You are on page 1of 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 %
wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu
tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG,
maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin
canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan
sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan
bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu
gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat
atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent
stone).
1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan mahasiswa
dalam menerapkan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah
Kolelitiasis.

1.2.2

Tujuan Khusus
Melalui pendekatan proses keperawatan medikal bedah diharapkan
mahasiswa mampu :

1. Melakukan pengkajian

keperawatan pada pasien dengan

masalah

Kolelitiasis.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah
Kolelitiasis.
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
Kolelitiasis.
4. Melaksanakan rencana dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah Kolelitiasis.
5. Melakukan evaluasi pada pasien dengan masalah Kolelitiasis.
6. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan Kolelitiasis.

BAB II
PEMBAHASAN
2

2.1 Defenisi
Kholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu
ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam
ductus choledochus (choledocholithiasis) (Dorland, 2002).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea)
yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih
sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita
dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi
lemak dan genetik (Lesmana, 2002).
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu
(Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 1: Batu dalam kandung empedu.


2.2 Anatomi Dan Fisiologi
2.2.1 Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm.
Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan
visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai
duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum
mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati (John, 2003).
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan
kandung empedu (John, 2003).
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus
coeliacus (John, 2003).

Gambar 2: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.


2.2.2 Fisiologi Saluran Empedu
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar
50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu
sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang
tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli
(John, 2003).
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran
ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum (John, 2003).

Gambar 3: Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.


1) Pengosongan Kandung Empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke
dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting
untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua
hal yaitu:
(1) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum

akan

merangsang

mukosa

sehingga

hormon

Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar


peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
(2) Neurogen:

a) Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari


sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
b) Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun
hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
Komposisi Cairan Empedu
Komponen

Dari Hati

Dari Kandung Empedu

Air

97,5

gm %

95

gm %

Garam Empedu

1,1

gm %

gm %

Bilirubin

0,04

gm %

0,3

gm %

Kolesterol

0,1

gm %

0,3 0,9

gm %

Asam Lemak

0,12

gm %

0,3 1,2

gm %

Lecithin

0,04

gm %

0,3

gm %

Elektrolit

(1) Garam Empedu


Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah:
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang
terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar
dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna
lebih lanjut.

o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan


vitamin yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian
besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu
tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada
gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau
reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu (John, 2003).
(2) Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan
globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat
ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas
diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila
terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria
maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak (John, 2003).
2.3 Klasifikasi
Menurut (Lesmana, 2000) berdasarkan gambaran makroskopis dan
komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
a) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol.
b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
c) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

2.4 Prognosis
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda
jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi (Mansjoer, 1999).
2.5 Etiologi
Menurut (Sjamsuhidajat, 2005), kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain :
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu.

Kehamilan,

yang

menigkatkan

kadar

esterogen

juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan


terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.
d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
2.6 Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat
karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang
kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan (Lesmana,
2000).
Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai
nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung
empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai

10

pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik
(Lesmana, 2000).
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh
batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung
empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara
30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri
dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri
dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala
dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis (Lesmana, 2000).
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain
kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,
sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena
perforasi

kandung

empedu.

Komplikasi

tersebut

akan

mempersulit

penanganannya dan dapat berakibat fatal (Lesmana, 2000).


Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan
peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai
kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut.
Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15
% pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan
kolongitis (Brunner & Suddart, 2001).
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui
duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk
di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit
koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa
gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata (Price, 2000).

11

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan


tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri
sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran
empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis (Price, 2000).

Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi


2.7 Patofisiologi
Batu empedu terjadi karena adamya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empadu, larutan akan berubah menjadi jenuh
dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk
kristal

mikroskopis.

Kristal

terperangkap

dalam

mukosa

bilier,

akan

mengahasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu
menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu (Price, 2000).
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol
berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi
12

sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi
kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol (Price, 2000).
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh dati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk
presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif
bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti
hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkinberada dalam
empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya.

Kalsium bilirubinat

mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu


pigmen hitam (Price, 2000).
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan
memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat (Price, 2000).
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari
waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat
dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu.
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan
pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu
empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara
waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di
tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin

13

dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan


anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi.
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi
peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan
kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon
adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi
atau intervensi endoskopi.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50%
kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu
yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu (Muttaqin,
2010).
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin
dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu
menjadi

bersaturasi

tinggi

(supersaturated)

oleh

substansi

berpengaruh

(kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk


pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu,
kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi,
melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan
kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu
(Muttaqin, 2010).
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis (Lesmana,
2000) :
a. Asimtomatik

14

b. Obstruksi duktus sistikus


c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
Empiema
Perikolesistitis
Perforasi
e. Kolesistitis kronis
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat
juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan
dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata (Mansjoer,
1999).
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.

15

Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus


obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis (Mansjoer, 1999).
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi (Mansjoer, 1999).
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan
akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut (Schwartz, 2000).
b. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatica (Schwartz, 2000).

16

Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis


Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren
lebih jelas daripada dengan palpasi biasa (Muttaqin, 2010).

17

Gambar 6: Hasil USG pada kolelitiasis


Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.

Gambar 7: Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

18

2.10

Penatalaksanaan Medis
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau


mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain:
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan

ini

dibandingkan

prosedur

konvensional

adalah

dapat

mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien


dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi.

19

Gambar 8: Tindakan kolesistektomi

c) Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada
50% pasien.
d) Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini.
f) Kolesistotomi

20

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di


samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
2.10.1 Terapi/Obat
Ranitidin
Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet,
50 mg/ml injeksi.
Indikasi: Ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap
simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung (Dalam
kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah /
anti emetik).
Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala
karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml
injeksi.
Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran
kemih wanita.
Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.
Buscopan Plus
Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.
Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri
spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
NaCl
NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana
kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di
dalam plasma tubuh.

21

NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi kandungan


osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam
plasma tubuh.
2.10.2 Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari
metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair
rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari
lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke
dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi
ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.
2.11

Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Aktifitas/Istirahat

Gejala

: Kelemahan

Tanda

: Gelisah

Sirkulasi
Tanda

: Takikardia, berkeringat

Gejala

: Perubahan warna urine dan feses

Tanda

: Distensi abdomen.

