan yang
digunakan untuk antiepilepsi. Keuntungan penggunaan gabapentin dan pregabalin
adalah ekskresi melalui ginjal dan mengurangi interaksi dengan obat lain. Efek samping
utama meliputi mengantuk, pusing, edema perifer, penambahan berat badan, dan kejang
mioklonik pada penggunaan besar. Gabapentin biasanya dimulai pada dosis 300mg
sampai tiga kali sehari dan dapat ditingkatkan sampai 4800mg dengan dosis
terbagi.Karena paruh waktu yang pendek, sehingga dibutuhkan pemakaian tiga sampai
empat kali dalam sehari.Pregabalin memiliki paruh waktu yang panjang dan biasanya
pemberian dua kali sehari, namun pada beberapa pasien baru mendapatkan efek dari
obat tersebut pada pemberian tiga kali sehari.Pregabalin biasanya dimulai dengan dosis
75mg dua kali sehari dan dititrasi hingga 300mg setiap dua kali sehari.Pada pasien
dengan ketergantungan dialysis sebaiknya dikonsultasikan dengan ahli ginjal untuk
ekskresi ginjalnya, tetapi tidak menghalangi penggunaan terapi pada pasien tersebut.

Biasanya ahli ginjal akan mengelola satu dosis setelah dialisis. Penggunaan
antikonvulsan yang digunakan utuk nyeri neuropati antara laincarbamazepine,
oxcarbazepine, asam valproik, lamotrigin, lacosamide, dan fenitoin.
Antidepresan bekerja pada norepinefrin antidepresan trisiklik dan selektif
serotonin, sertanorepinefrin reuptake inhibitor duloxetine juga membantu dalam
mengobati nyeri neuropati. Duloxetine dapat ditoleransi dengan baik, dengan efek
samping yang sedikit.Pasien dengan insufisiensi ginjal harus diamati ada atau tidaknya
peningkatan darah sistolik. Efek samping mual dapat dirasakan pada awal pemakaian,
namun dapat dihindari dengan pemakaian awal 20-30mg dan dititrasi lambat hingga
60mg. Efektivitas pada penggunaan 120mg secara statistic tidak ada perbedaan dengan
penggunaan 60mg dalam studi klinis, walaupun pada beberapa pasien memiliki manfaat
yang meningkat pada penggunaan dosis besar. Antidepresan trisiklik terdapat efek
menenangkan sehingga memiliki manfaat pasien pasien yang mengalami kesulitan
untuk memulai tidur. Biasanya menggunakan dosis 25-100mg pada dua jam sebelum
tidur. Pada penggunaan dosis tinggi pada lanjut usia harus dilakukan EKG terlebih
dahulu, karena efek trisiklik dapat memperpanjang gelombang QT dan blok jantung.
Efek samping penggunaan trisiklik antara lain mengantuk, perasaan ingin buang air
kecil, konstipasi, hipotensi ortostatik dan disfungsi ereksi.
Penggunaan krim topical tidak memilik khasiat pada pasien neuropati
diabetik.Capsaicin cream/Patch telah menunjukkan khasiat, tetapi tidak ditoleransi
dengan baik pada awal penggunaan saat nyeri.Sarung mata harus digunakan dan hindari
kontak pada mata. Terkadang 1% lidokain patch dapat membantu pada pasien dengan
mononeuropati focal seperti meralgia paresthetica (kompresi lateral saraf kutan
femoralis). Krim topikal yang mengandung gabapentin, amitriptyline, dan ketamine
telah digunakan tetapi tidak ada laporan yang menunjukkan pada keberhasilan dalam
studi plasebo terkontrol.

c)

Edukasi
Memberikan penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya senasi rasa di kaki,

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan ke dokter, serta

pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya neuropati diabetik


pada pasien diabetes mellitus.

You might also like