You are on page 1of 14

Hematologi Onkologi

Massa Tiroid (Struma dan Keganasan pada


Tiroid)
February 14, 2014 Medicinesia0 Comments kanker tiroid, keganasan tiroid, massa tiroid, struma,
tiroidektomi
Artikel ini sudah dibaca 114570 kali!

Disusun oleh Karina Maharani Pramudya, S.Ked dan Sheli Azalea, S.Ked
Kelenjar tiroid berada di inferior laring dan berbentuk seperti kupu-kupu. Kelenjar tiroid terdiri
dari lobus lateral kanan dan kiri yang dihubungkan oleh isthmus yang terletak di anterior trakea.
Terdapat lobus berbentuk piramid berukuran kecil yang terkadang meluas keatas dari isthmus.
Berat tiroid normal adalah sekitar 30 g. Kelenjar tiroid memperoleh asupan darah dalam jumlah
besar dan menerima sekitar 80-12 mL darah setiap menitnya.1,2
Secara mikroskopis, terdapat kantung yang disebut tiroid folikel yang membentuk hampir
seluruh kelenjar tiroid. Dinding setiap folikel terdiri dari sel yang disebut sel folikular yang
meluas hingga ke lumen folikel. Membran dasar mengelilingi setiap folikel. Ketikel sel folikular
tidak aktif, bentuknya menjadi kuboid sampai skuamosa, tapi dengan rangsangan dari TSG sel
ini menjadi aktif menyekresi dan berubah menjadi kuboid sampai kolumnar. Sel folikular
memproduksi dua hormone, yaitu thyroxine yang disebut juga tetraiodothyronine atau T 4 karena
terdiri dari 4 atom dan triiodothyronine atau T3 yang terdiri dari 3 atom iodine. T3 dan T4 inilah
yang disebut sebagai hormone tiroid. Beberapa sel yang disebut sel parafolikular atau sel C
berada diantara folikel. Sel-sel ini memproduksi hormon kalsitonin yang membantu regulasi
kalsium.1
Sintesis hormon tiroid distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan thyroidstimulating hormone (TSH) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari anterior. Jumlah T 3 dan T4 di
darah atau metabolisme yang rendah menstimulasi hipotalamus untuk menyekresi TRH. TRH

masuk ke vena porta hipofisis dan mengalir ke pituitari anterior yang menyekresi TSH. TSH
menstimulasi aktivitas sel folikular, yaitu pengambilan iodine, sintesis dan sekresi hormone, dan
pertumbuhan sel folikular. Sel folikular tiriod melepaskan T3 dan T4 ke darah sampai tingkat
metabolisme kembali ke normal. Peningkatan T3 menghambat pengeluaran TRH dan TSH
(umpan balik negatif). Kondisi yang meningkatkan kebutuhan ATP, seperti lingkungan yang
dingin, hipoglikemi, dataran tinggi, dan kehamilan, juga meningkatkan sekresi hormon tiroid.1

Anatomi Kelenjar Tiroid

Histologi Kelenjar Tiroid


Secara mikroskopis, terdapat kantung yang disebut tiroid folikel yang membentuk hampir
seluruh kelenjar tiroid. Dinding setiap folikel terdiri dari sel yang disebut sel folikular yang
meluas hingga ke lumen folikel. Membran dasar mengelilingi setiap folikel. Ketikel sel folikular
tidak aktif, bentuknya menjadi kuboid sampai skuamosa, tapi dengan rangsangan dari TSG sel
ini menjadi aktif menyekresi dan berubah menjadi kuboid sampai kolumnar. Sel folikular
memproduksi dua hormone, yaitu thyroxine yang disebut juga tetraiodothyronine atau T 4 karena

