You are on page 1of 10

VARISELA

Syeba Dinda Hasianna, S.Ked


Bagian/ Departemen Dermatologi dan Venereologi
FK UNSRI/ RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
2017

PENDAHULUAN
Varisela merupakan infeksi akut primer Varicella-Zooster Virus (VZV) yang mengenai
kulit dan mukosa. Manifestasi terdiri dari gejala prodromal dan kelainan kulit berupa erupsi
vesikular seperti tetesan embun (tear drop), terutama di bagian sentral tubuh. Varisela juga
dikenal dengan cacar air atau chicken pox. Varisela merupakan infeksi virus menular yang
dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak dengan usia kurang dari
10 tahun. 1,2
Varisela sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung dan droplet saluran
nafas. Penularan varisela terjadi sekitar 87% diantara saudara kandung dalam satu rumah dan
hampir 70% diantara pasien di bangsal rumah sakit. Varisela tersebar di seluruh bagian dunia,
namun insidensi berbeda pada daerah iklim sedang dan iklim tropis, serta pada populasi yang
telah atau belum mendapat vaksin varisela. Varisela merupakan kejadian endemik di daerah
iklim sedang dan tidak terdapat vaksin varisela dengan prevalensi berulang berlangsung pada
musim dingin dan musim semi. 3,4
Komplikasi varisela pada anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi varisela lebih
sering terjadi pada orang dewasa, berupa pneumonia, karditis, keratitis, konjungtivitis, otitis,
kelainan darah, hingga ensefalitis. Komplikasi varisela pada kehamilan mengancam ibu dan
janinnya. Morbiditas dan mortalitas pada varisela secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun.1,3
Tujuan penulisan referat ini untuk meningkatkan pengetahuan mengenai varisela
sehingga diharapkan dokter umum mampu mendiagnosis varisela dan melakukan tatalaksana
secara tuntas, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia untuk varisela yaitu 4A.5
Referat ini akan membahas mengenai epidemiologi, etiologi dan patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis dan pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, komplikasi, tatalaksana,
pencegahan, prognosis varisela.
EPIDEMIOLOGI
Varicella-Zoster Virus terjadi pada 90 % anak berusia kurang dari 10 tahun. Sebelum
adanya vaksin varisela, 3 hingga 4 juta kasus terjadi setiap tahun di Amerika. Insiden varisela
1

berbeda di daerah beriklim sedang, iklim tropis, dan pada populasi yang mendapat vaksin
varisela. Varisela endemik di daerah dengan iklim sedang yang tidak mendapatkan vaksin
varisela, dengan prevalensi rekuren saat musim dingin dan musim semi.3,4
Meluasnya penggunaan vaksin varisela telah nyata mengubah epidemiologi varisela.
Di United States, tingkat cakupan vaksin di kalangan anak meningkat dari 0% di tahun 1995
menjadi 88% di tahun 2004 saat vaksin varisela ini dipatenkan.3
Varisela sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung dan droplet saluran
nafas. Penularan varisela terjadi sekitar 87% diantara saudara kandung di satu rumah dan
hampir 70% diantara pasien di bangsal rumah sakit. Penularan varisela terjadi selama 1-2 hari
sebelum eksantema muncul hingga 4-5 hari setelahnya, yaitu sampai ketika vesikel menjadi
krusta. Masa inkubasi varisela rata-rata sekitar 14 hari, dengan kisaran antara 1023 hari.3,4

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Varisela disebabkan infeksi Varicella-Zoster Virus (VZV). Infeksi primer virus ini
meyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. VaricellaZoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140
200 nm.1,6
Varicella-Zoster Virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri
dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L)
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer.
Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas serta timidin kinase yaitu protein virus yang sensitif terhadap hambatan oleh
asiklovir.6
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan
orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di kelenjar getah bening regional
sekitar saluran napas bagian atas diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui
darah dan limfe (viremia primer). 6 Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuh. Siklus kedua replikasi virus terutama terjadi di hati dan limpa
diikuti viremia sekunder dalam jumlah lebih banyak. Virus menyebar ke seluruh tubuh lewat
aliran darah, terutama ke kulit dan membran mukosa dengan manifestasi klinis berupa gejala
prodromal, yaitu demam yang tidak terlalu tinggi dan disusul timbulnya erupsi papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.1,3
MANIFESTASI KLINIS
2

