Professional Documents
Culture Documents
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
2.2 Epidemiologi 4
2.3 Etiologi 6
2.4 Perkembangan bahasa normal 9
2.5 Anatomi
12
32
33
2.11Penatalaksanaan
BAB 3
31
2.12 Prognosis
39
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
34
41
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Bahasa merupakan simbolisasi dari pikiran berupa kode yang telah kita
pelajari; atau suatu sistem yang telah disepakati yang memungkinkan kita untuk
mengomunikasikan ide-ide serta mengekspresikan keinginan dan kebutuhan kita.
Membaca, menulis, gerakan tubuh, dan berbicara adalah semua bentuk dari
bahasa. Bahasa terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bahasa reseptif:
memahami apa yang tertulis atau apa yang dikatakan, dan bahasa ekspresif:
kemampuan untuk berbicara dan menulis.1
Kemampuan berbicara merupakan hal yang penting dalam kehidupan anak,
yakni kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Walaupun dengan
cara lain anak mungkin bisa berkomunikasi dengan anggota kelompok sosial,
sebelum mereka mampu berbicara dengan anggota kelompok tersebutl.Seperti
perkembangan dalam bidang lainnya, tahun-tahun awal kehidupan sangat penting
bagi perkembangan bicara anak, dimana dasar untuk perkembangan bicara berada
dalam masa tersebut.2,3
Pada umumnya bila seorang anak pada umur 2 tahun belum dapat
mengucapkan kata-kata harus dicari penyebabnya. Anak disebut slow talker bila
perkembangan lainnya normal, kecuali terlambat dalam bicara dan pada
anamnesis didapatkan di dalam keluarga juga terdapat anggota keluarga lain yang
terlambat bicaranya. Seorang anak rata-rata mulai mengeluarkan kata-kata tunggal
antara umur 10-12 bulan, mulai mengucapkan kalimat pendek pada umur 18 bulan
dan kalimat sempurna kira-kira pada umur 30 bulan.1
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan pada
anak. Menurut NCHS, berdasarkan laporan orang tua(diluar gangguan
pendengaran serta palatoskisis), terdapat 0.9% kejadian pada anak dibawah umur
5 tahun dan 1.94% pada anak usia sekolah, dimana angka kejadianya 3.8 kali
lebih tinggi dibandingkan hasil wawancara. Berdasarkan hal ini, diperkirakan
gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5%.1
Deteksi dini perlu ditegakkan, agar penyebab dari gangguan bicara dapat
segera dicari, sehingga pengobatan serta pemulihannya dapat dilakukan sedini
mungkin. Contohnya, pada seorang anak dengan tuli konduksi tetapi cerdas yang
terlambat mendapat alat bantu pendengaran dan terapi wicara, serta tidak diberi
kesempatan mengembangkan sistem komunikasi non verbal pada dirinya sendiri
sebelum usia 3 tahun, maka kesempatan untuk mengajarinya supaya bisa
berbicara yang dapat dimengerti, jelas dan terang telah hilang.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Bicara dan bahasa merupakan dua istilah yang berbeda, yang mana
penggunaan istilah ini terkadang sering kali dipertukarkan. Bahasa mencakup
setiap sarana komunikasi dengan menyimpulkan pikiran dan perasaan untuk
menyampaikan maksud kepada orang lain, termasuk di dalamnya perbedaan
bentuk komunikasi yang luas seperti : tulisan, bicara, bahasa, simbol, ekspresi
muka, isyarat, pantomim, dan seni.1
Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakkan artikulasi atau kata
untuk menyampaikan maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang
paling efektif, maka penggunanya pun juga paling luas dan paling penting.
