You are on page 1of 78

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamnya berjalan baik sesuai dengan apa
yang telah kita inginkan dari kejauhan hari, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara
sengaja atau tidak di sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu
akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah adanya perceraian, dimana
perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun perceraian bisa dikatakan sebagai hal
yang lumrah dan sudah memasyarakat.
Perceraian tidak saja terjadi pada orang-orang kelas bawah tetapi terjadi pada orang-orang
berkelas atas yang mempunyai perekonomian lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi
perceraian pun bisa terjadi pada seorang figur salah satunya artis, musisi, bahkan terjadi pada
ustad-ustad.
Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak namun perceraian juga sudah jelas
dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap
saja perceraian di kalangan masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus
meningkat terutama contoh yang lebih konkrit yaitu terjadi kalangan para artis, dimana mereka
dengan mudah kawin-cerai dengan tidak memperhitungkan akibat sikis yang di timbulkan dari
perceraian tersebut, masalah kecilnya biaya perceraian mereka tidak jadi permasalahan.
Kita sebagai pelajar mestinya tahu bahwa ada beberapa hal yang mesti diperhatikan bahwa
akibat dari perceraian itu sangat fatal sekali salah satunya terhadap sibuah hati yang dimana pada
saat orang tuanya terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu dan merasa kurangnya
perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua.
Secara psikis tentu perceraian akan sangat mempengaruhi pada perkembangan anak, baik itu
ketika masih anak-anak atau ketika sianak sudah mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba
membahas bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang
dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada anak anak karena
mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.
Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di pengadilan adalah UU
No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan yaitu Mengatur tentang perceraian secara garis
besar (kurang detail karena tidak membedakan cara perceraian agama Islam dan yg non-Islam)
bagi yg non-Islam maka peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini.
Kemudian PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74 mengatur detail tentang
pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai mengatur detail tentang tatacara
perceraian secara praktik.UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga

(KDRT) bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya maka


kuasailah UU ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi perceraian itu ?
2. Mengapa perceraian itu terjadi ?
3. Kapan rawan terjadi perceraian ?
4. Siapa saja yang terkena dampak perceraian ?
5. Bagaimanakah dampak perceraian terhadap anak ?
6. Dimana posisi anak setelah orang tuanya bercerai ?
7. Bagaimana upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian ?

C.Tujuan
1. Mengetahui berbagai faktor penyebab perceraian
2. Mengetahui dampak perceraian terhadap anak
3. Memahami perasaan dan keinginan anak atas masalah perceraian orang
tuanya.
4. Mengetahui upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian orang
tuanya

D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian penulis yaitu membantu memecahkan permasalahan
yang dihadapi oleh anak (anak-anak maupun remaja) berkaitan dengan emosinya yang masih
sangat labil.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Perceraian
(http://mustainbillah.blogspot.com/2013/01/makalah-tentang-kesaksian-orangtua_8.html)

Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan
untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami
istri .
Bagi anak-anak yang belum mengerti maksud dari perceraian mereka mungkin sering
bertanya-tanya kenapa kedua orangtua mereka tidak pernah bersama-sama lagi. Mereka hanya
menuruti apa yang diucapkan oleh orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan
emosinya masih sangat labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam
hidupnya, hidup akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya menjadi kacau, dan
merasa kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan lebih mudah diajak
berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi, lebih bisa menjaga dirinya sendiri, bisa
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan bisa menasehati kedua orangtuanya
sesuai apa yang ia rasakan.
Intinya pada berapapun usia dari anak-anak yang mengalami perpecahan dalam keluarganya,
disatu sisi kehilangan adalah masalah pertama yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka
menunjukkan kesulitan dalam menyesuaikan diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian,
keterpurukan, kerinduan, ketakutan, kekhawatiran,dan depress. Itu semua adalah hanya bagian
dari rasa kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi trauma apabila mereka
menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat, mereka hanya bisa menangis,
mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri dari rumah untuk menenangkan diri mereka.
Mereka yang bercerai bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan
tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan
(seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan
kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang
perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.
Sedangkan dalam islam, perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, )
atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.
Adapun hukum perceraian dalam islam adalah sebagai berikut :
1. Talak itu wajib apabila:
2. Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
3. Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata
sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
4. Apabila pihak pengadilan berpendapat bahwa talak adalah lebih baik

Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami.


1. Perceraian itu haram apabila:
2. Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
3. Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
4. Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada
menuntut harta pusakanya.
5. Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi
disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.
6. Perceraian itu hukumnya sunnah apabila:
7. Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
8. Isterinya tidak menjaga martabat dirinya
9. Cerai hukumnya makruh apabila:

Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
pengetahuan agama
1. Cerai hukumnya mubah apabila

Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

1. Pandangan Anak terhadap Perceraian Orang Tua.

(http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraian-bagi-perkembanganpsikologis-anak.html
Perceraian bagi anak adalah tanda kematian keutuhan keluarganya, rasanya separuh diri
anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus
menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus
memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal
bersamanya lagi.
Dalam sosiologi, terdapat teori pertukaran yang melihat perkawinan sebagai suatu proses
pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi diantara
sepasang suami istri. Karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup
dan tinggal bersama, sementara latar belakang sosial-budaya, keinginan serta kebutuhan mereka

berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa dirundingkan dan
disepakati bersama.
Banyak pertanyaan dari orangtua mengenai pada usia berapakah perpisahan dan perceraian
orangtua memiliki dampak buruk yang minim bagi anak? Benarkah justru di usia balita paling
baik, karena anak belum banyak terpapar pada kehidupan orangtuanya?. Jawabannya secara
umum adalah tidak ada usia terbaik. Namun demikian, sesungguhnya dampak perceraian pada
anak-anak bervariasi sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan psikologis mereka. Orangtua
perlu memahami dampak dan kebutuhan yang berbeda dari anak-anak mereka.
1. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Terdapat banyak penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di
Indonesia, diantaranya adalah :
a)

Kurangnya berkomunikasi

Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suamiistri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu
terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling
mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknya jika
dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak
saling percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain.
Hal ini akan beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.
b)

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

KDRT adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri
yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi. Hal tersebut menjadi
salah satu penyebab utama perceraian.
c)

Perzinahan

Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas sebelumnya
yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak adanya perhatian atau
kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masingmasing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk
bersenang-senang bersama orang lain.
d)

Masalah ekonomi

Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk
kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih
menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.
e)

Krisis moral dan akhlak

Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah ekonomi, perzinahan,


kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan
landasan berupa krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran dan
tanggung j
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari semua kasus perceraian terjadi dalam
sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan dengan maraknya perceraian yang dilakukan oleh
kaum selebriti, membuat bercerai menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka perceraian
terus melonjak.
http://www.buzzle.com/articles/why-do-people-get-divorced.html
Penyebab umum dan Alasan Mengapa Orang Dapatkan Cerai
Breakdown dalam Komunikasi dan Pengungkapan
Maksimum pernikahan dimulai dengan romantis , interaksi dongeng antara mitra , juga dikenal
sebagai bulan madu fase . Hari ini , efek ini tidak berlangsung lama .
Akhirnya , ada datang suatu titik di mana pernikahan mengakui satu sama lain kesalahan kecil
dan kebiasaan akan sangat sulit . Faktanya harus diterima bahwa hidup sehari- hari normal tidak
mudah ketika datang ke bentuk uang atau kehidupan pribadi . Jika Anda tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasar masing-masing, Anda pasti merasa frustrasi dan kesal selama periode waktu .
Jika salah satu dari pasangan Anda menumpuk dendam di dada mereka , dengan tidak memilah
hal-hal dengan Anda , maka pasti alasan tersebut akan menyebabkan gangguan hubungan .
Masalah uang
Jika Anda telah mendengar lirik lagu Money , Money , Money oleh band ABBA terkenal
yang pergi Saya bekerja sepanjang malam , saya bekerja sepanjang hari, untuk membayar
tagihan saya harus membayar , tidak sedih .. Dan masih ada pernah tampaknya memiliki satu sen
pun untuk saya , itu terlalu buruk . Nah , kondisi salah satu dari pasangan ternyata menjadi
sama setelah menikah . Anda tidak berkontribusi secara finansial , dan setelah itu tidak perlu
tergantung pada pasangan Anda . Anda merumuskan kebiasaan ini karena ia dapat membayar
semua pengeluaran . Anda akhirnya menyadari bahwa Anda telah menghabiskan semua
penghasilan Anda dalam membayar tagihan dan mengelola biaya-biaya lainnya . Kemudian Anda
memegang pasangan Anda bertanggung jawab untuk tidak cukup mendukung. Ketika uang

melimpah atau langka , banyak masalah uang terkait dapat meledak menjadi perkelahian besar
dan dapat menyebabkan perceraian .
Perubahan Penampilan dan kompatibel Kehidupan Seksual
Penampilan fisik dan daya tarik terhadap salah satu menjadi alasan utama utama mengapa dua
orang mengembangkan hubungan intim . Awalnya, pasangan bisa bersama-sama karena mereka
merasa tertarik secara fisik satu sama lain . Seiring waktu berlalu, itu lebih mungkin bahwa
merawat tubuh Anda , seperti yang Anda lakukan ketika Anda masih lajang , akan diatur . Jika
pasangan Anda tidak lagi menemukan Anda menarik , maka kemungkinan mereka tidak
menemukan Anda menarik secara seksual juga. Keyakinan ini menyebabkan frustrasi dan
ketidakpedulian dalam tahap perkawinan . Salah satu pasangan mulai merasa terjebak dan bosan
dalam hubungan tersebut dan hanya menemukan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri . Mereka juga memiliki affair dengan seseorang atau menunjukkan ketidaksetiaan
terhadap pasangan mereka. Seorang istri selingkuh atau suami sering bisa sangat menyakitkan
dan emosional bagi seseorang untuk menangani . Itu sebabnya , kecurangan dalam suatu
hubungan menjadi salah satu alasan utama untuk perceraian.
Penyalahgunaan fisik atau emosional
Pelanggaran adalah inferensi utama lain seperti mengapa orang bercerai . Hal ini tidak diamati di
negara-negara tertentu dan tempat , tapi itu terjadi sepanjang dunia . Bagian ini dalam sebuah
pernikahan adalah faktor yang paling ganas pasangan yang harus dihadapi. Menimbulkan fisik,
emosional , verbal atau kombinasi dari setiap pelanggaran , akhirnya dapat menyebabkan mitra
lain untuk mengajukan cerai . Jika pelecehan yang terlibat dalam suatu hubungan , salah satu
kebutuhan untuk mendapatkan pemisahan lengkap sesegera mungkin . Seperti tahap dalam
pernikahan ketat menampilkan bahwa cinta antara keduanya telah lama hilang dan Anda tidak
harus bertahan lama . Ini adalah fase di mana Anda harus abate semua rasa sakit , penderitaan
dan masalah emosional yang Anda telah menempatkan keadaan pikiran Anda ke. Pelanggaran
pernah mistis hilang dengan sendirinya , sehingga bertahan sebuah beban yang signifikan tidak
terdengar rasional bagi setiap manusia .
Believe It or Not : Anak-anak
Banyak orang berpikir anak-anak adalah hadiah yang sempurna dari Allah dan begitu indah ,
yang memutuskan untuk memiliki mereka menjadi pilihan penting bagi banyak pasangan .
Beberapa pasangan setelah fase bulan madu , mencoba untuk menghidupkan kembali semangat
mereka untuk satu sama lain dengan memutuskan untuk memiliki anak . Dan beberapa pasangan
menikah, hanya untuk memiliki anak-anak sebagai bagian dari kehidupan mereka . Pada awalnya
, para mitra merasa indah memiliki anak , namun ironisnya pada waktunya , ia memiliki efek
yang berlawanan pada mereka . Pasangan menyadari bahwa membesarkan anak-anak melibatkan
begitu banyak waktu dan uang . Salah satu pasangan bekerja lebih keras dan lebih lama jam
untuk berkontribusi biaya tambahan seorang anak , sedangkan pasangan lainnya endows

pendidikan yang menyeluruh pada anak. Dengan cara ini, untuk membesarkan anak-anak ,
pasangan berinvestasi beberapa jam dalam kehidupan sehari-hari mereka dan setelah bertahuntahun , menemukan bahwa mereka jarang punya waktu untuk mempertahankan pernikahan
mereka . Dan ini adalah mengapa orang bercerai setelah 20 tahun , karena anak-anak adalah satusatunya
alasan
mereka
masih
bersama
.
Ubah kepribadian
Dua orang terlibat dan mencapai tahap dalam pernikahan mereka , di mana mereka belajar untuk
berbagi diri dengan satu sama lain . Tapi itu tidak perlu pernikahan harus memenuhi kebutuhan
dan standar yang diharapkan . Sebagian besar individu memiliki semangat bebas sikap bahkan
sebelum mereka menikah . Jika orang-orang seperti mendapatkan kesempatan, mereka akan
senang untuk mengeksplorasi kehidupan dengan cara mereka sendiri . Beberapa menikah pada
usia yang sangat muda sebelum mereka dapat menemukan diri sejati mereka dan tujuan hidup.
Untuk mengejar sikap seperti itu , salah satu pasangan menjadi percaya diri dalam
mengeksplorasi siapa mereka sebagai orang dan memulai perjalanan baru menuju impian dan
keinginan mereka . Akhirnya , salah satu mitra akan menuntut yang lain , meminta lebih banyak
waktu dan ruang untuk diri mereka sendiri . Tentu saja, perilaku seperti alami menciptakan
kekosongan dalam pikiran Anda dan banyak masalah hubungan bisa dipicu dari titik itu .
Perubahan yang signifikan seperti individu dalam kepribadian dan nilai-nilai telah
mengakibatkan pembubaran perkawinan . Kadang-kadang ini perubahan kepribadian benar-benar
tidak bisa dihindari .

1. Tahun-tahun
Rawan
Perceraian
dalam
Pernikahan.
(http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraianbagi-perkembangan-psikologis-anak.html)

Sesungguhnya setiap saat setelah bulan madu adalah merupakan periode yang rawan bagi setiap
pasangan pernikahan. Untuk itulah diperlukan kewaspadaan, diperlukan komitmen dan
kesungguh-sungguhan bagi setiap pasangan nikah untuk saling memupuk , memelihara dan
saling membahagiakan. Sesungguhnya ada tiga Periode dalam pernikahan yang memiliki
tingkat kerawanan melebihi tahun-tahun yang lain, hal ini dikarenakan memuncaknya
perbedaan yang menyerap lebih banyak energi pasangan nikah untuk saling menyesuaikan diri.
Adapun tiga periode yang sesungguhnya kita patut sadari dan waspadai, dan patut kita antisipasi
itu adalah :
1)

Periode usia nikah 1-5 tahun

adalah periode dimana fondasi pernikahan sesungguhnya belum cukup kuat. Dan justru pada
usia 1-4 tahun itu tuntutan untuk saling mencocokan dan menyesuaikan diri itu menyedot
begitu banyak energi pasangan suami istri yang masih baru ini. Mereka dituntut sanggup
menyesuaikan diri dengan pasangannya, dengan mertua dengan saudara ipar, dengan kerabat,

dan dengan pekerjaan atau karier. Bila mereka sukses dalam saling menyesuaikan diri akan
menjadi keluarga yang semakin kokoh. Namu bila mereka gagal untuk menyesuaikan diri hal itu
akan menyebabkan problema semakin meruncing dan tidak terselesaikan atau perceraian.
2)

Periode Puber kedua atau Usia Parobaya

yaitu periode usia pernikahan 15-20 tahun. Adalah periode dimana usia masing masing suami
istri antara 40-50 tahun. Apa yang sesungguhnya terjadi yang menyebabkan perkawinan
menghadapi usia kritis pada periode ini? Anak-anak mulai menginjak usia remaja, dan
kenakalan remaja seringkali menyebabkan perbedaan cara didik dan cara mendisiplin anak yang
mengakibatkan perbedaan semakin tajam antara suami istri, disinilah krisis yang baru dimulai.
Bukan itu saja saat ini karir biasanya sudah mantap, keuangan mantap, dan biasanya orang tua
dan mertua yang mengawasi kita sudah mulai meninggal, disaat yang sama hubungan suami istri
biasanya mulai merenggang karena istri mulai masuk masa menopause dan suami memasuki
masa puber kedua. Dan disinilah terjadi banyak godaan perselingkuhan.
3)

Masa Pensiun atau disebut juga masa sarang kosong

yaitu periode 30-35 tahun usia pernikahan. Masa dimana anak-anak pada umumnya sudah
menikah dan meninggalkan rumah. Pasangan suami istri yang selama ini belum biasa saling
memaafkan, menghargai dan menyesuaikan diri dengan baik maka saat memasuki masa pensiun
dan harus tinggal berduaan selama 24 jam sehari merupakan suatu kesulitan besar yang
mengakibatkan pasangan semakin menjauh diusia senja.
http://www.buzzle.com/articles/best-way-to-tell-your-kids-about-divorce.html
pemilihan waktu
Jadi , kapan waktu terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian ? Memilih
waktu yang tepat dapat menjadi sedikit rumit . Percakapan Anda akan memiliki dengan anak
Anda tidak dapat bergegas naik . Dengan demikian , memilih waktu dimana Anda berdua
memiliki cukup waktu dan anak-anak Anda gratis juga. Setelah Anda memberitahu mereka
tentang perceraian , itu hanya akan menyebabkan pergolakan emosi . Jadi , memilih hari ketika
anak-anak Anda tidak memiliki sekolah atau tidak memiliki kegiatan ekstra kurikuler lainnya
untuk menghadiri . Kedua Anda perlu menempatkan perbedaan Anda ke samping dan
memberikan anak-anak Anda perhatian penuh , ketika mereka mencoba untuk mengasimilasi
berita . Mereka juga perlu berurusan dengan ide pemisahan seperti halnya yang Anda lakukan

1. Orang yang Terkena Dampak Perceraian


a)
Anak menjadi Korban ( http://kumpulan.info/keluarga/perkawinan/284-apasaja-dampak-perceraian.html)

Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan
kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah
dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun atau
mereka jadi lebih sering untuk menyendiri.
Sayangnya terkadang para orang tua menjadi lupa bahwa perceraian tidak hanya menyangkut
kedua belah pihak saja, suami dan istri. Adapun anak anak yang menjadi bukti cinta kasih
pasangan dan merupakan amanah yang diberikan Tuhan kepada orang tua untuk dirawat dan
diberi kasih saying, menjadi terkena pengaruh dari adanya kasus ini. Orang tua kemudian demi
kepentingannya pribadi menjadi egois untuk kemudian mengambil keputusan saling berpisah
tanpa memperhatikan dampak yang terjadi kepada anak anak mereka. Terlebih lagi untuk anak
anak usia dini yang masih perlu belaian kasih saying dan begitu tergantung dengan orang
tuanya, hal tersebut tentu baik disadari ataupun tidak akan mempengaruhi kepribadian anak.
Rasa aman dan kehangatan keluarga yang menjadi kebutuhan dasar mereka, jika tak didapatkan
akan begitu berpengaruh dalam kehidupannya baik semasa anak anak maupun setelah dewasa.
Walaupun kadangkala, perceraian merupakan satu satunya alasan untuk kehidupan yang baik di
antara kedua belah pihak, tetapi selalu ada akibat buruknya pada anak, baik secara psikologis
maupun secara fisik.
Anak-anak yang sedikit lebih besar bisa pula merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka.
Salah satu atau kedua orang tua yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan
pasangan hidupnya tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat mebuat anak
menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-masalah besar yang
dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk, anak-anak bisa terlibat dalam
pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif lain yang bisa merugikan.
b)

