Professional Documents
Culture Documents
Clarissa Yudakusuma
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................... 2
BAB II
BAB III
BAB IV
2.1
Definisi ................................................................................................. 3
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
Tatalaksana ........................................................................................... 6
2.7
Prognosis .............................................................................................. 7
Malingering .......................................................................................... 8
3.2
Somatisasi ............................................................................................ 8
3.3
KESIMPULAN ................................................................................................ 10
Clarissa Yudakusuma
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat dihargai dan dijunjung
tinggi. Manusia kerap kali rela mengorbankan biaya besar dan waktu mereka agar mereka
dapat dapat terhindar dari penyakit. Berbagai organisasi dan fasilitas kesehatan di dunia
didirikan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan manusia sehingga
kualitas hidup dapat ditingkatkan.
Pada sindrom Munchausen, terjadi hal yang sebaliknya. Orang yang mengidap sindrom
Munchausen tersebut berusaha memalsukan keadaan agar ia tampak sedang menderita sebuah
penyakit tertentu. Orang ini dapat berbohong hingga melukai dirinya sendiri agar para tenaga
kesehatan menangani penyakit yang menurutnya ia derita. Semua hal itu dilakukan hanya
semata mencari perhatian, mendapat rasa aman atau mendapat kepuasan tersendiri dari
bantuan tenaga medis.
Sindrom Munchausen dapat memberikan efek negatif terhadap kehidupan sang
penderita maupun komunitas lingkungan sekitarnya. Di Amerika, diperkirakan sekitar
$40.000.000 digunakan per tahun untuk menjalani tes dan prosedur medis yang tidak
diperlukan oleh penderita sindrom Munchausen.
Clarissa Yudakusuma
BAB II
SINDROM MUNCHAUSEN
2.1. DEFINISI
Sindrom Munchausen adalah suatu kelainan psikologis dimana orang yang
mengalami penyakit ini terus-menerus berpura-pura mengidap penyakit berat agar
dirinya mendapatkan pengobatan dari rumah sakit atau tenaga medis lainnya.1 Agar
dapat dipercaya, orang dengan sindrom Munchausen dapat melukai dirinya sendiri atau
melakukan berbagai usaha agar dapat menyerupai gejala dan tanda penyakit tertentu.
Berbagai usaha ini seringkali tampak sangat meyakinkan sehingga dapat berujung pada
dilakukannya tatalaksana medis yang tidak perlu, termasuk operasi.2
Orang dengan sindrom Munchausen tidak berpura-pura sakit untuk keuntungan
pribadi seperti uang, asuransi, obat-obatan atau penghindaran terhadap hukum. Sematamata, orang ini berkeinginan untuk mendapatkan perhatian atau simpati dari lingkungan
sekitarnya.2
Kelainan psikologis ini paling sering ditemukan pada orang-orang yang terganggu
secara emosional saat masa kecilnya. Sindrom Munchausen juga dikenal sebagai
factitious disorder imposed on self.2,3
Clarissa Yudakusuma
Clarissa Yudakusuma
Clarissa Yudakusuma
2.6. TATALAKSANA
Tatalaksana yang dilakukan cenderung bertujuan untuk mengontrol dibandingkan
menyembuhkan penyakit ini, tetapi tidak jarang yang mengalami kegagalan. Tidak ada
terapi tunggal yang dilapokan dapat berhasil mengontrol sindrom Munchausen ini.
Kesuksesan terapi biasanya lambat bahkan tidak tercapai. Beberapa tatalaksana yang
tersedia diantaranya:2,3
2.6.1. Cognitive Behavior Therapy (CBT)
CBT diharapkan dapat membantu mengubah kepercayaan dan tindakan
seseorang yang menderita sindrom Munchausen. Meski demikian, orang dengan
sindrom Munchausen cenderung tidak akan mau mengakui tindakannya dalam
memalsukan penyakit. Beberapa penderita bahkan dengan tegas menolak
bantuan psikiater.
2.6.2. Medikamentosa
Tatalaksana medikamentosa diberikan kepada orang dengan sindrom
Munchausen yang berhubungan dengan gangguan mental seperti depresi atau
ansietas. Namun, kerap kali pengobatan yang diberikan disalahgunakan untuk
memunculkan gejala baru agar kembali mendapat perhatian medis. Sejauh ini
belum ada obat khusus yang ditujukan untuk mengatasi sindrom Munchausen.
2.6.3. Membatasi atau Menghindari Prosedur Medis yang Tidak Perlu
Prosedur medis yang tidak perlu dapat meningkatkan risiko komplikasi
yang seharusnya tidak terjadi hingga kematian. Maka dari itu, tenaga kesehatan
perlu mengidentifikasi penderita sindrom Munchausen agar dapat setidaknya
membatasi/menghindari prosedur medis yang tidak diperlukan, terutama yang
bersifat invasif dan risiko tinggi. Namun, tipikal penderita sindrom Munchausen
biasanya akan berpindah dokter/rumah sakit lain apabila permintaannya tidak
dikabulkan.