Eliminasi

Teraba masa pada kuadran kanan atas.


Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.

Makanan / Cairan
Gejala

: Anoreksia, mual/muntah.
Tidak

toleraran

pembentukan

terhadap
gas

lemak

regurgitasi

dan

makanan

berulang,

nyeri

epigastrium, tidak dapat makan, latus, dispepsia.


22

Bertahak.
Tanda

: Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala

:Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar kepunggung


atau bahu kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30
menit.

Tanda

:Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan


atas ditekan; tanda murphy positif.

Pernapasan
Tanda

: Peningkatan frekuensi pernapasan.


Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangakal.

Keamanan
Tanda

: Demam, menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).

Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala

: Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.


Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit
inflamasi usus, diskrasias darah.

Pertimbangan

: DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.

Rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan


diet/penurunan berat badan.

Pemeriksaan Diagnostik
Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut).
Bilirubin dan amilase serum: Meningkat.
Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat
alkaline fosfat dan 5-nukletiase;
Di tandai obstruksi bilier.
23

Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus


menurunkan absorbsi vitamin K.
Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu
dan/atau ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).
Kolangeopankreatografi

retrograd

endeskopik:

Memperlihatkan

percabangan bilier dengan kanualasi duktus koledukus melalui


deudenum.
Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran
dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker
pankreas ( bila ekterik ada ).
Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada
sistem empedu. Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien
terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut.
Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus
empedu, dan membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.
Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan
bilier.
Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi
(kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran
kandung empedu.
Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menyebapkan penyebaran
nyeri.
2.12

Analisa Data
Analisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pengelompokan

temuan yang berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap parameter


normal yang dibuat. Kemudian, untuk membuat diagnose keperawatan manjadi
akurat adalah identifikasi masalah yang memfokuskan perhatian pada respon fisik
atau perilaku saat ini atau beresiko tinggi yang mempengaruhi kualitas hasrat
hidup klien atau pada apa yang menjadi kebiasaan (Doenges, 2001).

24

2.13

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien,

orang terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan
penatalaksanaan (Doenges, 2001:14).
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) telah
menerima definisi kerja dari diagnose keperawatan, yaitu: penilaian klinis tentang
respon

individu,

keluarga,

atau

komunitas

terhadap

masalah-masalah

kesehatan/proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnose keperawatan


memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat.
Diagnosa keperawatan dari Asuhan Keperawatan dengan masalah
kolelitiasis, diantaranya:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah, dyspepsia, nyeri, gangguan pencernaan lemak
sehubungan dengan obstruksi aliran empedu.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi.
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penghisapan
gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster; pembatasan
masukan secara medic; gangguan proses pembekuan.

25

2.14

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No
1

: Gastritis
Diagnosa Keperawatan

Nyeri Akut

Tujuan Dan Criteria Hasil

NOC :
Pain Level,
Definisi :
Pain control,
Sensori yang tidak menyenangkan Comfort level
dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial Kriteria Hasil :
kerusakan
jaringan
atau o Mampu mengontrol nyeri (tahu
menggambarkan adanya kerusakan
penyebab nyeri, mampu menggunakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional):
tehnik
nonfarmakologi
untuk
serangan mendadak atau pelan
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
intensitasnya dari ringan sampai o Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan
nyeri
o Mampu mengenali nyeri (skala,
dengan durasi kurang dari 6 bulan.
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
o
Menyatakan rasa nyaman setelah
Batasan karakteristik :
nyeri berkurang
Laporan secara verbal atau non
o Tanda vital dalam rentang normal
verbal
Fakta dari observasi
Posisi
antalgic
untuk
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati

Intervensi
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
26

Muka topeng
Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi
dengan orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulang-ulang)
Respon
autonom
(seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada,
iritabel,
nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu makan
dan minum

Faktor yang berhubungan :

Ajarkan tentang teknik non farmakologi


Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
27

Agen injuri (biologi, kimia, fisik,


psikologis)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup
untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di
bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake
makanan yang kurang dari RDA
(Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan
untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga
mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala


(efek samping)

NOC :
NIC :
Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
Intake

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
sesuai dengan tujuan
dibutuhkan pasien.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake


Berat badan ideal sesuai dengan
Fe
tinggi badan
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
Mampu mengidentifikasi kebutuhan
dan vitamin C
nutrisi

Berikan substansi gula


Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Tidak terjadi penurunan berat badan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
yang berarti

Berikan makanan yang terpilih (sudah


dikonsultasikan dengan ahli gizi)

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan


makanan harian.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan


28

setelah mengunyah makanan


Dilaporkan atau fakta adanya
kekurangan makanan
Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa
Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makanan
cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
Kurang berminat terhadap
makanan
Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :


Ketidakmampuan pemasukan atau

nutrisi yang dibutuhkan


Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
29

mencerna makanan atau


mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

Kurang Pengetahuan
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya
informasi kognitif sehubungan
dengan topic spesifik.
Batasan karakteristik :
memverbalisasikan adanya masalah,
ketidakakuratan mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai.

Faktor yang berhubungan :


keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumbersumber informasi.

NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya

NIC :
Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
30

Resiko Defisit Volume Cairan


Definisi : Penurunan cairan
intravaskuler, interstisial, dan/atau
intrasellular. Ini mengarah ke
dehidrasi, kehilangan cairan dengan
pengeluaran sodium
Batasan Karakteristik :
- Kelemahan
- Haus
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah,
penurunan volume/tekanan nadi
- Pengisian vena menurun

NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid
Intake
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
Elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan

Diskusikan pilihan terapi atau penanganan


Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

NIC :
Fluid management

Timbang popok/pembalut jika diperlukan

Pertahankan catatan intake dan output yang


akurat

Monitor status hidrasi ( kelembaban


membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan

Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi


cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )

Monitor vital sign

Monitor masukan makanan / cairan dan


hitung intake kalori harian

Kolaborasi pemberian cairan IV


Monitor status nutrisi

Berikan cairan
31

- Perubahan status mental


- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat
- Hematokrit meninggi
- Kehilangan berat badan seketika
(kecuali pada third spacing)

Faktor-faktor yang berhubungan:


- Kehilangan volume cairan secara
aktif
- Kegagalan mekanisme pengaturan

Berikan diuretik sesuai interuksi


Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output
Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi

32

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I.