terdiri dari 4 atom dan triiodothyronine atau T3 yang terdiri dari 3 atom iodine. T3 dan T4 inilah
yang disebut sebagai hormone tiroid. Beberapa sel yang disebut sel parafolikular atau sel C
berada diantara folikel. Sel-sel ini memproduksi hormon kalsitonin yang membantu regulasi
kalsium.1
Sintesis hormon tiroid distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan thyroidstimulating hormone (TSH) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari anterior. Jumlah T 3 dan T4 di
darah atau metabolisme yang rendah menstimulasi hipotalamus untuk menyekresi TRH. TRH
masuk ke vena porta hipofisis dan mengalir ke pituitari anterior yang menyekresi TSH. TSH
menstimulasi aktivitas sel folikular, yaitu pengambilan iodine, sintesis dan sekresi hormone, dan
pertumbuhan sel folikular. Sel folikular tiriod melepaskan T3 dan T4 ke darah sampai tingkat
metabolisme kembali ke normal. Peningkatan T3 menghambat pengeluaran TRH dan TSH
(umpan balik negatif). Kondisi yang meningkatkan kebutuhan ATP, seperti lingkungan yang
dingin, hipoglikemi, dataran tinggi, dan kehamilan, juga meningkatkan sekresi hormon tiroid.1

Regulasi Hormon Tiroid

Evaluasi Massa Tiroid


Anamnesis
Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat keluarga mengenai keganasan tiroid jinak maupun
ganas. Penyakit terdahulu yang mengikutsertakan leher (iradiasi kepala dan leher saat masa
anak-anak), riwayat kehamilan, dan kecepatan onset dan tingkat pertumbuhan benjolan di leher
harus ditanyakan. Adanya benjolan di leher selama masa kanak-kanak dan remaja harus
diperhatikan karena memiliki kemungkinan keganasan tiga sampai empat kali lebih besar
daripada di orang dewasa. Risiko kanker tiroid juga meningkat pada usia tua dan laki-laki.3,4
Pasien dengan nodul tiroid biasanya tidak terlalu tampak atau tidak bergejala. Seringkali, tidak
ada hubungan yang jelas antara gambaran histologist dengan gejala pada pasien. Pada pasien
dengan gejala, riwayat penyakit lengkap penting ditanyakan. Pertumbuhan benjolan yang lambat
tapi progresif (minggu sampai bulan) mengarahkan pada keganasan.3,4
Nyeri yang tiba-tiba biasanya diakibatkan perdarahan pada nodul kistik. Pasien dengan
pembesaran yang progresif disertai nyeri perlu dicurigai adanya limpoma primer atau anaplastik
karsinoma. Gejala seperti sensasi tersedak, leher tegang atau nyeri, disfagia, atau suara serak
dapat menyertai penyakit tiroid, tetapi seringkali diakibatkan oleh kelainan non-tiorid. Gejala
servikal dengan onset yang lambat dapat diakibatkan oleh penekanan struktur vital leher dan
rongga dada atas. Gejala ini muncul jika nodul tiroid tertanam dalam goiter yang besar. Jika tidak
terdapat goiter multinodular, gejala kompresi trakea (batuk dan perubahan suara) dapat
mengarahkan pada keganasan. Karsinoma tiroid terdiferensiasi jarang menyebabkan obstruksi
saluran napas, paralisis pita suara, ataupun gejala esofageal. Oleh karena itu, ketidakadaan gejala
lokal tidak menyingkirkan kemunhkinan tumor ganas.3
Pemeriksaan Fisik
Kanker tiroid terdiferensiasi yang berukuran kecil seringkali tidak memiliki karakteristik yang
mencurigakan pada pemeriksaan fisik. Namun, nodul tiroid baik yang keras ataupun berbatas
tegas, dominan maupun soliter yang dapat dibedakan dari kelenjar lainnya meningkatkan
kemungkinan keganasan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan inspeksi dan palpasi yang
teliti dari kelenjar tiroid serta kompartemen anterior dan lateral nodul pada leher.3
Pemeriksaan kelenjar tiroid secara umum terdiri dari inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Pada
inspeksi perlu diperhatikan apakah terdapat pergeseran trakea. Untuk dapat melihat kelenjar
tiroid dengan jelas, pasien diminta untuk sedikit mendangak, kemudian perhatikan daerah
dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan, perhatikan gerakan ke atas kelenjar
tiroid, simetrisitas, dan konturnya. Palpasi kelenjar tiroid dilakukan dengan pemeriksa berdiri di
belakang pasien. Pasien diminta mendangak. Jari-jari kedua tangan diletakan di leher pasien
tepat dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan, rasakan gerakan isthmus yang naik
ke atas, tetapi tidak selalu teraba. Geser trakea ke kanan dnegan jari-jari tangan kiri. Jari-jari
tangan kanan meraba lobus kanan pada ruang diantara trakea dan sternomastoid. Temukan lateral
margin. Dengan cara yang sama, periksa lobus kiri. 5 Pada massa di tiroid pelaporan terdiri dari
adalah lokasi, konsistensi, ukuran nodul, ketegangan leher, nyeri, dan adenopati servikal.3,5

