Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh Karina Maharani Pramudya, S.Ked dan Sheli Azalea, S.Ked
Kelenjar tiroid berada di inferior laring dan berbentuk seperti kupu-kupu. Kelenjar tiroid terdiri
dari lobus lateral kanan dan kiri yang dihubungkan oleh isthmus yang terletak di anterior trakea.
Terdapat lobus berbentuk piramid berukuran kecil yang terkadang meluas keatas dari isthmus.
Berat tiroid normal adalah sekitar 30 g. Kelenjar tiroid memperoleh asupan darah dalam jumlah
besar dan menerima sekitar 80-12 mL darah setiap menitnya.1,2
Secara mikroskopis, terdapat kantung yang disebut tiroid folikel yang membentuk hampir
seluruh kelenjar tiroid. Dinding setiap folikel terdiri dari sel yang disebut sel folikular yang
meluas hingga ke lumen folikel. Membran dasar mengelilingi setiap folikel. Ketikel sel folikular
tidak aktif, bentuknya menjadi kuboid sampai skuamosa, tapi dengan rangsangan dari TSG sel
ini menjadi aktif menyekresi dan berubah menjadi kuboid sampai kolumnar. Sel folikular
memproduksi dua hormone, yaitu thyroxine yang disebut juga tetraiodothyronine atau T 4 karena
terdiri dari 4 atom dan triiodothyronine atau T3 yang terdiri dari 3 atom iodine. T3 dan T4 inilah
yang disebut sebagai hormone tiroid. Beberapa sel yang disebut sel parafolikular atau sel C
berada diantara folikel. Sel-sel ini memproduksi hormon kalsitonin yang membantu regulasi
kalsium.1
Sintesis hormon tiroid distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan thyroidstimulating hormone (TSH) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari anterior. Jumlah T 3 dan T4 di
darah atau metabolisme yang rendah menstimulasi hipotalamus untuk menyekresi TRH. TRH
masuk ke vena porta hipofisis dan mengalir ke pituitari anterior yang menyekresi TSH. TSH
menstimulasi aktivitas sel folikular, yaitu pengambilan iodine, sintesis dan sekresi hormone, dan
pertumbuhan sel folikular. Sel folikular tiriod melepaskan T3 dan T4 ke darah sampai tingkat
metabolisme kembali ke normal. Peningkatan T3 menghambat pengeluaran TRH dan TSH
(umpan balik negatif). Kondisi yang meningkatkan kebutuhan ATP, seperti lingkungan yang
dingin, hipoglikemi, dataran tinggi, dan kehamilan, juga meningkatkan sekresi hormon tiroid.1
terdiri dari 4 atom dan triiodothyronine atau T3 yang terdiri dari 3 atom iodine. T3 dan T4 inilah
yang disebut sebagai hormone tiroid. Beberapa sel yang disebut sel parafolikular atau sel C
berada diantara folikel. Sel-sel ini memproduksi hormon kalsitonin yang membantu regulasi
kalsium.1
Sintesis hormon tiroid distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan thyroidstimulating hormone (TSH) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari anterior. Jumlah T 3 dan T4 di
darah atau metabolisme yang rendah menstimulasi hipotalamus untuk menyekresi TRH. TRH
masuk ke vena porta hipofisis dan mengalir ke pituitari anterior yang menyekresi TSH. TSH
menstimulasi aktivitas sel folikular, yaitu pengambilan iodine, sintesis dan sekresi hormone, dan
pertumbuhan sel folikular. Sel folikular tiriod melepaskan T3 dan T4 ke darah sampai tingkat
metabolisme kembali ke normal. Peningkatan T3 menghambat pengeluaran TRH dan TSH
(umpan balik negatif). Kondisi yang meningkatkan kebutuhan ATP, seperti lingkungan yang
dingin, hipoglikemi, dataran tinggi, dan kehamilan, juga meningkatkan sekresi hormon tiroid.1
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang rendah dihubungkan dengan berkurangnya
kemungkinan keganasan sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan sitologi karena insiden
keganasan sangat rendah.3
1.1. Pencitraan
Ultrasonografi resolusi tinggi merupakan tes yang paling sensitif untuk mendeteksi lesi tiroid,
mengetahui dimensi, struktur, dan mengevaluasi perubahan difus pada kelenjar tiroid. Jika hasil
palpasi normal, ultrasonografi hanya dilakukan jikan ada faktor risiko keganasan. Jika ditemukan
pada pemeriksaan fisik adenopati leher yang mencurigakan, perlu dilakukan ultrasonografi kedua