Dampak untuk Orang Tua

Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari
keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka yang
bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan orangorang.
Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan cucu
mereka karena ketidaksanggupan dari pasangan yang bercerai untuk memenuhi kebutuhan anakanaknya.
Biasanya perceraian diawali oleh adanya percekcokan rumah tangga yang dibumbui dengan
pertengkaran pertengkaran kecil dalam rumah. Hal ini tentunya akan lebih bijak jika tidak
dilakukan di depan anak. Karena ketika anak melihat orang tuanya sedang bertengkar hal
tersebut akan begitu berpengaruh kepada perkembangan psikologis anak. Anak menjadi merasa
tak aman dan tak nyaman dengan keluarganya sendiri. Apalagi untuk anak usia dini yang

cenderung akan meneladani orang tuanya sebagai figur yang segala tutur kata dan tingkah
lakunya begitu dicontoh. Jika kemudian anak melihat kedua orangtuanya lepas kendali dan
bertengkar di depan mereka , akhirnya dia pun bisa jadi akan mencontoh pula menjadi seorang
anak yang susah mengendalikan diri . Di sekolah dia dapat menjadi anak yang mudah terpancing
emosinya dan suka bertengkar dengan teman sebayanya. Kasus sebaliknya pun dapat terjadi,
ketika melihat orangtuanya bertengkar kemudian dia menjadi merasa ketakutan karena tak ada
lagi rasa aman dalam keluarganya. Anak akan cenderung membenci salah satu di antara kedua
orang tuanya yang dianggapnya bersalah. Rasa benci yang tertanam itulah yang dapat
mengganggu jiwanya. Dalam beberapa kasus ketidakharmonisan hubungan rumah tangga yang
berujung perceraian, ada suami yang tega melakukan tindak kekerasan pada istri, membuat si
anak yang melihat kejadian tersebut menjadi takut kepada ayahnya sendiri, seseorang yang
seharusnya dapat menjadi seorang tokoh yang dekat dan menjadi panutannya. Hal tersebut dapat
mengakibatkan adanya ketakutan tak mendasar yang mengganggu kehidupan psikologisnya.
Rasa aman tak didapatkannya dan dia menjadi cenderung tak dapat mempercayai satu pun orang
di dunia ini karena keluarga yang dekat dengannya saja tak sesuai dengan kondisi keinginannya.
Karena itu para orang tua harus berhati hatti dan memikirkan akibat yang ditimbulkannya
kepada anak ketika bertengkar di hadapan
mereka.
http://www.buzzle.com/articles/how-does-divorce-affect-the-family.html
Bagaimana Perceraian Mempengaruhi Keluarga
Perceraian bukan hanya keputusan itu hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang , tetapi ,
juga memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka . Mari kita memahami setelah
matematika
dari
perceraian
pada
anggota
keluarga
.
Sampai kematian perceraian memisahkan kita .
Tapi mengapa pernikahan gagal ? Ketidakbahagiaan dalam kehidupan pernikahan pasangan
mungkin telah dikembangkan karena masalah perilaku atau sikap , mengatakan salah satu mitra
agresif , workaholic , pezina , memiliki alkohol atau kecanduan obat atau telah menimbulkan
kekerasan fisik atau emosional pada keluarga . Setiap situasi ini dapat menciptakan banyak stres
dalam pernikahan serta orang-orang yang terpengaruh olehnya . Pada akhirnya , perceraian
merupakan pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua yang terlibat , terutama anakanak .
Pengaruh Perceraian pada Keluarga
Perceraian datang dengan stres . Hal ini secara hukum mendokumentasikan bahwa dua orang
gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan renggang . Bagaimana jika anak-anak yang terlibat
dalam campuran itu? Jika orang tua Anda tertekan oleh keputusan yang Anda telah memutuskan
untuk meninggalkan pasangan Anda , mereka mungkin dapat mengatasinya telah memiliki

pengalaman hidup yang kuat . Tapi , bagaimana dengan anak-anak kecil yang mengatakan bahwa
ibu dan ayah yang putus ketika mereka bahkan belum benar-benar mengalami dunia . Nah ,
dalam semua kejujuran , pernikahan seharusnya tidak pernah datang dengan kalimat Jika Anda
bertindak jahat , aku akan meninggalkan engkau. Namun , bagi sebagian orang, perceraian
sering terbukti menjadi pelarian dari neraka .

1. Dampak Perceraian

1)

Dampak Perceraian terhadap Anak

Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaranpertengkaran bisa muncul 2 kategori anak adalah
1. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah diluar. Anak yang jadi
korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali karena:

a)

Mempunyai kemarahan, kefrustrasian dan mau melampiaskannya.

b)
Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering
melihat orang tua bertengkar. Namun kemarahan juga bisa muncul karena :

Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam
ketegangan.

Dia harus kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada
orang tuanya kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka.

Waktu orang tua bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti
ada yang terhilang dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah.

2. Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi.


Anak ini juga bisa kehilangan identitas sosialnya.

Oleh karena itu tidak jarang mereka berbohong dengan mengatakan bahwa orangtua mereka
tidak bercerai atau bahkan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang perceraian orang tua
mereka. Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. Marah pada diri
sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif,. Bisa jadi, anak
akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab
perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya,
mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. Orangtua harus harus hatihati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa
menerima hal itu, atau hanya pura-pura. Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin

kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak
berani untuk commit pada suatu hubungan.
Pacaran-putus, pacaran-putus. Self esteem anak juga bisa turun. Jika self esteem-nya jadi
sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya,
terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak
sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak
berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa
diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya. Perasaan marah dan
kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar, Ini adalah proses dari apa yang
sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan
kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah,

2)

Dampak Perceraian Bagi Remaja

Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu.
Masalah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada karena
ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami
beberapa akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan
baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat
laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya menimbulkan
sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja untuk keberlangsungan
kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang penting untuk dipenuhi yaitu:
1. Kebutuhan akan adanya kasih sayang
2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4. Kebutuhan untuk berprestasi
5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
6. Kebutuhan untuk dihargai
7. Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh

Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata,
seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan
seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan

dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan
kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang
mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan
perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung
pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk
menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai
lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.

1. Perasaan Perasaan Ketika Orang Tuanya Bercerai

Hal ini terlihat antara lain :


a)

Tidak aman (insecurity)

Para remjaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang tuanya kebanyakan dari mereka merasa
kurang aman, salah satunya untuk biaya kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada
masa remaja biasanya merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi
pada remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa kata orang
tuannya.
b)

Sedih

Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua tentu akan merasa sedih jika orang tua
mereka berpisah atau bercerai dan mungkin si remaja tersebut akan merasa kehilangan, beda
dengan si remaja yang awalnya tidak begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena
banyak jaman sekarang anak sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di
sebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas.
c)

Marah

Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali emosinya tidak terkontrol dengan baik
sehingga mereka sering kali marah yang tidak karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran
amarahnya padahal sebenarnya bukan pada temannya yang bermasalah.
d)

Kehilangan

Dominan pada remaja setelah terjadi perceraian itu akan merasa kehilangan baik besar atau kecil
perasaan yang ditimbulkan oleh si remja tersebut
e)

Merasa bersalah dan menyalahkan diri

Remaja sering murung dan mereka sering berfikir yang mendalam sehingga mereka banyak
diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak nyaman berada dengan orang lain, ini
terjadi terutama pada anak yang berperilaku baik, si remaja akan berfikir dan merenungkan orang
tuanya bercerai itu apakah gara-gara dirinya atau faktor lain, dan ini sering menjadi pertanyaan
besar yang terjadi pada diri mereka.
f)

Timbul rasa malu terhadap teman-temannya,

Pasti ia akan berpikir bahwa teman-temannya akan membicarakan hal itu di sekolah maupun
diluar sekolah atau jadi sering untuk menyendiri. Sehingga mengganggu konsentrasi belajar
anak. Prestasi anak di sekolah akan menurun baik dalam bidang akademik maupun nonakademik.

http://www.buzzle.com/articles/effect-of-divorce-on-children.html
Pengaruh pada Perasaan Anak
Anak-anak dapat bereaksi dengan berbagai cara dengan perceraian yang akan datang . Beberapa
anak bisa menjadi sangat sedih , menunjukkan gejala depresi dan bahkan tidak bisa tidur .
Tingkat mereka kecemasan menjadi sangat tinggi karena mereka mengalami perasaan ditolak
atau ditinggalkan oleh salah satu orang tua dan kadang-kadang bahkan keduanya . Beberapa
situasi bahkan dapat berakhir membuat anak-anak merasa sangat kesepian , yang biasanya
karena salah satu orang tua mungkin tidak ada untuk waktu yang lama .
Terlepas dari apa yang mungkin situasi, perceraian biasanya mempengaruhi anak-anak dalam
beberapa cara atau yang lain . Sementara beberapa anak mungkin cacat psikologi secara jangka
panjang , orang lain mungkin merasakan kepedihan emosional untuk waktu singkat , dan
kemudian belajar untuk mengatasinya , dan bahkan mungkin mendapatkan lebih dari itu . Tentu
saja, banyak tergantung pada seberapa baik situasi ditangani oleh orang tua .
.
1. Perilaku Anak Sebagai Korban Perceraian

Tidak hanya menjadi kurang pergaulan, anak korban perceraian akan mengalami penurunan nilai
akademik, penurunan prestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah, berusaha namun dalam
kegelisahan, kesepian, ketidakpercayaan diri, dan kesedihan yang berlarut-larut.
Seorang anak yang sebelum menjadi korban perceraian lebih nyaman dan tentram jika berada di
rumah, apalagi dikelilingi oleh keluarga yang lengkap. Namun, semua kenyamanan itu tidak
didapat lagi setelah sering terjadinya cek-cok antara orangtua,menjelang dan paska perceraian.
Sebuah rumah yang seharuskan dijadikan sebagai tempat belajar, beradaptasi, sosialisasi, serta

bermain tidaklah efektif lagi jika bagaikan kapal yang hancur dihantam angin badai yang begitu
dasyat di tengah lautan. Apalagi untuk belajar, untuk bermain saja sangatlah tidak
menyenangkan. Hanya akan menambah duka.
Mereka akan merasa lebih nyaman bermain diluar rumah, nongkrong bersama teman-temannya,
menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan pada anak remaja yang
emosinya terbilang sangat labil jika tidak lagi diperhatikan maka akan nekad bertindak
menyimpang seperti : berkelahi, merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi obat-obatan
terlarang, serta mulai mencoba-coba seks bebas.
Tidak semua anak korban percerain terjerumus dalam pergaulan bebas. Sebenarnya ada anakanak yang tetap mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, sadar akan resiko jika
bertindakmenyimpang, sabar, tegar, berusaha tuk selalu kuat, semangat, tidak putus asa untuk
tetap mencapai masa depan yang cerah, walaupun pada kenyataannya keluarga mereka terpecah
belah dan terkadang walaupun status orangtuanya sudah bercerai tetapi masih tetap saja
bertengkar,saling benci dan menyalahkan. Mereka bisa melakukan hal itu karna mereka tidak
memendam rasa benci dan tetap menyayangi orangtuanya. Anak-anak seperti itulah yang patut
dicontoh dan dijadikan sebagai teladan dalam masyarakat.
Perilaku yang ditimbulkan akibat hal tersebut yaitu :
1. Suka mengamuk, menjadi kasar dan tindakan agresif
2. Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul
3. Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi
disekolah cenderung menurun
4. Suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi.

http://www.buzzle.com/articles/effect-of-divorce-on-children.html
Aspek perilaku
Anak-anak dapat menampilkan berbagai perubahan perilaku karena mengalami efek traumatis
perceraian , dari kesulitan tidur untuk perilaku yang sangat berbahaya seperti kekerasan,
penyalahgunaan
narkoba
,
dan
kadang-kadang
bahkan
bunuh
diri
Beberapa perilaku lainnya dapat mencakup regresif pola perilaku seperti menggunakan item
kenyamanan, menampilkan ketakutan, dan mengompol , serta perilaku fisik berulang , kebiasaan
gugup , dan masalah di sekolah .

Mereka bisa menjadi cengeng dan lengket dan membutuhkan perhatian yang lebih besar dan
pemahaman tentang perilaku dan suasana hati mereka. Ini adalah periode ketika mereka
membutuhkan pengasuhan emosional yang lebih besar .
Banyak anak merasa bahwa mereka harus mengurus orang tua mereka bercerai . Salah satu
karakteristik perilaku meluas ditampilkan oleh anak-anak dari orangtua yang bercerai adalah
untuk mengambil perawatan orang tua secara emosional terganggu.
Sering kali ada kesalahpahaman umum tentang ketahanan alami anak-anak dan kemampuan
mereka untuk mengatasi perceraian tanpa itu memiliki banyak dampak pada kehidupan mereka .
Sebagai soal fakta , kebanyakan anak-anak membutuhkan orang mendukung serta sistem
pendukung untuk membantu mereka mengatasi dan datang untuk berdamai dengan perubahan
yang dibawa , terutama selama masa transisi .

1. Perkembangan
Psikologis
Anak
Korban
Perceraian.
(http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraianbagi-perkembangan-psikologis-anak.html)

1)

Arti Keluarga Bagi Anak

Bagi anak keluarga sangatlah penting. Keluarga sebagai tempat untuk berlindung, memperoleh
kasih sayang. Peran keluarga sangatlah penting untuk perkembangan anak pada masa-masa yang
mendatang, baik secara psikologi maupun secara fisik. Tanpa keluarga anak akan merasa sendiri,
tidak ada tempat untuk berlindung.
2)

Kondisi Psikologis Anak Akibat Perceraian

Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut
hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam
bathin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya
yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah:

Merasa tidak aman (insecurity).

Tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuannya yang pergi.

Marah Sedih dan kesepian.

Kehilangan, merasa sendiri, menyalahkan


penyebab orangtua bercerai.

diri sendiri sendiri sebagai

Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan
takut menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Beberapa indikator bahwa anak telah

beradaptasi adalah: Menyadari dan mengerti bahwa orang tuannya sudah tidak lagi bersama dan
tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orang tua, Dapat menerima rasa kehilangan, Tidak
marah pada orang tua dan tidak menyalahkan diri sendiri, menjadi dirinya sendiri.
3)

Dampak Positif Perceraian Bagi Anak

Perceraian ternyata juga membawa dampak positif bagi anak adalah :


1. Anak korban perceraian memiliki orientasi yang baik bagi masa depannya

Anak akan berfikir bahwa kegagalan orangtuanya dapat dijadikan pelajaran agar ia tidak
seperti orangtuanya yang memilih jalan perceraian, dan ini juga akan menjadi bekal mereka
untuk menuju masa depan yang lebih baik. Anak tersebut merasa bahwa walaupun orang tua
mereka telah bercerai, namun ia tidak boleh patah semangat ataupun terpuruk kehidupannya. Hal
ini ditunjukkan dengan baiknya prestasi akademik dan non akademik di sekolah. Sehingga, tidak
semua anak korban perceraian mengalami disorientasi masa depan. Hal ini bergantung kepada
persepsi anak tentang perceraian orang tuanya.
2. Pengalaman traumatik dapat menjadikan
berkepribadian matang ataupun sebaliknya.

anak

menjadi

tangguh,

Sebanyak 75 % anak korban perceraian mampu bangkit dan berprestasi. Menurut Bonnie
Benard, anak yang resilien memiliki karakteristik tersendiri yaitu kompetensi sosial, kemampuan
memecahkan masalah, otonomi dan juga keinginan akan tujuan dan masa depan. Anak menjadi
kuat dan tabah dalam menerima, hal ini berkaitan dengan hardiness personality. Anak yang
mampu mengontrol emosinya akan membentuk tindakan yang mengubah kejadian yang penuh
stres menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Anak dengan penyesuaian diri yang baik
pasca perceraian orangtua akan menemukan makna yang positif dari perceraian orangtuanya
sehingga dapat menciptakan masa depan yang lebih cemerlang.
3. Anak korban perceraian mendapatkan pengalaman yang memberdayakan.

Orangtua yang berasal dari keluarga yang relijius sering dipaksa menikah terlalu
muda dan ternyata mereka menikah dengan orang yang salah sehingga timbullah kasus
perceraian. Hal tersebut membuat anak korban perceraian berpikir bahwa itu merupakan
pengalaman yang memberdayakan.
Jadi kesimpulannya adalah perceraian orang tua ternyata membawa dampak yang baik bagi anak.
Hal itu bergantung kepada orang tuanya, lingkungan, dan komunitasnya. Anak mempunyai
persepsi yang baik terhadap perceraian, karena anak mendapat perhatian, perlindungan dan cinta
kasih yang cukup dari orangtuanya. Faktor dari lingkungan yang mampu memberi penjelasan,
perhatian, dan harapan yang timbul dari anak-anak korban perceraian Komunitasnya juga turut
membantu memberikan nasihat sehingga menjadikan individu yang optimis selalu memandang
kegagalan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki dan diubah. Sebaliknya, individu yang pesimis

menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri, menganggap kesulitan hidup berasal dari
pembawaan yang telah mendarah daging dan tidak dapat diubah. Individu yang optimis akan
merasa lebih percaya diri, nyaman, ekspresif, memandang dunia sosial lebih positif, merasa
orang lain dapat dipercaya dan tidak merasa takut akan ditinggalkan oleh orang lain. Semakin
baik persepsi seseorang terhadap perceraian, semakin baik pula optimisme masa depan
seseorang.
1. Hak Asuh Anak

Akibat Hukum Dari Putusnya Perkawinan Karena Perceraian.


Berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(UU Perkawinan) disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian
adalah:
a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusannya.
b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban
tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut.
c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan yang telah kami kutip di atas, maka jelas bahwa meskipun
suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan antara orang
tua (suami dan isteri yang telah bercerai) dan anak anak yang lahir dari perkawinan tersebut
menjadi putus. Sebab dengan tegas diatur bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap
mempunyai kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak anaknya,
termasuk dalam hal pembiayaan yang timbul dari pemeliharaan dan pendidikan dari anak
tersebut. Ketentuan di atas juga menegaskan bahwa Negara melalui UU Perkawinan tersebut
telah memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan anak anak yang perkawinan orang
tuanya putus karena perceraian.
Permohonan Untuk Mendapatkan Hak Asuh. Perlu dicermati bahwa ketentuan Pasal 41 huruf a,
UU Perkawinan pada bagian terakhir menyatakan bahwa bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya. Berangkat dari ketentuan tersebut
maka dalam suatu gugatan perceraian, selain dapat memohonkan agar perkawinan itu putus
karena perceraian, maka salah satu pihak juga dapat memohonkan agar diberikan Hak Asuh atas
anak anak (yang masih dibawah umur) yang lahir dari perkawinan tersebut.