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering
kali tumpang tindih.2,3
Gangguan bicara adalah gangguan yang berhubungan dengan intensitas
dan penekanan bunyi dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk
bicara atau gangguan dalam kualitas suara. Gangguan perkembangan ini
berhubungan erat dengan umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya.4,5
Gangguan bicara terdiri
dari masalah
artikulasi, masalah
suara
bicara
dengan
jelas,
gangguan
lateralisasi,
rasa
tidak
kombinasi keduanya pada umur pra sekolah dan anak umur sekolah. Untuk anak
umur pra sekolah, 2 sampai 4,5 tahun, studi yang mengevaluasi kombinasi
keterlambatan bicara dan bahasa melaporkan rasio prevalensi antara 5 % sampai 8
%, dan studi tentang keterlambatan bahasa melaporkan rasio prevalensi antara 2,3
% sampai 19 %. Anak dengan keterlambatan bicara dan bahasa usia pra sekolah
yang tidak diterapi menunjukkan rasio variabel yang persisten (dari 0 % sampai
100 %), dengan laporan hasil studi tersering menyatakan 40 % sampai 60 %.6
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering terdapat pada
anak-anak. Menurut National Institute on Deafness and Other Communication
Disorders (NIDCD), gangguan berbicara dan bahasa diderita 8% dari anak-anak
usia prasekolah di Amerika Serikat. Hampir 20% dari seluruh anak-anak di
Amerika Serikat usia 2 tahun menderita keterlambatan perkembangan bicara dan
pada umur 5 tahun 19% anak-anak diidentifikasi memiliki gangguan berbicara
dan bahasa. (6.4% gangguan bicara, 4.6% gangguan bicara-bahasa, dan 8%
gangguan berbahasa). Rasio laki-laki yang menderita gangguan bicara dan bahasa
hampir mencapai dua kali lipat dibanding jumlah perempuan.4
Menurut NCHS (National Center for Health Statistics), berdasarkan
laporan orang tua (di luar gangguan pendengaran serta celah pada palatum), maka
angka kejadian gangguan bicara di Amerika Serikat adalah 0,9 % pada anak di
bawah umur 5 tahun dan 1,94 % pada anak yang berumur 5-14 tahun. (1) Rata-rata
keseluruhan untuk gangguan bicara dan bahasa adalah sekitar 5 % pada anak usia
sekolah. Kelainan tersebut meliputi kelainan suara (3%) dan gagap (1%). Insiden
pada anak-anak sekolah dasar dengan gangguan perkembangan adalah 2 3 %,
walaupun persentasenya menurun seiring dengan pertambahan usia.6
Menurut American Speech-Language and Hearing Association (ASHA),
24.1% anak-anak usia sekolah di Amerika Serikat pada tahun 2003 mendapatkan
penanganan khusus bagi gangguan bicara dan bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlahnya mencapai 1.4 juta anak pada rentang umur 3 21 tahun menderita
gangguan bicara dan bahasa. Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2007
di Indonesia, angka prevalensi suspek gangguan bicara dan bahasa di daerah
Bantul mencapai 8%.10
2.3. Etiologi
Penyebab kelainan berbahasa ada bermacam-macam yang melibatkan
berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi; antara lain kemampuan
lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain
sebagainya. Seorang anak mungkin kehilangan pendengaran sensoneural dari
sedang sampai berat. Sedangkan yang lain mungkin kehilangan pendengaran
konduksi berulang, sehingga kemampuan bicara keseluruhannya menurun.
Demikian pula suatu gangguan bicara (disfasia) dapat terjadi tanpa adanya cedera
otak atau keadaan lainnya. Blagger (1981) membagi penyebab gangguan bicara
dan bahasa sebagai berikut:
Penyebab
1. Lingkungan
a. Sosial ekonomi kurang
Terlambat
b. Tekanan keluarga
Gagap
c. Keluarga bisu
2. Emosi
a. Ibu yang tertekan
3. Masalah pendengaran
a. Kongenital
b. Didapat
4. Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat
Terlambat bicara
Terlambat bicara
5. Cacat bawaan
a. Palatoschizis
b. Sindrom down
6. Kerusakan otak
a. Kelainan neuromuskular
b. Kelainan sensorimotor
c. Palsi serebral
d.Kelainan persepsi
Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena itu
harus dicari dalam keluarga apakah ada yang mengalami keterlambatan bicara
juga. Di samping itu kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-laki
daripada perempuan. Hal ini karena pada perempuan, maturasi dan perkembangan
fungsi verbal hemisfer kiri lebih baik. Sedangkan pada laki-laki perkembangan
hemisfer kanan yang lebih baik, yaitu untuk tugas yang abstrak dan memerlukan
keterampilan.1
Sedangkan Aram DM (1978), mengatakan bahwa gangguan bicara pada
anak dapat disebabkan oleh kelainan di bawah ini:
1. Lingkungan sosial anak
mengoceh adalah
Seiring dengan pertambahan usia bayi (sekitar usia 9 bulan), mereka mulai
merangkai suara-suara, menggabungkan kata-kata dengan nada yang berbeda,
dan mengucapka kata-kata seperti mama dan dada (tanpa mengetahui
makna dari kata-kata tersebut). Sebelum usia 12 bulan, anak-anak seharusnya
sudah peka terhadap suara. Bayi yang pandangannya fokus sekali tetapi tidak
bereaksi terhadap suara mungkin memiliki gangguan pada pendengarannya.