Periode inkubasi VZV adalah 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan rentang 1021 hari. Gambaran klinis varisela terdiri dari stadium prodromal dan stadium ruam.3
1. Stadium prodromal
Penyakit ini umumnya lebih ringan pada anak dibanding dewasa. Stadium prodromal
pada anak lebih ringan dibanding dewasa. Stadium prodromal ditandai dengan demam
selama 2-3 hari, menggigil, sakit kepala, anoreksia, dan pada beberapa pasien ditandai
sakit tenggorokan serta batuk kering.3
2.

Stadium ruam
Stadium ruam ditandai dengan timbulnya makula eritema yang dengan cepat berubah
menjadi papul, kemudian dengan sangat cepat berubah menjadi vesikel jernih. Isi vesikel
mulai berubah menjadi keruh dalam beberapa jam lalu terbentuk pustul yang dikelilingi
oleh dasar yang berwarna merah.7 Perubahan dari makula ke papul dan pustul terjadi
selama 12 jam.3 Makula pertama kali muncul di wajah dan kepala lali menyebar ke badan
dan ekstremitas. Lesi muncul berturut-turut namun tetap berpusat di bagian sentral
sehingga penyebarannya dikenal dengan istilah sentrifugal.3 Krusta kering terbentuk
setelah 24 hari dan lepas dengan sendirinya dalam 13 minggu.7 Vesikel pada varisela
berukuran 2 hingga 3 mm dan berbentuk elips. Vesikel baru terletak superfisial dan
berdinding tipis dikelilingi area eritem yang irregular, yang memberi gambaran dewdrop
on a rose petal. Ciri khusus varisela adalah ditemukan lesi dalam semua stadium, yaitu
terdapat makula, papul, vesikel dan krusta. Vesikel juga terbentuk di membran mukosa
mulut, hidung, faring, trakea, traktus gastrointestinal, traktus urinarius dan vagina.
Demam biasanya tetap ada selama masih ada vesikel baru yang muncul. Selain itu,
pruritus juga merupakan gejala sangat mengganggu dalam stadium ruam.3

Gambar 1. Varisela. A. Lesi penuh pada spektrum yang menggambarkan papul eritema, vesikel, krusta.
Gambar ini terlihat pada anak dengan varisela. B. Lesi dengan daerah yang meluas,
termasuk didalamnya banyak pustul-pustul yang berukuran besar. Gambar ini terlihat
pada seorang wanita berusia 21 tahun yang memiliki riwayat demam dan pneumonitis
varisela.3

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


3

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yaitu adanya efloresensi polimorfik,


terdiri dari vesikel di atas kulit eritem tersebar diskret, pustul, erosi atau ekskoriasi, dan
krusta.3 Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan tes Tzanck. Bahan pemeriksaan
diambil dari kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas
kaca objek dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, lalu diwarnai dengan pewarnaan
hematoxylin-eosin atau Giemsa atau pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel datia
berinti banyak (Gambar 2).1
Diagnosis definitif varisela ditegakkan berdasarkan hasil isolasi virus dalam sel kultur
yang diinokulasikan dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal atau jaringan yang
terinfeksi. Pewarnaan imunofloresens atau imunoperoksida material seluler dari vesikel atau
lesi prevesikular telah diterapkan di beberapa tempat karena dapat mendeteksi VZV lebih
cepat daripada kultur.3 Varicella-Zoster Virus Polymerase Chain Reaction (VZV PCR)
merupakan salah satu metode pilihan untuk diagnosis adanya infeksi varicella-zoster virus.
VZV PCR merupakan metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Bahan yang paling
sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika
real-time PCR tidak tersedia, Dirrect Fluorescent Antibody (DFA) dapat digunakan, meskipun
kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.8
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varisela telah tersedia secara komersial
termasuk uji Latex Aglutination (LA) dan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varisela. Diagnosis
varisela akut ditegakkan dari adanya peningkatan IgG pada pemeriksaan serologi.8