IDENTITAS/DATA DASAR

1.

Identitas Klien

2.

2. Suami/Keluarga

Nama

: Tn. F

Nama

: Tn. A

Umur

: 59 tahun

Umur

: 39 tahun

Pendidikan

: SPG

Pendidikan : SMU

Suku Bangsa : Melayu

Suku Bangsa : Melayu

Pekerjaan

: PNS (Guru)

Pekerjaan : Swasta

Agama

: Islam

Agama

Alamat

: Tambelan

Keluarga terdekat yang mudah

Gol. Darah

:O

dihubungi : Anak

: Islam

Diagnosa dan Informasi Medik yang Penting Waktu Masuk


Tanggal masuk
: 18 November 2016
No. Medical Record : 004-27-65
Ruang Rawat
: Dahlia
Diagnosa Medis
: Cholelithiasis
Yang merujuk
: Puskesmas Tambelan
1) KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan nyeri hebat didaerah ulu hati dengan skala nyeri 8-9
dari 10 pada tanggal 18 November 2016. Keluhan sebelumnya sudah
dirasakan selama lebih dari satu minggu. (satu keluhan yang paling d
rasakan)
2) Keluhan Saat Pengkajian
Klien mengatakan nyeri diulu hati masih terasa bila bergerak dan nyeri
muncul dirasakan dengan skala 7-8 dari 10 pada tanggal 21 November
2016 jam 15.30 wib. (satu keluhan yg paling d rasakan)

3.

RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga dibawa

33

ke RS dan dirawat secara lengkap (PQRST).


Klien masuk via IGD RSUD Kota Tanjungpinang tanggal 18
November 2016 jam 11.43 wib dengan keluhan nyeri ulu hati yang sangat
hebat dan sesak nafas yang terus menerus, klien dirujuk dari puskesmas
Tambelan.
Pada saat pengkajian diruang Dahlia pada tanggal 21 November
2016 jam 14.10 WIB, Klien mengatakan sesak nafas yang dirasakan
tersebut muncul akibat nyeri ulu hati yang dirasakan klien, klien
mengatakan sesak nafas yang dirasa seperti terasa menyesak pada paruparunya dan bila klien berusaha untuk bergerak miring ke kanan ataupun
ke kiri akan semakin nyeri dan sesak nafas. Klien hanya dapat berbaring
untuk mengurangi nyeri dan mengatur posisi setengah duduk bila mulai
terasa sesak nafas. Keluhan yang dirasakan klien sangat mengganggu
kenyamanan klien saat bergerak dan klien berusaha untuk berpikir positif
agar sesak nafas dan nyeri ulu hatinya berkurang. Keluhan nyeri ulu hati
yang dirasakan klien terasa seperti ditusuk-tusuk di ulu hati, nyeri
dirasakan semakin terasa bila bergerak ke kiri atau ke kanan dengan skala
nyeri 7-8 dari 10. Keluhan nyeri ulu hati secara tiba-tiba dan bila nyeri
lama hilangnya sekitar 10 menit. Klien mengatakan pernah dirawat di
RSUD Kota Tanjungpinang sebelumnya yaitu sekitar kurang lebih satu
minggu yang lalu sebelum dirawat di RSUD Kota Tanjungpinang. Klien
mengatakan keluhan lain tidak ada dirasakan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sudah sekitar setahun yang lalu memiliki riwayat batu
empedu. Klien dirujuk dari puskesmas Tambelan dengan keluhan nyeri ulu
hati dan dada. Klien mengatakan tidak pernah menderita hipertensi
sebelumnya, tidak ada mempunyai riwayat penyakit jantung, TBC atau
kanker. Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus
sekitar kurang lebih satu tahun yang lalu. Klien mengatakan sering
mengkonsumsi makanan yang bersantan dan berlemak. Klien mengatakan

34

sudah berusaha menjaga gaya hidup sehat dengan sering berolahraga, klien
mengatakan sangat hobi berolahraga sepak bola. Klien mengatakan jarang
untuk kontrol mengenai kesehatannya kerumah sakit karena malas.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit diabetes mellitus, TBC, kanker namun ibu klien memiliki riwayat
penyakit jantung yaitu hipertensi.
Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Serumah
: Klien
: Meninggal
III. RIWAYAT POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN KLIEN
ADL
Pola pemenuhan

Dirumah
Makan/minum: 3x sehari

Dirumah Sakit
Makan/minum: 2x sehari

kebutuhan nutrisi dan

Jumlah/frekuensi: sering

Jumlah/frekuensi: sering
35

cairan

Nasi: Nasi goreng/nasi

Jenis diet

putih

Nasi: bubur nasi

Lauk: yang pedas-pedas

Sayur: Sayur buncis

Sayur: Sayur

Lauk: tahu, tempe

bayam/sawi/ sayur yang

Minum: sirup, air putih

bersantan

Intake cairan/24jam:

Pantangan: minuman

1500 ml/hari

dengan gula

Pantangan: minuman

Tidak ada poliphagia

dengan gula yang banyak

BB/TB: 70 kg

Tidak ada poliphagia

/160cm
Alergi makanan: tidak
ada

Alergi makanan: Cara makan: dengan


sendok makan

Makanan yang disukai:


Makanan yang
Pola Eliminasi

pedas/bersantan
BAK

BAK

Jumlah: cukup banyak

Jumlah: banyak (3x

Warna: kekuningan

sehari)

bening

Warna: Kuning

Masalah dalam BAK:

kemerahan seperti the

Tidak ada

Masalah dalam BAK:

BAB

Tidak ada

JUmlah: banyak

BAB

Warna: kekuningan

Jumlah: sedikit

Bau: Khas

Warna: kemerahan

Konsistesi: lunak padat

Bau: khas

Tidak pernah

Konsistensi: keras padat

menggunakan obat

Masalah: sulit BAB

pencahar

Diatasi dengan banyak


makan buah papaya,
36

semangka
Pola Istirahat dan Tidur

Jumlah/waktu
Gangguan tidur
Kebiasaan sebelum

tidur
Upaya untuk
mengatasi gangguan

9jam/hari

Tidak ada

Sulit tidur/insomnia

Minum air putih

Tidak ada, hanya minum


sirup

Meminta dokter untuk


meresepkan obat tidur

tidur
Hal-hal yang
mempermudah bangun

8 jam/hari

Berusaha untuk tenang


dan memejamkan mata

dan tidur
Keluhan lain ..
-

Sesak nafas/sulit
bergerak

Pola Kebersihan Diri


(PH)

Frekuensi mandi
Frekuensi mencuci

rambut
Frekuensi gosok gigi
Frekuensi mengganti

pakaian
Keadaan kuku

3x sehari

Setiap pagi dilap-lap

Setiap hari

Tidak pernah

3x sehari

1x sehari

Kuku panjang

Kuku bersih

Berternak ayam

Menonton tv, tidur-

Aktivitas lain/mobilitas
fisik/rekreasi

Aktivitas apa yang

tiduran

dilakukan untuk

mengisi waktu luang


Waktu senggang untuk

keluarga
Kegiatan dihari libur
Hiburan/rekreasi

Bersilahturahmi kerumah

Tidak dapat melakukan

saudara
Beternak ayam

Tidak dapat melakukan

Mendengarkan musik

Tidak dapat melakukan

37

Olahraga

Program olahraga
Jenis&frekuensi

olahraga
Kondisi setelah
berolahraga

Sepak bola

Tidak dapat melakukan

Setiap sore hari

Tidak dapat melakukan

Terasa segar, tidak terasa

Tidak dapat melakukan

sesak
Balance Cairan: Intake-output : 1400-350 ml/24jam
1150ml/24jam
2)

Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
Perasaan klien tenang dan ekspresi klien tampak tenang tidak ada tingkah
laku yang menonjol, klien merasa senang bila sanak saudara menjenguk.
Stresing yang membuat klien tidak nyaman adalah saat nyeri ulu hatinya
muncul. Koping pasien bila stress adalah hanya diam saja dan tenang.
Klien merasa penyakit yang dirasa adalah cobaan. Klien berharap bahwa
dengan dirawat diRSUD ini penyakitnya lekas sembuh, dan klien tidak
merasa harga diri rendah dengan keluhan penyakitnya.
b. Gaya Komunikasi
Klien saat berbicara tidak tampak berhati-hati, berbicara lepas dan tenang,
klien berbicara spontanl, klien berkomunikasi dengan jelas tanpa
menggunakan bahasa isyarat.
c. Pola Pertahanan Bagaimana Mekanisme Kopig Klien dalam mengatasi
masalahnya?
Klien mengatasi masalah dengan diamn, berusaha melepas stress dengan
berlapang dada dan tenang. Mencoba untuk menghindar dahulu lalu
mencari solusi yang baik.
d. Dampak dirawata RS apakah ada perubahan secara fisik dan psikologis
selama klien dirawat dirs?
Terasa sumpek, lelah berbaring, risau sulit bergerak, takut nyeri ulu hati
semakin muncul.
e. Kondisi Emosi/Perasaan klien
Sudah lebih baik daripada saat awal masuk. Klien merasa lebih tenang
daripda sebelumnya. Ekspresi klien tampak tenang dan sesuai dengan

38

jawaban mengenai suasana hatinya


3.

Riwayat Sosial
Klien aktif berinteraksi dengan lingkungan rumah dengan

bergotong

royong seminggu sekali. Klien tinggal dirumah sendiri bersama istri


hubungan keluarga dengan anggota keluarga lainnya harmonis, klien
mengatakan yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah klien
sebagai kepala keluarga.
4.

Riwayat Spiritual
Klien mengatakan kebutuhan untuk beribadah tidak terpenuhi, akibatnya
klien hanya bisa berbaring. Klien mengatakan klien sulit untuk solat
karena merasa nyeri di ulu hatiny dan tidak tenang untuk melakukan solat
klien hanya dapat berdoa untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 21 November 2016
1. Keadaan Umum ; Pasien tampak tenang, tidak lemah
Kesadaran
: Compos mentis
GCS : 15
E: 4 M : 6 V :5
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital, jam 15.30 wib
TD : 130/90 mmHg
Nadi: 84x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,7 C
3. Pemeriksaan Wajah
1) Mata
Inspeksi ; mata simetris kanan dan kiri, kelopak mata tidak odem, tidak
ada peradangan/luka, Bulu mata tidak rontok/jatuh, konjungtiva tidak
pucat, skelera tidak ikterik, warna iris hitam, pupil isokor.
2) Hidung
Inspeksi : Bentuk tulang hidung normal tidak bengkak, poisisi septum
nasi lurus tidak bengkok, tidak ada perdarahan pada meatus. Tidak ada
secret berlebih
Palpasi: Tidak ada membengkakan
39

3) Mulut
Inspeksi: Tidak ada kelainan congenital, warna bibir merah muda,
tidak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada gigi lagi, gusi warna merah
muda, lidah lembab warna merah muda, lidah bersih, tidak ada
perdarahan, tidak ada bau mulut, tidak ada sianosis.
4) Telinga
Inspeksi: Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, ukuran sama kanan
kiri, tidak ada perbedaan warna pada kulit sekitar telinga, tidak ada
peradangan, tidak ada penumpukan serumen, tidak ada tanda-tanda
infeksi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
4.

Pemeriksaan Kepala dan Leher


1) Kepala
Inspeksi: bentuk kepala bulat, simetris, tidak ada luka, tidak ada
perdarahan, kepala bersih, kulit kepala bersih dari kutu atau ketombe.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
2) Leher
Inspeksi: Bentuk leher simetris, tidak ada peradangan, tidak ada
jaringan parut, tidak ada perubahan warna, tidak teraba massa.
Palpasi: tidak teraba pembesaran kelenjar limfe, tidak teraba
pembesaran kelenjar tyroid, posisi trakea simetris, tidak teraba
pembesaran vena jugularis.

5.

