Professional Documents
Culture Documents
JAKARTA
PRESENTASI KASUS
FIMOSIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Pembimbing:
Kolonel dr. Dadiya, Sp.B
Disusun Oleh:
Ita Masitoh Ardi
1420221158
Disusun Oleh:
Ita Masitoh Ardi
1420221158
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan presentasi kasus ini dapat diselesaikan. Presentasi
Kasus ini berjudul Fimosis.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak sehingga
penyusunan Presentasi Kasus ini dapat berjalan dengan lancar dan dengan rendah hati
disampaikan rasa terima kasih kepada Kolonel dr. Dadiya, Sp.B sebagai pembimbing
penulis dalam penyusunan presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa hasil laporan yang dituliskan di dalam Presentasi
Kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila
terdapat banyak kekurangan pada pada laporan ini. Untuk itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun ke arah penyempurnaan dalam
penulisannya dan berharap kiranya presentasi kasus ini dapat bermanfaat.
Magelang, November 2016
Penulis
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 Identitas Pasien
Nama
: An. DSW
Usia
: 3 tahun 9 Bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Kedungdari, Magelang
Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS
: 21 November 2016
Tanggal Keluar RS
: 23 November 2016
Bangsal
: Edelwais, kamar B2
: Disangkal
Alergi
: Disangkal
Operasi
: Disangkal
: Disangkal
DM
: Disangkal
Trauma
bagian kepala.
Operasi
: Disangkal
Alergi
: Disangkal
: Sakit berat
Kesadaran
Vital sign
region frontal.
Mata:
Konjungtiva
Jejas
(-/-),
Hematom
(-/-),
Pelpebra
Pupil
Refleks cahaya
langsung
+/+,
tidak
langsung +/+
Hidung: Bentuk normal, deviasi hidung (-), sekret (-), jejas (-)
Telinga: Betuk normal, jejas (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa hiperemis (-), jejas pada rongga mulut (-)
Leher : Jejas (-), faring hiperemis (-), pembesaran KGB (-),
deviasi trakea (-)
Thorax:
o Paru
Inspeksi
(-)
Palpasi
(-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Inferior
:
Akral dingin (-/-)
Sianosis (-/-)
Oedem (-/-)
Capillary refill <2 detik
Status lokalis:
Organ genitalia : tidak tampak jejas, edem dan kemerahan
II.4 Assesment
Fimosis
DD: Parafimosis
Balanopostitis
II.5 Planning
Planning Diagnosis
- Pemeriksaan laboratorium
o Darah lengkap (WBC, RBC, HB, HT, PLT, MCV, MCH, MCHC)
o CT/BT
Planning terapi:
o Inf RL 16 TPM
o Inj Ketorolac
o Inj Ceftriaxon
o Pro Sirkumsisi
IV
IV
3x30 mg
2x250mg
Planning edukasi:
o Rencana operasi (Pro Sirkumsisi)
o Puasa pro op mulai pukul 24.00 WIB
Planning monitoring:
Laporan Operasi
Hasil
6,0
4,3
0,9
6,3
4,84
13,2
36,4
75,0
27,3
36,4
15,4
267
Normal Range
4,0-10,0
1,0-5,0
0,1-1,0
2,0-8,0
3,00-6,00
12,0-16,0
35,0-45,0
81,0-101,0
27,0-33,0
31,0-35,0
10,0-16,0
150-400
Obyektif
Assesment
Planning
Fismosis Post
Operasi
Sirkumsisi
H+1
Inf RL 16 tpm
Parasetamol syr
250mg
Inj Ceftriaxone 2x
250mg
Topikal
Gentamicin
Assesment
Fismosis Post
Operasi
Sirkumsisi
H+2
Planning
Inf RL 16 tpm
Parasetamol syr
250mg
Inj Ceftriaxone 2x
250mg
Topikal
Gentamicin
BLPL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI PENIS
Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala),
bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian kepala
terdapat glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtual sac),
permukaan bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans bersifat kenyal, dan
berbentuk konus, serta terdiri dari meatus, corona dan frenulum. Meatus urethralis
vertikal dan berlokasi pada apeks, dimana muncul frenulum, . glans corona
merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans. Pada permukaan glans terdapat empat
lapisan anatomi: lapisan membran mukosa, termasuk epitelium dan lamina propria,
korpus spongiosum dan korpora kavernosa. Tunika albuginea memisahkan kedua
struktur ini, penile atau pendulous urethra terletak ventral didalam korpus dan glans;
sementara korpus spongiosum yang erektil mengelilinginya.Pemotongan transversal
dari shaft akan menampilkan kulit, dartos dan fascia ganda yang disebut dengan
penile fascia, albuginea dan korpus kavernosum.
Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium.
Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang dibungkus oleh
tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus spongiosum sepanjang uretra
penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit, lapisan otot polos yang dikenal
sebagai dartos, serta lapisan elastik yang disebut Buck fascia yang memisahkan penis
menjadi dorsal (korpora kavernosa) dan ventral (korpus spongiosum).
Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin
sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk
keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balanopreputial sulcus pada
aspek dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada
penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi smegma.
Uretra terbagi atas tiga bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang
dikelilingi oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari kutub
bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil (yang melewati korpus
spongiosum). Secara histopatologi, pelapis epitel uretra adalah tipe transisional di
bagian proksimal (prostatik), stratified squamous pada bagian distal yang
berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau epitel pseudostratified
kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada epitel umumnya disebabkan
oleh pengobatan dengan preparat estrogen. Struktur kelenjar yang berhubungan
dengan uretra adalah kelenjar intraepitelial dari lakuna Morgagni (kelenjar intraepitel
silindris selapis), Kelenjar Littre (Kelenjar musinus tubuloacinar sepanjang korpus
spongiosum), dan bulbouretral atau kelenjar Cowper (mucous acinar pada profunda
membran uretra).
Drainase limfatik penis terdapat pada nodus superfisial dan profunda. Di
bagian sentral beranastomosis diantara pembuluh-pembuluh limfe yang menghasilkan
drainase bilateral.
FIMOSIS
Definisi
Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat di
retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh
sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium
dengan glans penis.1,4
Etiologi
Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan tingkat
higienitas alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit
preputium (balanoposthitis kronik)3, atau penarikan berlebihan kulit preputium
(forceful retraction)8. Pada fimosis kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya
jaringan parut di prepusium yang biasanya muncul karena sebelumnya terdapat
balanopostitis. Apapun penyebabnya, sebagian besar fimosis disertai tanda-tanda
peradangan penis distal.3
Sedangkan fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena
ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini
menyebabkan prepusium menjadi melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke
arah proximal. Apabila stenosis atau retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati
glans penis, sirkulasi glans dapat terganggu hingga menyebabkan kongesti,
pembengkakan, dan nyeri distal penis atau biasa disebut parafimosis3.
Epidemiologi
Berdasarkan data epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau anakanak hingga mencapai usia 3 atau 4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi
sampai pada usia 16 tahun.8
Patogenesis
Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris
yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan
perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi
secara berkala membuat prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal.
Pada saat usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat di retraksi.1
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak
bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya
tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi
fenomena balloning dimana prepusium mengembang saat berkemih karena desakan
pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila
fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin
mudah terjebak di dalam prepusium. Adanya kandungan glukosa pada urine menjadi
pusat bagi pertumbuhan bakteri. Karena itu, komplikasi yang paling sering dialami
akibat fimosis adalah infeksi saluran kemih (ISK). ISK paling sering menjadi indikasi
sirkumsisi pada kasus fimosis7.
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis)
yang meninggalkan jaringan parut shingga prepusium tidak dpat ditarik kebelakang 7.
peradangan
pada
permukaan
preputium
dan
glans
penis.
Terjadi
pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium.
Meski jarang, infeksi ini bisa terjadi pada diabetes.3
Macam-macam Fimosis
a)
timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat
kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful
retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan
ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Manifestasi Klinis
Kulit penis anak tidak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan.
b)
Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung
tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak
menggembung.
c)
Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga.
d)
Kalau sampai timbul infeksi, maka si anak akan mengangis setiap buang air
kecil dan dapat pula disertai demam.
e)
f)
g)
Tata Laksana
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika
obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4
kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium dapat retraksi
spontan. 1
Bila
fimosis
tidak
menimbulkan
ketidaknyamanan
dapat
diberikan
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Price, SW dan Wilson, LM. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC. 2005
3.
Robbins dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Hariawati Hartono. Jakarta:
EGC. 2004
4.
5.
Sjamsuhidajat R,dan Jong W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004
6.
7.