Dalam UU Perkawinan sendiri memang tidak terdapat definisi mengenai Hak Asuh tersebut,
namun jika kita melihat Pasal 1 angka 11, Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), terdapat istilah Kuasa Asuh yaitu kekuasaan
orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta
minatnya.
Selain itu juga dalam Pasal 1 angka 10, UU Perlindungan Anak terdapat pula istilah Anak
Asuh yaitu : Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan,
pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang
tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar. Seluk beluk pemberian hak
asuh anak. Sesuai dengan apa yang kami sampaikan di atas tentunya akan timbul suatu
pertanyaan, siapakah diantara bapak atau ibu yang paling berhak untuk memperoleh Hak Asuh
atas anak tersebut.
Satu-satunya aturan yang dengan jelas dan tegas memberikan pedoman bagi hakim dalam
memutus pemberian hak asuh atas anak tersebut terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang menyatakan :
Dalam hal terjadi perceraian :
a)
pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak
ibunya.
b)
pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara
ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
c)

biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Ketentuan KHI diatas nampaknya tidak dapat berlaku secara universal, karena hanya akan
mengikat bagi mereka yang memeluk agama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di
Pengadilan Agama).
Sedangkan untuk orang orang yang bukan beragama Islam (yang perkaranya diperiksa dan
diputus di Pengadilan Negeri), karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan
pemberian hak asuh bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan
putusannya akan mempertimbangkan antara lain pertama, fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan; kedua, bukti bukti yang diajukan oleh para pihak; serta argumentasi yang dapat
meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan Hak Asuh Anak
tersebut dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas anak tersebut
baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani dari anak tersebut.

1. Upaya Mengatasi Masalah pada Anak Korban Perceraian

Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu sendiri sebaiknya orang tua bisa
mengkomunikasikan pada anak dan juga memberikan sebuah penjelasan kenapa mereka bisa
bercerai, berikut ada beberap poin yang bisa dikomunikasikan orang tua kepada anak :
1. Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga
termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri
motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan
sosialnya.
2. Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak
merasa sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua
bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan
kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
3. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi.
Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
4. Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan
cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa
perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
5. Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka biasa mengadu dan
bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya
ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.

Namun perlu diingat sebaik apapun upaya untuk menangani perceraian dan berbagai hal yang
sudah dilakukaan, pengaruh terhadap perceraian akan selalu membekas pada diri seorang anak
dan akan mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa. Bahkan ketika pertengkaran hebat dan
permasalahan orang tua sudah selesai dengan baik.

http://www.buzzle.com/articles/best-way-to-tell-your-kids-about-divorce.html
cara Mengenalinya Anak Anda Tentang Perceraian
usaha sama-sama
Perceraian tidak pernah mudah . Ini stres untuk kedua , Anda dan keluarga Anda . Ini terutama
memiliki efek buruk pada anak-anak. Meskipun menginformasikan mereka tentang kemungkinan
itu penting, sama pentingnya untuk peka saat melakukannya. Berbicara dengan Anda segera tobe ex dan memilah alasan Anda akan memberikan anak-anak Anda sebelum Anda benar-benar
memutuskan untuk memberitahu mereka berita . Cobalah untuk menghindari konflik di depan
mereka atas perbedaan pendapat . Cerita Anda mengarah ke perceraian dan alasan untuk benar-

benar mendapatkan satu , harus sama . Pertempuran di depan anak-anak akan membuat keadaan
menjadi lebih buruk .
Tidak Menyalahkan permainan
Anak-anak sering menyalahkan diri sendiri karena orang tua bercerai . Juga, dibutuhkan mereka
beberapa tahun untuk menangani trauma pemisahan . Meskipun, mereka mungkin tidak
mengatakan apa-apa , mereka diam-diam berhubungan dengan adanya orangtua . Dengan
demikian , Anda perlu untuk menyajikan berita dengan cara yang objektif . Jangan tampilkan
konflik Anda dan menghindari buruk mengucapkan satu sama lain di depan anak-anak Anda .
Jelaskan jatuh keluar sebagai keputusan bersama , sehingga anak-anak Anda mendapatkan
pandangan
objektif
dari
perceraian
.
penghiburan
Sebuah dunia anak berkisar tua sampai mereka keluar dari rumah dan membuat lingkaran sosial
untuk diri mereka sendiri . Ketika dunia ini berantakan , itu tidak meninggalkan mereka hancur
untuk sementara waktu. Meyakinkan mereka adalah satu-satunya cara untuk membiarkan mereka
tahu bahwa pemisahan bukan kesalahan mereka . Tunjukkan cinta tanpa syarat Anda dengan
menghabiskan waktu bersama mereka , dengan kata-kata kasih sayang dan tindakan cinta . Jika
Anda berjanji mereka sesuatu , pastikan bahwa Anda memenuhinya. Hal-hal kecil dapat
membantu Anda mempertahankan ikatan kepercayaan dan cinta dengan mereka .
Cara terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian , adalah dengan kejujuran
dan tanpa bias . Adalah penting bahwa kedua orang tua menginformasikan anak-anak tentang
pemisahan , bukan hanya satu bermain advokat iblis . Membuat anak-anak Anda prioritas Anda
dan menunjukkan mereka begitu , adalah satu-satunya dan cara terbaik untuk membantu mereka
mengatasi dengan perceraian .
a)
Cara Membangkitkan Motivasi dan Harapan Anak Korban Perceraian.
(http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraian-bagi-perkembanganpsikologis-anak.html)
Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang utuh adalah hal yang sangat membahagiakan. Mereka
tidak pernah membayangkan bahwa akan ada perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi
anak akan sangat terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga. Mereka akan sangat
terpukul, kehilangan harapan, cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi pada
keluarganya. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi
masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan
yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan
kegundahan hati anak-anaknya. Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling
penting yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati
dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu
merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya. Hal lain yang perlu dilakukan
oleh orangtua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan

tetap menjalankan kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak
salah satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses
perceraian tersebut. Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah mencarikan orang dewasa
lain seperti bibi atau paman, yang untuk sementara dapat mengisi kekosongan hati mereka
setelah ditinggal ayah atau ibunya. Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan
yang memperkuat mereka dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti
ketika belum ada perceraian.

b)
Peran
Orang
Tua
Terhadap
Perkembangan
Psikologi
Anak
(http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraian-bagi-perkembanganpsikologis-anak.html)
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas
menorehkan
perasaan
sedih
serta
takut
pada
diri
anak.
Alhasil, ia tumbuh dengan jiwa tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi
kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:

Dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang


positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi.

Sangatlah penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun yang sudah
bercerai untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka serta
mendukung mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan
rasakan. Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan perasaan Anda.
Seringkali terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu orang tua akibat
perceraian menyebabkan anak-anak menyalahkan salah satu dari kedua
orang tuanya (atau kedua-duanya) dan mereka merasa dikhianati. Jadi, anda
harus betul-betul siap untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan
anak anda atau keprihatinan yang mereka miliki.

Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan


bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. Anak-anak yang
usianya lebih besar, tanpa terduga, bisa mengajukan pertanyaan dan
keprihatinan yang berbeda, yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya
olehnya. Meski mengejutkan dan terasa menyudutkan, tetaplah bersikap
terbuka.

Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain
melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.

Adalah wajar bagi anak-anak bila memiliki berbagai macam emosi dan reaksi
terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah dan
menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah dan
merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua yang
bercerai.

Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, hal ini
tergantung dari usia dan perkembangan mereka. Sementara, sebagian lagi
tidak dapat berkata-kata. Ada yang marah dan depresi. Untuk anak-anak usia
sekolah, jelas sekali perceraian mengakibatkan turunnya nilai pelajaran
mereka di sekolah. Walaupun untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha
mati-matian menghadapi perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari
perceraian biasanya dirasakan anak berusia 2 tahun ke atas.

Jangan menjelek-jelekan mantan pasangan di depan anak walaupun Anda


masih marah atau bermusuhan dengan bekas suami. Hal ini merupakan salah
satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda harus berusaha keras untuk
mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan, anak akan merasa, ayah
atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah, pada anak tertentu,
hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan trauma untuk menikah karena
takut diperlakukan serupa.

Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai penyambung


lidah bagi kedua orang tuanya. Misalnya, Anda berujar, Bilang, tuh, sama
ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah.

Minta dukungan dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Orang tua
tunggal memerlukan dukungan. Dukungan dari keluarga, sahabat, pemuka
agama, dapat membantu Anda dan anak untuk menyesuaikan diri dengan
perpisahan dan perceraian. Hal lain yang juga dapat menolong adalah
memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bertemu dengan orang lain
yang telah berhasil melewati masa-masa perceraian dengan baik.

Bilamana mungkin, dukung anak-anak agar memiliki pandangan yang positif


terhadap kedua orang tuanya. Walaupun pada situasi yang baik, perpisahan
dan perceraian dapat sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi
kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara emosional juga sulit bagi para
orang tua.

c)
Persiapan Orang Tua dalam Kaitannya dengan Kondisi Psikologis Anak Sebelum
Memutuskan untuk Bercerai. (http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampakperceraian-bagi-perkembangan-psikologis-anak.html)
Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam beradaptasi terhadap perubahan hidupnya ditentukan
oleh daya tahan dalam dirinya sendiri, pandangannya terhadap perceraian, cara orangtua
menghadapi perceraian, pola asuh dari si orangtua tunggal dan terjalinnya hubungan baik dengan
kedua orangtuanya. Bagi orangtua yang bercerai, mungkin sulit untuk melakukan intervensi pada
daya tahan anak karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing anak, tetapi sebagai
orangtua mereka dapat membantu anak untuk membuatnya memiliki pandangan yang tidak
buruk tentang perceraian yang terjadi dan tetap punya hubungan baik dengan kedua orangtuanya.

Di bawah ini adalah beberapa saran yang sebaiknya dilakukan orangtua agar anak sukses
beradaptasi, jika perpisahan atau perceraian terpaksa dilakukan:

Begitu perceraian sudah menjadi rencana orangtua, segeralah memberi tahu


anak bahwa akan terjadi perubahan dalam hidupnya, bahwa nanti anak tidak
lagi tinggal bersama Mama dan Papa, tapi hanya dengan salah satunya.

http://www.buzzle.com/articles/best-way-to-tell-your-kids-about-divorce.html
Cara
Terbaik
untuk
Beritahu
anak-anak
Anda
tentang
Perceraian
Perceraian adalah situasi yang menguras emosi . Mimpi terburuk datang benar ketika Anda harus
memberitahu anak-anak Anda tentang pemisahan hukum . Cara terbaik untuk memberitahu anakanak Anda tentang perceraian adalah jujur dengan mereka, karena yakinlah , mereka sudah sadar
tentang mendasari ketegangan antara orang tua mereka..
Anda mungkin telah memutuskan untuk memanggil pernikahan Anda berhenti , tetapi anak Anda
siap untuk itu ? Apakah Anda siap untuk memberitahu anak Anda tentang pemisahan hukum ?
Tentu saja tidak ! Pikiran mengatakan kepada anak Anda tentang perceraian pasti mengerikan
satu. Hal ini dapat membuat Anda cemas dan lidah kelu , tapi mengatakan kepada anak Anda
berita sesegera mungkin juga penting . Bagian terburuk tentang berita ini , menginformasikan
anak-anak Anda tentang rumah masa depan mereka dan orang tua tunggal yang akan merawat
mereka . Jadi , ketika segala sesuatu di sekitar Anda begitu stres , apa cara terbaik untuk
memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian ? Anak-anak sering menyalahkan diri sendiri
karena orang tua berpisah . Dibutuhkan mereka waktu untuk datang untuk berdamai dengan
kenyataan hidup dengan hanya satu orangtua . Namun, jika proses perceraian disampaikan
kepada anak-anak oleh Anda dan pasangan Anda , sebelum perceraian itu akan membantu dalam
menyelamatkan ikatan Anda dengan anak-anak Anda .

Sebelum berpisah ajaklah anak untuk melihat tempat tinggal yang baru (jika
harus pindah rumah). Kalau anak akan tinggal bersama kakek dan nenek,
maka kunjungan ke kakek dan nenek mulai dipersering. Kalau ayah/ibu keluar
dari rumah dan tinggal sendiri, anak juga bisa mulai diajak untuk melihat
calon rumah baru ayah/ibunya.

Di luar perubahan yang terjadi karena perceraian, usahakan agar sisi-sisi lain
dan kegiatan rutin sehari-hari si anak tidak berubah. Misalnya: tetap
mengantar anak ke sekolah atau mengajak pergi jalan-jalan.

Jelaskan kepada anak tentang perceraian tersebut. Jangan menganggap anak


sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jelaskan dengan menggunakan
bahasa sederhana. Penjelasan ini mungkin perlu diulang ketika anak
bertambah besar.

Jelaskan kepada anak bahwa perceraian yang terjadi bukan salah si anak.

Anak perlu selalu diyakinkan bahwa sekalipun orangtua bercerai tapi mereka
tetap mencintai anak. Ini sangat penting dilakukan terutama dari orangtua
yang pergi, dengan cara: berkunjung, menelpon, mengirim surat atau kartu.
Buatlah si anak tahu bahwa dirinya selalu diingat dan ada di hati
orangtuanya.

Orang tua yang pergi, meyakinkan anak kalau ia menyetujui anak tinggal
dengan orangtua, dan menyemangati anak agar menyukai tinggal bersama
orangtuanya itu.

Orang tua yang tinggal bersama anak, memperbolehkan anak bertemu


dengan orang tua yang pergi, meyakinkan anak bahwa dia menyetujui
pertemuan tersebut dan menyemangati anak untuk menyukai pertemuan
tersebut.

Kedua orangtua, merancang rencana pertemuan yang rutin, pasti, terprediksi


dan konsisten antara anak dan orangtua yang pergi. Kalau anak sudah mulai
beradaptasi dengan perceraian, jadwal pertemuan bisa dibuat dengan
fleksibel. Penting buat anak untuk tetap bisa bertemu dengan kedua
orangtuanya. Tetap bertemu dengan kedua orangtua membuat anak percaya
bahwa ia dikasihi dan inginkan. Kebanyakan anak yang membawa hingga
dewasa perasaan-perasaan ditolak dan tidak berharga adalah akibat
kehilangan kontak dengan orangtua yang pergi.

Tidak saling mengkritik atau menjelekkan salah satu pihak orangtua di depan
anak.

Tidak menempatkan anak di tengah-tengah konflik.

Tidak menjadikan anak sebagai senjata untuk menekan pihak lain demi
membela dan mempertahankan diri sendiri. Misalnya mengancam pihak yang
pergi untuk tidak boleh lagi bertemu dengan anak kalau tidak memberikan
tunjangan; atau tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan anak supaya
pihak yang pergi merasa sakit hati, sebagai usaha membalas dendam.

Tetap mengasuh anak bersama-sama dengan mengenyampingkan


perselisihan. Memperkenankan anak untuk mengekspresikan emosinya.
Beresponlah terhadap emosi anak dengan kasih sayang, bukan dengan
kemarahan atau celaan. Karena itu dalam mempersiapkan perceraian, ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan terutama tentang psikologi anak. Satu
diantaranya adalah menjelaskan alasan dari perceraian itu sendiri. Intinya,
anak ingin sesuatu yang pasti. Kalau perceraian memang tidak bisa dihindari,
orang tua harus menjelaskan kepada anak. Kumpulkan antara anak, ayah,
dan ibu.

Orang tua di sini harus menjelaskan keputusan mereka, Kalau orang tua
menghadapi anak balita, jelaskan dengan bahasa yang harus bisa dimengerti
oleh mereka. Jelaskan juga bahwasanya meski bercerai, kasih sayang kedua

orang tua tidak akan putus. Kedua belah pihak juga menjelaskan tentang
materi yang akan tetap diberikan kepada anak.

Jangan juga memberi harapan palsu kepada anak. Harapan palsu di sini
maksudnya adalah berjanji bahwasanya kedua orang tua mungkin suatu saat
akan kembali hidup bersama. Jika janji ini sampai diucapkan, anak akan terus
mengingatnya. Masalah perceraian yang sedang dihadapi oleh orang tua
tentunya juga akan membuat anak terus memikirkan kondisi yang sedang
menimpa kedua orang tuanya. Jangankan anak yang masih usia kecil, mereka
yang sudah usia besar pun ada juga yang akan mencetuskan pemikiran
bahwasanya perceraian itu adalah karena kesalahan mereka. Orang tua
harus menerangkan kepada anak bahwasanya ini bukan kesalahan mereka.
Ini untuk menghindari perasaan terpukul dari anak.

Agar anak tidak terus menerus merasa bersalah, tetap berikan perhatian
yang tidak berubah dari kedua belah pihak orang tua. Intinya biar
bagaimanapun, dalam kasus perceraian, orang tua harus ingat bagaimana
perasaan dan kepentingan anak. Jadi sebelum kata cerai, pikirkan dahulu apa
yang lebih baik dan buruk apa yang akan terjadi.

Orang tua juga harus tetap menguasai emosi, perasaan, maupun pikiran.
Meski telah berpisah bukan berarti anak hanya boleh memilih satu orang tua
dan mencurahkan serta menerima kasih sayang dari satu orang tua juga.
Bagaimanapun anak butuh ayah dan ibu. Jangan putuskan hubungan anak
dengan orang tua yang satunya.

Di sini, butuh pula kepekaan orang tua untuk mengerti apa yang dibutuhkan
anak akan perasaannya. Orang tua yang memiliki hak asuh anak boleh
memberitahukan tentang pasangannya namun bukan berarti menjelekjelekkannya. Kalau kita memburuk-burukkan mantan pasangan kita, anak jadi
ada dalam posisi dituntut untuk memilih.

Biarkan mereka melihat dan tahu sendiri sehingga bisa mengambil keputusan
sendiri.

http://www.buzzle.com/articles/helping-children-cope-with-divorce.html
Membantu Anak-anak menanggulangi Perceraian
Sebuah perceraian adalah sebagai buruk bagi anak-anak seperti itu untuk pasangan , kadangkadang , bahkan lebih buruk . Membantu anak-anak mengatasi perceraian adalah sesuatu yang
perlu dilakukan dengan hati-hati . Artikel ini akan memberikan bantuan dalam hal ini .
Ketegangan dan ketidakstabilan yang datang dengan perceraian tidak dapat diabaikan , terutama
bila ada anak-anak yang terlibat . Itu , setelah semua , mempengaruhi anak-anak juga. Ide
mereka keluarga akan tiba-tiba hancur . Mereka dibuat untuk hidup dengan satu orang tua , dan
memenuhi lain kadang-kadang . Tingkat pergolakan emosional yang dapat menyebabkan tidak
dapat dipahami oleh siapapun kecuali anak akan melalui cobaan itu sendiri . Bagaimana
seseorang membantu anak mengatasi perceraian ? Mari kita cari tahu .

1. Selesaikan Perbedaan Anda

Meskipun Anda memiliki banyak perbedaan dengan mantan pasangan Anda ,menjaga mereka
benar-benar samping ketika datang ke apapun yang berhubungan dengan anak-anak Anda .
Disarankan bahwa sebagai orang tua , Anda mencapai tahap kerjasama dan tetap berhubungan
dengan satu sama lain untuk kepentingan anak . Anak membutuhkan kedua orang tuanya sama .
Jadi , itu menjadi tanggung jawab Anda untuk memastikan bahwa meskipun Anda akan
dipisahkan , hal itu tidak mempengaruhi cara Anda membawa anak-anak . Jika anak-anak Anda
bersikeras bahwa Anda pergi keluar bersama-sama sebagai sebuah keluarga sekali-sekali ,
kecuali Anda memiliki alasan yang sangat kuat untuk tidak , mencoba dan setuju , demi anakanak .
1. Mengatur Contoh

Setiap anak mendongak kepada orang tuanya , apakah bercerai atau tidak . Oleh karena itu ,
adalah tugas Anda untuk memastikan bahwa anak-anak Anda tidak terkena negatif ketika datang
ke kalian berdua . Hindari berbicara keras atau marah di depan anak . Ketika Anda dengan anak
Anda , berbicara hanya pada mata pelajaran yang terkait dengan anak , seperti pendidikan dan
penelitian , olahraga , hobi dan minat lainnya . Jauhkan pertandingan berteriak ketika Anda
sendirian . Tumbuh dengan orang tua yang kasar dapat memiliki pengaruh buruk pada anak .
1. Jadilah Independen dan Kuat

Orangtua tunggal sangat sulit , karena Anda harus memastikan bahwa anak Anda tidak
ketinggalan orang tua lainnya . Cobalah yang terbaik untuk memberikan anak Anda dengan
semua hal yang anak-anak lain seusianya menikmati . Untuk melaksanakan rencana ini , Anda
harus mandiri secara finansial dan mental siap untuk melawan segala rintangan . Jangan
membuat kompromi dalam pendidikan dan pengasuhan anak . Dia membutuhkan Anda lebih dari
apa pun atau siapa pun . Pastikan diri dan percaya diri dalam segala hal yang Anda lakukan untuk
dia , biarkan dia melihat ini dan ia akan tumbuh kuat dan percaya diri juga.
1. Jujurlah

Selalu jujur dan didekati , dan mendukungnya . Jangan menyembunyikan apa pun dari dia karena
hal ini dapat menyebabkan komplikasi serius dan kesalahpahaman kemudian. Katakan padanya
tentang perceraian Anda dan semua kejadian dalam kehidupan masa lalu Anda pada waktu yang
tepat , ketika ia sudah cukup dewasa untuk mengerti . Menyembunyikan hanya akan
menimbulkan kesalahpahaman .
Begitu besar dampak negatif bagi anak akibat perceraian, sehingga Rasulullah saw. bersabda:
Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian [H.R. Abu Daud dan Hakim].

