You are on page 1of 2

Suatu Tinjauan Hukum Internasional :

MANUAL SAN REMO SEBAGAI DASAR PEMBENAR


PENYERANGAN ISRAEL TERHADAP KAPAL MAVI MARMARA
Oleh Najmu Laila1

Pendahuluan
Penyerangan Pasukan Komando Israel terhadap Kapal Mavi Marmara – salah satu kapal dalam rombongan kapal
bantuan kemanusiaan The Freedom Flotilla – pada Selasa, 31 Maret 2010, telah menyentak seluruh dunia. Israel
berkilah bahwa penyerangan tersebut adalah legal menurut Manual San Remo dan hak membela diri Israel yang
diserang terlebih dahulu oleh para aktivis kemanusiaan dalam kapal tersebut. Melalui tulisan ini, saya akan mencoba
untuk menguraikan penyerangan Israel terhadap Kapal Kemanusiaan Mavi Marmara, ditinjau dalam perspektif hukum
Internasional.

Justifikasi atas Penyerangan Israel


Kapal Mavi Marmara, kapal berbendera Turki yang merupakan salah satu dari enam kapal dalam rombongan
kemanusiaan The Freedom Flotilla, diserang di perairan Internasional (laut bebas) 65 kilometer dari perairan Gaza.
Walaupun berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on The Law of The
Sea/UNCLOS) tahun 1982, segala tindakan penyerangan terhadap kapal berbendera negara netral di laut lepas adalah
illegal, Israel menjadikan Manual San Remo pada Aplikasi Hukum Internasional untuk Konflik Bersenjata di Laut, 12
Juni 1994 sebagai dalil untuk menjustifikasi tindakan mereka.
Berdasarkan Pasal 67 point (a) Manual San Remo, kendaraan air niaga berbendera negara netral tidak boleh
diserang kecuali mereka, diyakini dengan alasan yang dapat diterima, mengangkut barang larangan/kontrabande atau
melanggar blokade, dan setelah secara dini diperingatkan mereka nyata-nyata menolak untuk berhenti, atau nyata-
nyata menolak dilakukan pemeriksaan, pencarian keterangan atau penangkapan. Adapun yang dimaksud dengan
kendaraan air niaga di sini adalah kendaraan air selain kapal perang, selain kendaraan air serba guna, atau kendaraan air
pemerintah seperti kapal bea cukai atau kapal kepolisian, yang dilibatkan untuk kegiatan komersial atau pribadi.
Maka berdasarkan Manual San Remo tersebut, Israel mendapatkan landasan hukum untuk menyetop kapal-
kapal yang menuju Gaza sekalipun tengah berada di wilayah perairan internasional. Israel berdalih bahwa mereka telah
memperingatkan kapal tersebut, tapi mereka tetap menolak berhenti dan menolak untuk diperiksa dan ditangkap.
Akhirnya, Israel memutuskan untuk mengirim pasukannya ke atas kapal Mavi Marmara.
Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah Manual San Remo dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam
kasus ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut setidaknya ada tiga hal yang dapat dikemukakan. Pertama, status
blockade terhadap Jalur Gaza yang kemudian dijadikan dasar pemberian hak bagi Israel untuk menyerang siapapun
yang hendak melanggar blockade tersebut. Kedua, keberlakuan Manual San Remo. Ketiga, proporsionalitas hak
membela diri pasukan Israel.

Blokade terhadap Jalur Gaza


Blokade pada dasarnya diperbolehkan menurut Pasal 54 Additional Protocol I Geneva Convention yang dibuat
tahun 1977, juga Berdasarkan Hukum Perang di Laut, Konvensi XIII Den Haag tentang Hak dan Kewajiban Negara
Netral dalam Perang di laut. Kendati demikian, blokade tersebut dibenarkan bukan tanpa pengecualian. Pasal 102
Konvensi Jenewa menyatakan bahwa blokade menjadi terlarang apabila bertujuan untuk mengintimidasi dan
membahayakan kehidupan sipil, apalagi untuk membuat warga kelaparan akibat suplai bahan pangan yang terhambat.
Selain itu, pasal 103 dan 104 Konvensi juga mewajibkan pihak yang memblokade untuk menyediakan alur bebas bagi
bahan makanan, barang-barang, serta barang medis yang sangat diperlukan oleh penduduk sipil di wilayah yang
diblokade.
Singkatnya, Hukum Humaniter Internasional jelas melarang penderitaan kelaparan warga sipil sebagai metode
perang, dan hukum itu juga melarang menerapkan hukuman kolektif pada warga sipil. Di sisi lain, Hukum Humaniter
Internasional mengizinkan bantuan kemanusiaan bagi penduduk sipil di wilayah yang diblokade.

