Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR DENTOALVEOLAR
2.1 Definisi Fraktur Dentoalveolar
Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu
bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur lain
menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma
(Mansjoer,
2000).
Berdasarkan
definisi-definisi
tersebut
maka
fraktur
(uncomplicated
crown-root
Gambar 2.1 Cedera pada Jaringan Keras Gigi dan Jaringan Pulpa
(Fonseca, 2005)
menjadi
atau
tanpa
non
vital
hilangnya
struktur mahkota
e. Klas V : Hilangnya sebagian gigi
f.
akibat trauma
Klas VI : Fraktur akar dengan atau
tanpa kehilangan mahkota atau
akar gigi
g. Klas VII : perpindahan gigi atau
tanpa fraktur mahkota atau akar
gigi
h. Klas VIII : fraktur mahkota sampai akar
i. Klas IX : fraktur pada gigi decidious
dapat
menjadi
faktor
pendukung
terjadinya
trauma
seperti trauma pada bagian dagu yang mengakibatkan tekanan berlebih pada
bagian maksila (Finn, 2003).
Kejadian yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah concussion,
subluksasi, dan luksasi, sedangkan pada gigi permanen adalah fraktur mahkota 13
tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (Welburry, 2005). Gambar 2.4
menunjukkan persentasi kejadian fraktur menurut klasifikasi cedera pada jaringan
pendukung gigi.
10
posterior. Dalam keadaan itu harus dilakukan sondasi, perkusi dan tekan. Bila ada
gigi yang tampak hilang, perlu dipastikan bahwa tidak ada akar gigi yang
tertinggal. Trauma pada gigi posterior dapat disebabkan benturan rahang atas oleh
rahang bawah sehingga gigi dapat terbelah secara vertikal. Serpihan gigi dapat
tertanam di jaringan lunak, tertelan, atau terinhalasi pada pasien yang kehilangan
kesadaran. Pada keadaan demikian perlu dibuat foto toraks.
Kegoyahan beberapa gigi dalam satu segmen menunjukkan fraktur tulang
alveolar. Fraktur alveolar dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur gigi. Fraktur
alveolar di mandibula lebih sering merupakan bagian dari fraktur komplit
mandibula, sedangkan di maksila lebih sering berdiri sendiri. Gigi yang terdapat
dalam fragmen fraktur harus dicurigai vitalitasnya. Fraktur tulang alveolar dapat
terbuka atau tertutup, tunggal atau multipel. Pada saat pemeriksaan awal dapat
dilakukan reposisi fragmen yang goyah, karena semakin cepat hal itu dilakukan
semakin baik prognosis gigi geliginya. Setiap fragmen harus diperiksa untuk
melihat apakah lengkap atau tidak lengkap. Fraktur alveolar di maksila paling
sering terjadi di regio insisif. Fraktur tuberositas maksilaris dan dasar antrum
merupakan komplikasi ekstraksi gigi molar atas yang sering terjadi.
Pemeriksaan radiografis yang paling sering digunakan untuk evaluasi
fraktur dentoalveolar adalah foto dental dan panoramik.
2.6 Penatalaksanaan
Perawatan fraktur dentoalveolar sebaiknya dilakukan sesegera mungkin,
karena penundaan perawatan akan mempengaruhi prognosis gigi geligi. Bila
fraktur dentoalveolar merupakan bagian dari fraktur wajah yang lebih serius,
12
13
15
sekelompok gigi, tidak hanya oleh gigi yang terkena taruma atau infeksi. Splinting
dibutuhkan minimal 4 minggu.
Splint haruslah fleksibel baik dari arah horizontal maupun vertikal untuk
mendukung proses penyembuhan. Splint yang baik haruslah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Macam-macam splinting:
1)
2)
Wire-composite Splint
Teknik ini termasuk penerapan kawat lunak yang disesuaikan dengan kurva
lengkung gigi. Kawat ini difiksasi terhadap gigi dengan adhesive composite. Tergantung
pada ketebalan dan efek memori kawat, penting untuk menyesuaikannya untuk
16
menghindari kekuatan ortodonti yang diberikan oleh splinting tersebut. Jika ingin dibuat
lebih rigid dapat dilakukan dengan mengubah dimensi kawat atau menambahkan
komposit di sepanjang kawat di bagian labial hingga ruang interdental. Sama seperti
splint resin komposit, dapat merusak permukaan email gigi saat akan dilepas.