BAB III
PENUTUP

1. Simpulan

Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang, baik
secara psikologis maupun secara fisik. Selain itu keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung,
dan memperoleh kasih sayang. Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan
tempat memperoleh kasih sayang itu tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya? Tanpa
keluarga anak akan merasa sendiri, dan tidak ada tempat untuk berlindung. Kemana mereka
harus pergi jika tempat perlindungan saja mereka tidak punya? Apa mereka harus mencari
perlindungan dijalan? Tidak! Anak adalah generasi penerus yang seharusnya di jaga dengan baik,
oleh karena itu orang tua harus menjaga anak-anak mereka sebagaimana mestinya peran
orangtua. Dan perceraian bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah. Perceraian adalah
penerus masalah selanjutnya. Orangtua harus memilih antara ego mereka masing-masing atau
masa depan anak mereka.
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan
untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami
istri. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian diantaranya adalah kurangnya berkomunikasi,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perzinahan, masalah ekonomi, krisis moral dan akhlak.
Sedangkan dampak perceraian bagi anak ada yang positif dan ada yang negatif. Dampak
positifnya, anak tersebut bisa menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran di masa depannya, anak
korban perceraian memiliki orientasi yang baik bagi masa depannya, selain itu pengalaman
traumatik dapat menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang ataupun sebaliknya,
anak korban perceraian mendapatkan pengalaman yang memberdayakan. Sedangkan dampak
negatifnya adalah sedih, marah, kehilangan, merasa tidak aman, timbul rasa malu, merasa
bersalah dan menyalahkan diri. Adapun upaya mengatasi masalah pada anak korban perceraian :
1. Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga
termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri
motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan
sosialnya.
2. Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak
merasa sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua
bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan
kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua

3. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi.
Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
4. Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan
cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa
perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
5. Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka biasa mengadu dan
bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya
ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.

1. Saran

Solusi dari kasus perceraian yang berpengaruh besar terhadap psikologi anak, seharusnya pihak
orang tua dapat mempertimbangkan kembali untuk mengambil keputusan untuk melakukan
perceraian, mereka harus memilih antara mengikuti ego mereka untuk bercerai atau menjaga
psikologi anak yang akan ditimbulkan akibat perceraian tersebut, apabila perceraian memang
jalan yang seharusnya diambil, maka diperlukan peran orang tua yang harus bisa menyikapi atau
mengambil alih serta mengawasi anak, agar terhindar dari segala kegiatan yang bisa merusak
masa depan anak, dan perbanyaklah kegiatan yang positif agar dapat mengembangkan potensi
anak dan berikan pengarahan ketika anak dewasa, jangan sampai perceraian itu terjadi di
kehidupannya kelak, dan berikan pengalaman.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Perceraian
22.43, 24 Mei 2013
http://jenysukma.blogspot.com/2013/01/anak-sebagai-korban-perceraian.html
Minggu, 27 Januari 2013
http://mustain-billah.blogspot.com/2013/01/makalah-tentang-kesaksian-orang-tua_8.html
Selasa, 08 Januari 2013
http://youngcreative91.blogspot.com/2012/01/makalah-pengaruh-perceraian-terhadap.html
http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraian-bagi-perkembanganpsikologis-anak.html

Tuesday, 27 March 2012 14:40


https://www.facebook.com/achmadridwanhypnotherapy/posts/10151509577903086
14 Februari 2013
http://yuchiegustiesa.blogspot.com/2013/10/dampak-perceraian-terhadap-kondisi.html
Jumat, 04 Oktober 2013
http://kumpulan.info/keluarga/perkawinan/284-apa-saja-dampak-perceraian.html

LAMPIRAN

ARTIKEL 1
Buzzle
Home
Divorce 85
Print
Why Do People Get Divorced?

Many couples take marriage vows with a hope of living happily ever after, but unfortunately
some marriages dont work out and end in a divorce. So, why do people get divorced? Well,
there are many reasons for that, and they have been elaborated below.
I cant think of settling down with one decent reason as to why most of the marriages dont last

after a certain time phase. This is because marriages today do not mean the same as they meant a
couple of years ago. In primitive times, when someone stood before the Almighty and said I
Do, they literally meant those words which would last forever. But today, those same words
sound hollow. When you plan to get married, obviously you dont intend to get divorced. But
peoples values and outlook over the years have changed drastically. Today, a relationship has
everything like cheating, boredom, adultery, money related issues, children, but love and respect.
If such aspects take place in your marriage, then neither of you really want to work at it anymore.
Probably the next thing you would see yourself doing, would be sitting in a courtroom or a
lawyers office signing unpleasant divorce papers. However, you should take such a step only
when you are emotionally ready to go through with such a decision. Generally most divorces
happen due to a familys orthodox thinking or family pressure. Some partners really never get to
know each other, resulting in a divorce after a few years of incompatibility. And in many cases,
people marry for all the wrong reasons. Thats exactly when the tragic journey of divorce starts.
Common Causes and Reasons Why People Get Divorced
Breakdown in Communication and Disclosure
Maximum marriages begin with a romantic, fairytale interaction between the partners, also
known as a honeymoon phase. Today, this effect does not last long. Eventually, there comes a
point in the marriage where acknowledging each others minor flaws and habits gets very
difficult. The fact has to be accepted that living a normal day-to-day life is not easy when it
comes to terms of money or personal life. If you cannot meet each others basic needs, youre
bound to get frustrated and annoyed over a period of time. If either one of your partner is piling
up grudges on their chests, by not sorting things out with you, then definitely such reasons will
cause a relationship breakdown.
Money Problems
If you have heard the lyrics of the song Money, Money, Money by the famous band ABBA
which goes I work all night, I work all day, to pay the bills I have to pay, aint it sad.. And still
there never seems to be a single penny left for me, thats too bad. Well, the condition of either
one of the partner turns out to be the same after marriage. You do not contribute financially, and
afterward unnecessarily depend on your spouse. You formulate this habit because he or she can
pay all the expenditures. You ultimately realize that you have spent all your earnings in paying
off the bills and managing other costs. Later you hold your partner responsible to not being
supportive enough. When money is abundant or scarce, a lot of money related issues can blow up
into big fights and could lead to a divorce.
Changes in Appearance and Incompatible Sexual Life
Physical appearance and attraction towards one has become the top main reason why two people
develop an intimate relationship. Initially, couples get together because they feel physically
attracted to each other. As time passes, its more likely that taking good care of your body, like
you did when you were single, gets unmanageable. If your partner no more finds you attractive,
then chances are they do not find you sexually attractive as well. This belief causes frustration

and indifference in a marital stage. One of the spouse begins to feel trapped and bored in such a
relationship and simply finds a way out to meet their own needs. They either have an affair with
somebody or show infidelity towards their partner. A cheating wife or a husband can often be
very painful and emotional for a person to handle. Thats why, cheating in a relationship becomes
one of the leading reasons for divorce.
Physical Abuse or Emotional
Abuse is another main inference as to why people get divorced. This is not observed in specific
countries and places, but it happens round the globe. This part in a marriage is the most vicious
factor a spouse has to face. Inflicting physical, emotional, verbal or a combination of any abuses,
can eventually lead the other partner to file for a divorce. If abuse is involved in a relationship,
one needs to get a complete separation as soon as possible. Such a stage in a marriage strictly
displays that love between the two has long gone and you must not stick around for long. This is
the phase where you have to abate all the pain, suffering and emotional problems that you have
put your state of mind to. Abuses never mystically disappear on its own, so enduring such a
significant burden does not sound rational for any human being.
Believe It or Not: Children
Many people think children are a perfect gift from God and are so wonderful, that deciding to
have them becomes an important choice for many couples. Some couples after the honeymoon
phase, attempt to rekindle their passion for each other by deciding to have children. And some
couples get married, just to have children as a part of their lives. At the outset, the partners feel
wonderful having children, but ironically in due time, it has an opposite effect on them. Couples
realize that raising children involves so much time and money. One of the spouse works harder
and for longer hours to contribute the extra expenses of a child, whereas the other partner
endows a thorough upbringing in a child. In this fashion, to raise children, couples invest several
hours in their daily life and after years, discover that they sparsely have any time to maintain
their marriage. And this is why people divorce after 20 years, because children were the only
reason they were still together.
Personality Change
Two people get involved and reach a stage in their marriage, where they learn to share
themselves with each other. But it is not necessary the marriage has to meet the expected needs
and standards. Majority of the individuals have a free spirit attitude even before they get
married. If such people get a chance, they would love to explore life in their own way. Some
marry at a very young age before they can discover their true self and purpose of being alive. To
pursue such an attitude, one of the spouse becomes confident in exploring who they are as a
person and embarks on a new journey towards their dreams and desires. Eventually, one of the
partners will demand of the other, asking for more time and space for themselves. Of course,
such behavior naturally creates a void in your minds and a lot of relationship issues get triggered
from that point. An individuals such significant change in personalities and values have resulted
in dissolution of marriages. Sometimes this personality change truly is inevitable.

I believe life gives you one true chance to make a sensible and a correct decision. If you fail to
justify that, you almost lose the meaning of living this life. I never could stomach the reasons
why marriages fail and end in a divorce. Are there too many problems? Or is it each others
attitudes that cannot be handled. Well, if you overlook these midget things and acknowledge each
others gratitude, you will positively find happiness and love awaiting for you to meet your wide,
big eyes.
By Fatima Rangwala
Last Updated: 9/26/2011
Dont Miss
Legal Separation Vs. Divorce
Divorce Agreement Sample
Divorce Settlement Agreement
Rebound Relationships after Divorce
Divorce Agreement Template
More From Buzzle
Divorce Rate in America
Top Reasons for Divorce in America
How to Know if Divorce is the Right Decision
Courtroom Behavior: How to Behave in Court During your Divorce
Common Causes and Reasons for Divorce
How Does Divorce Affect the Family
Effects of Divorce on Children
Reasons for a Divorce
Can Separated Couples Reconcile?
Why Do Marriages Fail?
How to Change a Childs Last Name
Bouquets and Brickbats | What Others Said
Name:
Buzzle
About Buzzle | Privacy Policy
2000-2012, 2013 Buzzle.com. All rights reserved.
Read more at Buzzle: http://www.buzzle.com/articles/why-do-people-get-divorced.html

ARTIKEL

Buzzle
Home
Divorce 85
Print
Effects of Divorce on Children
The effects of divorce on children can be traumatic. Read more about it here.
One of the most difficult transitional periods in a childs life is to go through the experience of
their parents divorcing each other. While the effects of divorce may be different on children
according to their stage of development, age, and gender, research has shown that despite
reconciliation efforts via family counseling, most children suffer during and after the process.
When their parents separate, children feel as if their stability, their security, and their world are
all falling apart.
Effects of on Childrens Feelings
Children can react in various ways with an impending divorce. Some children can become very
sad, showing symptoms of depression and even be unable to sleep. Their levels of anxiety
become very high as they experience feelings of being rejected or abandoned by one parent and
sometimes even both. Some situations can even end up making children feel extremely lonely,
which is usually because one parent may be absent for a long time.
Regardless of what the situation may be, a divorce usually affects children in some way or the
other. While some children may be scarred psychologically on a long-term basis, others may feel
the emotional pangs for a short period of time, and then learn to cope with it, and perhaps even
get over it. Of course, a lot depends on how well the situation is handled by the parents.
Some of the main effects are:
Children feel that they are not loved anymore by their parents and experience feelings of
desertion and desolation.
Once they understand that they cannot get their parents back together, they experience feelings of
helplessness and powerlessness.
Even though they may not display signs of anger, many of them do feel angry.
Often, they feel that it is their fault, believing that it is because of something they said or did that
has resulted in a parent leaving.
Divorce is not only a loss in the parents lives, but also in the childrens. Hence, they experience
feelings of grief, which is akin to the mourning of death.
They also feel guilty about the loyalty conflicts they experience.

Behavioral Aspects
Children can display a wide range of behavioral changes due to experiencing the traumatic
effects of divorce, from difficulty in sleeping to highly harmful behavior like violence, drug
abuse, and sometimes even suicide
Some other behavior can include regressive behavioral patterns like using comfort items,
displaying fears, and bed-wetting, as well as repetitive physical behavior, nervous habits, and
problems in school.
They can become whiny and clingy and require greater attention and understanding of their
behavior and moods. This is the period when they require greater emotional nurturance.
Many children feel that they must take care of their divorced parent. One of the widespread
behavioral characteristics displayed by children of divorced parents is to take on the care of
emotionally disturbed parents.
There is often a common misconception about the natural resilience of children and their ability
to cope with a divorce without it having much impact on their lives. As a matter of fact, most
children require supportive people as well as support systems to help them cope and come to
terms with the changes that are brought about, especially during the transitional period.
By Rita Putatunda
Dont Miss
Common Causes and Reasons for Divorce
How Does Divorce Affect the Family
Reasons for a Divorce
Questions to Ask When Consulting a Divorce Lawyer
More From Buzzle
Legal Separation Vs. Divorce
Divorce Agreement Sample
Divorce Settlement Agreement
Rebound Relationships after Divorce
Divorce Agreement Template
Divorce Rate in America
Top Reasons for Divorce in America
Mistakes Men Make When Facing Divorce
How to Deal with Sadness and Loneliness After Divorce
Why Do Marriages Fail?
Can Separated Couples Reconcile?
How to Change a Childs Last Name

Bouquets and Brickbats | What Others Said


Name:
Buzzle
About Buzzle | Privacy Policy
2000-2012, 2013 Buzzle.com. All rights reserved.
Read more at Buzzle: http://www.buzzle.com/articles/effect-of-divorce-on-children.html
ARTIKEL
Buzzle

Home
Divorce 85
Print
Best Way to Tell Your Kids about Divorce
Divorce is an emotionally draining situation. The worst nightmare comes true when you have to
inform your kids about the legal separation. The best way to tell your kids about divorce is to be
honest with them, because rest assured, they are already aware about the underlying tension
between
their
parents
You may have decided to call your marriage quits, but is your child ready for it? Are you ready to
tell your child about the legal separation? Of course not! The thought of telling your child about
the divorce is definitely unnerving one. It can make you anxious and tongue-tied, but telling your
child the news as soon as possible is also important. The worst part about breaking this news is,
informing your children about their future home and the single parent who will be looking after
them. So, when everything around you is so stressful, what is the best way to tell your kids about
divorce? Children often blame themselves for parents parting ways. It takes them a while to
come to terms with the fact of living with only one parent. However, if the process of divorce is
conveyed to kids by you and your spouse, before the divorce it will help in salvaging your bond
with your kids.
How To Tell Your Children About Divorce
Joint Venture
A divorce is never easy. It is stressful for both, you and your family. It especially has adverse
effects on children. Although informing them about the eventuality is important, it is equally
important to be sensitive while doing so. Talk to your soon-to-be-ex and sort out the reasons you
are going to give your children before you actually decide to tell them the news. Try to avoid a
conflict in front of them over difference of opinion. Your stories leading to a divorce and reasons
for actually getting one, have to be the same. Fighting in front of the kids will make matters
worse.

Timing
So, when is the best time to tell your kids about divorce? Picking the right time can be a little
tricky. The conversation you are going to have with your child cannot be rushed up. Thus, pick a
time wherein both of you have ample of time and your kids are free too. Once you tell them
about the divorce, it is only going to cause an emotional upheaval. So, pick a day when your kids
dont have school or do not have any other extra curricular activities to attend to. Both of you
need to put your difference aside and give your kids undivided attention, as they try to assimilate
the news. They too need to deal with the idea of separation just as much as you do.
No Blame Game
Children often blame themselves for parents getting divorced. Also, it takes them quite a few
years to deal with the trauma of separation. Although, they might not say anything, they are
silently dealing with absence of a parent. Thus, you need to present the news in an unbiased way.
Do not show your conflict and avoid bad mouthing each other in front of your kids. Explain the
fall out as mutual decision, so that your kids get an objective view of the divorce.
Reassurance
A childs world revolves around parents until they step out of the house and make a social circle
for themselves. When this world falls apart, it does leave them devastated for a while. Reassuring
them is the only way of letting them know that separation is not their fault. Show your
unconditional love by spending time with them, with words of affection and actions of love. If
you promise them something, ensure that you fulfill it. Small things can help you maintain a
bond of trust and love with them.
The best way to tell your kids about divorce, is with honesty and without bias. It is important that
both the parents inform the kids about the separation, instead of just one playing the devils
advocate. Making your kids your priority and showing them so, is the only and the best way to
help them cope up with divorce.
By Mukta Gaikwad
Published: 6/28/2011
Dont Miss
How to Tell Your Wife You Want a Divorce
Common Causes and Reasons for Divorce
How to Change a Childs Last Name
How Does Divorce Affect the Family
More From Buzzle
Why Do Marriages Fail?
Reasons for a Divorce
Legal Separation Vs. Divorce

Divorce Agreement Sample


Divorce Settlement Agreement
Can Separated Couples Reconcile?
Rebound Relationships after Divorce
Divorce Agreement Template
Divorce Rate in America
Mistakes Men Make When Facing Divorce
How to Deal with Sadness and Loneliness After Divorce
Bouquets and Brickbats
Name:
Buzzle
About Buzzle | Privacy Policy
2000-2012, 2013 Buzzle.com. All rights reserved.
Read more at Buzzle: http://www.buzzle.com/articles/best-way-to-tell-your-kids-aboutdivorce.html

ARTIKEL 4

Buzzle
Home
Divorce 85
Child Care 14
Print
Helping Children Cope With Divorce
A divorce is as bad for the children as it is for the couple, sometimes, even worse. Helping
children cope with divorce is something that needs to be done with utmost care. This article will
give
you
some
help
in
the
regard.
The tension and instability that come with a divorce cannot be ignored, especially when there are
children involved. It does, after all, affect the children as well. Their idea of a family gets
suddenly shattered. They are made to live with one parent, and meet the other occasionally. The
degree of emotional upheaval that can cause cannot be understood by anyone except the child
going through the ordeal himself. How does one help children cope with a divorce? Lets find
out.

