Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2
karena angina pektoris tak stabil; di mana 6 samapi 8 persen kemudian mendapat
10
serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah
diagnosis ditegakkan (Trisnohadi, 2009).
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30%
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah
Sakit.Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir,
sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,meningggal
dalam tahun pertama setelah IMA (Alwi, 2009).
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi
salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD,
diperkirakan 5,3 juta kunjungan/tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh
(unstable angina=UA dan non ST elevation myocardial infarction=NSTEMI), dan
merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung.
Angka kunjungan ke RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat,
sementara angka infark miokard dengan elevasi (STEMI) menurun (Harun et al.,
2009).
11
12
13
14
dan
gambaran
klinis
sehingga
pada
prinsipnya
2.2.6
15
16
17
18
3. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah,
kadang-kadang disertai keringat dingin.
4. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas (Trisnohadi,
2009).
19
20
2.2.8.3. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari
EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordial.
3. Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan
21
adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI (Departemen Kesehatan, 2006).
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan
kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut,
dengan berbagai ciri dan katagori:
1. Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q.
2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
(Departemen Kesehatan, 2006).
22
Tabel 2.2. Petanda Biokimia Jantung Untuk Evaluasi dan Tatalaksana SKA
tanpa Elevasi Segmen ST (Departemen Kesehatan, 2006)
Petanda
Troponin
Jantung
Keunggulan
-
CK-MB
Modalitas yang
kuat untuk
stratifikasi risiko
Sensitivitas dan
spesitifitas
yanglebih baik
dari CKMB
Deteksi serangan
infark miokard
sampai dengan 2
minggu setelah
terjadi
Bermanfaat
untuk seleksi
pengobatan
Deteksi reperfusi
Cepat, efisiensi
biaya dan tepat
Dapat
mendeteksi awal
infark
Kekurangan
-
Mioglobin
Sensitifitas tinggi
Bermanfaat
untuk deteksi
awal
infark miokard
Deteksi reperfusi
Sangat
bermanfaat
dalam menilai
infark miokard
Kurang sensitif
pada awal terjadinya
serangan(onset <6 jam)
dan membutuhkan
penilaian ulang
pada 6-12 jam, jika
hasil negatif.
Kemampuan yang
terbatas untuk
mendeteksi infark
ulangan yang
terlambat.
Kehilangan
spesifitas pada penyakit
otot jantung dan
kerusakan otot miokard
akibat bedah
Kehilangan sensitifitas
saat awal infark
miokard akut (onset < 6
jam) atau sesudahnya
setelah onset (36 jam)
dan untuk kerusakan
otot jantung minor
(terdeteksi dengan
Troponin).
Spesifitas yang
rendah dalam
menilai kerusakan
dan penyakit otot
rangka
Penurunan yang
cepat ke nilai
normal, sensitif
untuk kejadian yang
terlambat (normal
kembali dalam 6 jam)
Rekomendasi
klinik
-Tes yang
bermanfaat untuk
mendiagnosis
kerusakan
miokard,
dimana klinisi
harus
membiasakan diri
dengan
keterbatasan
penggunaan pada
laboratorium RS
masing-masing.
Standar yang
berlaku dan
masih
dapat diterima
sebagai tes
diagnostik
pada
sebagaian
besar
kondisi
Tidak
digunakan
sebagai
satusatunya
petanda
diagnostik
karena
kelemahan
pada
spesifitas
jantung
23
24
terjadinya
trombosis
baru
dan
embolisasi
dari
plak
25
26
Agen Antiplatelet
Peran aktivasi dan agregasi platelet sangat besar pada propagasi trombus,
sehingga merupakan target utama pada penanganan pasien SKA. Pemberian
antiplatelet harus dilakukan secepatnya untuk mengurangi risiko komplikasi
iskemia akut dan kejadian aterotrombosis berulang.
Saat ini ada tiga kelas antiplatelets, yaitu :
1. Penghambat siklo oksiginase (COX1) : Aspirin
2. Penyekat reseptor P2Y12 : Clopigogrel, Prasugrel dan Ticagrelor.
3. Penyekat reseptor GPIIbIIIa : (Abxicimab, eptifibatide dan tirofiban)
(Juzar et al., 2012).
Rekomendasi penggunaan antiplatelets pada pasien dengan APTS dan
NSTEMI :
27
(DAPT)
pada
pasien
dengan
riwayat
pendarahan
gastrointestinal.
4. Pemberhentian penyekat reseptor P2Y12 sebelum 12 bulan sejak kejadian
ACS, perlu dihindari kecuali ada indikasi klinis.
5. Ticagrelor (loading 18 mg, dosis pemeliaraan 2 90 mg) untuk semua
pasien dengan risiko sedang dan berat (peningkatan enzim petanda
jantung).
6. Prasugrel* (loading 60 mg, dosis pemeliharaan 1 10 mg) pada pasien
yang anatomi koroner telah diketahui dan dilakukan PCI, kecuali
mempunyai faktor risiko untuk terjadi perdarahan masif dan kontraindikasi
lainnya. *Saat artikel ini ditulis prasugrel tidak tersedia di Indonesia.
