Professional Documents
Culture Documents
Kalau Mat 6:1-18 menangani hidup pribadi kita, maka Mat 6:19-34
menangani hidup kita dalam hubungannya dengan orang banyak (mencari
uang).
Kalau Mat 6:1-18 mengurus hal-hal yang bersifat agama / rohani
(sedekah, doa, puasa), maka Mat 6:19-34 mengurus hal-hal yang bersifat
duniawi (cari uang).
Catatan: sebetulnya di hadapan Allah segala tindakan kita (termasuk cari
uang) adalah yang bersifat rohani!
Ay 19-24.
Ay 19: Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi.
Ini tidak berarti bahwa:
1) Kita tidak boleh bekerja mencari uang.
Kitab Suci bahkan mengharuskan kita bekerja.
Amsal 6:6-11 - Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah
lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya
atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan
mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama
lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? Tidur
sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi
untuk tinggal berbaring - maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti
seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.
Amsal 30:25 - semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan
makanannya di musim panas.
2Tes 3:6-11 - Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam
nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap
saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut
ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab kamu sendiri tahu,
bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai
bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma,
tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan
menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena kami tidak
berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami
teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. Sebab, juga waktu kami berada di
antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang
tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami
dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja,
melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna.
Tit 3:14 - Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan
yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya
hidup mereka jangan tidak berbuah.
2) Orang Kristen tidak boleh kaya. Abraham, Ayub adalah orang kaya!
Jadi, arti ay 19 adalah:
a) Kita tak boleh mengumpulkan harta demi harta itu sendiri. Bdk. Luk
12:16-21.
b) Kita tak boleh mengumpulkan harta secara egois.
Ay 19 (NIV): Do not store up for yourselves treasures on earth (=
Janganlah menumpuk untuk dirimu sendiri harta di bumi).
Timorius 5:5 yang berbunyi "Sedangkan seorang janda yang benar-benar janda,
yang ditinggalkan seorang diri, menaruh harapan kepada Allah dan bertekun dalam
permohonan dan doa siang malam", ditulis dalam masyarakat yang tidak
menyediakan dana pensiun bagi janda-janda. Ini bukan kritik terhadap jaminan
sosial (untuk itu kita bersyukur pada Allah), tetapi suatu peringatan, kita mengalami
kesulitan dalam melaksanakan ajaran Tuhan Yesus dan rasul-rasulNya di zaman kita
ini. Tetapi aklau kita melihat pada masyarakat miskin Karamajong di Uganda yang
menderita kelaparan, atau manusia perahu dari Vietnam yang terusir dari tanah-air
mereka, maka kita bisa mencoba untuk membayangkan bagaimana rasanya berada
di tempat mereka. Sebetulmnya merekapun berhak atas kekayaan yang kita miliki.
Hal ini tak akan membuat kita masuk ke dalam Kerajaan Allah, tapi setidaknya ini
bisa mengajar kita untuk menpergunakan kekayaan kita dengan lebih patut.
Daripada kita memperlakukan kekayaan sebagai suatu untuk menambatkan hati
kita atau untuk kita percayai.
Matius 6:19-20, menyinggung tentang "harta di bumi" dikontraskan dengan "harta
di Sorga". Ungkapan harta benda di Sorga adalah ungkapan yang umum dan sangat
terkenal di kalangan masyarakat Yahudi. Mereka mengatakan, bahwa secara khusus
ada dua harta benda di Sorga :
- Pertama, perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang di dunia ini akan menjadi
harta bendanya di surga.
- Kedua, orang-orang Yahudi selalu mengaitkan ungkapan harta di surga dengan
karakter.
Satu-satunya benda yang bisa dibawa oleh orang mati adalah dirinya sendiri; makin
baik diri yang dibawanya itu, makin besar pula harta bendanya di surga.
Dalam Matius 6:19-20 perhatikanlah kata "tetapi". Kata ini digunakan
untuk mempertentangkan sesuatu yang menjadi topik pembicaraan. Jika kita
membaca konteks Matius 6:19-24, kita temukan bahwa Tuhan Yesus sedang
membicarakan tentang kehidupan sehari-hari.
Inti dari Matius 6:19-24 terletak pada ayat 21, "Karena di mana hartamu berada, di
situ juga hatimu berada."