b. 12 sampai 15 bulan
Anak pada usia ini pada normalnya harus mengoceh lebih banyak lagi dan
sedikitnya mengeluarkan satu atau lebih kata yang bermakna (tidak termasuk
mama dan dada). Kata benda biasanya muncul lebih awal seperti baby
dan ball.Anak seharusnya juga mampu untuk memahami dan menuruti satu
perintah (contoh, tolong ambilkan mainanmu.).
c. 18 sampai 24 bulan
Anak sudah memiliki sekitar 20 perbendaharaan kata pada usia 18 bulan dan
50 atau lebih kata-kata yang belum sempurna saat usia mereka mencapai 2
tahun. Ketika usia 2 tahun, anak-anak sudah belajar untuk mengombinasikan
dua kata, seperti adik nangis atau ayah besar. Seorang anak yang berusia 2
tahun harus sudah mampu untuk melaksanakan dua buah perintah (seperti
"tolong ambilkan mainanmu dan ambil gelasmu ).
d. 2 sampai 3 tahun
Pada usia ini anak akan mengalami perkembangan bahasa yang pesat dan
perbendaharaan
kata
yang
amat
meningkat.
Mereka
sudah
bisa
Bicara
4-8 bulan:
mata bergerak ke arah suara
terhadap
mainan
mengeluarkan suara
yang
10
menunjuk
gambar
sesuai
dengan
namanya
2-3 tahun:
berbicara
dalam
kalimat
2.5.
Anatomi Telinga
11
12
: Membran timpani
2. Batas depan
: Tuba eustachius
6. Batas dalam : Berturu-tturut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Membran Timpani
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan
berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial.
Membran timpani umumnya bulat. Pada rongga telinga tengah yaitu
epitimpanum yang terdapat osikula maleus, inkus dan stapes meluas
melampaui batas atas membrane timpani, dan bahwa ada bagian
hipotimpanum yang meluas melalui batas bawah membrane timpani.11
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian
atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah
Pars Tensa (Membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu
bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
13
Ujung
atau
puncak
koklea
disebut
holikotrema,
sirkularis
saling
berhubungan
secara
tidak
lengkap
dan
Organ korti
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membran, yaitu
membran tektoria. Membran ini berpangkal pada krista spiralis dan
berhubungan dengan alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat
ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang mengandung rambut.
Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimfe.
15
(a)
(b)
16
Gambar 4. Gambaran skematik dari (a) Sel rambut koklea; (b) Organ
korti13
2.6. Fisiologi pendengaran
Sampai tingkat tertentu pinna adalah suatu pengumpul suara,
sementara liang telinga karena bentuk dan dimensinya, dapat memperbesar
17
18
(area
Broadmann
39)
dan
disadari
sebagai
rangsang
pendengaran.11,12
19
proses
terjadinya
bicara,
yaitu
aspek
20
Otak
memiliki
tiga
pusat
reseptif
yang
yang
mengurus
penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta, satu pusat lainnya bersifat ekspresif
yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di
hemisfer dominan dari otak atau system susunan saraf pusat. Kedua pusat
bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area Wernicke, merupakan
pusat persepsi auditoroleksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala
sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 Broadman adalah
pusat persepsi visuoleksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala
sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah
pusat
bahasa
ekspresif.