Gambar 2. Sel datia berinti banyak3

DIAGNOSIS BANDING
4

Penyakit-penyakit yang sering menyerupai varisela antara lain eksantem virus


vesikuler (coxsackie, ECHO), impetigo, gigitan serangga, dermatitis kontak, urtikaria papular,
eritema multiformis, erupsi obat, skabies, dan herpes simpleks diseminata.3
KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada
orang dewasa, berupa pneumonia, karditis, keratitis, konjungtivitis, otitis, kelainan darah,
hingga ensefalitis.1 Varisela merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi pada
anak sehat. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun
pada neonatus dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh
infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau
Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau
erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan
parut.3 Pneumonia varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan
oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varisela jarang didapatkan
pada anak dengan sistem imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi
imunologis atau pada orang dewasa sering ditemukan.9
Pada orang dewasa demam dan gejala prodromal biasanya lebih berat dan berlangsung
lebih lama, ruam varisela lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia varisela
primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pneumonia varisela pada
sebagian pasien terkadang asimtomatis, tetapi sebagian lainnya dapat berkembang
mengganggu sistem pernafasan dengan gejala seperti batuk, dispneu, takipnu, demam tinggi,
nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 16 hari sesudah
timbulnya ruam.3
Komplikasi varisela pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang
menyebar luas dan varisela pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janin
dapat meninggal karena kelahiran prematur. Varisela pada kehamilan juga dapat menyebabkan
infeksi intrauterin (kongenital) dan menyebabkan abnormalitas kongenital. Varisela perinatal
(varisela yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih berat daripada varisela yang
terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.3
Manifestasi terhadap sistem saraf pusat bisa dari meningitis aseptik hingga ensefalitis.
Keterlibatan serebelum dapat menyebabkan ataksia cerebellar. Sindroma Reye adalah
komplikasi yang jarang dari varisela dan muncul pada anak yang mengonsumsi aspirin selama
fase akut. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi
5

merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap.
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain miokarditis, pankreatitis, gastritis dan lesi ulserasi
pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan iritis.3
TATALAKSANA
1. Terapi Simptomatis
Varisela adalah penyakit yang bisa sembuh sendiri pada anak normal. Pengobatan
bersifat simptomatik dengan antipiretik dan analgesik. Jika demam dapat diberikan asetosal
atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Antihistamin oral atau sedatif
untuk menghilangkan rasa gatal. Pengobatan topikal diberikan bedak yang ditambah zat
anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau lotion kalamin untuk
mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Krim dan losion yang
mengandung glukokortikoid dan salep oklusif sebaiknya tidak digunakan. Antipiretik
dengan tetapi salisilat sebaiknya dihindari karena keterkaitannya dengan Sindrom Reye.3,9
2. Terapi Antiviral
Neonatus diberikan asiklovir 10 mg/kg atau 500 mg/m2 setiap jam selama 10 hari.
Anak usia 2 sampai kurang dari 18 tahun diberikan pengobatan sistemik tunggal, atau
valasiklovir 20 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari (tidak melebihi 3 gram/hari) atau
asiklovir 4 x 20 mg/kg per oral selama 5 hari (tidak lebih dari 3.200 mg/hari. Remaja
dengan BB lebih dari atau sama dengan 40 kg atau dewasa atau dewasa dengan
imunokompromais ringan (misalnya penggunaan glukokortikoid inhalasi dan penderita
pneumonia) sebaiknya diberikan valasiklovir 1 gram per oral setiap 8 jam selama 7 hari
atau famsiklovir 500 mg per oral setiap 8 jam selama 7 hari atau asiklovir 5 x 800 mg per
oral sehari selama 7 hari. Pasien dengan pneumonia, varisela berat, dan imunokompromais
berat diberikan asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam selama 7-10 hari. Penggunaan asiklovir
secara rutin tidak disarankan pada wanita hamil.3