Pemeriksaan Thoraks/Dada
a) PEMERIKSAAN PARU
1. INSPEKSI
Bentuk thoraks normal chest, tidak ada kelainan bentuk susunan ruas
tulang belakang. Bentuk dada simetris. Keadaan kulit lembab, retraksi otot
bantu pernafasan tidak ada. Tidak ada pernafasan cuping hidung, Pola
nafas takipneu, tidak ada sianosis, tidak ada batuk.
2. AUSKULTASI
Suara nafas area vesikuler bersih, tidak ada bunyi nafas tambahan, pada
paru-paru kanan dan kiri
3. PALPASI
Pemeriksaan taktil fremitus didapat dengan hasil getaran antara kanan dan
kiri teraba sama.
4. PERKUSI
Didapat dari hasil berupa sonor, pada daerah paru-paru kanan dan paru40

paru kiri
b) PEMERIKSAAN JANTUNG
1. INSPEKSI
Ictus Cordis tidak terlihat, tidak ada pelebaran ictus cordis, CRT <3detik
2. AUSKULTASI
BJ I terdengar keras dan regular
BJ II terdengar keras dan regular
Tidak terdapat bunyi jantung tambahan
Tidak ada keluhan terkait dengan jantung
3. PALPASI
Pada dinding thoraks teraba lemah.
4. PERKUSI
Batas-batas jantung dengan batas atas di ics II
Batas bawah di ics V
Batas kiri di ICS V Clavicula Sinistra
Batas kanan di ICS IV Mid Sternalis dextra
6.

Pemeriksaan Abdomen
1. INSPEKSI
Bentuk abdomen cembung, tidak ada massa/benjolan, bentuk simetris
2. AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 15x/menit
3. PALPASI
Hepar dipalpasi tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran, perabaan
lunak, permukaan halus, dengan adanya nyeri tekan, didaerah ulu hati atau
dibagian kandung empedu dengan skala 7.
4. PERKUSI
Hasil perkusi tympani pada daerah gastric, keluhan pada perut nyeri bila
didaerah ulu hati.

7.

Pemeriksaan Genetali
a. Genetalia Pria
b. Pada Wanita
-

8.

Pemeriksaan Punggung dan Tulang Belakang


Tidak terdapat lesi dikulit punggung
Tidak terdapat kelainan bentuk tulang belakang
Tidak ada fraktur

41

Tidak terdapat nyeri tekan

9.

Pemeriksaan Ekstremitas/Muskuloskeletal
Inspeksi: Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas, tidak
ada fraktur
Palpasi: tidak ada oedem pada kaki dan tangan, tidak da peradangan sendi,
terdapat nyeri tekan ditangan kanan bekas pencabutan infuse
Kekuatan otot

10.

Pemeriksaan fungsi pendengaran/penghidu/tenggorokan


Dengan uji ketajaman pendengaran yaitu tes bisik. Klien mampu
mendengar sejauh 0,5 meter, klien mengatakan pendengaran berkurang
bila suara >1 meter, klien mampu mencium bau teh, kopi, dan bawang
dengan baik, tidak ada nyeri tekan pada pemeriksaan tonsil

11.

Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


Ketajaman penglihatan kurang, klien hanya dapat membaca buku dengan
jarak 30cm dari mata kanan dan kiri.

12.

Pemeriksaan Fungsi Neurologis


Kesadaran: compos mentis
GCS : E4 M6 V5
Tidak terdapat peningkatan suhu tubuh, dengan hasil ukur 36,7c, tidak
ada nyeri kepala, tidak ada kaku kuduk, tidak ada mual muntah, tidak ada
kejang, ukuran otot simetris, tidak terdapat atrofi, tidak ada gerakan yang
tidak disadari klien
Fungsi Syaraf Kranial:
1. Nervus Olfactorius

: Klien mampu mencium dengan baik bau kopi, teh

dan parfum (normosmi)


2. Nervus Optikus
: Klien hanya mampu membaca buku dengan jarak
30cm, tulisan terlihat sedikit kabur bila jarak baca 30cm, pada mata kanan
dan kiri.
3. Nervus Trokhlearis

: Ukuran pupil isokor, reaksi pupil terhadap cahaya


42

positif, pupil miosis tanpa rangsang cahaya lalu midriasis terkena


rangsangan cahaya.
4. Nervus Okulomotorius: Tidak ada oedem kelopak mata, tidak ada
hiperemi, konjungtiva tidak pucat, tidak ptosis.
5. Nervus Trigeminus : Klien berespon geli pada wajah saat terkena kapas
pada kiri dan kanan, klien merasakan nyeri bila terkena tusukan jarum,
klien mampu merasakan dan membedakan air hangat dan dingin bila
didekatkan dibahunya pada kiri dan kanan, klien mampu mengunyah
dengan hasil kontraksi mulut baik.
13.

Pemeriksaan Kulit/Integument
Inspeksi: Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, warna kulit kecoklatan,
tidak ada luka bakar, tidak ada jaringan nekrotik.
Palpasi: Tekstur kasar, turgor kulit baik, struktur keriput, lemak subkutan
tipis, nyeri tekan dipergelangan tangan kanan bekas pencabutan infuse

14.

Pemeriksaan Sistem Imun


Klien mengatakan tidak ada alergi debu, cuaca, makanan, bulu binatang.

15.

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 18 November 2016
a. ANALISA LABORATORIUM (Urin, Darah, Feses, Sputum, dll)
Leukosit 8.100/mm3
Normal: 5.000-10.000/mm3
Eritrosit 5,1jt/mm3
Normal: 3-5jt/mm3
Trombosit 169.000 mm3
Normal 150.000-400.000mm3
Hemoglobin 14,5 gr%
Normal 12-16gr%
Gula Darah Acak 219 mg/dl
<125mg/dl
Colestrol total 205 mg/dl
<200mg/dl
SGOT 27l
SOPT 52l
BUN/Area 37 mg/dl
b. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

<31l
<34l
20-40mg/dl

USG Abdomen
Photo Thoraks
EKG

43

V.