Ketiga
pusat
tersebut
21
Gambar 12. Jalur persepsi bahasa lisan16)Gambar 13. Jalur persepsi bahasa
tulisan16
2.8 Patogenesis
Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi: pertama, aspek
sensorik(input bahasa), yang melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek
motorik(output bahasa), yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya. 2,15
Urutan proses komunikasi-input bahasa dan output bahasa adalah sebagai berikut:
1. sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang nantinya
akan menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
2. kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
22
3. penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di
dalam area Wernicke
4. penjalaran sinyal-sinyal dari area Wernicke ke area Brocca melalui
fasikulus arkuatus
5. aktivitas program keterampilan motorik yang terdapat di area Brocca
untuk mengatur pembentukan kata
6. penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot
bicara.
Apabila
terjadi
kelainan
pada
salah
satu
jalannya
23
dituliskan
namun
tak
mampu
menginterpretasikan
pikiran
yang
diekspresikan. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang terdapat di
bagian posterior hemisfer dominan girus temporalis superior mengalami
kerusakan atau kehancuran. Oleh karena itu, tipe afasia ini disebut afasia
Wernicke.
Bila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke belakang ke regio
girus angular, (2) ke inferior ke area bawah lobus temporalis, dan (3) ke superior
ke tepi superior fisura sylvian, maka penderita tampak seperti benar-benar
terbelakang secara total (totally demented) untuk mengerti bahasa atau
berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia global.
Aspek motorik pada komunikasi
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1)
membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan
digunakan, kemudian (2) mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari
vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata
merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada
bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting
untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalamai afasia
Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan pikirannya untuk
24
dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih
mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata
yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan
pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang
dikeluarkan tidak beraturan.
Afasia motorik akibat hilangnya Area Brocca
Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan
mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk
menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik,
disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, yang terletak di regio prefontal
dan fasial premotorik kortekskira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer kiri.
Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring,
bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara
dimulai dari daerah ini.
Artikulasi
Kerja artikulasi berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan
sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan
intensitas yang cepat dari urutan suara. Regio fasial dan laringela korteks motorik
mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum, ganglia basalis, dan korteks sensorik
semuanya membantu mengatur urutan dan intensitas dari kontraksi otot, dengan
mekanisme umpan balik sereberal dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan setiap
regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atau total untuk berbicara
dengan jelas.
untuk
menemukan
penyimpangan
tumbuh
kembang
dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
25
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Upaya tersebut diberikan
sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi
tumbuh kembang yang optimal. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan
meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian
perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat
ukur tersendiri.Deteksi dini terhadap gangguan bicara merupakan bagian dari
deteksi dini mengenai penilaian penyimpangan perkembangan.17,18
Deteksi yang sedini mungkin terhadap gangguan bicara pada anak perlu
dilakukan, agar bisa sesegera mungkin memastikan penyebab terjadinya gangguan
bicara tersebut dan untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya yang tepat
dan sesuai. Umumnya jika gangguan bicara ini semakin dini terdeteksi, maka
semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut.1,2
Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu.
Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, bila memungkinkan
dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan tentunya dokter anak yang
merawat anak tersebut. Kegiatan deteksi dini ini dapat juga dilakukan oleh kader
kesehatan BKB (Bina Keluarga Balita) terlatih, petugas tempat penitipan anak
terlatih, petugas PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) terlatih, kemudian di
Puskesmas oleh dokter, bidan, maupun perawat. Instrumen dan metode skrining