Argument utama Israel dalam melakukan penyerangan terhadap Kapal Mavi Marmara adalah, bahwa
rombongan kemanusiaan tersebut bertujuan untuk membebaskan blokade Israel terhadap Gaza, sedang blokade tersebut
adalah legal menurut hukum internasional. Nampaknya Israel menutup mata dengan pengaturan bahwa kendati blokade
adalah sah menurut hukum internasional, namun blokade tersebut tidak boleh dilakukan secara semena-mena.
Fakta yang terjadi dalam kasus ini adalah, blokade Israel terhadap Gaza yang telah dilakukan sejak Juni 2007,
diterapkan secara umum, baik militer-politik-ekonomi, untuk seluruh penduduk Gaza dan telah menyebabkan
penderitaan yang luar biasa bagi rakyat Gaza. Laporan tim Investigasi PBB yang dibentuk setelah perang Gaza di awal
tahun 2009 menyebutkan bawah lebih dari 90 persen warga Gaza berada di bawah garis kemiskinan dan kondisi mereka
adalah yang terburuk sejak tahun 1967 hingga sekarang. Laporan tersebut juga menyebut bahwa blokade Jalur Gaza

1
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UI Angkatan 2008. Saat ini menjabat sebagai Badan Pengurus Harian Lembaga Kajian
Keilmuan (LK2) FHUI dan Anggota Kajian Dept. Kastrat BEM UI 2010.
yang dilakukan rezim Zionis Israel sebagai tragedi kemanusiaan. Sekjend PBB, Ban Ki Mon, mengatakan bahwa
blokade tersebut kontraproduktif, keliru, dan tidak bisa dibenarkan.
Menurut José María Ruiz Soroa (pakar hukum laut dari Spanyol) yang juga dibenarkan oleh Francis Boyle
(Profesor hukum internasional di University of Illinois College of Law), blokade bukanlah alasan yang sah karena
merupakan konsep yang hanya berlaku untuk situasi perang. Tindakan Israel menyerang Kapal Mavi Marmara adalah
pelanggaran terhadap Konvensi Organisasi Maritim Internasional PBB untuk Penindakan terhadap Aksi Ilegal Melawan
Keselamatan Navigasi Maritim (Konvensi SUA), yang ditandatangani oleh Israel pada April 2009. Menurut Pasal 6.1
SUA, yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi di atas kapal berada di bawah hukum negara yang benderanya berkibar
di atas kapal tersebut.
Oleh karena itu, misi kemanusiaan The Freedom Flotilla untuk membebaskan blokade Israel terhadap Jalur
Gaza adalah tidak bertentangan dengan hukum Internasional (pasal 67 point a Manual San Remo) karena blockade
tersebut pada dasarnya adalah illegal.