TINDAKAN DAN TERAPI


Tindakan pemberian terapi cairan infuse dengan jenis cairan Ringer Laktat
(500cc) dengan 20 tetes permenit.
Melakukan pengukuran Tanda-tanda vital, jam 18.00, 21 nov 2016
Dengan hasil : TD : 130/90 mmHg, N 72x/I, RR 20x/I dan Suhu 36,9C
Memberikan terapi obat:
1
Digoxin 2x 2

B.

tablet jam 18.00

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi pada kandung empedu
yang terkena kolelithiasis ditandai dengan posisi klien menahan nyeri,
gangguan tidur dan laporan secara verbal tentang nyeri.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri pada ulu hati akibat
kolelithiasis ditandai dengan penggunaan otot pernafasan tambahan, nafas
cepat.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring akibat nyeri pada
ulu

hati

disebabkan

kolelithiasis

ditandai

dengan

tirah

baring,

ketidaknyamanan saat beraktifitas.


4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kebisingan, kurangnya
kenyamanan lingkungan dan nyeri pada ulu hati ditandai dengan secara
verbal mengatakan tidak dapat beristirahat cukup

44

2.

ANALISA DATA

Data yang menyimpang


DS: Klien mengatakan

Etiologi
Obstruksi duktus sistikus

bahwa perutnya didaerah

dan duktus biliaris

ulu hati nyeri bila dibawa


bangun duduk, bergerak
kekiri dan kekanan
DO: Klien mengatakan

Masalah
Nyeri akut berhubungan
dengan

agen

injuri

biologi yaitu kolelitiasis


Distensi duktus biliariz

(kolik billier)

dan peningkatan
kontraksi peristaltik

skala nyeri 6-7 dari 10


Kolik billier
Nyeri epigastrum
Nyeri akut
DS: Klien mengatakan

Kolik billier

sesak nafas, saat nyeri


tiba-tiba muncul di ulu

berhubungan
Nyeri epigastrium

hati sesak nafas membuat


klien tidak bisa bergerak
DO: RR: 29x/i klien

Pola nafas tidak efektif


nyeri

ulu

dengan
hati

oleh

kolelitiasis
Nyeri terus menerus dan
tiba-tiba

tampak berbaring dan


gelisah, pada saat
bernafas menggunakan

Menekan otot pernafasan


akibat spasme

mulut untuk inspirasi dan


ekspirasi

45

DS: Klien mengatakan

Kolelitihiasis

tidak dapat bergerak


secara nyaman akibat

Kolik billier

bedrest/tirah baring
DO: Klien tampak hanya

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

tirah

karena

baring

kolelitiasis
Nyeri epigastrium

berbaring dan menonton


TV, serta lebih banyak
tidur

Bedrest/tirah baring
untuk perbaikan nutrisi
Ketidaknyaman aktivitas
Intoleransi aktivitas

DS: Klien mengatakan

Kolelitiasis

tidur tidak nyenyak


terganggu karena bising
dan tidak nyaman dengan

Proses perawatan
penyakit

Gangguan

pola

tidur

berhubungan

dengan

kebisingan

kurang

kenyamanan lingkungan

suasana rumah sakit


kepala sedikit pusing

Dirawat di RS

DO: Terjadi perubahan


tekanan darah saat TTV

Bedrest

di jam 08.30 yaitu


TD:140/90mmHg tanggal
23 nov 2016

Perubahan suasana
sebelum sakit dan setelah
sakit
Tidak nyaman untuk tidur
Gangguan pola tidur

46

1 Nyeri Akut

Definisi :
Sensori yang tidak
menyenangkan
dan pengalaman
emosional yang
muncul secara
aktual atau
potensial
kerusakan
jaringan atau
menggambarkan
adanya kerusakan
(Asosiasi Studi
Nyeri
Internasional):
serangan
mendadak atau
pelan
intensitasnya dari
ringan sampai
berat yang dapat
diantisipasi
dengan akhir yang
dapat diprediksi
dan dengan durasi
kurang dari 6
bulan.
Batasan
karakteristik :
Laporan
secara verbal
atau non
verbal
Fakta dari
observasi
Posisi antalgic
untuk
menghindari
nyeri
Gerakan
melindungi
Tingkah laku
berhati-hati

NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
o Mampu mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
o Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
o Mampu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
o Menyatakan rasa
nyaman
setelah
nyeri berkurang
o Tanda vital dalam
rentang normal

NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui pengalaman
nyeri pasien
Kaji
kultur
yang
mempengaruhi
respon
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol
nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non

47

Muka topeng
Gangguan
tidur (mata
sayu, tampak
capek, sulit
atau gerakan
kacau,
menyeringai)
Terfokus pada
diri sendiri
Fokus
menyempit
(penurunan
persepsi
waktu,
kerusakan
proses
berpikir,
penurunan
interaksi
dengan orang
dan
lingkungan)
Tingkah laku
distraksi,
contoh : jalanjalan,
menemui
orang lain
dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulangulang)
Respon
autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan
darah,
perubahan
nafas, nadi
dan dilatasi
pupil)

farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan
nyeri
tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan
atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
Tentukan
pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Tentukan
analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor
vital
sign
sebelum dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat

48

Perubahan
autonomic
dalam tonus
otot (mungkin
dalam rentang
dari lemah ke
kaku)
Tingkah laku
ekspresif
(contoh :
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel, nafas
panjang/berke
luh kesah)
Perubahan
dalam nafsu
makan dan
minum

Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

Faktor yang
berhubungan :
Agen injuri
(biologi, kimia,
fisik, psikologis)
2 Pola nafas tidak
efektif
Definisi :
Pertukaran udara
inspirasi dan/atau
ekspirasi tidak
adekuat

NOC :
NIC :
Respiratory status :
Ventilation
Airway Management
Respiratory status :
Airway patency
Buka
jalan
nafas,
Vital sign Status
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan Posisikan pasien untuk
Batasan
memaksimalkan ventilasi
batuk efektif dan
karakteristik :
pasien
suara nafas yang Identifikasi
- Penurunan
perlunya
pemasangan
alat
bersih,
tidak
ada
tekanan
jalan nafas buatan
sianosis
dan
inspirasi/ekspira
dyspneu
(mampu
si
Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan
- Penurunan
Lakukan fisioterapi dada
sputum,
mampu
pertukaran
jika perlu
bernafas
dengan
udara per menit
mudah, tidak ada Keluarkan sekret dengan
- Menggunakan
49

otot pernafasan
tambahan
Nasal flaring
Dyspnea
Orthopnea
Perubahan
penyimpangan
dada
Nafas pendek
Assumption of
3-point position
Pernafasan
pursed-lip
Tahap ekspirasi
berlangsung
sangat lama
Peningkatan
diameter
anteriorposterior
Pernafasan ratarata/minimal
Bayi : < 25
atau > 60
Usia 1-4 : <
20 atau > 30
Usia 5-14 :
< 14 atau > 25
Usia > 14 : <
11 atau > 24
- Kedalaman
pernafasan
Dewasa
volume tidalnya
500 ml saat
istirahat
Bayi volume
tidalnya 6-8
ml/Kg
Timing rasio
Penurunan
kapasitas vital