Clarissa Yudakusuma
2.7. PROGNOSIS
Pasien dengan prognosis yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:2
Mampu bertanggung jawab atas perilakuknya
Mampu meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
Pasien dengan prognosis buruk dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Memiliki tingkat penyangkalan yang luar biasa
Tidak kooperatif terhadap terapi
Memiliki kelainan kepribadian
Clarissa Yudakusuma
BAB III
DIAGNOSIS BANDING
SINDROM MUNCHAUSEN
3.1. MALINGERING
Malingering dibedakan dengan factitious disorder dari motivasi/tujuan jelas
dalam mengarang gejala yang dialaminya. Orang dengan malingering secara sengaja
dan sadar memalsukan sebuah/beberapa gejala agar mendapatkan keuntungan personal
dalam aspek ekonomi, hukum, waktu, dll.3 Contoh: seorang pelajar sekolah berpurapura mengalami nyeri kepala agar dapat dipulangkan lebih cepat; seorang pemuda
berpura-pura memiliki penglihatan yang buruk agar tidak ditugaskan militer; pelaku
tindak kriminal berpura-pura mengalami amnesia agar terhindar dari tuntutan hukum.
3.2. SOMATISASI
Pada penderita somatisasi, didapatkan kebutuhan yang berlebihan untuk mendapat
perhatian dan terapi medis untuk penyakit yang ia percaya dimilikinya. Namun, pada
somatisasi tidak ditemukan adanya perilaku untuk membahayakan diri sendiri atau
memalsukan keadaan untuk menunjang diagnosis penyakitnya. Penderita somatisasi
tidak menyadari bahwa dirinya tidak memiliki penyakit tertentu, sebaliknya mereka
berkeyakinan teguh memiliki penyakit tersebut walaupun semua hasil pemeriksaan
medis negatif/tidak menunjang. Tujuan dari perilaku mendapatkan perhatian dan terapi
medis juga bukan berdasarkan kepuasan pribadi maupun keuntungan personal,
melainkan karena penderita benar-benar merasa khawatir akan dirinya yang memiliki
penyakit tertentu.3
Clarissa Yudakusuma
tahun 1898 pada narapidana yang sedang menunggu sidang. Pasien dengan sindrom
Ganser mengalami gejala bingung, kesadaran berkabut (clouding consciousness),
halusinasi auditorik dan/atau visual, amnesia terhadap kejadian yang baru terjadi,
konversi sensorik & motorik, tatapan kosong dan jawaban mengira-ngira (approximate
answers). Penyebab dari sindrom Ganser belum jelas diketahui, teapi diyakini
berhubungan dengan reaksi karena stres psikologi yang berlebihan. Berbeda dengan
sindrom Munchausen, orang dengan sindrom Ganser tidak bertujuan untuk memperoleh
perhatian/simpati orang lain, melainkan untuk menghindari keadaan yang tidak
menguntungkan dirinya.4,5
Tabel 1. Perbedaan antara sindrom Munchausen dengan diagnosis bandingnya
Karakteristik
Sindrom
Munchausen
Malingering
Somatisasi
Sindrom
Ganser
Sadar
Sadar
Tidak
sadar
Antara sadar
dan tidak
(clouding)
Mendapatkan
perhatian /
simpati
Mendapatkan
keuntungan
personal
(aspek
ekonomi,
hukum, dll.)
Merasa
dirinya benarbenar sakit
Menghindari
keadaan yang
tidak
menguntungkan dirinya
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Clarissa Yudakusuma
BAB IV
KESIMPULAN
Sindrom Munchausen merupakan sebuah kelainan psikologis pada orang yang terusmenerus berpura-pura mengidap penyakit berat agar mendapatkan pengobatan dari rumah
sakit atau tenaga medis. Agar dapat dipercaya, orang tersebut dapat melukai atau
membahayakan dirinya sendiri agar dapat menyerupai gejala dan tanda penyakit tertentu.
Tujuan berpura-pura sakit tidak dilakukan untuk keuntungan personal, melainkan untuk
mendapatkan perhatian atau simpati dari lingkungan sekitarnya. Hingga saat ini, belum ada
terapi khusus yang efektif terhadap sindrom Munchausen. Meski demikian, tatalaksana yang
dapat dilakukan diantaranya Cognitive Behavior Therapy (CBT), medikamentosa,
pembatasan atau penghindaran prosedur medis yang tidak perlu, komunikasi efektif dan
edukasi anggota keluarga.
Diagnosis banding sindrom Munchausen yaitu malingering, somatisasi dan sindrom
Ganser. Perbedaan malingering dengan sindrom Munchausen yaitu pada penderita
malingering, orang tersebut secara sengaja dan sadar memalsukan sebuah/beberapa gejala
agar mendapatkan keuntungan personal. Pada somatisasi, penderita tidak membahayakan diri
sendiri atau memalsukan keadaan untuk menunjang diagnosis penyakitnya serta orang
tersebut tidak menyadari bahwa ia sebenarnya tidak memiliki penyakit tersebut. Sementara
pada sindrom Ganser, penderita tidak bertujuan untuk memperoleh perhatian/simpati orang
lain, melainkan untuk menghindari keadaan yang tidak menguntungkan dirinya.
10
Clarissa Yudakusuma
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Knolt L. Ganser Syndrome (Pseudodementia). Patient. 2011. [accessed 2015 Sept 1].
Available from: http://www. patient.info/doctor/Ganser-Syndrome-(Pseudodementia).
htm
5.
11