Keberlakuan Manual San Remo


Pasal 1 Manual San Remo menegaskan bahwa para pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata di laut terikat
oleh prinsip dan ketentuan hukum humaniter internasional yang berlaku sejak kekuatan bersenjata mulai digunakan.
Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa, Manual San Remo berlaku untuk situasi perang. Permasalahannya
adalah, tidak ada perang di antara Israel dan Palestina, yang ada adalah Pembantaian.
Perang mengisyaratkan kedudukan yang seimbang antara para pihak. Namun faktanya yang terjadi disana
adalah pembantaian. Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Anthony D'Amato (Profesor hukum internasional di
Northwestern University School of Law), bahwa Manual San Remo ini hanya berlaku untuk situasi dimana hukum
perang berlaku di antara negara-negara. Hukum perang tidak berlaku dalam konflik antara Israel dan Hamas, yang
bahkan bukan negara. Dalam konteks ini, hukum Konvensi Jenewa-lah yang berlaku.
Kalau pun memang San Remo berlaku, yang menjadi permasalahan kemudian adalah justifikasi tersebut adalah
sekedar untuk menyetop, tidak untuk melakukan menembaki kapal, bahkan menembaki warga sipil yang berada dalam
kapal tersebut. Pasal 68 Manual San Remo mengatakan, kenyataan bahwa kendaraan air niaga netral yang memiliki
senjata, tidak menjadikan alasan untuk dilakukan penyerangan terhadapnya. Yang perlu diingat adalah penyerangan
tersebut merupakan jalan akhir setelah berbagai usaha telah ditempuh.
Faktanya, penyerangan tersebut menyebabkan 19 orang warga sipil meninggal dunia dan puluhan lainnya
menderita luka-luka. Wartawan asal Skotlandia, Hassan Ghani dalam laporannya untuk Press TV mengatakan bahwa
mereka (penumpang dalam kapal Mavi Marmara) dilempari gas air mata dan granat kejut oleh Pasukan Isreal. Jika
sudah begitu, tentu saja tidak ada justifikasi sedikitpun yang dapat membenarkan tindakan Israel tersebut.

Proporsionalitas Tindakan Israel


Israel berdalih bahwa penembakan yang dilakukan pasukan Komando Israel terhadap para penumpang Mavi
Marmara adalah untuk membela diri. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah tindakan pasukan Israel
melawan para aktivis yang tidak bersenjata dapat dibenarkan?
Penggunaan senjata oleh Pasukan Israel dengan alasan untuk membela diri haruslah sesuai dengan prinsip dasar
“Proporsionalitas”, yaitu bahwa perang atau penggunaan senjata tidak menimbulkan korban, kerusakan dan penderitaan
yang berlebihan yang tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan militer. Artinya, apakah langkah atau serangan tersebut
sebanding dengan perlawanan yang mereka terima dan berkaitan dengan tujuan militer? Prinsip ini tentu harus
dihormati oleh Israel, karena tercantum dalam pasal 35 ayat (2) Protokol Tambahan I dan Pasal 4 Manual San Remo.
Selain itu, aturan 15 dalam hukum kebiasaan humaniter internasional menegaskan prinsip kehati-hatian dan pencegahan
dalam setiap operasi militer untuk menghindari, dan untuk selalu memperkecil, timbulnya kerugian ikutan berupa
korban tewas sipil, korban luka sipil, dan kerusakan objek sipil.
Dalil Israel dengan menembaki warga sipil atas dasar membela diri tentu tidak dapat diterima oleh logika dan
akal sehat karena berbagai video yang beredar jelas-jelas menunjukkan bahwa Isreal-lah yang menyerang Kapal terlebih
dahulu. Penyerangan Israel terhadap kapal kemanusiaan tersebut, tidak lain hanyalah semakin mempertegas arogansi
Israel di hadapan masyarakat dunia.

Penutup
Tindakan Israel menyerang kapal bantuan kemanusiaan Mavi Marmara telah menambah daftar panjang
pelanggaran yang massif dan sistematis terhadap Hukum Internasional. Sudah saatnya dunia Internasional tidak lagi
menjadi penonton dan berpangku tangan. Adalah penting untuk dituntut secara kriminal pertanggungjawaban orang-
orang Israel yang bertanggung jawab atas perilaku ilegal dan pembunuhan ini, termasuk pemimpin politik yang
mengeluarkan perintah. Blokade di Gaza adalah bentuk hukuman kolektif besar-besaran yang merupakan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Tentu saja hal tersebut tidaklah mudah karena Amerika sebagai sekutu utama Israel pasti tidak
akan tinggal diam. Oleh karena itu, penghapusan hak veto dalam tubuh Dewan Keamanan PBB, khusus untuk konflik
Israel-Palestina, dapat menjadi salah satu solusi atas permasalahan ini.

You might also like