3)
Orthodontic Splint
Pendekatan yang serupa meliputi penempatan bracket dengan teknik adhesif.
Sebuah kawat orthodontik kemudian membengkokkan dan diligasikan pada bracket, atau
kawat yang dilewatkan pada figure-eight-loops dari bracket ke bracket. Namun, metode
splinting ini lebih mengakibatkan iritasi bibir dan gangguan berbicara bila dibandingkan
dengan teknik splinting lainnya. Kawat bracket dan komposit dapat menyebabkan iritasi
pada mukosa, menurunkan kebersihan mulut dan tidak nyaman.
4)
17
mempertahankan mobilitas fisiologis gigi, namun masih memungkinkan fiksasi gigi yang
memadai selama periode splinting. Penempatan dan pemindahan splint dapat dilakukan
dengan sederhana, hanya memerlukan sedikit komposit untuk fiksasi (etsa dan bonding),
dan sangat efektif dan mudah untuk digunakan.
5)
Resin Splint
Penempatan splint resin penuh pada permukaan gigi merupakan sebuah metode
yang berbeda menggunakan teknik adhesif. Splint ini sepenuhnya menjembatani ruang
interdental, dan mengakibatkan kurang nyamannya pada pasien dibandingkan dengan
teknik splinting lainnya. Namun, metode ini menunjukkan penurunan mobilitas gigi
signifikan bila dibandingkan dengan wire-composite splint dalam suatu studi
eksperimental. Memiliki nilai estetik yang lebih dan mudah untuk dilakukan, tetapi telah
ditemukan adanya fraktur interdental. Bersifat rigid, meskipun memiliki warna yang
mendekati warna gigi tetapi splint jenis ini sulit untuk dilepas tanpa merusak permukaan
gigi. Splint jenis resin komposit sebaiknya digunakan untuk gigi yang mengalami luksasi
lateral.
6)
Kevlar/Fiberglass Splint
18
Metode yang menggunakan teknik adhesif melibatkan serat nilon, band Kevlar
atau fiberglass untuk menstabilkan suatu trauma gigi terluka. Serat atau band direndam
dalam resin dan ditempatkan pada permukaan gigi dengan polimerisasi. Splint ini adalah
terlihat estetik dan walaupun konstruksinya ringan, memiliki frekuensi fraktur yang
rendah.
7)
8)
Suture Splint
19
Suture splint berguna sebagai fiksasi sementara, dan dalam kasus di mana ada
masalah retensi karena kurangnya gigi yang berdekatan, seperti pada geligi sulung atau
campuran. Namun, penggunaan maksimum suture splint hanya beberapa hari. Jahitan
dilewatkan dari jaringan labial ke jaringan lingual dengan benang melintasi tepi insisal,
sehingga mencegah gigi bergerak dari soketnya. Selain itu, sejumlah kecil resin dapat
ditempatkan untuk menjamin retensi dari jahitan.
20
21
22
23
Gambar
Mouthguard
3.
Bimaxillary
2.6
Thermoplastic
(Fonseca, 2005)
mouthguard
4.
Custom-made
mouth protectors
Jenis pelindung mulut ini adalah yang terbaik jika dibandingkan dengan
jenis lainnya dilihat dari retensi, proteksi, rasa, bau, kenyamanan saat berbicara,
dan kebersihannya. Keunggulan tersebut tidak sepenuhnya menjadi bukti bahwa
24
alat pelindung ini paling baik mencegah dampak buruk dari trauma. Pelindung ini
difabrikasi menggunakan Elginate menyesuaikan dengan maksila pasien tersebut.
Gambar 2.8 menunjukkan pelindung mulut jenis custom-made.
25
BAB II
JURNAL
FRAKTUR
DENTOALVEOLAR
DAFTAR PUSTAKA
1. Banks P, Brown A. Fractures of the facial skeleton. Wright; 2001.p.40-2,72-9
26
2. Killey HC. Fractures of the middle third of the facial skeleton, 3rd ed. Bristol:
John Wright & Sons Ltd, 1977
3.
Tiwana
P.Dentoalveolar
trauma.
Diunduh
http://www.cmf.hyperguides.com/tutorials/d ento_trauma Maret 2008
dari
27