nodus limfa dan kelenjar tiroid karena terdapat risiko metastasis dari mikrokarsinoma papiler
yang tidak disadari sebelumnya.3
Pada semua pasien dengan nodul tiroid dan multinodular stroma teraba, ultrasonografi perlu
dilakukan untuk membantu diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan kelenjar
tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk dilakukan FNAB, memilih panjang jarum
biopsi, mendapatkan pengukuran objektif volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan dilakukan
follow-up. Pelaporan ultrasonografi mencakup posisi, bentuk, ukuran, batas, isi, dan ekogenik
serta gambaran vaskular pada nodul. Gambaran ultrasonografi yang mengarah pada keganasan
diantaranya hipoekogenitas, mikrokalsifikasi (kecil, intranodular, punktata, titik hiperekoik
dengan posterior acoustic shadow minim atau tidak ada), batas irregular atau microlobulated ,
dan gambaran vaskularisasi intranodular yang berantakan. Tumor berukuran besar dengan
perubahan degeneratif dan beberapa area yang terisi cairan kadang ditemukan pada
mikrokarsinoma. Walaupun kebanyakan nodul tiroid dengan dominasi komponen cairan bersifat
jinak, ultrasonografi tetap harus dilaukan karena karsinoma tiroid papiler sebagian dapat
berbentuk kistik. Lesi hipoekoik yang melebar hingga ke kapsul, menginvasi otot pretiroid, dan
menginfiltraasi saraf laring jarang ditemukan tetapi memerlukan pemeriksaan sitologi segera.
Adanya pembesaran kelenjar limfa tanpa hilum, perubahan kistik, dan mikrokalsifikasi
meningkatkan kemungkinan ke arah keganasan. Gambaran melingkar dan hipervaskularisasi
yang berantakan lebih sering ditemukan, tetapi tidak spesifik.3
1.2 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan dengan guided ultrasonografi. Hasil
FNAB ini digunakan untuk pemeriksaan sitologi. Hasil dari FNAB dikategorikan menjadi
diagnostik dan non-diagnostik. Dikatakan diagnostik bila terdiri dari minimal 6 grup sel epitelial
tiroid yang baik dan setiap grup terdiri dari 10 sel. Klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi dibagi
menjadi lima, yaitu nondiagnostik, jinak, lesi folikular, mencurigakan, dan ganas.3,6
Alur
Diagnosis Pasien dengan Nodul Tiroid
Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak,
jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.7
Struma dapat terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh
hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.7
Selain itu, struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun, seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik, misalnya struma koloid dan struma
non toksik (struma endemik).7
a. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan Fisiologisnya7,8
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi eutiroidisme, hipotiroidisme,
dan hipertiroidisme. Hipotiroidisme dapat disebabkan kelainan pada hipotalamus, kerusakan
hipofisis, defisiensi iodium, penggunaan antitiroid, dan tiroiditis. Terdapat pula keadaan yang
dikenal sebagai hipotiroidisme iatrogenik yang terjadi pascatiroidektomi atau pascapengobatan
iodium radioaktif.
Hipertiroidisme dapat terjadi pada struma difus toksik (penyakit Graves), struma nodosa toksik,
pengobatan berlebihan dengan tiroksin, permulaan tiroiditis, struma ovarium, dan pada
metastasis ekstensif karsinoma tiroid berdiferensiasi baik. Gejala hipertiroidisme berupa berat
badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
2. Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi:
A. Struma Toksik 7,8
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difus toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah difus dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma difus
toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara
nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler toksik).
Struma difus toksik (tiroktosikosis) menunjukkan gejala hipermetabolisme karena jaringan tubuh
dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Graves.