Resolve Your Differences


Even though you have a lot of differences with your ex-spouse, keep them totally aside when it
comes to anything related to your children. It is advisable that as parents, you reach a stage of cooperation and keep in touch with each other for the childs benefit. The child needs both parents
equally. So, it becomes your responsibility to ensure that even though youll are separated, it
doesnt affect the way you bring up the children. If your children insist that you go out together
as a family once in a while, unless you have a really strong reason not to, try and agree, for the
kids sake.
Set an Example
Every child looks up to his parents, whether divorced or not. Hence, it is your duty to see to it
that your children are not exposed to negativity when it comes to the two of you. Avoid talking
loudly or angrily in front of the child. When you are with your child, talk only on those subjects
that are related to the child, like his education and studies, sports, hobbies and other interests.
Keep the shouting matches for when youre alone. Growing up with abusive parents can have a
terrible influence on the child.
Be Independent and Strong
Single parenting is tough, as you have to make sure that your child does not miss the other
parent. Try your best to provide your child with all those things that other kids of his age enjoy.
To implement these plans, you need to be financially independent and mentally prepared to fight
against all odds. Do not make any compromise in the childs education and upbringing. He needs
you more than anything or anyone. Be sure of yourself and confident in everything you do for
him, let him see this and he will grow up strong and confident as well.
Be Honest
Always be frank and approachable, and support him. Dont hide anything from him as this can
cause serious complications and misconceptions later. Tell him about your divorce and all the
happenings in your past life at the right time, when he is mature enough to understand. Hiding
will only lead to misunderstandings.
Helping children cope with divorce is not easy, but if you follow and implement the above
suggestions, you can make the ride a little less bumpy. Your efforts need to be sincere and
consistent to bear fruit. Its not a bed of roses, but its not the end of the world either.
By Charlie S
Dont Miss
Common Causes and Reasons for Divorce
How Does Divorce Affect the Family
Effects of Divorce on Children
Reasons for a Divorce

More From Buzzle


Questions to Ask When Consulting a Divorce Lawyer
Legal Separation Vs. Divorce
Divorce Agreement Sample
Divorce Settlement Agreement
Rebound Relationships after Divorce
Divorce Agreement Template
Divorce Rate in America
Top Reasons for Divorce in America
Why Do Marriages Fail?
Can Separated Couples Reconcile?
How to Change a Childs Last Name
Daycare Names
Bouquets and Brickbats
Name:
Buzzle
About Buzzle | Privacy Policy
2000-2012, 2013 Buzzle.com. All rights reserved.
Read more at Buzzle: http://www.buzzle.com/articles/helping-children-cope-with-divorce.ht

https://dihaztinebk.wordpress.com/2014/04/28/makalah-perceraian-kesehatanmental/
KAWIN CERAI
http://ngurakarik.blogspot.co.id/2014/11/skripsi-kawin-cerai.html
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Syariah sebagai hukum Allah diturunkan di muka bumi bertujuan untuk menegakkan
kemaslahatan, kedamaian dan kebahagiaan umat manusia. Hukum Allah ada yang diterangkan

secara tertulis jelas dalam al-Quran (eksplisit) dan ada yang bersifat implisit. Al-Quran
merupakan sumber hukum yang paling utama dan inipun masih terbagi dalam dua bagian yaitu
muhkam dan mutasyabih. Hukum-hukum yang terkandung didalamnya ditemui umat Islam pada
masa Nabi Muhammad SAW telah dijelaskan melalui sunnahnya dengan sempurna. Oleh
karenanya sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua yang berfungsi sebagai penjelas
terhadap hukum-hukum Allah yang bersifat samar. Namun demikian, penjelasan-penjelasan
Rasul pada saat itu terikat oleh dimensi-dimensi kultural, situasi, kondisi, tempat dan waktu
sehingga penjelasan-penjelasan itu mesti dilanjutkan melalui pengkajian-pengkajian dan
penelitian ijtihadi. Produk-produk pemikiran itulah yang disebut dengan fiqih. Di dalam syariah
itu sendiri terdapat banyak aturan yang terkandung di dalamnya. Di antara salah satu ajaran yang
akan menjadi kajian dalam tulisan ini adalah aturan tentang perkawinan dan perceraian.
Allah telah menciptakan manusia terdiri dari macam-macam jenis kelamin, suku,
kebudayaan, adat, dan masih banyak lagi yang lainnya supaya di antara mereka saling mengenal
satu sama lain. Dan apabila mereka sudah saling mengenal, maka akan menimbulkan
perkawinan.
Syariat Islam telah menetapkan bahwa perkawinan antara suami istri pada prinsipnya
adalah sekali untuk selamanya. Dalam suatu perjanjian yang sifatnya biasa, para pihak
mengharapkan agar perjanjian yang mereka buat itu kokoh dan kuat. Perjanjian yang bernama
perkawinan mengandung nilai ibadah diharapkan untuk bisa langgeng selamanya. Suami istri
mengharapkan agar perjanjian itu hanya berakhir apabila salah seorang diantara keduanya
meninggal dunia.
Pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang paling kokoh. Keduanya berkumpul
serta bergaul di rumah tangga dan di luar rumah tangga. Akan tetapi rumah tangga tersebut tidak

selamanya mampu bertahan dalam menggapai dari tujuan pernikahan. Persoalan sering muncul
dengan latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini bisa terjadi dikarenakan faktor ekonomi,
perbedaan pandangan hidup, perbedaan pendapat, dan berbagai persolan yang muncul biasanya
tidak bisa dipecahkan dengan jalan damai. Dari hal-hal di atas, bisa mengurangi rasa cinta dan
kasih sayang dan dapat menimbulkan pertentangan, akhirnya terjadilah perceraian.
Sekalipun Islam menghendaki bahwa akad perkawinan itu pada prinsipnya adalah sekali
untuk selamanya, akan tetapi kalau di antara suami istri itu sudah tidak mungkin untuk
dipersatukan lagi, Islam memperkenankan kepada keduanya untuk bercerai, meskipun hal
tersebut sangat dibenci oleh Allah. Hanya saja yang harus diperhatikan bahwa perceraian itu
merupakan pintu darurat yang baru dibuka apabila dalam keadaan yang sudah sangat mendesak
dan tidak ada jalan keluar lagi. Berbagai cara sudah ditempuh tetapi tidak berhasil kecuali
dengan jalan perceraian.
Pada dasarnya suami istri harus bergaul dengan sebaik-baiknya, saling mencintai dan
menyayangi. Suami istri harus bersabar, apabila melihat sesuatu yang kurang berkenan atau
kurang disenangi antara keduanya. Dalam hal ini Allah berfirman :


[1]

Ayat di atas mengandung perintah dan larangan demi untuk kebaikan suami istri, yaitu
perintah untuk bergaul dengan istri secara baik menurut yang ditetapkan oleh kebiasaan yang
tumbuh dari kemanusiaan yang terhormat. Ayat ini juga mengandung larangan menyusahkan istri
dan berlaku kasar tanpa sebab yang rasional.
Pada zaman sekarang, seringkali dijumpai banyak kasus yang tidak mengindahkan
perkawinan, seperti perilaku kawin cerai yang sampai sekarang menjadi suatu fenomena masih

sering terjadi di masyarakat[2], seperti perilaku kawin cerai yang dilakukan oleh orang-orang
kalangan public figure misalnya kalangan artis dan selebritis[3]. Dan ini dilaksanakan tanpa
memperhatikan tujuan perkawinan itu sendiri yaitu untuk memperoleh kehidupan yang sakinah,
mawaddah dan rahmah.[4]
Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1 disebutkan
bahwa :
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.[5]
Di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 juga disebutkan bahwa:
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mi>s\a>qan gali>z}an untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
[6]
Selain bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahmah,
perkawinan juga bertujuan untuk melaksanakan libido seksualitas atau pemenuhan kebutuhan
biologis. Allah berfirman :



[7]
Tujuan yang lain adalah untuk memperoleh keturunan atau reproduksi[8], menjaga kehormatan
dan ibadah.[9]
Apabila diperhatikan bahwa pernikahan itu merupakan akad yang sangat kuat atau
mi>s\a>qan gali>z}}an. Ini dapat dipahami bahwa pernikahan itu tidak hanya menghubungkan
antara dua manusia dari jenis kelamin yang berbeda melainkan juga menghubungkan dua
keluarga besar yaitu keluarga dari pihak laki-laki dan keluarga dari pihak perempuan. Kedua
keluarga yang mulanya berdiri sendiri kemudian menjadi satu kesatuan yang utuh. Oleh karena

itu, dari sudut pandang sosiologi, bahwa perkawinan yang semula hanya perpaduan dua insan,
dapat menjadi sarana pemersatu dua keluarga menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyatu.
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa perkawinan sebagai langkah awal untuk membentuk
keluarga karena keluarga adalah merupakan unit terkecil dari masyarakat. Dari keluarga inilah
yang akan membentuk warga masyarakat yang pada akhirnya menjadi sebuah negara. Apabila
keluarga itu sehat maka sehat pula suatu bangsa. Oleh karena itu Islam melihat keluarga sebagai
sendi dasar bermasyarakat. Apabila terjadi kawin cerai maka dapat dikatakan bahwa dalam
kehidupan keluarga tersebut tidak sehat.
Banyak hal dalam agama yang perlu batasan-batasan seperti talak satu, dua, dan tiga.
Ketentuan batasan ini agar kesempatan untuk dapat kembali hidup bersuami istri bagi mereka
yang bersangkutan agak luas. Kesempatan dapat kembali bersuami istri diberikan sampai dua
kali itu diharapkan masing-masing suami istri dapat memperbaiki hal-hal yang menyebabkan
tidak adanya persesuaian antara mereka sehingga apabila mereka berhasil memperbaiki
kelangsungan hidup perkawinan antara mereka akan dapat terjamin tanpa ada pihak yang
mengalami tekanan-tekanan batin. Selain itu juga bermaksud supaya orang tidak main-main
terhadap sesuatu yang dilindungi dan dijunjung tinggi oleh masyarakat dan hal tersebut
merupakan hak Allah.
Batasan talak di atas dapat dijadikan sebagai batasan kawin cerai. Dapat dikatakan
sebagai kawin cerai apabila seseorang itu berulang-ulang melakukan perkawinan dan perceraian
minimal tiga kali dengan pasangan yang berbeda-beda dan perceraiannya itu tidak disertai alasan
yang dapat dibenarkan. Mereka melakukan perkawinan hanyalah untuk mencicipi dan merasakan
saja dan setelah puas iapun bercerai lagi.

Dalam agama katolik itu sendiri melarang keras terhadap penganutnya bercerai.
Perceraian dalam agama katolik merupakan pelanggaran terhadap hukum yang mengakibatkan
seseorang yang bercerai tidak boleh melakukan perkawinan kembali. Perceraian hanya terjadi
karena kematian salah seorang dari suami istri. Islam membolehkan perceraian setelah dalam
keadaan yang sudah tidak memungkinkan lagi bagi seorang pasangan untuk kembali hidup
rukun. Dan Islam sendiri tidak membenarkan adanya perilaku kawin cerai.
Oleh karena itu, perilaku kawin cerai sangat tidak mengindahkan hakikat dari perkawinan
itu yaitu mi>s\a>qan gali>z}an. Seolah-olah perceraian itu dianggap hal yang biasa. Padahal
perceraian itu merupakan jalan terakhir setelah upaya perdamaian tidak lagi dicapai. Dampak
atau akibat perceraian sangat berpengaruh terhadap keluarga besar kedua belah pihak dan jika
sudah mempunyai keturunan, maka akan membawa dampak terhadap keturunannya.
Merujuk kepada fenomena kawin cerai, undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam
belum ditemukan adanya pasal yang secara khusus mengatur tentang perilaku kawin cerai. Oleh
karena itu perlu adanya aturan khusus atau hukum yang mengatur dan menindaklanjuti perilaku
kawin cerai. Aturan tersebut bersifat pemberian sanksi hukum terhadap pelaku kawin cerai,
supaya mereka tidak main-main terhadap sesuatu yang sangat dibenci dan mendatangkan murka
Allah.
Dengan latar belakang inilah, penyusun merasa perlu untuk membahas lebih jauh
mengenai tinjauan hukum Islam bagi pelaku kawin cerai yang merupakan sebuah studi
eksplorasi dan akan dijadikan bahan dalam penyusunan skripsi.

B. Pokok Masalah

Dari uraian tersebut di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang dapat dikaji dan
dibahas antara lain :
1. Bagaimanakah kemungkinan pemberian sanksi hukum bagi pelaku kawin cerai ?
2. Adakah landasan hukum yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan sanksi hukum
bagi pelaku kawin cerai ?
C. Tujuan Dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah :
a.

Untuk menjelajahi kemungkinan sanksi hukum yang dapat diberikan bagi pelaku kawin cerai.

b. Untuk mengetahui hukum yang berkaitan dengan pelaku kawin cerai.


Sedangkan kegunaannya adalah :
a. Memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah adanya kawin cerai yang banyak terjadi
sekarang ini.
b. Untuk memperkaya khazanah keilmuan dan pengetahuan tentang hukum Islam terutama yang
berkaitan dengan perkawinan dan perceraian.

D. Telaah Pustaka
Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-Nya. Ini adalah
suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak.
Akan tetapi, perkawinan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis semata sehingga
dalam pelaksanaan perkawinan harus diperhatikan tata cara, persyaratan dan rukun-rukunnya.
Sedangkan perceraian itu merupakan sesuatu yang halal yang sangat dibenci oleh Allah.

Perkawinan dan perceraian dapat diibaratkan dua sisi mata uang logam, karena perkawinan dan
perceraian merupakan hukum alam yang tidak bisa ditolak atau dirubah, dan akan terus
berlangsung sampai kehidupan ini tidak ada lagi sesuatu yang hidup.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kompilasi
Hukum Islam pada Buku I tentang Hukum Perkawinan tidak ada pasal yang secara spesifik
mengatur tentang kawin cerai. Setelah melakukan penelaahan terhadap berbagai sumber,
penyusun menemukan karya yang membahas tentang fenomena kawin cerai dengan judul
Perceraian Yang Indah (Membongkar Fenomena Kawin Cerai Selebritis) karya Muhammad
Muhyidin. Dalam karya tersebut, penulis menjelaskan bahwa perilaku kawin cerai itu disebabkan
karena tidak pernah belajar dari kesalahan-kesalahan dalam perkawinannya yang pertama.
Morteza Mutahhari dalam bukunya yang berjudul Wanita dan Hak-Haknya Dalam Islam
menerangkan bahwa dalam agama katolik perceraian itu dilarang keras. Dalam agama tersebut
dijelaskan bahwa pernikahan adalah merupakan ikatan suci sehidup semati yang tidak dapat
diputuskan hanyalah maut yang dapat memisahkan mereka.
Selain itu penyusun juga menemukan skripsi tentang Hukum Menikah Dengan Niat
Cerai (Studi Terhadap Pemikiran Ibnu Qudamah dalam Kitab al-Mugni) karya Syihabudin alFatah. Dalam karya tersebut, penyusun hanya membahas tentang seseorang yang melakukan
perkawinan dengan niatan akan menceraikan istrinya setelah kebutuhan libido seksualnya
terpenuhi. Akan tetapi penyusun belum menemukan karya yang membahas dari segi tinjauan
hukum Islam bagi pelaku kawin cerai. Oleh karena itu penyusun sangat tertarik untuk membahas
hal tersebut. Selain dari sumber di atas, penyusun juga dibantu dengan buku-buku yang
membahas tentang masalah perkawinan dan perceraian dan juga artikel-artikel yang berkaitan
dengan pembahasan penyusun.

E. Kerangka Teoritik
Syariat Islam merupakan hukum yang bersifat universal. Dengan keuniversalannya ini
hukum Islam mampu memenuhi kebutuhan manusia dari zaman ke zaman dengan berdasar nas}
(al-Quran dan H{adis\) yang menjamin kelengkapan dan keabadian. Bagi kaum muslim alQuran sebagai wahyu Allah merupakan sumber dari segala sumber hukum yang menjadi acuan
dalam menegakkan keadilan dan bahkan menjadi sumber yang abadi. Di antara kandungan dari
ayat-ayat tersebut adalah menyangkut hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
kholiqnya, hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan makhluk lain di alam
ini. Di dalam menjelaskan tentang hukum, masih banyak ayat-ayat yang sifatnya global dan
implisit. Oleh karena itu hadis\ bersifat menjelaskan prinsip-prinsip hukum yang masih bersifat
umum.
Seiring dengan perkembangan zaman dan banyaknya permasalahan-permasalahan baru
yang muncul yang hukumnya tidak ada dalam al-Quran dan h}adis\, maka para ulama berupaya
untuk menjawab segala permasalahan yang muncul itu dengan ijtihad.
Di dalam al-Quran telah ditegaskan bahwa Allah menciptakan makhluk hidup
berpasang-pasangan, baik dalam kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan untuk
melanjutkan kelangsungan hidupnya. Sebagaimana firman Allah :


[10]
Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok.
Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam
suasana damai, tenteram, dan kasih sayang antara suami dan istri. Anak dari hasil perkawinan
yang sah akan menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup
manusia yang harmonis, sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Adapun tujuan dari pernikahan itu adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia, kekal, sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai dengan firman Allah :


[11]

Untuk dapat mencapai tujuan itu dapat dicapai secara sempurna apabila tujuan yang lainnya
dapat terpenuhi.
Hubungan suami istri adalah hubungan cinta dan kasih sayang. Oleh karenanya, ikatan
perkawinan pada dasarnya tidak hanya dapat dibatasi dengan pelayanan yang bersifat material
dan biologis saja. Akan tetapi kebutuhan yang bersifat material dan biologis hanyalah sebagai
sarana untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi dan lebih mulia yakni kebutuhan rohani,
cinta, kasih sayang dan barokah dari Allah.[12]
Sejalan dengan prinsip perkawinan dalam Islam yang menghendaki bahwa akad
perkawinan itu pada prinsipnya adalah sekali untuk selamanya, dan tidak boleh dibatasi dalam
waktu tertentu,[13] akan tetapi kalau diantara suami isteri itu sudah tidak mungkin untuk
dipersatukan lagi, Islam memperkenankan kepada keduanya untuk bercerai. Hanya saja yang
harus diperhatikan bahwa perceraian itu merupakan pintu darurat dan tidak ada jalan keluar lagi
serta berbagai upaya untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya sudah ditempuh tetapi
tidak berhasil kecuali dengan jalan perceraian.