Tabel 1. Obat dan regimen untuk pengobatan varisela3


Kelompok Pasien
Normal
Neonatus

Regimen
Asiklovir 10 mg/kg atau 500mg/m 2 setiap 8
jam selama 10 hari

Anak-anak

Pengobatan

simptomatik

saja,

atau
6

Valasiklovir 20 mg/kg setiap 8 jam untuk 5


hari (tidak lebih dari 3g/hari) atau
Asiklovir 20 mg/kg p.o 4 kali sehari selama
5 hari (tidak melebihi 3200 mg/hari)
Remaja (40 kg) atau dewasa, individu

Valasiklovir 1 g p.o setiap 8 jam selama 7

dengan imunokompromais ringan

hari atau Famsiklovir 500 mg p.o setiap 8

(misalkan. Menggunakan glukokortikoid

jam selama 7 hari atau Asiklovir 800 mg p.o

inhaled)

lima kali sehari selama 7 hari

Pneumonia

Asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam selama


7-10 hari

Hamil

Konsumsi asiklovir secara rutin tidak


direkomendasikan
Jika ada komplikasi, (misalnya pneumonia),
obati pneumonia seperti rekomendasi di atas

Imunokompromais
Varisela ringan atau imunokompromais

Valasiklovir 1 gr p.o setiap 8 jam selama 7-

ringan

10 hari atau Famsiklovir 500 mg p.o setiap


8 jam selama 7-10 hari atau Asiklovir 800
mg p.o lima kali sehari selama 7-10 hari

Varisela berat atau kompromais berat

Asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam untuk 710 hari

Resisten terhadap asiklovir

Foscarnet 40mg/kg i.v setiap 8 jam

PENCEGAHAN
Vaksin terhadap VZV dapat dibagi menjadi dua, yaitu immunoglobulin dan vaksin
hidup yang dilemahkan. Vaksin pasif berupa pemberian immunoglobulin varicella-zoster
yang diberikan pada semua individu imunokompromais yang terpapar varisela untuk pertama
kalinya dan pada wanita hamil serta neonatus yang ibunya terinfeksi sesaat sebelum
melahirkan. Pada individu immunokompromais, dosis yang direkomendasikan adalah 123
U/kg dan diberikan dalam 96 jam pertama sejak paparan. Vaksin yang kedua adalah vaksin
berupa VZV hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini pertama kali diterima oleh FDA pada
Maret 1995. Vaksin jenis kedua ini direkomendasikan untuk diberikan pada semua anak ada
usia 12 bulan dan 4-6 tahun, untuk meningkatkan proteksi serta membentuk imunitas terhadap
VZV.4
Di Indonesia, vaksin varisela tidak termasuk ke dalam program imunisasi rutin, namun
tersedia di tempat praktek dokter spesialis anak serta rumah sakit. Ketersediaan di lapangan
biasanya tergantung penawaran dan permintaan dari pasar. Berdasarkan informasi dari Badan
7

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terdapat 3 (tiga) vaksin varisela yang terdaftar di
Indonesia, yaitu Varilix, Okavax, dan Varicella Vaccine KGCC.10 Berdasarkan rekomendasi
IDAI, vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.11
PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene, varisela memberi prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1
RINGKASAN
Varisela atau cacar air atau chicken pox merupakan infeksi akut primer oleh VaricellaZooster Virus (VZV) yang mengenai kulit dan mukosa dengan manifestasi klinis berupa
gejala prodromal dan kelainan kulit berupa erupsi vesikular seperti tetesan embun (tear drop),
terutama di bagian sentral tubuh.1,2 Varicella-zoster virus memiliki penyebaran di seluruh
dunia, terjadi pada 90 % anak-anak usia kurang dari 10 tahun.3,4 Varicella disebabkan oleh
Varicella-Zoster Virus (VZV) yang merupakan kelompok herpes virus alfa. Virus masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring (percikan
ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus melalui
darah dan limfe (viremia primer). Replikasi virus lebih dominan dibandingkan imunitas
tubuhnya pada sebagian besar individu, sehingga dalam waktu dua minggu setelah infeksi,
terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Virus menyebar ke seluruh tubuh
lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membran mukosa.1,3,6
Gambaran klinis varisela terdiri dari stadium prodromal dan stadium ruam. Stadium
prodromal ditandai dengan demam selama 2-3 hari, menggigil, sakit kepala, anoreksia, dan,
pada beberapa pasien ditandai dengan sakit tenggorokan dan batuk kering. 3 Setelah stadium
prodromal berlangsung selama dua atau tiga hari, muncul makula eritema yang dengan cepat
berubah menjadi papul, kemudian dengan sangat cepat berubah menjadi vesikel jernih. Isi
vesikel mulai berubah menjadi keruh dalam beberapa jam lalu terbentuk pustul yang
dikelilingi oleh dasar yang berwarna merah.7
Diagnosis cukup dengan pemeriksaan klinis yaitu adanya efloresensi polimorfik terdiri
dari vesikel di atas kulit eritem yang tersebar diskret, pustul, erosi atau ekskoriasi, dan krusta.
Lesi awal hanya ditemukan vesikel diatas kulit eritem yang tersebar diskret. 3 Diagnosis
definitif varisela ditegakkan berdasarkan hasil isolasi virus dalam sel kultur yang
8