Faktor yang
berhubungan :
Hiperventilasi

pursed lips)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan
dalam
rentang normal, tidak
ada
suara
nafas
abnormal),
Tanda
Tanda vital dalam
rentang
normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)

batuk atau suction


Auskultasi suara nafas,
catat
adanya
suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR

Catat

adanya
tekanan darah

fluktuasi

Monitor VS saat pasien


berbaring,
berdiri

duduk,

atau

Auskultasi TD pada kedua


50

Deformitas
tulang
Kelainan
bentuk
dinding dada
Penurunan
energi/kelelah
an

lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama,
setelah aktivitas

Monitor kualitas dari nadi

Perusakan/pel
emahan
muskuloskeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan
otot
pernafasan
Hipoventilasi
sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi
Neuromuskul
er
Kerusakan
persepsi/kogn
itif
Perlukaan
pada jaringan
syaraf tulang
belakang
Imaturitas
Neurologis
3 Intoleransi
aktivitas
Definisi :
Ketidakcukupan
energu secara
fisiologis maupun
psikologis untuk
meneruskan atau
menyelesaikan
aktifitas yang
diminta atau

dan

Monitor

frekuensi
irama pernapasan

dan

Monitor suara paru


Monitor pola pernapasan
abnormal

Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer


Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)

NOC :

Energy
conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :

Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik
tanpa
disertai
peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
Mampu melakukan

Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

NIC :
Energy Management

Observasi
adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
Dorong anal untuk
mengungkapkan
perasaan
terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan
sumber energi tangadekuat

51

aktifitas sehari
hari.
Batasan
karakteristik :
a. melaporkan
secara verbal
adanya kelelahan
atau kelemahan.
b. Respon
abnormal dari
tekanan darah atau
nadi terhadap
aktifitas
c. Perubahan
EKG yang
menunjukkan
aritmia atau
iskemia
d. Adanya
dyspneu atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
Faktor factor yang
berhubungan :

Tirah
Baring atau
imobilisasi

Kelemahan
menyeluruh

Ketidakseimbanga
n antara suplei
oksigen dengan
kebutuhan

Gaya
hidup yang
dipertahankan.

aktivitas sehari hari Monitor pasien akan


(ADLs) secara mandiri adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan

Monitor
respon
kardivaskuler
terhadap
aktivitas
Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.

Bantu klien untuk


mengidentifikasi
aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas
konsisten
yangsesuai
dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan social

Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek

Bantu
untu
mengidentifikasi
aktivitas
yang disukai

Bantu klien untuk


membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas

Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi
diri dan penguatan

52

Monitor respon fisik,


emosi, sosial dan spiritual
4 Gangguan pola
tidur

NOC
NIC
Sleep enchancement
Comfort level
Determinasi
efek Pain level
efek
medikasi
Rest:
Extent
terhadap pola tidur
and Pattern

Jelaskan pentingnya
Sleep: extent
tidur yang adekuat
and pattern
Fasilitasi
untuk
Setelah
dilakukan
mempertahankan
tindakan keperawatan
aktivitas
sebelum
selama
2x24
jam
tidur
gangguan pola tidur
Ciptakan lingkungan
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
yang nyaman
Jumlah
jam
Kolaborasi pemberian
tidur normal
obat tidur
Pola
tidur
kualitas dalam
batas normal
Perasaan segar
sesudah
tidur/istirahat
Mampu
mengidentifika
sikan hal yang
meningkatkan
tidur

53

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI


Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis
N

Tanggal/Jam

No.D

o
1

21 nov 2016

x
1

16.00

Implementasi

Evaluasi

Melakukan

S: Klien mengatakan

pengkajian nyeri

nyeri didaerah ulu hati

secara

bila duduk. Secara

komprehensif

tiba-tiba, seperti

Paraf

ditusuk-tusuk selama
1-2 menit
O: Skala nyeri 7,
dengan ekspresi sakit
bila ditekan didaerah
2

21 nov 2016

16.10

Mengkontrol

ulu hati
S: Klien berusaha

lingkungan yang

menghindari daerah

dapat

nyeri dengan hati-hati

mempengaruhi

bergerak

nyeri

O: Klien mengatakan
tidak suka AC yang
terlalu dingin karena
tidak nyaman dengan

16.10

Mengajarkan

nyerinya
S: Klien mengatakan

teknik relaksasi

dengan nafas dalam

nafas dalam

nyerinya berkurang
dari skala 7 menjadi
skala 5, dengan rasa
nyeri hanya sedikitsedikit
54

O: Klien tampak lebih


nyaman dikipas-kipas
saja daripada dengan
AC yang dingin. Klien
3

21 Nov 2016

18.30

Memberikan obat

tampak lebih nyaman


S: Klien mengatakan

analgetik

nyeri tidak lagi

(kolaborasi)