Maraknya fenomena kawin cerai yang terjadi sekarang ini, kebanyakan disebabkan
kesalahan dalam mengawali mahligai perkawinan. Fenomena kawin cerai yang berkali-kali,
menunjukkan adanya ketidakseriusan dalam mengerjakan salah satu perkara yang sungguhsungguh, yakni perkawinan. Apabila perkawinan dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka
mustahil akan terjerumus dalam perceraian. Dalam Islam perkawinan yang hanya sebatas ingin
mencicipi, sekedar merasakan atau kawin cerai dilarang. Dalam h}adis\ yang dikutip oleh ulama
H{anafiyah dan H{anabilah Nabi bersabda bahwa Allah melaknat orang-orang (suami) yang
suka mencicipi, merasakan wanita (kawin cerai).[14]
Perceraian merupakan sesuatu yang sangat dibenci oleh Allah. Kata-kata sangat dibenci
dapat dipahami dengan sanksi atau hukuman. Apabila dilihat bahwa fenomena kawin cerai yang
sering terjadi sekarang ini lebih banyak membuktikan pelanggaran-pelanggaran terhadap
tanggung jawab, hak dan kewajiban dalam kehidupan rumah tangga.
Pada dasarnya Islam mempersempit pintu perceraian. Dalam hubungannya dengan hal ini
dapat diperoleh ketentuan bahwa aturan talak atau cerai hanya diadakan guna mengatasi hal-hal
yang memang sudah dalam keadaan sangat mendesak. Perceraian yang dilakukan tanpa adanya
alasan tidaklah diperbolehkan, karena dapat menimbulkan mudarat bagi dirinya sendiri dan juga
istrinya serta tidak membawa manfaat sama sekali, sesuai dengan kaidah :
[15]

Begitu juga apabila pasangan tersebut sudah dikaruniai keturunan, maka cerai juga akan
berdampak terhadap keturunannya. Rasulullah SAW bersabda :

[16]

Dalam lafa yang lain disebutkan


[17]

Oleh karenanya ikatan perkawinan yang merupakan akad yang sangat kuat
(mi>s\a>qan gali>z}an) haruslah dijaga dengan sebaik-baiknya. Karena perkawinan itu
tidak hanya menghubungkan antara dua jenis laki-laki dan perempuan. Akan tetapi perkawinan
juga menghubungkan antara dua keluarga besar dari pihak laki-laki dan perempuan.
Adapun tujuan diciptakannya suatu hukum yaitu untuk mengatur pergaulan hidup
manusia secara damai, mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan serta menjaga kepentingan
setiap manusia dari gangguan. Begitu juga diciptakannya hukum Islam yaitu untuk kemaslahatan
manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia maupun kemaslahatan di akhirat kelak.[18]
Selain itu dari segi sosiologi bahwa hukum itu bertujuan untuk mengatur dan melindungi
masyarakat. Agar tujuan tersebut dapat terwujud, maka hukum menentukan norma-norma yang
berisi aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh setiap orang baik itu yang bersifat norma-norma
moral ataupun sosial. Oleh karena itu hukum berisi perintah dan larangan serta sanksi bagi
pelanggarnya. Dengan kata lain bahwa hukum itu berfungsi sebagai sosial control sekaligus
sebagai sosial enginering. Apabila melihat tujuan diciptakan suatu hukum di atas, maka terhadap
pelaku kawin cerai itu perlu diberi sanksi atau tidak.
Dari uraian di atas, maka landasan pertama yang digunakan dalam menjelaskan segala
permasalahan adalah nas} yang berupa al-Quran dan h}adis\ Nabi. Dan ketika suatu
permasalahan yang tidak terdapat dalam nas}, maka tugas para mujtahid untuk merumuskan
ketentuan masalah tersebut. Adapun dasar teori dalam penyusunan skripsi ini adalah teori sad
al-z\ari>ah yaitu menutup atau menghambat jalan atau wadah yang dapat diduga membawa
kepada kerusakan atau mafsadat[19]. Dalam hal kawin cerai teori ini berfungsi untuk mencegah
adanya kawin cerai. Dan teori maslahah mursalah yaitu kemaslahatan yang tidak disyariatkan
oleh Syari dalam wujud hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan disamping tidak ada

dalil yang membenarkan atau menyalahkan.[20] Oleh karena itu dalam melaksanakan ijtihad,
peranan sad al-z\ari>ah dan maslahah mursalah sangatlah diperlukan untuk menemukan
hukum baru oleh para mujtahid sebab nas} sebagai sumber hukum Islam sangat
memperhatikan prinsip kemaslahatan. Kemaslahatan yang diinginkan oleh hukum Islam bersifat
universal, duniawi dan ukhrawi.
Selain nas} yang menjadi pedoman hidup, maka undang-undang pun mempunyai
peranan penting dalam mengatur urusan masyarakat, karena negara kita adalah negara yang
berlandaskan hukum sehingga semua aspek yang berkaitan dengan sesama dan negara sudah
banyak diatur oleh negara.

F. Metode Penelitian
Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka didalam penyusunan karya tulis ini menggunakan
seperangkat metode penelitian yang dapat menunjang dan mengarahkan untuk dapat
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan agar sebuah karya
ilmiah dapat mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah dengan menggunakan
metode ilmiah. Adapun penyusun di dalam menyusun karya ilmiah ini menggunakan metode
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research) yaitu
sebuah kajian yang menjadikan buku-buku tentang perkawinan dan perceraian serta liteaturliteratur yang berkaitan dengan masalah kawin cerai sebagai sumber datanya yang lebih bersifat
dokumenter.[21]

2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat Ekploratori, yaitu menjelajahi tentang suatu obyek permasalahan
secara sistematis dan obyektif serta memberikan penjelasan dan penilaian secara cermat dan
tepat terhadap obyek kajian kemudian menganalisanya lebih lanjut untuk mendapatkan
kesimpulan. Dalam penelitian ini penyusun adakan menjelajahi tentang fenomena kawin cerai
kemudian menganalisa lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan.
3. Pendekatan
Pendekatan yang dipakai dalam menyusun skripsi ini adalah :
a.

Pendekatan Normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada dalil-dalil al-Quran dan Sunnah
untuk ditelusuri sehingga dapat diketahui landasan hukum yang dapat dijadikan rujukan sehingga
dapat menilai tentang perilaku kawin cerai menurut hukum Islam.

b. Pendekatan Yuridis, yaitu pendekatan yang didasarkan pada perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini bermaksud untuk menganalisa terhadap perilaku kawin cerai kemudian dicoba didekati
dengan norma hukum yang ada dengan mengambil ketentuan yang telah ditetapkan oleh undangundang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun data-data yang digunakan adalah data pustaka dari buku-buku dan kitab-kitab
yang membahas tentang pernikahan dan perceraian serta literatur-literatur yang berkaitan dengan
masalah kawin cerai.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini secara global dan lebih sistematis
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penyusun membuat sistematika pembahasan sebagai
berikut :
Bab Pertama: Merupakan pendahuluan yang akan menjelaskan tentang latar belakang masalah,
pokok-pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua: Memaparkan pengertian perkawinan dan perceraian menurut hukum Islam maupun
menurut Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam.
Bab Ketiga: Menjelaskan tinjauan umum tentang kawin cerai, sebab-sebab kawin cerai serta
dampak dari kawin cerai.
Bab Keempat: Menganalisis fenomena tersebut, kemudian apakah dimungkinkan adanya aturan
baru yang dapat dijadikan pedoman aturan hukum terhadap pelaku kawin cerai. Dan bagaimana
hukum Islam dalam menyikapi hal tersebut.
Bab Kelima: Berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran.

[1]

An-Nisa> (4) : 19.

[2] Kawin-cerai : perkawinan yang dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang


terhadap pasangan yang berbeda-beda (kawin kemudian cerai, kawin lagi dan cerai lagi begitu
seterusnya) seakan-akan melakukan perkawinan hanya untuk memenuhi kebutuhan libido
seksualnya dengan perempuan lain. Dan setelah merasa puas, ia akan mudah menceraikannya
tanpa alasan yang jelas, kemudian ia melakukan perkawinan lagi dengan pasangan yang lain dan
anehnya merekapun bercerai lagi dengan alasan yang tidak jelas. Mereka melakukan perkawinan
hanyalah untuk mencicipi dan merasakan saja dan setelah puas ia pun bercerai lagi dan hal ini
terjadi secara berulang-ulang. Padahal dalam hadis\ ditegaskan bahwa Allah melaknat orang
yang suka mencicipi, merasakan wanita (kawin cerai). Adapun batasan bisa dikatakan kawin
cerai adalah orang tersebut melakukan kawin cerai berulang-ulang dengan pasangan yang

berbeda minimal tiga kali dan alasan perceraiannya tidak dapat dibenarkan. Hal ini berdasarkan
bahwa dalam Islam sendiri talak itu dibatasi yaitu talak satu, dua, dan tiga.
[3] Muhammad Muhyidin, Perceraian Yang Indah, Membongkar Fenomena Kawin Cerai
Selebritis, (Yogyakarta : Matahati, 2005), hlm. 26.
[4] Khoiruddin Nasution, Islam Tentang Relasi Suami Istri (Hukum Perkawinan I), cet.
ke- 1 (Yogyakarta : Academia & Tazaffa, 2004), hlm. 35.
[5]

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Surabaya : Arkola, t.t.), hlm.

[6]

Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya : Arkola, t.t.), hlm. 180.

5.

[7] Al-Baqarah (2) : 187.


[8] Slamet Abidin & Aminuddin,

Fiqih Munakahat 1, cet. ke- 1 (Bandung : CV Pustaka

Setia 1999), hlm. 13.


[9] Khoiruddin Nasution, Islam
[10] Al-Hujura>t (49) : 13.
[11] Ar-Ru>m (30) : 21.
[12] Khoiruddin Nasution,
[13] Ahmad Azhar

Tentang . , hlm. 43-44.

Islam Tentang . , hlm. 36.

Basyir, Hukum Perkawinan Islam, cet. ke- 10 (Yogyakarta: : UII press,

2004), hlm.71.
[14] Al-Sayyid Sabiq, Al-Fiqh as-Sunnah, (t.t.p : Da>r al-S|aqo>fah alIsla>miyyah), II; 155-156.
[15] Abdullah Ibn Muhammad Abadi>, Iz}a>h}u al-Qawa>id alFiqhiyah, (Surabaya: Hidayah, t.t. ), hlm . 44.
[16] Abu Da>wud, Sunan Abi Da>wud, Kitab at-T}ala>q, Bab Karahiyyat at-T}ala>q
(Beirut: Da>r al-Fikr, t.t. ), II, 255, hadis\ no. 2178.
[17] Ibid., hlm. 255.
[18] Ismail Muhammad Syah dkk, Filsafat Hukum Islam, cet. ke- 2 (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm. 65.
[19] Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqa>s}id asy-Syari>ah Menurut al-Syatibi, cet.

ke-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 151.


[20] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Us}u>l al-Fiqh, alih bahasa K.H. Masdar Helmy, cet.
ke-2 (Bandung: Gema Risalah Press, 1999), hlm. 142.
[21] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset,1990), hlm. 9.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Allah SWT telah menciptakan manusia terdiri dari bermacam-macam jenis
kelamin, suku, adat, dan masih banyak lagi yang lainnya supaya di antara
mereka saling mengenal satu sama lain. Apabila mereka sudah saling
mengenal, maka akan menimbulkan perkawinan. Sekalipun Islam
menghendaki bahwa akad perkawinan itu pada prinsipnya adalah sekali
untuk selamanya, akan tetapi kalau di antara suami istri itu sudah tidak
mungkin dipersatukan lagi, Islam memperkenankan kepada keduanya untuk
bercerai, meskipun hal tersebut sangat dibenci oleh Allah. Hanya saja yang
harus diperhatikan bahwa perceraian itu merupakan pintu darurat yang baru
dibuka apabila dalam keadaan yang sudah sangat mendesak dan tidak ada
jalan keluar lagi. Berbagai cara sudah ditempuh, tetapi tidak berhasil kecuali
dengan
jalan
perceraian.
Pada zaman sekarang, seringkali dijumpai kasus yang tidak
mengindahkan perkawinan, seperti perilaku kawin cerai yang sekarang
menjadi fenomena masih sering terjadi di masyarakat, seperti perilaku kawin
cerai yang dilakukan oleh kalangan publik figure misalnya kalangan artis dan
selebritis. Mereka melaksanakan itu tanpa memperhatikan tujuan
perkawinan itu sendiri yaitu memperoleh kehidupan yang sakinah,
mawaddah dan rahmah.
Merujuk pada fenomena kawin cerai, Undang- Undang Dan Kompilasi
Hukum Islam belum ditemukan adanya pasal yang secara khusus mengatur
tentang perilaku kawin cerai. Oleh karena itu, perlu adanya aturan khusus
atau hukum yang mengatur dan menindaklanjuti perilaku kawin cerai. Aturan
tersebut bersifat pemberian sanksi hukum terhadap perilaku kawin cerai,
supaya mereka tidak main-main terhadap sesuatu yang sangat dibenci dan
mendatangkan murka Allah.
Dengan latar belakang inilah, penyusun merasa perlu untuk membahas
lebih jauh mengenai tinjauan hukum Islam bagi pelaku kawin cerai yang
merupakan studi eksplorasi dan akan dijadikan bahan dalam melakukan
penelitian.
B. BATASAN MASALAH
Agar penulisan karya tulis ini dapat lebih fokus dan bersifat obyektif, dan menghindari
penjabaran-penjabaran masalah yang terlalu luas serta di luar konteks, maka penulisan dalam
karya ini, penulis batasi pada lingkup perkawinan dan perceraian dan hal-hal yang berhubungan
seperti tujuan perkawinan, sebab-sebab perceraian,dan akibat perceraian. Selain itu penulis juga
akan menjelaskan tentang kawin cerai dalam domain hukum.
C. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang dapat dikaji
dan diteliti antara lain :
1. Bagaimana pengertian dan fenomena kawin cerai?
2. Bagiamana kawin cerai dalam pandangan domain hukum?

D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengertian dan fenomena kawin cerai.
b. Untuk mengetahui kawin cerai dalam pandangan domain hukum.
E. MANGFAAT PENELITIAN
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah adanya kawin cerai
yang banyak terjadi sekarang ini.
b. Untuk memperkaya khasanah keilmuan dan pengetahuan tentang hukum
Islam terutama yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. KAJIAN TEORI
1. PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan sangatlah penting dalam kehidupan manusia perseorangan ,
maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki
dan perempuan menjadi terhormat. Pergaulan hidup berumah tangga dibina
dalam suasana damai, tenteram serta rasa kasih sayang antara suami dan
istri. Oleh kaena itu Islam mengatur masalah perkawinan dengan amat teliti
dan terperinci.
Perkawinan terjemahan dari kata nakaha dan zawaja. Kedua istilah ini
yang menjadi istilah pokok yang digunakan Al-Quaran untuk menunjuk
perkawinan (pernikahan).al-qur,an menggunakan kata nikah yang
mempunyai makna perkawinan disampinag secara majazi diartikan dengan
hubungan seks, juga menggunakan kata zawaja dari asal kata zauj yang
berarti pasangan untuk makna nikah. Ini karena pernikahan menjadikan
seseaorang memiliki pasangan. Akad perkawinan merupakan suatu pengikat
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan dan sebagai akibat
hukum nantinya harus dipertanggungjawabkan.
2. SYARAT DAN RUKUN PERKAWINAN
Dalam hukum Islam, perkawinan mempunyai syarat dan rukun tersendiri.
Rukun adalah unsur pokok dalam setiap perbuatan hukum sedang syarat
adalah sebagai pelengkapnya. Dua hal ini dalam perkawinan sangatlah
penting, karena apabila tidak terpenuhi maka perkawinan itu tidak sah. Para
fuqoha merangkum syarat dan rukun nikah yang harus terpenuhi pada saat
akad berlangsung yaitu calon mempelai, calon wali, dua orang saksi, dan
akad (al-ijab dan al-qobul). Didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, antara syarat dan rukun perkawinan itu tidak
dibedakan. Begitu juga dalam kompilasi hukum Islam. pada pasal 14 KHI
dijelaskan bahwa: untuk melaksanakan perkawinan harus ada calon suami,
calon istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab qobul. Oleh karena itu antara

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan maupun kompilasi


hukum Islam tidak membedakan antara syarat dan rukun perkawinan.
Syarat dan rukun perkawinan di dalm kompilasi hukum Islam dan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah calon suami,
calon istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab qobul yang akan diuraikan
sebagai berikut.
3. TUJUAN PERKAWINAN
Laki-laki dan perempuan adalah jiwa yang satu. Satu dalam karakteristik
penciptaan walaupun terdapat perbedaan di dalam hal fungsi dan tugas.
Islam memandang perkawinan mempunyai nilai keagamaan sebagai ibadah
kepada AllahSWT, mengikuti sunnah Nabi guna untuk menjaga keselamatan
hidup keagamaan yang bersangkutan. Dari segi lain, perkawinan dipandang
mempunyai nilai kemanusiaan, untuk memenuhi naluri hidupnya guna
melangsungkan kelangsungan jenisnya, mewujudkan ketentraman hidupnya
dan menumbuhkan serta rasa kasih sayang dalam hidup bermasyarakt.
Oleh karenanya, sengaja hidup membujang tidak dibenarkan.
Adapun tujuan dalam Islam di antaranya adalah seperti yang disebutkan
dalam Al-Quaran surat ar-Rum ayat 21 yaitu untuk menciptakan kehidupan
rumah tangga yang tenteram dan timbul rasa kasih sayang.dari nas-nas
yang ada di dalam Al-Quaran dapat disimpulkan beberapa tujuan
perkawinan yakni untuk memperoleh ketenangan hidup yang penuh rasa
cinta dan kasih sayang, tujuan untuk reproduksi, pemenuhan kebutuhan
biologis, menjaga kehormatan, dan ibadah. Dari kelima tujuan diatas, tujuan
yang pertama adalah manjadi tujuan pokok dan utama.
4. PENGERTIAN PERCERAIAN
Cerai adalah merupakan sebuah perkara. Meskipun pada dasarnya
melakukan perekawinan itu adalah bertujuan untuk selama-lamanya , tetapi
adakalanya sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan itu tidak
dapat diteruskan dan harus putus ditengah jalan atau dengan kata lain
terjadi perceraian antara suami istri.
Perceraian berasal dari kata cerai yang berarti pisah dan talak, sedang
kata talak sama artinya dengan cerai. Talak atau cerai menurut arti yang
umum adalah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh
suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan
sendirinya. Sedangkan talak dalam arti khusus adalah perceraian yang
dijatuhkan oleh pihak suami. Dengan dilepasnya hubungan perkawinan
keduanya dinyatakan berakhir, maka suami istri tersebut haram
berhubungan sebagaimana layaknya suami istri.
5. SEBAB-SEBAB PERCERAIAN
Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah hanya perkara perdata
semata, akan tetapi merupakan ikatan suci yang terkait dengan keyakinan
dan keimanan seseorang kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah
dalam sebuah perkawinan .

Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan baik supaya abadi serta
tujuan perkawinan dalam Islam dapat terwujud. Namun terkadang apa yang
menjadi cita-cita dan tujuan perkawinan itu kandas di perjalanan. Putusnya
perkawinan merupakan hal yang wajar, karena makna dasar sebuah akad
nikah adalah ikatan. Dapat juga dikatakan bahwa perkawinan pada dasarnya
adalah kontrak. Maka konsekwesinya perkawinan itu dapat lepas yang
kemudian dapat disebut dengan talak . Talak sebagai penyebab putusnya
perkawinan adalah institusi yanga paling banyak dibahas oleh para ulama.
Perceraian biasanya terjadi diseebabkan oleh dua hal :
1. Istri atau suami mandul
Jika istri mandul, tentu rumah tangga menjadi sepi, karena anak-anak
adalah laksana bunga yang menjadi hiasan. Begitu juga jika suami mandul,
istri dapat mengajukan gugatan cerai dan menikah dengan laki-laki lain yang
mungkin dapat memberikan keturunan . karena salah satu tujuan
perkawinan adalah untuk memperoleh anak atau keturunan.
2. Tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga
Kerukunan dan kesepakatan merupakan unsur pertama bagi pembinaan
rumah tanga bahagia. Jika hubungan perkawinan dalam kondisi goyah yang
melanda rumah tangga tersebut dilanjutkan terus, tentu berakibat
menimbulakan rasa permusuhan yang berkesinambungan antara mereka
berdua dan rumah tangga itu akan hancur berantakan.
Selain sebab di atas, masih terdapat beberapa kemungkinan sebabsebab tarjadinya perceraian dalam kehidupan rumah tangga. Diantaranya
adalah nusyus(pembangkangan kewajiban), syiqaq(retaknya hubungan
perkawinan), dan perselingkuhan.
6. AKIBAT PERCERAIAN
Perceraian adalah petusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri.
Pada dasarnya Islam mempersempit perceraian. Hal ini bukan bermaksud
bahwa perceraian itu dilarang mutlak, akan tetapi perceraian itu merupakan
jalan terakhir setelah berbagai upaya untuk mendamaikan sudah tidak bisa
dicapai lagi. Bukti bahwa Islam mempersempit perceraian itu dapat dilihat
pada pasal 39 Undang-Undang No.1 1974 Tentang Perkawinan. Jadi undangundang maupun Islam sama sama mempersulit perceraian.
Adapun akibat perceraian itu disebutkan dalam Undang-Undang No.1
1974 Tentang Perkawinan yaitu :
1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya
semata-mata berdasar kepentingan anak bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi
keputusan.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya
tiadak dapat memenuhi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberi biaya
penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Oleh karena itu, meskipun suami istri telah bercerai, kewajiban seorang
suami tidak lepas begitu saja. Ia masih berkewajiban memberi nafkah
terhadap bekas istrinya serta anak-anaknya.
7. PENGERTIAN DAN FENOMENA KAWIN CERAI
Perkawinan dan perceraian adalah ibarat dua sisi mata uang logam,
karena perkawinan dan perceraian adalah hukum alam yang tidak bisa
ditolak ataupun dirubah dan akan terus berlangsung sampai kehidupan ini
tidak ada lagi menampakan sesuatu yang hidup. Maraknya fenomena pada
zaman sekarang adalah keanehan- keanehan yang terjadi pada perilaku
seseorang yang suka kawin cerai. Seseorang yang berulang-ulang
melakukan perkawinan kemudian bercerai dengan mudah tanpa ada alasan
yang dibenarkan, seakan-akan melakukan perkawinan hanya untuk
memenuhi kebutuhan libido seksualnya dengan perempuan atau laki-laki
lain. Setelah merasa puas, mereka dengan mudah menceraikannya tanpa
alasan yang jelas kemudian mereka melakukan perkawinan lagi dengan
pasangan yang lain.
Istilah kawin cerai dalam Islam tidak dikenal sama sekali. Islam hanya
mengenal istilah perkawinan dan penceraian saja. Istilah ini muncul karena
banyaknya kasus orang yang berulang kali melakukan perkawinan dan tibatiba bercerai dan melakukan perkawinan lagi dengan pasangan yang
berbeda. Para pelaku kawin cerai adalah hanya untuk memenuhi naluri
seksualnya saja. Mereka tidak memperhatikan hal-hal lain terutama bahwa
perkawinan merupakan ibadah yang bernilai luhur . salah satu sebab
tejadinya kawin cerai adalah tidak memahami hakikat perkawinan itu sendiri.
Pengetahuan mereka terhadap ilmu agama sangat kurang. Adapun sebabsebab yang lain adalah adanya krisis akhlak, kecemburuan, faktor ekonomi,
tidak ada tanggung jawab, intervensi pihak ketiga, adanya konflik,dan tidak
adanya keharmonisan.
8. AKIBAT DARI KAWIN CERAI
Setiap pasangan akan selalu mengharapkan supaya perkawinannya tetap
bahagia dan hanya maut yang dapat memisahkan mereka. Adanya
fenomena kawin cerai ini menunjukan adanya ketidakseriuasan dalam
memaknai perkawinan itu sendiri.
Adapun akibat dari kawin cerai itu sendiri adalah :
1. Dari segi hukum
Dari segi hukum kawin cerai akan menimbulkan banyaknya anak yang
ditinggalkan dengan seorang ibu yang telah diceraikannya. Suami wajib
menjamin kelangsungan hidup kepada istri selama masa iddah dan mutah
dan juga nafkah anak-anaknya. Meskipun hukum Islam tidak menentukan
besarnya jumlah jaminan yang wajib diberikan, tetapi kewajiban memberi
jaminan itu mutlak. Bagi laki-laki yang tidak bertanggung jawab yang
menelantarkan janda dan anak-anaknya akan mendapat dosa besar. Apabila
hal ini terjadi, maka janda berhak menuntut jaminan hidupnya melalui
pengadilan agama sesuai kemampuan bekas suami.

2. Dari segi social


Apabila dilihat lebih jauh, perkawinan itu merupakan hubungan seseorang
dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia. Perkawinan
merupakan hubungan manusia dengan Allah dapat dipahami adanya unsur
ibadah dalam melakukan perkawinan itu. perkawinan juga merupakan
sarana terbentuknya satu keluarga besar yang awalnya tidak saling
mengenal. Oleh karena itu dari sisi ini, kawin cerai dapat mengakibatkan
rusaknya hubungan silaturrahim dua keluarga besar yakni keluarga dari
pihak suami dan istri.
3. Dari segi budaya
Perilaku kawin cerai dapat melahirkan banyaknya para janda dan duda
yang tidak baik. Orang memandang perceraian itu adalah sesuatu yang
aib,yang tidak pantas terjadi. Perilaku kawin cerai dapat menyebabkan
rusaknya hubungan silaturrahim antara mantan suami dan mantan istri.
4. Dari segi medis
Dilihat dari segi medis, perilaku kawin cerai dapat memungkinkan untuk
terjadinya penyakit-penyakit kelamin yang disebabkan oleh pelaku yang
suka berganti pasangan. Oleh karena itu perilaku kawin cerai dapat
dikatakan sebagai perbuatan seks bebas tetapi dalam ikatan perkawinan.
5. Dari segi pendidikan
Perilaku kawin cerai akan berdampak pada pendidikan anak . peranan
orang tua terhadap peranan pendidikan anak adalah sangatlah penting,
karena akan menentukan masa depan anak.
9. KAWIN CERAI DALAM DOMAIN HUKUM
Secara umum hukum dapat dibedakan antara hukum publik dan hukum
privat. Hukum publik meliputi hukum administrasi Negara dan hukum pidana,
sedangkan hukum privat meliputi hukum perdata termasuk di dalamnya
adalah hukum perjanjian.
Hukum perdata mencakup bidang-bidang hukum pribadi, hukum harta
kekayaan, hukum keluarga dan hukum waris. Dalam hukum perdata,
perkawianan dan perceraian mengakibatkan adanya hubungan hukum.
Hubungan hukum yang ditimbulkan dari perkawinan adalah adanya hak dan
kewajiban di antara mereka. Dengan demikian perkawinan yang
dilangsungkan antara kedua belah pihak itu membawa akibat-akibat
tertentu, baik baik terhadap pihak kerabat, maupun terhadap pihak pribadi
yang melangsungkan perkawinan.
Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari perceraian adalah merusak
hubungan yang bertalian erat dengan prinsip garis besar keturunan yang
ada dan dianut oleh masyarakat. Yang bersangkutan. Adapun sanksi dalam
hukum perdata seperti yang terdapat dalam pasal 1365 BW. Dalam pasal
tersebut disebutkan bahwa :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Dalam hukum pidana Islam dikenal dengan istilah jinayah yang dalam
bahasa Indonesia sering disebut dengan tindak pidana. Prinsip dan tujuan
disyariatkan hukum adalah untuk kemaslahatan umat, maka hukum Islam
ditegakan untuk memberi perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan,
akal dan harta benda. Oleh karena itu setiap perbuatan yang kaitannya
dengan hukum pidana Islam, perilaku kawin cerai termasuk dalam kategori
tindak pidana. Hal ini dikarenakan melihat akibat yang ditimbulkan yang
hanya membawa kemadaratan serta perbuatan tersebut bertentangan
dengan moral dan akhlak. Dalam hukum Islam ditegaskan moral dan akhlak
sebagai sendi dalam masyarakat sehingga semua perbuatan yang
bertentangan dengan moral dan akhlak akan selalu dicela dan diancam
dengan hukuman. Ancaman hukuman pada pelaku tindak pidana bertujuan
supaya tidak mengulangi tindak kejahatan dan memberi pelajaran kepada
orang lain agar tidak melakukan tindak pidana.
Perilaku kawin cerai dilihat dari hukum perdata dan pidana adalah
merupakan perbuatan yang hanya membawa kemudaratan. Oleh karena itu
pelaku kawin cerai sangatlah mungkin untuk diberi sanksi atau hukuman.
B. KERANGKA BERFIKIR
Perkawinan merupakan sunatullah yang berlaku pada semua makhlukNya. Ini adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi
makhluk-Nya untuk berkembang biak. Akan tetapi, perkawinan bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan biologis semata sehingga dalam pelaksanaan
perkawinan harus diperhatikan tata cara, persyaratan dan rukun- rukunnya.
Sedang perceraian itu merupakan sesuatu yang halal yang sangat dibenci
oleh Allah SWT.
Dalam Undang-Undang N.o 1 tahun 1974 tentang perkawinan serta
Kompilasi Hukum Islam pada buku I tentang hukum perkawinan tidak ada
pasal secara spesifik mengatur tentang kawin cerai. Setelah melakukan
penelaahan terhadap berbagai sumber, penyusun menemukan karya yang
membahas fenomena kawin cerai dengan judul perceraian yang indah
(membongkar fenomena kawin cerai selebritis) karya Muhammad Muhyiddin.
Dalam karya tersebut, penulis menjelaskan bahwa perilaku kawin cerai itu
disebabkan karena tidak pernah belajar dari kesalahan-kesalahan dalam
perkawinan yang pertama.
Selain itu, penyusun juga menemukan sebuah skripsi tentang hukum
menikah dengan niat cerai karya Shihabudin Al-Fatah. Dalam karya tersebut,
penyusun hanya menjelaskan tentang seorang yang melakukan perkawinan
dengan niatan akan menceraikan istrinya setelah libido seksualnya
terpenuhi. Akan tetapi, penyusun belum menemukan karya yang membahas
dari segi tinjauan hukum Islam bagi pelaku kawin cerai.. Oleh karena itu,
penyusun sangat tertarik untuk meneliti dan membahas hal tersebut. Selain
dari sumber diatas, penyusun juga dibantu dengan buku-buku yang
membahas tentang masalah perkawinan dan perceraian dan juga artikelartikel yang berkaitan dengan penelitian penyusun.

Syariat Islam merupakan hukum yang bersifat universal. Dengan


keuniversalannya ini, hukum Islam mampu memenuhi kebutuhan manusia
dari zaman ke zaman dengan berdasar nas(Al-Quaran dan hadis) yang
menjamin kelengkapan dan keabadian. Bagi kaum muslim Al-Quaran
sebagai wahyu Allah merupakan sumber hukum yang menjadi acuan dalam
menegakkan keadilan dan bahkan menjadi sumber yang abadi. Di antara
kandungan dari ayat-ayat tersebut adalah menyangkut hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan kholiqnya, hubungan manusia dengan
sesama, dan hubungan manusia dengan makhluk lain di alam ini. Di dalam
menjelaskan tantang hukum, masih banyak ayat-ayat yang sifatnya global
dan implisit. Oleh karena itu hadis bersifat menjelaskan prinsip-prinsip
hukum yang msih bersifat umum.
Seiring dengan perkembangan zaman dan banyaknya permasalahanpermasalahan baru yang muncul yang hukumnya tidak ada dalam Al-quan
dan hadis, maka para ulama berupaya untuk menjawab segala
permasalahan itu dengan ijtihad.
Didalam Al-Quran dijelaskan bahwa Allah menciptaksn makhluk hidup
berpasang-pasasangan, baik dalam kehidupan manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya.
Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan
maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki
dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai
makhluk. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai,
tentram, dan kasih sayang antara suami dan istri. Anak dari perkawinan
yang sah akan menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan
kelangsungan hidup manusia yang harmonis, sakinah mawaddah, dan
rahmah.
Sejalan dengan prinsip perkawinan dalam Islam yang menghendaki
bahwa akad perkawinan itu pada prinsipnya adalah sekali untuk selamanya,
dan tidak boleh dibatasi oleh waktu tertentu, akan tetapi kalau di antara
suami istri sudah tidak mungkin dipersatukan lagi, Islam memperkenankan
kepada keduanya untuk bercerai. Hanya saja yang harus diperhatikan bahwa
perceraian itu merupakan pintu darurat dan tidak ada jalan keluar lagi serta
berbagai upaya untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya sudah
ditempuh tetapi tidak berhasil kecuali dengan jalan perceraian.
Maraknya fenomena kawin cerai yang terjadi sekarang ini, kebanyakan
disebabkan kesalahan dalam mengawali mahligai perkawinan. Fenomena
kawin cerai yang berkali-kali, menunjukan adanya ketidakseriusan dalam
mengerjakan salah satu perkara yang sungguh-sungguh, yakni perkawinan.
Apabila perkawinan dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka mustahil
akan terjerumus dalam perceraian.
Pada dasarnya Islam mempersempit pintu perceraian. Dalam
hubungannya dengan hal ini dapat diperoleh ketentuan bahwa aturan talak
atau cerai hanya diadakan untuk meangatasi hal-hal yang memang sudah
dalam keadaan sangat mendesak. Perceraian yang dilakukan tanpa adanya
alasan tidaklah diperbolehkan, karena dapat menimbulkan mudarat bagi

dirinya sendiri dan juga istrinya serta tidak membawa mangfaat sama sekali.
Begitu juga apabila pasangan tersebut sudah dikaruniai keturunan, maka
perceraian juga akan berdampak terhadap keturunannya. Oleh karena itu,
ikatan perkawinan yang merupakan akad yang sangat kuat haruslah dijaga
dengan sebaik-baiknya. Karena perkawinan itu tidak hanya menghubungkan
antara dua jenis laki-laki dan perempuan. Akan tetapi perkawinan juga
menghubungkan antara keluarga besar antara dua keluarga besar pihak dari
laki-laki dan perempuan.
Adapun tujuan diciptakannya susatu hukum yaitu untuk mengatur
peargaulan hidup manusia secara damai, mendatangkan kemakmuran dan
kesejahteraan dan menjaga kepentingan setiap manusia dari gangguan.
Begitu juga diciptakan hukum Islam yaitu untuk kemaslahatan di akherat
kelak. Selain itu dari segi sosiologi bahwa hukum itu bertujuan untuk
mengatur dan melindungi masyarakat. Agar hukum itu dapat terwujud, maka
hukum menentukan norma yang berisi aturan- aturan yang harus dipatuhi
oleh setiap orang baik itu yang bersifat norma-norma moral ataupun sosial.
Dari uraian di atas, maka landasan pertama yang digunakan dalam
menjelaskan segala permasalahan adalah nas yang berupa Al-Quaran dan
hadis Nabi. Selai nas yang menjadi pedoman hidup, maka undang-undang
pun mempunyai peranan penting dalam mengatur urusan masyarakat
,karena negara kita adalah negara yang berlandaskan hukum sehingga
semua aspek yang berkaitan dengan sesama dan negara sudah banyak
diatur oleh negara.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Sebagai penulisan penelitian ilmiah , maka di dalam penyusunan karya
tulis ini menggunakan seperangkat metode penelitian yang dapat
menunjang dan mengarahkan untuk dapat menemukan , mengembangkan
dan menguji kebenaran suatu pengetahuan agar sebuah karya ilmia dapat
mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah dengan
menggunakan metode ilmiah. Adapun penyusunan karya ilmiah ini
menggunakan jenis penelitian perpustakaan(library research) yaitu sebuah
kajian yang menjadikan buku-buku tentang perkawinan dan perceraian serta
literatu-literatur yang berkaitan dengan masalah kawin cerai sebagai sumber
datanya yang lebih bersifat dokumenter.
B. SETTING
Penelitian yang saya susun merupakan hasil dari fenomena yang terjadi
di Jakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya, dengan melihat
fenomena kawin cerai yang semakin hari semakin banyak terjadi di
masyarakat.
C. SIFAT PENELITIAN

Penelitian ini bersifat ekploratori, yaitu menjelajahi tentang suatu obyek


permasalahan secara sistematis dan obyektif serta memberikan penjelasan
dan penilaian secara cermat dan tepat terhadap obyek kajian kemudian
menganalisanya lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam
penelitian ini penyusun adakan menjelajahi tentang fenomena kawin cerai
kemudian menganalisa lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Adapun data-data yang digunakan adalah data pustaka dari buku-buku
dan kitab- kitab yang membahas tentang pernikahan dan perceraian serta
literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah kawin cerai.
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertama menyeleksi
data yang ada kemudian diklasifikasi menurut kategori tertentu. Data yang
terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan metode deduktifinduktif.
REFERENSI
Nasution, Khoiruddin. 2004. Islam Tentang Relasi Suami Istri. Yogyakarta: .
Academia & Tazaffa.
Abidin, Slamet. 1999. Fiqih Munakahat I. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Basyir, Akhmad Azhar. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.
Syah, Ismail Muhammad. 1992. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Bakri, Asafri Jaya. 1996. Konsep Maqosid Asyariyah Menurut Alsyatibi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Khallaf, Abdul Wahab. 1999. Ilmu Usul Alfiqh,Alih Bahasa K.H. Masdar Helmy.
Bandung: Gema Risalah Press.
Daradjat, Zakiyah. 1995. Ilmu Fiqih. Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf.
http://kretivitascoretan.blogspot.co.id/2016/01/kawin-cerai.html 7.03

KPAI : Jutaan Anak Alami Masalah Sosial


0

Ditayangkan oleh Davit Setyawan

19 Mei 2015

Negara dan semua pihak terkait harus bekerja lebih keras untuk menyelamatkan anak-anak
telantar atau menghadapi berbagai persoalan lain. Sebab, ternyata jumlah anak yang tertimpa
masalah pola asuh jumlahnya sangat besar, mencapai 4,1 juta orang.
Fakta tersebut disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berdasarkan data Pusat
Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos. Namun menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna Susana Yembise, jumlah anak bermasalah bisa jauh
lebih besar karena belum semua terungkap.
Khofifah mengungkapkan, dari 4,1 juta anak bermasalah itu, 5.900 anak menjadi korban
kekerasan, 34.000 di antaranya anak jalanan, 3.600 anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Kasus-kasus yang menjadi masalah baru berkaitan dengan pola asuh anak tersebut, mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, ujar Khofifah di Cibubur, Jakarta, kemarin.
Menurut Mensos, tanggung jawab serta perilaku tumbuh kembang anak-anak yang paling utama
adalah berada di tangan kedua orang tua dan keluarga besarnya. Adapun pihak kementerian dan
lembaga terkait anak berada di BKKBN, Kemendikbud, Kemensos, dan Kemenag.
Kemensos memetakan anak-anak korban tindak kekerasan dengan menggelar Rapat Koordinasi
Nasional (Rakornas) PKSA. Dinas sosial diminta memetakan di wilayah masing-masing agar
bisa terukur, jelas, dan disiapkan berbagai strategi penanganan yang didukung APBD dan bisa
disinergiskan dengan APBN, papar Khofifah.
Yohana mengungkapkan, masih banyak kasus yang tidak terungkap karena ada beberapa
kalangan masyarakat yang tidak mau melaporkan kasus perlakukan tidak layak terhadap anak.
Jika diungkap akan dianggap sebagai aib keluarga, jadi tidak dilaporkan. Apalagi ini biasanya
terselubung, ujarnya kemarin.
Menteri asal Papua ini mengaku banyak kendala yang harus dihadapi dalam melakukan
perlindungan terhadap anak. Misalnya terkait koordinasi antara kementerian/lembaga,
pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota masih lemah. Dia bahkan menemukan kasus di mana
pihak kepolisian masih kurang serius dalam menangani kasus yang menyangkut anak dengan
alasan karena masalah keluarga.
Saya akan berkoordinasi dengan Kapolri agar dibuatkan instruksi supaya kepolisian serius
menangani masalah anak, paparnya. Yohana juga menengarai Tim Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TP2A) di beberapa daerah belum berjalan maksimal.
Bahkan ada di beberapa kabupaten/ kota belum dibentuk TP2TP2A. Di Jawa itu ada yang
belum punya. Papua belum punya. Belum lagi persoalan kualitas SDM TP2TP2A. Ini akan
menjadi concern kita untuk terus ditingkatkan, ungkapnya.
Selain itu Yohana menekankan perlunya digalakkan sosialisasi UU Perlindungan Anak dengan
target sampai ke desa-desa. Lebih jauh dia mengaku tengah mengkaji sanksi dengan mencabut
hak asuh. Hal ini dimaksudkan agar ada efek jera bagi orang tua yang memperlakukan anaknya
secara tidak layak.
Kasus penelantaran anak menjadi perhatian setelah KPAI dan aparat kepolisian mengevakuasi
lima anak yang ditelantarkan kedua orang tua mereka, Utomo Permono dan Nurindria Sari.
Bahkan kemudian dalam penggeledahan rumah mereka di Perumahan Citra Gran Cluster Nusa
Dua Blok E8 No 37 Cibubur, polisi menemukan paket sabu-sabu seberat 0,58 gram.