B. Struma Non Toksik7,8
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma difus
nontoksik dan struma nodusa nontoksik. Struma nontoksik disebabkan oleh kekurangan iodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang
sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung iodium atau terpapar
goitrogen yang bisa menghambat sintesa hormon.
dengan pemeriksaan foto rontgen atau iodium radioaktif. Biasanya pembedahan struma
retrosternum dapat dilakukan melalui insisi di leher dan tidak memerlukan torakotomi karena
perdarahan berpangkal pada pembuluh di leher. Jika letaknya di dorsal arteri subklavia,
pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.
Diagnosis banding struma nodosa ialah tumor mediastinum anterior, superior, seperti timoma,
limfoma, tumor dermoid, dan metastasi keganasan paru pada kelenjar getah bening.
Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 di antara 10 kanker terbanyak.
Insidensnya lebih tinggi di negara endemik struma, terutama jenis folikular dan jenis
berdiferensiasi buruk/anaplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua usia. Insidensnya
meningkat seiring dengan meningkatnya usia dengan puncaknya pada usia antara 21-40 tahun.
Wanita 2-4 kali lebih sering mengalami nodul ini daripada laki-laki. 7,8
Keganasan tiroid berasal dari sel folikel tiroid dan dapat diklasifikasikan menjadi berdiferensiasi
baik, yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya, medular yang berasal dari sel
parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, serta berdiferensiasi buruk/anaplastik. Perubahan dari
struma menjadi karsinoma anaplastik biasa terjadi pada usia lanjut.
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Risiko menderita
karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya juga bergantung pada usia. Bila radiasi terjadi pada usia
lebih dari 20 tahun, korelasi risikonya menjadi kurang bermakna.
Terdapat beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu tumor tiroid bersifat
ganas, antara lain usia <20 tahun atau >50 tahun, riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanakkanak, pembesaran kelenjar tiroid yang cepat, struma dengan suara parau, disfagia, nyeri
spontan, riwayat keluarga menderita kanker, struma hiperplasia yang tetap membesar setelah
diberikan tiroksin, dan sesak napas.
2.5.1 Patologi7
Tumor dapat berupa nodul lunak, tetapi sering pula tumor keras. Adenokarsinoma papilar
biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita memperlihatkan sarang ganas di lobus
homolateral dan kontralateral. Tumor ini mula-mula bermetastasis ke kelenjar limfa regional dan
akhirnya dapat menjadi metastasis hematogenik. Sebaliknya adenokarsinoma folikular biasanya
bersifat unifokal dan jarang bermetastasis ke kelenjar limfa leher. Jenis ini lebih menyebar secara
hematogenik, antara lain tulang dan paru.
Adenokarsinoma anaplastik yang jarang ditemukan (10%) merupakan tumor yang agresif,
bertumbuh cepat, dengan infiltrasi masif ke jaringan sekitarnya. Pada tahap dini sudah terjadi
penyebaran hematogen dan penyembuhan jarang dicapai. Karsinoma anaplastik sering
menyebabkan kesulitan bernapas karena infiltrasi ke trakea sampai ke lumen yang ditandai
dengan dispnea dengan stridor inspirasi.
Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, laring, faring, esofagus, nervus rekurens,
pembuluh darah karotis, vena jugularis, dan struktur lain dalam leher dan kulit. Metastasis
limfogenik dapat meliputi semua regio leher, sedangkan metastasis hematogen ditemukan,
terutama di paru, tulang, otak, dan hati.
2.5.2 Diagnosis7
Kebanyakan karsinoma tiroid bermanifestasi sebagai struma mononodular dan multinodular.
Sekitar 25% nodul tunggal yang muncul merupakan karsinoma tiroid. Oleh karena itu, jika
menghadapi penderita dengan nodul tiroid tunggal, perlu dipertimbangkan faktor risiko dan ciri
keganasan lain. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dengan biopsi jarum halus, kecuali pada
karsinoma folikular.
Klasifikasi TNM
Kelenjar Tiroid
Daftar Pustaka
1. Tortora G J, Bryan D. Principles of anatomy and physiology. 12th. River street: John
Wiley & Sons Inc; 2009.p.658-61.
2. Marieb E N, Hoehn K. Human anatomy & physiology. 7 th ed. Boston: BenjaminCummings Publishing Company; 2007. [e-book]