dirasakan, skala nyeri

Ranitidine 1 ampul

berkurang

(2cc) IV bolus

O: Klien tampak
nyaman tidur dengan

21 Nov 2016
19.10

Menganjurkan

skala nyeri 0
S: Klien mengatakan

meningkatkan

banyak tidur istirahat

istirahat, monitor

dan lebih enakan

vital sign

O: Klien tampak
tenang, hasil TTV
TD:120/80 mmHg,
Nadi: 79x/i

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI

55

Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis
N
o
1

Tanggal/Jam

No.D

21 nov 2016

x
2

Implementasi

Evaluasi

Posisikan pasien

S: Klien mengatakan

dengan posisi

masih sesak nafas bila


posisi setengah duduk,

semi fowler
Auskultasi suara

nafas
Monitor Vital

sesak kurang bila

sign
Monitor pola

O: Klien bernafas

15.40

nafas

Paraf

dan klien mengatakan


baring
dengan pursed lips
RR:25x/I, Nadi:88x/I
TD: 120/80 mmHg

21 nov 2016

17.00

Informasikan pada

Takipneu
S: Klien mengatakan

pasien dan

setelah

keluarga tentang

mempraktekkan

teknik relaksasi

teknik relaksasi, klien

untuk memperbaiki

bernafas lebih mudah

pola nafas

dan tidak sesak lagi


O: Klien tampak
nyaman berbaring

21 Nov 2016
19.30

Aulkustasi suara

dengan RR 20x/i
S: Klien mengatakan

nafas

tidak sesak lagi, tidak

Monitor Vital sign

ada keluhan sulit

Monitor Pola nafas

bernafas, klien
mengatakan nyaman
berbaring
O: Suara nafas
vesikuler
56

TTV: TD:
130/80mmHg
RR:18x/i
N: 75x/i
T: 36,4C
Pola nafas Bradipneu

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI


Nama : Tn. F

57

Diagnosa: Kolelitiasis
N
o
1

Tanggal/Jam

No.D

22 Nov 2016

x
1

15.50

Implementasi

Evaluasi

Melakukan

S: Klien mengatakan

pengkajian nyeri

nyeri diulu hati tidak

Observasi reaksi

lagi dirasa, hanya 1

nonverbal dari

kali saat malam jam

ketidaknyamanan

12.00 wib, nyeri

Paraf

seperti ditusuk-tusuk
selama 1 menit
O: Klien tampak
tenang, berbaring
menonton TV dan
klien tetap berusaha
menjaga lokasi nyeri
agar tidak tersenggol
2

22 nov 2016

Monitor vital sign

15.10

dengak skala nyeri 5


S: Klien mengatakan
badannya panas dan
pegal berbaring, sesak
sudah tidak ada
O: Klien tampak
berkeringat, gelisah
untuk berkipas. Hasil
TTV:
TD: 120/70 mmHg
Nadi : 82x/i

22 Nov 2016
18.40

Monitor Vital Sign

RR: 18x/i
S: klien mengatakan
badannya sudah lebih
enakan, tidak ada
sesak, tidak ada nyeri
58

ulu hati
O: Klien tampak
tenang, duduk
menonton TV, Hasil
Observasi :
TD: 110/80mmHg
N: 73x/i
T: 36,4
RR: 20x/i

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI


Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis

59

N
o
1

Tanggal/Jam

No.D

22 nov 2016

x
3

15.50

Implementasi

Evaluasi

Monitor respon

S: Klien mengatakan

kardiovaskuler

tidak ada masalah

terhadap aktivitas

yang dirasakan pada

Paraf

jantung, saat ingin


berjalan ketoilet atau
bergerak kekiri dan
kekanan
O: TD: 120/80mmHg,
3

Mengobservasi

Nadi: 78x/i
S: Klien mengatakan

klien adanya

sulit bergerak karena

pembatasan dalam

ada selang infuse yang

melakukan

terpasang

aktivitas

O: Klien tampak
berhati-hati, bergerak

22 Nov 2016

16.00

Monitor pola tidur

untuk bangun
S: Klien mengatakan

dan lamanya tidur

lama tidurnya 8-9 jam

pasien

perhari dan lebih


sering tidur disiang
hari
O: Klien tampak lelah

22 Nov 2016
17.00

Membantu klien

atau mengantuk
S: Klien mengatakan

mengidentifikasi

akan lebih sering

aktivitas yang

bergerak bangun

mampu dilakukan

untuk duduk pelanpelan


O: Klien kooperatif
untuk beraktivitas

60

untuk duduk terlebih


4

23 Nov 2016

08.30

Menjelaskan

dahulu
S: Klien mengatakan

pentingnya tidur

berusaha menjaga

yang adekuat

waktu tidur 8 jam


sehari
O: Klien tampak
tersenyum dan tampak

09.00

Ciptakan

kooperatif
S: Klien mengatakan

lingkungan yang

lebih nyaman tidur

nyaman

dengan posisi miring


kekanan
O: klien lebih nyaman
tidur dan lebih tenang

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis
N

Tanggal/Jam

No. Dx

Catatan perkembangan

Paraf

o
61

22 Nov 2016

15.30

S: Klien mengatakan sudah tidak


sesak nafas setelah mengatur
posisi yang nyaman dan sesak
berkurang bila mengatur nafas
lebih teratur
O: Klien tampak nyaman duduk
dikasur dan minum sirup dengan
tenang
Hasil TTV:
TD: 120/80 mmHg
S: 36,7
N: 68x/i
RR: 20x/i
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis
N

Tanggal/Jam

No. Dx

Catatan perkembangan

Paraf

62

o
2

22 Nov 2016
15.05

S: Klien mengatakan sesak sudah


tidak ada lagi, tidak ada keluhan
saat bernafas
O: Klien tampak berbaring dengan
Hasil TTV:
RR: 20x/i
Tidak ada menggunakan alat bantu
pernafasan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis

63

Tanggal/Jam

No. Dx

Catatan perkembangan

o
3

22 Nov 2016

S: Klien mengatakan sudah sering

08.30

Paraf

bergerak pelan-pelan untuk duduk


dan menonton TV lalu pergi ke
toilet dengan bertahap
O: Klien terlihat tidak ada
masalah saat duduk, klien mampu
BAK toilet
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. F
Diagnosa: Kolelitiasis
64

Tanggal/Jam

No. Dx

o
4

23 Nov 2016

12.15

Catatan perkembangan

Paraf

S: Klien mengatakan kualitas


tidurnya membaik, bertambah
istirahatnya menjadi 9 jam dengan
tidur siang lebih banyak
O: Klien tampak segar dan
berkomunikasi dengan baik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
65

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu


kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50%
kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu
yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
3.2 Saran
Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan
untuk mencegah terjangkitnya penyakit kolelitiasis dan mempercepat
penyembuhan.
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk
mendapatkan

hasil

yang

maksimal

dan

mencegah

terjadinya

komplikasi.

66

You might also like