Atas penelantaran tersebut, pasangan suami istri tersebut dijerat pasal 76 (b) dan Pasal 77 (b)
Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima
tahun penjara. Kelima anak tersebut, yaitu Laras dan kembarannya, Cika, 10; Dani, 8; Alin, 5;
serta Dina, 4, kini ditempatkan di SOS Childrens Village, Jakarta Timur.
Di tempat terpisah, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Desy
Ratnasari mengatakan, kasus penelantaran anak tersebut menjadi momentum bagi DPR untuk
menyempurnakan produk undang-undang terkait perlindungan anak agar dijalankan pemerintah
sekaligus mengevaluasi kinerja lembaga negara yang membidangi perlindungan terhadap anak,
seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, juga KPAI.
Menurut Desy, berdasarkan pantauannya dalam kunjungan kerja di daerah, masalah anak
semakin kompleks lantaran minimnya pos-pos perlindungan anak yang berfungsi memberikan
pengawasan dan deteksi dini terhadap masalah anak. Akibatnya, banyak kasus penelantaran dan
kekerasan anak yang tidak terdeteksi dan terlaporkan.
Masyarakat masih kebingungan, ke mana mereka harus mengadu atau melapor jika di
lingkungan mereka terjadi penelantaran atau kekerasan terhadap anak. Untuk itu, menurut Desy,
pemerintah daerah harus partisipatif dengan membentuk lembaga perlindungan anak Indonesia
daerah dan membangun rumah singgah (safe house).
Pemerintah juga bisa memfungsikan posyandu selain mendeteksi gizi buruk, juga mendeteksi
kondisi psikososial anak. Di sekolah, peran guru bimbingan dan konseling (BK) bisa
dimaksimalkan sebagai tempat curhat anak. Pelatihan parenting bagi calon pengantin juga
berperan untuk menjamin kesiapan orang tua dalam mengasuh anak, ungkap Desy.
Menurut pemerhati masalah anak, Seto Mulyadi, perlindungan anak tidak bisa dilakukan hanya
oleh internal keluarga, masyarakat memiliki peran yang sama dalam memberikan perlindungan
anak di lingkungan mereka. Masyarakat juga mesti proaktif melaporkan setiap bentuk
pelanggaran terhadap hak anak kepada aparat setempat.
Dalam undang-undang, barang siapa yang tahu ada tindak kekerasan terhadap anak tapi
dibiarkan, akan diancam pidana lima tahun. Melindungi anak perlu satu kampung. Peran seperti
KPAI bisa dibangun sampai tingkat RT dan RW, katanya.
Tersangka Narkoba
Penyidik Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya resmi menetapkan Utomo Permono dan
Nurindria Sari sebagai tersangka atas kepemilikan sabu-sabu seberat 0,85 gram yang ditemukan
di rumahnya. Berdasarkan hasil gelar perkara, keduanya cukup unsur untuk ditingkatkan
statusnya sebagai tersangka atas penggunaan dan kepemilikan sabu seberat 0,85 gram, ungkap
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Eko Daniyanto kepada wartawan di Polda
Metro Jaya, Jakarta, kemarin.

Penetapan tersangka dilakukan pada Minggu (18/5) malam. Setelah ditetapkan keduanya
langsung ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya. Dari hasil pemeriksaan keduanya
mengakui memiliki barang tersebut dan memakainya. Selain berdasarkan pengakuan, mereka
juga terbukti positif mengonsumsi narkotika.
Pemeriksaan urine dilakukan pada Jumat (15/5) malam oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan
Polda Metro Jaya. Atas kepemilikan sabu-sabu tersebut keduanya dijerat Pasal 112 dan 114
subsider Pasal 132 UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal tujuh
tahun penjara. Untuk legalitas formal, keduanya juga akan dites kembali urine dan darahnya di
Puslabfor Mabes Polri, ujarnya.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya Kombes Pol Musyafak
mengungkapkan, polisi melakukan tes urine terhadap keduanya dengan menguji enam jenis
kandungan zat tertentu, yaitu methampetamine, ampethamine, benzoat, morfin, dan ganja.
Tetapi hanya dua yang positif, yaitu methampetamine dan ampethamine, katanya.
Adapun Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto menegaskan,
penjeratan pelaku dengan UU Nomor 35/2009 tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
tidak menggugurkan pengenaan undang-undang sebelumnya, yaitu UU Nomor 23/ 2002 tentang
Perlindungan Anak dan UU Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga.
Sampai saat ini, kata Heru, belum ada penetapan tersangka terhadap kedua pelaku penelantar.
Menurut dia, polisi enggan tergesa-gesa dalam menetapkan tersangka karena mengedepankan
prinsip kehati-hatian. Di samping itu, dalam penetapan tersangka itu polisi akan menggunakan
standar minimal tiga alat bukti, meskipun dalam KUHAP disebutkan cukup menggunakan dua
alat bukti untuk menetapkan tersangka.
Menurut Heru, penyidik baru memegang satu alat bukti dalam dugaan kasus penelantaran dan
kekerasan terhadap anak berupa keterangan dari sejumlah saksi. Untuk melengkapi alat bukti,
polisi masih menunggu hasil pemeriksaan terhadap kondisi fisik dan kejiwaan anak untuk
memastikan kelima anak tersebut mengalami kekerasan atau tidak di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Jika terbukti dan ditetapkan sebagai tersangka akan ada pemeriksaan
kejiwaan oleh psikiater terhadap keduanya, katanya.
Penyidik Polda Metro Jaya sampai saat ini telah memeriksa 11 saksi yang terdiri atas warga
setempat dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai pihak pelapor. Dilain sisi,
dalam proses penggalian keterangan terhadap anak nanti, mereka akan didampingi psikolog
untuk mendapatkan keterangan yang objektif dari sang anak.

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jutaan-anak-alamimasalah-sosial/ 7,08KPAI: Pelaku Kekerasan Terhadap


Anak Tiap Tahun Meningkat
2

Ditayangkan oleh Davit Setyawan

14 Juni 2015

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kekerasan pada anak selalu
meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan
yang sifnifikan. Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311
kasus, 2014 ada 5066 kasus, kata Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti kepada Harian Terbit,
Minggu (14/6/2015).
Dia memaparkan, 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 hingga april 2015.
Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tercatat 6006 kasus. Selanjutnya,
kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus serta
pornografi dan cybercrime 1032 kasus.
Selain itu, sambungnya, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku kekerasan dengan lokus
kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di
lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi
menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6
persen di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat.
78.3 persen anak menjadi pelaku kekerasan dan sebagian besar karena mereka pernah menjadi
korban kekerasan sebelumnya atau pernah melihat kekerasan dilakukan kepada anak lain dan
menirunya, paparnya.
Dia mengaku tidak setuju memakai istilah kejahatan karena istilahnya belum dibakukan di Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas). Dia kembali memaparkan, pelaku kekerasan pada anak bisa dibagi menjadi tiga.
Pertama, orang tua, keluarga, atau orang yang dekat di lingkungan rumah.
Kedua, tenaga kependidikan yaitu guru dan orang-orang yang ada di lingkungan sekolah seperti
cleaning service, tukang kantin, satpam, sopir antar jemput yang disediakan sekolah. Ketiga,

orang yangg tidak dikenal. Berdasarkan data KPAI di atas tersebut, anak korban kekerasan di
lingkungan masyarakat jumlahnya termasuk rendah yaitu 17,9 persen.
Artinya, anak rentan menjadi korban kekerasan justru di lingkungan rumah dan sekolah.
Lingkungan yang mengenal anak-anak tersebut cukup dekat. Artinya lagi, pelaku kekerasan pada
anak justru lebih banyak berasal dari kalangan yang dekat dengan anak.
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahunmeningkat/

Kasus Anak Korban Perceraian Tinggi


0

Ditayangkan oleh Dedi Hendrian

7 Oktober 2016

JAKARTA Kasus terkait anak korban perceraian menduduki peringkat kedua dari total
pengaduan kasus-kasus perlindungan anak kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Terkait hal itu, pihak-pihak terkait diminta meminimalkan potensi kekerasan terhadap anak
korban perceraian.
Berdasarkan data yang dihimpun Republika dari KPAI, sepanjang periode 2011-2016, tercatat
4.294 pengaduan kasus anak korban pengasuhan keluarga dan pengasuhan alternatif. Jika dilihat
dari keseluruhan kategori pengaduan, jumlah ini menduduki peringkat kedua setelah kategori
laporan kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang mencapai 7.698 kasus.
Komisioner KPAI Rita Pranawati menuturkan, menurut data KPAI, anak-anak korban perceraian
rawan mengalami lima bentuk kekerasan. Anak-anak korban perceraian rawan mengalami
perebutan hak asuh, pelanggaran akses bertemu orang tua, penelantaran hak diberi nafkah, anak
hilang, serta menjadi korban penculikan keluarga. Kasus-kasus anak korban perceraian yang
kami alami meliputi lima kategori tersebut, ujar Rita kepada Republika, Rabu (5/10).
Menurutnya, data pengaduan itu dihimpun dari berbagai sumber, seperti laporan langsung,
laporan secara daring, pendataan dari lembaga mitra KPAI, dan pemantauan media. Rita
mengklaim, mayoritas aduan kasus anak akibat perceraian didahului oleh orang tua yang
menikah pada usia dini.
Orang tua muda yang bercerai, menurutnya, masih banyak yang belum menyadari jika konflik
dapat membuat anak merasa terintimidasi. Jika demikian, secara jangka panjang ada dampak
trauma psikologis yang diderita anak.
Rita mengiyakan, konflik akibat perceraian dapat mengurangi kualitas generasi muda secara
jangka panjang. Karena itu, pihaknya menyarankan agar orang tua yang bercerai mau menyadari

pentingnya menjaga pola asuh bersama. Meski sudah berpisah, kedua orang tua wajib
memberikan kasih sayang yang sama rata kepada anak.
Orang tua pun disarankan tidak membuat suasana menjadi intimidatif. Jangan paksa anak
memilih orang tuanya. Sebaiknya orang tua tetap bekerja sama memberikan kasih sayang dan
mendampingi anak hingga dewasa, kata Rita.
Sedangkan, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PP-PA) Pribudiarta Nur Sitepu menyarankan orang tua yang bercerai
tetap menjaga relasi yang baik dengan anak. Hal ini penting dilakukan mengingat ada potensi
kekerasan dan dampak psikologis akibat perceraian terhadap anak.
Ia mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, setiap anak harus
mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, hak bermain, hak mendapat pendidikan,
kesehatan, maupun nafkah dari orang tua. Anak-anak korban perceraian pun berhak atas hal-hal
seperti itu, ujar Pribudiarta kepada Republika, Kamis (6/10).
Karena itu, kedua orang tua yang telah bercerai tetap wajib memenuhi hak-hak tersebut. Orang
tua disarankan memberikan waktu yang seimbang kepada anak.
Menurut Pribudiarta, anak-anak korban perceraian akan mengalami dampak psikologis seperti
trauma atau kondisi mental yang tidak stabil. Selain itu, mereka juga rawan menerima bentukbentuk kekerasan akibat ego dari orangtua yang sudah bercerai. Relasi orangtua dengan anak
harus terjaga, begitu pula dengan kasih sayang sehingga mental anak tetap stabil, kata
Pribudiarta.
Sebelumnya, pihak Direktorat Badan Pengadilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung mencatat
angka perceraian yang terus menerus mengalami peningkatan. Tak hanya dari segi jumlah,
persentase perceraian dibanding pernikahan dalam setahun juga terus meningkat.
Peningkatan terus-menerus itu, menurut sejumlah pihak yang ditanyai Republika sepekan
belakangan, tak bisa lagi dibiarkan. Para pemangku kepentingan dan pihak-pihak terkait
diharapkan melakukan tindakan preventif guna mencegah ancaman penurunan kualitas anakanak Indonesia yang terdampak akibat meningkatnya jumlah perceraian.
http://www.kpai.go.id/berita/kasus-anak-korban-perceraian-tinggi/

Dipublikasikan oleh johan - Pada Senin, 23 Juni 2008


Ditulis oleh Administrator

Berbagai kasus kekerasan


terhadap anak masih terus
terjadi secara silih berganti.
Kasus itu dalam bentuk
kekerasan fisik, psikis,
maupun kekerasan seksual.
Pusat-pusat kajian bahkan
mencatat adanya
peningkatan angka tindak
kekerasan terhadap anak
yang cukup mencolok dari
tahun ke tahun. Komisi
Perlindungan Anak
Nasional (KPAI) mencatat,
selama Januari-April 2007
terjadi 417 kasus kekerasan
terhadap anak.
Ini mencakup kekerasan
fisik (89 kasus), kekerasan
seksual (118 kasus), dan
kekerasan psikis (210
kasus). Di antaranya 226
kasus terjadi di sekolah.
Sedangkan periode yang
sama tahun sebelumnya
menunjukkan terjadi 247
kasus kekerasan fisik (29
kasus terjadi di sekolah),
kekerasan seksual 426
kasus (67 kasus di sekolah),
kekerasan psikis 451 kasus
(96 kasus di sekolah). Fakta
yang ada di lapangan
diperkirakan lebih
memprihatinkan. Bahkan
diperkirakan kekerasan
terhadap anak sudah
mencapai titik kritis karena
terjadi setiap dua menit
sekali. Hal lain yang lebih
memprihatinkan adalah
bahwa sebagian kekerasan

terhadap anak itu justru


dilakukan oleh para guru
dan aparat negara - dua
elemen masyarakat yang
seharusnya paling
bertanggung jawab dalam
melindungi anak-anak.
Ketua Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI)
Giwo Rubiyanto Wiyogo
mengatakan, sebenarnya
perangkat perundangundangan di Indonesia
yang mengatur tentang
perlindungan anak sudah
lebih maju dibandingkan
dengan negara-negara lain.
Hanya saja, kata dia,
sosialisasi dan
implementasinya hingga
kini masih menghadapi
berbagai masalah, sehingga
hasilnya pun masih jauh
dari harapan
masyarakat.`'Penyelenggara
perlindungan anak di
Indonesia, termasuk
pemerintah dan aparat
penegak hukum, belum
memiliki respon yang
tinggi terhadap
perlindungan anak,'' kata
Giwo di Jakarta akhir
pekan lalu.
Berbagai upaya
perlindungan terhadap anak
memang terus dilakukan.
Pemerintah melalui
Keppres No 59 Tahun 2002
telah menetapkan Rencana
Aksi Nasional (RAN)
Penghapusan Bentukbentuk Pekerjaan Terburuk

bagi Anak. Bahkan, sebagai


bentuk komitmen perhatian
yang lebih serius,
pemerintah selanjutnya
juga telah menunjukkan
political will dengan
memberlakukan UndangUndang No 23 Tahun 2003
tentang Perlindungan Anak.
Namun fakta menunjukkan
bahwa anak-anak masih
menjadi korban kekerasan
maupun korban
perdagangan (trafficking)
dan eksploitasi seksual
dengan tujuan komersial.
Bahkan tahun 2006 yang
dicanangkan sebagai
''Tahun Penghentian Aksi
kekerasan terhadap Anak''
pun tidak membawa hasil
seperti yang diharapkan.
Menurut Giwo, selama ini
para penegak hukum
cenderung menggunakan
KUHP dalam menangani
kasus-kasus kekerasan
terhadap anak, meskipun
UU Perlindungan Anak
telah diberlakukan selama
empat tahun. `'Padahal
kalau UU Perlindungan
Anak benar-benar
diterapkan secara efektif,
ancaman hukuman yang
lebih berat yang dikenakan
kepada para pelaku
kekerasan dapat
menghasilkan efek jera,''
katanya.
Selain sosialisasi dan
implementasi UU tentang

Perlindungan Anak yang


tidak berjalan efektif,
lanjutnya, sejumlah faktor
lain juga menjadi kendala.
Faktor kemiskinan, tekanan
hidup yang semakin
meningkat, kemarahan
terhadap ketidakberdayaan
dalam mengatasi masalah
ekonomi, juga
menyebabkan para
orangtua mudah meluapkan
emosi mereka terhadap
anak.
Hal ini masih diperparah
dengan berbagai kebijakan
pembiaran yang dilakukan
negara terhadap
pelanggaran hak anak.
Kejadian seperti busung
lapar, polio, demam
berdarah, anak telantar,
anak putus sekolah sampai
pada kenaikan BBM,
merupakan sebagian dari
daftar panjang kebijakan
negara yang semakin
mempersulit kehidupan
masyarakat menengah
bawah yang menjadi
mayoritas rakyat kita.
Kondisi ini pula yang
kemudian menimbulkan
problematika perlindungan
anak lainnya, seperti
masalah anak jalanan anak
anak terlantar yang
angkanya masih cukup
tinggi. Berdasarkan data
dari Departemen Sosial
tahun 2006, jumlah anak
jalanan di Indonesia sekitar
3,5 juta jiwa. Angka ini
meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya, di mana


tercatat 1,2 juta anak
telantar.
Menurut Giwo, KPAI yang
selama ini ditunjuk resmi
oleh pemerintah sebagai
lembaga yang memantau
pelaksanaan perlindungan
anak di Indonesia, tidak
memiliki legal standing.
Ibarat diberi pistol, KPAI
tidak dilengkapi dengan
pelurunya. `'Jadi, kalau
terjadi kekerasan terhadap
anak, KPAI tidak bisa
langsung mengambil anak
yang menjadi korban
kekerasan tersebut, karena
kita tidak memiliki legal
standing. Kita ini ibarat
macan ompong,'' ujar
Giwo.
Selain itu, sejauh ini baru
ada 12 daerah yang
memiliki peraturan daerah
(Perda) tentang anak
jalanan sebagai upaya
untuk menurunkan jumlah
anak-anak jalanan.
Keduabelas daerah tersebut
di antaranya, Bandung,
Semarang, Makasar dan
Medan. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah
terpadu dari semua elemen
masyarakat. Hal ini untuk
menggerakkan upaya
perlindungan terhadap anak
dan menyelamatkan masa
depan mereka. Langkah itu
antara lain mencakup mulai
dari sosialisasi dan
implemantasi UU tentang

Perlindungan Anak yang


lebih efektif. Denga
demikian mendorong peran
pemerintah untuk lebih
tegas dalam menegakkan
komitmen - komitmen
terhadap perlindungan anak
dan penyelamatan masa
depan mereka.
https://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=231

You might also like