Ada tiga hal yang ditekankan oleh Yesus Kristus:
[1] menghindarkan diri dari harta benda yang bisa dirusak oleh ngengat;
[2] tidak memiliki dan menyimpan barang-barang yang bisa dirusakkan oleh karat;
dan
[3] menjauhkan diri dari harta benda yang bisa dicuri.
Mencintai harta identik dengan cinta-uang, dalam bagian lain di PB bisa kita
temukan nasehat yang berkaitan dengan hal tersebut :
* 1 Timotius 6:10
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah
beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan
berbagai-bagai duka.
Seorang serakah (cinta harta/ cinta uang), kata rasul Paulus, adalah seorang
penyembah berhala (Efesus 5:5) dan dengan berkata demikian rasul Paulus
mengemukakan pemikiran yang sama seperti Tuhan Yesus saat Ia berbicara tentang
mamon "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan", kata Tuhan
Yesus dalam kesempatan lain "sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu" (Lukas 12:15). Ini
mengajar kita untuk tidak berkata "berapa nilai si A" padahal maksud kita "Berapa
sih kekayaannya?". Lukas melanjutkan perkataan ini dengan perumpamaan tentang
orang kaya yang bodoh, sbb :
Lukas 16:14
Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang ('
2 Timotius 3:2
Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang ('PHILARGUROS').
Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah,
mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak
mempedulikan agama,
Seorang serakah (cinta harta/ cinta uang), kata rasul Paulus, adalah seorang
penyembah berhala (Efesus 5:5) dan dengan berkata demikian rasul Paulus
mengemukakan pemikiran yang sama seperti Tuhan Yesus saat Ia berbicara tentang
mamon "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan", kata Tuhan
Yesus dalam kesempatan lain "sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu" (Lukas 12:15). Ini
mengajar kita untuk tidak berkata "berapa nilai si A" padahal maksud kita "Berapa
sih kekayaannya?". Lukas melanjutkan perkataan ini dengan perumpamaan tentang
orang kaya yang bodoh, sbb :
Uang: Maknanya dalam Hidup Kristen
Dalam alkitab ternyata, kata uang muncul 175 kali. Wah! Ini cukup sering, dan
membuat saya bertanya-tanya, mengapa Alkitab, buku yang sangat relijius
berbicara begitu banyak mengenai uang?
Uang memang sesuatu yang melekat dengan hidup manusia. Uang yang diciptakan
pertama kali sebagai alat tukar untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
kini sudah berkembang fungsi. Saat ini, uang digunakan bukan hanya sebagai alat
memenuhi kebutuhan melainkan juga sebagai alat untuk memenuhi keinginan.
Apapun yang kita inginkan bisa kita dapatkan asal kita memiliki uang yang banyak.
Nah! Di sinilah salah kaprah dimulai!
Dalam alkitab, uang merupakan alat pembayaran dalam perdagangan. Tapi, Yesus
melihat ada kecenderungan pada diri manusia untuk terikat pada uang sehingga
mengorbankan kasih kepada Allah dan sesama Karena itu Yesus banyak memberi
perumpamaan mengenai uang (Mat 18:23-35, 13:44-46, 20:1-16, 25:31-46, Mrk
4:18-19, 12:1-2; Luk 7:41-43; 10: 29-37, 11:5-8, 18:1-8: 12:16-21; 14:12-24: 16:113, 19-31; 19:11-27). Dalam kotbah di bukit Yesus juga berbicara mengenai harta
(Mat 6:1-4, 19-6:34). Yesus ingin kita melihat uang dan harta dari sudut pandang
yang benar.
Matius 6:19-24 merupakan bagian dari kotbah Yesus di bukit. Janganlah kamu
mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan
pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di
sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya.....(19-20). Kecenderungan
manusia dari dulu sampai sekarang adalah memusatkan pikiran pada hal-hal yang
materiil dan lahiriah. Kita begitu ingin memiliki ini dan itu; rumah, mobil, tanah, dll.
Dan secara tidak sadar, kita terus berupaya memperoleh lebih banyak. Cara
berpikir seperti ini dapat mengalihkan pandangan kita dari Allah. Mata adalah
pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat,
gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa
gelapnya kegelapan itu (22-23). Semakin anda dan saya bernafsu memiliki uang
lebih banyak, maka hidup kita akan dikuasai oleh uang dan bukan Allah. Akhirnya,
mata dan hati kita jadi gelap sehingga kita bisa mengorbankan segala sesuatu demi
uang; keluarga, kasih, bahkan iman.Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua
tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang
lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.
Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (24). Pola pikir
materialistis membuat kita mengukur segala sesuatu dari materi. Kita bersikap baik
pada orang melihat dari berapa banyak uang yang dia punya. Kita menolong orang
dari berapa uang yang bisa kita dapat. Orang Kristen juga harus waspada, jika
motivasi beribadah kita berdasarkan pada berapa banyak uang yang kita terima
dari Tuhan. Apalagi kemudian, enggan memberi persembahan karena merasa tidak
punya cukup uang. Uang hanya alat dan bukan tuan!
Pemahaman yang salah mengenai uang dapat menjerumuskan manusia ke dalam
berbagai dosa; perselingkuhan, korupsi, pembunuhan, kecurangan serta kejahatan
lainnya. Di sisi lain, uang juga dapat menjadi sarana untuk memuliakan Tuhan.
Dalam Lukas 21:1-4 Yesus mengajar para murid untuk memberi dengan benar.
Memberi dengan benar itu bukan dari kelimpahan melainkan dari kekurangan.
Bukan dari seberapa besar yang janda miskin itu beri melainkan dari seberapa luas
hatinya dan kedalaman cinta janda miskin itu kepada Allah. Syukur yang ada di
dalam hatinya melampaui jumlah peser (lepton=mata uang terkecil pada saat itu)
yang diberikannya. Sikap hati si janda adalah sikap yang paling tepat terhadap
uang.
Uang adalah sarana untuk memuliakan Tuhan bukan justru menjauhkan kita dari
Dia. Saat ini, banyak orang yang mencari uang lalu menjauh dari Allah bukan justru
mendekat pada Dia. Akhirnya, uanglah yang menguasai hidupnya bukan Tuhan. Kita
bekerja siang dan malam sampai lupa segala-galanya karena kita lupa bersyukur.
Kita lupa mengabdi. Kita lupa mencinta Tuhan seperti yang dilakukan janda miskin
di atas. Tidak ada yang salah dengan uang. Uang bisa menjadi sesuatu yang baik
selama itu didoakan dan dipersembahkan kepada Allah. Uang harus dikelola dengan
baik dan cara mengelolanya harus benar. Bukan dengan diboroskan melainkan
dengan rasa syukur dipersembahkan bagi kemuliaan Tuhan dan kebaikan
hidup.Sebaliknya, uang bisa jadi masalah kalau kita selalu merasa tidak cukup. Kita
selalu merasa tidak cukup karena buat kita, uanglah yang paling penting sehingga
setiap hari dan setiap saat kita selalu berpikir soal uang dan uang. Memilih teman
berdasar uang, memilih menantu berdasar uang, memilih pacar berdasar uang,
memilih gereja karena uang, dsb. Pemahaman seperti ini akan menjerumuskan kita
dalam penderitaan karena uang akan menguasai akal budi kita dan menggantinya
dengan akal bulus dan membuat kita makin jauh dari Tuhan.
Uang harus dimaknai secara benar. Jangan jadikan uang sebagai harta yang kita
kejar dan kumpulkan setiap hari karena semua itu akan sia-sia! Lagipula, berapapun
uang yang kita miliki, tidak akan mampu memuaskan keinginan kita yang begitu
banyak dan jahat. Karena uang, Yudas Iskariot rela menjual Gurunya sendiri. Tentu
saja, dia tidak menyesal ketika dia mengadakan kesepakatan dengan para imam
untuk menjual Yesus sampai akhirnya dia tersadar dengan kelakuannya sendiri.
Karena dia mencintai uang, dia menjual orang yang sangat mengasihinya.
Penyesalannya datang terlambat, dia terlalu malu dan sungkan untuk minta maaf
dan kemudian melakukan kesalahan kedua terbesar; membunuh dirinya sendiri.
Sebaliknya, banyak orang dalam alkitab yang juga menjadi berkat karena sukacita
memberi. Jemaat
Makedonia adalah salah satu jemaat miskin yang Paulus
gembalakan. Meski miskin, mereka mampu dengan sukacita berbagi dan memberi
bagi jemaat Yerusalem tanpa memikirkan kesusahan mereka sendiri. Kasih Tuhan
dan rasa syukur telah memampukan mereka melakukan itu.
