Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Sindroma Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner (Andra,
2006). SKA merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner
yaitu, Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard tanpa Elevasi ST
(NSTEMI) dan juga Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI). Alasan rasional
menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme
patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang
merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan stenosis serta atau oklusi pada arteri koroner dengan atau
tanpa emboli.
Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit akibat Sindrom Koroner Akut
(SKA) berupa Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) maupun infark miokard akut
semakin meningkat disertai dengan angka mortalitas yang masih tinggi (Anderson
et al., 2007). Data statistik American Heart Association (AHA) 2008 melaporkan
bahwa dalam tahun 2005, penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika
Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang, Laporan tersebut
menyebutkan, kira-kira 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus APTS atau
Infark Miokard tanpa Elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat
menderita Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI). (Kleinschmidt, 2006)
Faktor resiko SKA dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor
resiko konvensional dan faktor resiko yang baru diketahui berhubungan dengan
proses aterotrombosis (Braunwald, 2007). Di antara faktor resiko konvensional,
ada empat faktor resiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin,
ras, dan riwayat keluarga.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko major SKA selain merokok,
hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas (Santoso,
2005).Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung
dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Soemantri dan Nugroho, 2006).Menurut
The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The
Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang
lebih besar atau sama dengan 90mmHg atau orang sedang memakai obat
antihipertensi.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering dikatakan sebagai silent killer atau
penyakit yang dapat menimbulkan kematian tanpa disertai dengan gejala-gejala
terlebih dahulu sebagai peringatan korbannya.Hal ini dikarenakan hipertensi
merupakan faktor resiko utama pada penyakit stroke, gagal jantung, penyakit
arteri koroner, dan gagal ginjal.Penyakit-penyakit tersebut adalah kontributor
utama mortalitas dan morbiditas masyarakat.
Angka kejadian hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang
dan sekitar 7,1 juta kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO,
2003). Di Indonesia, menurut data SKRT (Survai Kesehatan Rumah Tangga,
2000), dikatakan bahwa penyebab kematian terbanyak (16,4%) disebabkan karena
penyakit jantung dan pembuluh darah yang diantaranya adalah hipertensi,
sedangkan kematian terbanyak akibat penyakit ini dijumpai pada usia 45 tahun
keatas.
Cowie MR, Dar O (2008), telah mengklasifikasikan penyebab gagal jantung
dalam enam kategori utama yaitu kegagalan yang berhubungan dengan
abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard),
kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya
kontraktilitas (kardiomiopati),kegagalan yang berhubungan dengan overload
(hipertensi), kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup, kegagalan
yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi), kegagalan yang
1.3.2
Tujuan Khusus
Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan pemerintah sehingga
mereka dapat memberi informasi dan arahan untuk masyarakat agar
mempraktekkan cara hidup sehat sebagai usaha mencegah hipertensi dan
kejadian sindroma koroner akut.