yang bisa digunakan antara lain: KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)
menurut umur, Tes Daya Lihat, dan Tes Daya Dengar.18
Orang tua sebagai lini pertama yang biasanya mengetahui bila terjadi
sesuatu yang aneh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya
sebelum akhirnya memutuskan untuk berobat ke dokter, sebaiknya memperoleh
sosialisasi mengenai metode deteksi dini gangguan tumbuh kembang yang bisa
mereka lakukan khususnya terhadap gangguan bicara, sehingga penanganan
terhadap kasus gangguan bicara ini bisa dilakukan lebih awal. Pada dasarnya
deteksi dini adalah kegiatan menggunakan seluruh kemampuan dan panca indera
orang tua untuk mengamati proses perkembangan putra-putrinya, sebaiknya orang
tua juga mengetahui fase-fase normal yang seharusnya terjadi dalam periode
tumbuh kembang.18
26
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi
dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parents
Evaluations of Developmental Status. Dan alat-alat skrining yang lebih Spesifik
dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical
Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan bahasa
ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.19
USPSTF (US Preventive Task Force) merekomendasikan untuk dilakukan
skrining universal gangguan pendengaran pada bayi baru lahir pada kelompok
yang berisiko tinggi untuk menderita gangguan pendengaran kongenital bilateral
permanen dengan kriteria:
1. bayi sempat dirawat di NICU selama lebih dari sama dengan 2 hari
2. riwayat keluarga atau keturunan dengan kelainan pendengaran
sensorineural
3. abnormalitas kraniofasial
4. sindrom kongenital tertentu dan infeksi
Program skrining yang direkomendasikan oleh USPSTF adalah dengan
menggunakan langkah pertama atau kedua dari sebuah protokol yang sah. 2
langkah skrining yang lazim digunakan meliputi pemeriksaan OAE (Otoaccoustic
Emission) dan BERA, yang dilakukan pada bayi baru lahir bila gagal pada tes
skrining pertama. Bayi yang mendapatkan hasil tes skrining yang positif harus
mendapatkan evaluasi audiologik yang tepat. Semua bayi dengan risiko tinggi
untuk mendapatkan gangguan pendengaran harus melalui skrining pendengaran
sebelum usia 1 bulan, sementara bayi yang gagal skrining harus dievaluasi
audiologik dan kesehatan sebelum usia 3 bulan.5
27
28
29
30
b.
31
c.
d.
perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada
dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih
sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif.
Tatalaksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua
untuk menghindari atau memperkecil kelainan dimasa sekolah.2,6,10
33
a) Terapi bicara
Terapi bicara melibatkan dokter ahli bicara bersama anak secara
perorangan dalam sebuah kelompok kecil atau secara langsung didalam sebuah
kelas untuk mengatasi gangguan tertentu. Terapi bicara menggunakan berbagai
cara termasuk intervensi bahasa dan terapi artikulasi. Seorang terapis mungkin
menggunakan objek-objek, gambar, buku atau peristiwa penting untuk
merangsang perkembangan bicara. Terapis juga merupakan contoh terhadap
pengucapan yang benar dan menggunakan latihan mengulang sebutan untuk
membangun keterampilan berbicara dan berbahasa.6
b) Terapi artikulasi
Terapi artikulasi melibatkan ahli terapis sebagai model yang benar
terhadap pengucapan yang benar untuk anak, selama kegiatan bermain. Tingkatan
permainan tersebut adalah berdasarkan umur dan sesuai dengan kebutuhan anak.
Terapi ini melibatkan fisik anak tentang bagaimana membuat suara tertentu seperti
R. Seorang terapis
bicara
seharusnya
menunjukkan bagaimana
cara
34
memperbaiki struktur halus pada otak anak yang masih mempunyai daya
plastisitas yang baik. Dalam memberikan terapi, anak didukung untuk memilih
kegiatan yang disukainya dan terapis akan mengarahkan agar kegiatan yang
dilakukan dapat memberikan tantangan yang tepat. Dengan tantangan ini, maka
perlahan-lahan kemampuan anak akan bertambah. Diharapkan dengan ini fungsi
otak yang lebih kompleks, seperti berfikir secara emotif, kreatif, dan fleksibel
serta pemahaman terhadap konsep-konsep abstrak seperti berbahasa akan
berkembang lebih baik. Terapi ini dirancang untuk dapat memberikan rangsangan
vestibuler, proprioseptif, taktil auditori, visual, dan sebagainya sesuai dengan
kebutuhan individual anak.20
e) Terapi okupasi
Terapi
okupasi
adalah
penggunaan
aktivitas
yang
bertujuan
keterampilan
motorik,
keterampilan
sensori
integrasi,
35
36
mempunyai perilaku agresif sebaiknya diberikan lebih dahulu terapi perilaku atau
sensori integrasi. Bila anak telah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan
terapi bicara.Pemakaian beberapa bahasa di rumah, sebaiknya diseragamkan lebih
dulu.Keadaan ini diharapkan dapat membantu anak untuk menguasai satu bahasa
dahulu dengan baik. Karena terapi yang diberikan bukan pengobatan, hasil terapi
biasanya baru terlihat setelah anak menjalaninya beberapa waktu. Perlu dilakukan
evaluasi setiap 3-6 bulan untuk melihat hasil terapi yang telah diberikan. Apakah
perlu ditambah, dikurangi, atau diubah, disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan anak saat itu.20
2.12.
Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya.
Sebagian besar anak memberikan respon baik terhadap tata laksana yang
diberikan. Untuk gangguan yang berhubungan dengan kelainan organik seperti
pada
tuli
konduksi,
perbaikan
masalah
medisnya
dapat
menghasilkan
perkembangan bahasa normal pada anak. Anak dengan retardasi mental memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan anak yang intelegensinya baik.
Demikian juga dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan multiple,
membutuhkan penanganan ekstra agar tidak meninggalkan kelainan sisa.
Lingkungan yang beresiko tinggi dan usia terdeteksinya gejala turut memperburuk
prognosis.2,4
Beberapa anak yang mengalami keterlambatan berbahasa dini dapat
mengalami periode sembuh ilusi selama bertahun-tahun usia prasekolah, tetapi
secara berturut-turut memiliki kesulitan belajar untuk membaca selama tingkat
sekolah dasar awal karena adanya masalah fonetik (yaitu kesulitan mengenali
setiap bagian kata, misal suara atau suku kata). Sebagian besar gagap sembuh
pada akhir masa kanak-kanak, pada 1 % populasi dengan masalah jangka panjang
ke dalam tahun-tahun dewasa. Sayangnya terdapat data yang terbatas untuk
membantu menyususn prognosis spesifik utnuk setiap anak.18
37
BAB 3
KESIMPULAN
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.
Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan
pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor,
psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar anak.2,3 Diperkirakan gangguan bicara
dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5 %.2
Secara umum, gangguan berbahasa dapat dibagi dalam tiga tipe, yaitu: (1)
Kegagalan memperoleh kemampuan berbahasa apapun. Keadaan ini misalnya
terdapat pada anak yang menderita retardasi mental berat; (2) Kendala
kemampuan bahasa yang telat didapat, yang dapat disebabkan oleh trauma fisik
damupun psikis, atau oleh gangguan neurologist; (3) Gangguan perkembangan
berbahasa. Tipe inilah yang dikategorikan dalam gangguan perkembangan
spesifik. Terdapat dua sub tipe, yaitu (a) tipe reseptif, yaitu kesukaran untuk
menrima dan mengerti bahasa yang dibicarakan, dan (b) tipe ekspresif, yaitu
kesukaran dalam mengekspresikan bahasa secara verbal.11
Deteksi dan penanganan dini pada gangguan keterlambatan bicara dan
bahasa dapat membantu baik anak atau orang tua untuk memperkecil kesulitan di
masa sekolah anak.3 Dalam diagnosa dan penanganannya diperlukan ahli yang
beragam seperti dokter, ahli terapi: ahli terapi bicara dan ahli fisioterapi, psikolog,
perawat, dan pekerja sosial.9
DAFTAR PUSTAKA
1.
38
2.
3.
4.
Yoshimasu K, Barbaresi WJ, Colligan RC, Killian JM, Voigt RG, Weaver AL, et
al. Written-language disorder among children with and without ADHD in a
population-based birth cohort. Pediatrics. 2011;128(3):e605-e12.
5.
Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is
Slow to Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Probst R. Ear: Anatomy and physiology of the ear, Anatomy and function
of the cochlea. In: Probs R, Grevers G, Iro H, editors. Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme; 2006. p 153, 160-1
39
14.
15.
Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997.h. 909- 19
16.
17.
18.
19.
UKK Neurologi IDAI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta.
Diagnosis Banding Keterlambatan Bicara : Pendekatan etiologi pada praktik sehari
hari dalam : A Journey to Child Neurodevelopment : Application in Daily Practice.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010. h. 55
20.
21.
Lissauer Tom, Clayden Graham. Developmental problems and tha child with
special needs. Illustrated textbook of paediatrics. Edisi ke-3. London,UK: Mosby,
2007. h.45-46.
22.
40