Jangan juga kita lupakan, kisah Zakheus (Luk 19:1-10) yang bersyukur karena Yesus
mau datang ke rumahnya. Rasa syukur dan sukacita itu yang membuat Zakheus
bertobat dan mengembalikan apa yang sudah diambilnya dari orang-orang tidak
bersalah. Zakeus berubah dari seseorang yang sangat cinta uang menjadi
seseorang yang murah hati karena Kristus.
Banyak orang lupa, bahwa memberi persembahan dan berbagi kepada sesama
adalah sesuatu yang menambah berkat dan bukan mengurangi. Orang Kristen yang
dewasa akan berpikir seperti ini. Kita jadi sulit memberi karena kita kurang beriman,
kita takut harta kita berkurang. Kita takut kita tidak bisa menikmati ini dan itu lagi
kalau kita berbagi. Pola pikir ini mirip seperti perumpamaan Yesus tentang orang
kaya yang bodoh (Lukas 12:13-20).
Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam
hatinya; Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di
mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya; Inilah yang akan aku
perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang
lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barangbarangku. Sesudah itu aku akan berkata pada jiwaku; Jiwaku, ada padamu banyak
barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah,
minumlah, dan bersenang-senanglah! Tetapi Firman Allah kepadanya; Hai engkau
orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang
telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang
yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan
Allah (Luk 12:16-20)
Semoga, kita hidup penuh hikmat terhadap uang kita dan mengejar apa yang
mulia; harta di sorga! Yesus dan Kerajaan Allah.
Eksposisi pada hari ini diambil dari Mat 6:19-34. Minggu lalu kita berbicara
mengenai bagaimana Yesus mengajar ibadah yang batiniah, bukan lahiriah, maka
bagian ini merupakan bagaimana perilaku umum orang percaya soal materi,
kepemilikan, dan juga tentang ambisi orang percaya. Pada bagian ini Yesus
berbicara soal nilai hidup orang Kristen yang benar. Sebelum Yesus berbicara soal
pentingnya orang tidak perlu kuatir di dalam hidupnya, Ia mengawali dengan dua
alternatif dalam kehidupan.
1. Soal Harta: duniawi dan harta sorgawi (19-21)
Perlu diketahui bahwa harta orang pada saat itu adalah pakaian, yang gampang
dimakan ngengat dan rayap. Tidak salah untuk bekerja keras atau menabung atau
asuransi. Yang salah adalah jika kita menjadi serakah dan materialistis dan
mengabaikan orang lain. Karena kita egois dan tamak maka kita fokus pada
mengumpulkan harta, dan tidak ingat dengan orang lain apalagi membantunya.
Menabung harta di Surga, yang tidak dimakan rayap, itu adalah jika kita melakukan
kebaikan kepada orang lain. Kita menyatakan kasih dan menjadi berkat bagi orang
lain.
2. Soal kondisi fisik: Terang atau Gelap (22-23)
Jika mata kita gelap, maka gelaplah seluruhnya. Artinya, sangat penting penglihatan
yang tajam untuk melihat hal-hal yang rohani, yang mulia. Jika mata kita tidak bisa
melihat dengan tajam lagi, oleh karena kerakusan dan ketamakan, maka kita bisa
gelap dan tidak melihat lagi sesuatu itu benar atau tidak. Kita tidak bisa melihat
orang lain yang membutuhkan pertolongan. Yesus memerintahkan agar kita
memelihara mata kita agar bisa melihat dengan jelas. Banyak alumni yang terjebak
karena mata rohani yang sudah kabur dimana tidak tahu membedakan mana yang
dari Allah dan mana yang tidak.
3. Soal bagaimana loyalitas yang absolut: Allah atau Mammon (24).
Kita tidak bisa ikut Tuhan sekaligus ikut mammon. Banyak orang Kristen dan kita
para almuni menginginkan keduanya, dalam arti kompromi. Pada hari minggu kita
sangat rohani, tetapi pada hari yang lain kita kompromi. Kita terjebak dengan
melihat yang abu-abu menjadi putih. Dengan kata lain jika mata rohani kita baik,
maka yang abu-abu menjadi hitam, tetapi jika mata rohani kita gelap, maka yang
abu-abu itu menjadi putih. Oleh karena itu Yesus mengingatkan bahwa kita
membutuhkan loyalitas yang absolut. Penting iman dan loyalitas yang absolut
kepada Allah. Apa yang Yesus ingin ajarkan adalah supaya jangan ada orang
percaya yang bersandar kepada materi tetapi harus bersandar kepada Allah.