7. Clopidogrel (loading 300mg, dosis pemeliharaan 175 mg) untuk pasien
yang tidak mendapatkan ticagrelor dan prasugrel.
8. Loading clopidogrel 600 mg dianjurkan untuk pasien yang menjalani
strategi invasif dan tidak mendapat ticagrelor dan prasugrel.
9. Pada pasien dengan penyekat reseptor P2Y dan perlu menjalani operasi
mayor (termasuk Coronary Arterial Bypass Graft, CABG), bila
memungkinkan ditunda selama 5 hari (clopidogrel dan ticagrelor) atau 7
hari (prasugrel).
10. Kombinasi aspirin dengan NSAID tidak dianjurkan (Juzar et al., 2012).
28
Antikoagulan
Antikoagulan
diberikan
untuk
mencegah
generasi
thrombin dan
29
Revaskukarisasi Koroner
Pasien dengan NSTEMI mempunyai spektrum yang luas dan heterogen,
mulai dari risiko rendah hingga risiko tinggi; sehingga stratifikasi risiko menjadi
penting. Pada pasien dengan risiko rendah, pendekatan terbaik dengan
medikamentosa (strategi konservatif). Namun pada pasien dengan risiko tinggi
menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner
dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi
simptom, memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis. Penilaiaan
stratifikasi risiko menjadi bahagian penting untuk menentukan strategi yang
optimal untuk setiap pasien.
Pasien dinyatakan berisiko sangat tinggi dan membutuhkan pendekatan
invasif mendesak (dalam 2 jam), bila ditemukan salah satu tanda dibawah ini;
1. Angina pektoris yang tidak dapat diatasi dengan medikamentosa.
2. Gagal jantung yang berat.
3. Instabilitas hemodinamik.
4. Aritmia ventricular maligna.
Metode revaskularisasi yang dipilih antara metoda PCI (percutaneous
coronary intervention) dan metoda bedah pintas koroner (coronary artery bypass
graft, CABG) tegantung banyak faktor, yaitu: kondisi pasien adanya gambaran
risiko tinggi, penyakit komorbid dan berat serta banyaknya lesi berdasarkan hasil
angiografi koroner (Juzar et al., 2012).
Sekitar setengah pasien NSTEMI memperlihatkan hasil angiografi koroner
penyempitan pada satu pembuluh darah (lesi culprit). Pada keadaan ini
angiografi dilanjutkan dengan tindakan PCI menggunakan stent. Namun 50% dari
pasien NSTEMI memperlihatkan penyempitan arteri koroner yang multiple,
sehingga keputusan untuk menggunakan metoda revaskularisasi PCI atau CABG
menjadi lebih kompleks (Juzar et al., 2012).
30
kembali. Tipe cincin dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : stent bersalut obat
(DES : drug eluting stent) dan cincin tanpa salutan obat (BMS : bare metal stent).
Drug eluting stent lebih unggul dalam menurunkan kejadian restenosis,
namum memerlukan dual antiplatelet (DAPT), yaitu aspirin dan penghambat
P2Y12 selama minimal 12 bulan. Penghentian DAPT secara premature
meningkatkan risiko in stent trombosis dengan manifestasi SKA. Kejadian
restenosis lebih tinggi pada penggunaan BMS,DAPT dapat diberikan minimal 12
bulan. Pemilihan tipe cincin hendaknya mempertimbangkan kepatuhan pasien
minum DAPT jangka panjang dan memungkinkan untuk menggunakan DAPT
selama 12 bulan, (tidak ada riwayat perdarahan gastro-intestinal atau tidak
membutuhkan operasi mayor lainya (Juzar et al., 2012).
31
32
bila STEMI sudah melampaui 12 jam dari awitan symptom, tidak ada lagi
jaringan yang bisa diselamatkan, infark miokard telah komplit dan keluhan pasien
hilang. Terapi reperfusi hanya diberikan kalau masih ada tanda-tanda iskemia
berupa nyeri dada, elevasi segmen ST, atau terjadi left bundle branch block baru.
Ada dua jenis strategi reperfusi, pertama dengan intervensi koroner perkutan
primer (primary PCI) dan kedua secara medikamentosa dengan obat fibrinolitik
(Irmalita, 2012).
33
Terapi antiplatelet
1. Aspirin
2. Penyekat P2Y12/ ADP (prasugrel 40 mg, ticagrelor 180 mg atau
Clopidogrel 600 mg).
3. GPIIb/IIa hanya digunakan sebagai bail out bila saat tindakan
memperlihatkan beban trombus yang tinggi (Juzar et al., 2012).
Terapi antikoagulan
1. Unfractioned heparin 70-100 ui/kg pada pasien yang tidak mendapatkan
enoxaparin atau bivalirudin (Juzar et al., 2012).
34
Antiplatelets
1. Aspirin dan clopidogrel (Juzar et al., 2012).
35
Terapi bedah
Tindakan bedah CABG tidak lazim dilakukan untuk revaskularisasi
awal dan segera pada STEMI tanpa komplikasi. Namun, setelah upaya awal
dengan
PCI
atau
reperfusi
fibrinolitik
telah
dilakukan,
nyeri
dada