diinokulasikan dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal atau jaringan yang
terinfeksi.8 Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan tes Tzanck, VZV PCR, DFA, dan
uji serologi LA atau ELISA.7 Penyakit-penyakit yang sering menyerupai varisela antara lain
eksantem virus vesikuler (coxsackie, ECHO), impetigo, gigitan serangga, dermatitis kontak,
urtikaria papular, eritema multiformis, erupsi obat, skabies, dan herpes simpleks diseminata.3
Komplikasi pada anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada
orang dewasa, berupa pneumonia, karditis, keratitis, konjungtivitis, otitis, kelainan darah,
hingga ensefalitis.1 Penatalaksanaan varisela terdiri dari terapi simptomatis dan terapi
antiviral. Pencegahan varicella dapat dilakukan dengan pemberian immunoglobulin varicellazoster yang diberikan pada semua individu imunokompromais yang terpapar varisela untuk
pertama kalinya dan pada wanita hamil serta neonatus yang ibunya terinfeksi sesaat sebelum
melahirkan serta vaksin VZV hidup yang telah dilemahkan yang direkomendasikan untuk
diberikan pada semua anak ada usia 12 bulan dan 4-6 tahun.4 Dengan perawatan yang teliti
dan memperhatikan higiene, varisela memberi prognosis yang baik dan jaringan parut yang
timbul sangat sedikit.1

DAFTAR PUSTAKA
1.

Handoko RP. Penyakit Virus. In: Adhi Djuanda, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. p.115116.

2.

James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's Disease of the Skin. 11 th ed. British:
Elsevier; 2011. p. 369371.

3.

Straus, Stephen E., Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster.
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 8 th Ed. New York: McGraw Hill.
Page: 2383400.

4.

Madkan, Vandana, et. Al. Human Herpes Virus. In: Bolognia, Jean L, et al. editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Elsevier Saunders; 2008. p. 120408.

5.

Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Penerbit: Konsil


Kedokteran Indonesia. 2012. hal. 54.

6.

Bechtel, KA. Pediatric Chickenpox. 2016. Available from http://emedicine.medscape.


com/article/969773 [Last accessed on 2017 Jan 5].
9

7.

Starling JC. Virus Infection. In: Burn T et al, editors.

Rooks Textbook of

Dermatology. 8th Ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2010. chapter 33.22


8.

Center for Disease Control and Prevention. Varicella. 2015. Available

from

http://www.cdc.gov [Last accessed on 2017 Jan 5]


9.

Nagel MA, Gilden D. Varicella zoster complications. J Clinical Neurology 2013; p.


439-53.

10.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tidak Ada Kekosongan Vaksin Cacar Air.
Available from http://www.depkes.go.id/. [Last accessed on 2017 Jan 5]

11.

IDAI. Jadwal Imunisasi IDAI 2014. Available from http://www.idai.or.id [Last


accessed on 2017 Jan 5]

10

You might also like