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang rendah dihubungkan dengan berkurangnya
kemungkinan keganasan sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan sitologi karena insiden
keganasan sangat rendah.3
1.1. Pencitraan
Ultrasonografi resolusi tinggi merupakan tes yang paling sensitif untuk mendeteksi lesi tiroid,
mengetahui dimensi, struktur, dan mengevaluasi perubahan difus pada kelenjar tiroid. Jika hasil
palpasi normal, ultrasonografi hanya dilakukan jikan ada faktor risiko keganasan. Jika ditemukan
pada pemeriksaan fisik adenopati leher yang mencurigakan, perlu dilakukan ultrasonografi kedua
nodus limfa dan kelenjar tiroid karena terdapat risiko metastasis dari mikrokarsinoma papiler
yang tidak disadari sebelumnya.3
Pada semua pasien dengan nodul tiroid dan multinodular stroma teraba, ultrasonografi perlu
dilakukan untuk membantu diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan kelenjar
tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk dilakukan FNAB, memilih panjang jarum
biopsi, mendapatkan pengukuran objektif volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan dilakukan
follow-up. Pelaporan ultrasonografi mencakup posisi, bentuk, ukuran, batas, isi, dan ekogenik
serta gambaran vaskular pada nodul. Gambaran ultrasonografi yang mengarah pada keganasan
diantaranya hipoekogenitas, mikrokalsifikasi (kecil, intranodular, punktata, titik hiperekoik
dengan posterior acoustic shadow minim atau tidak ada), batas irregular atau microlobulated ,
dan gambaran vaskularisasi intranodular yang berantakan. Tumor berukuran besar dengan
perubahan degeneratif dan beberapa area yang terisi cairan kadang ditemukan pada
mikrokarsinoma. Walaupun kebanyakan nodul tiroid dengan dominasi komponen cairan bersifat
jinak, ultrasonografi tetap harus dilaukan karena karsinoma tiroid papiler sebagian dapat
berbentuk kistik. Lesi hipoekoik yang melebar hingga ke kapsul, menginvasi otot pretiroid, dan
menginfiltraasi saraf laring jarang ditemukan tetapi memerlukan pemeriksaan sitologi segera.
Adanya pembesaran kelenjar limfa tanpa hilum, perubahan kistik, dan mikrokalsifikasi
meningkatkan kemungkinan ke arah keganasan. Gambaran melingkar dan hipervaskularisasi
yang berantakan lebih sering ditemukan, tetapi tidak spesifik.3
1.2 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan dengan guided ultrasonografi. Hasil
FNAB ini digunakan untuk pemeriksaan sitologi. Hasil dari FNAB dikategorikan menjadi
diagnostik dan non-diagnostik. Dikatakan diagnostik bila terdiri dari minimal 6 grup sel epitelial
tiroid yang baik dan setiap grup terdiri dari 10 sel. Klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi dibagi
menjadi lima, yaitu nondiagnostik, jinak, lesi folikular, mencurigakan, dan ganas.3,6

Alur
Diagnosis Pasien dengan Nodul Tiroid

Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak,
jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.7
Struma dapat terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh
hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.7

Selain itu, struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun, seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik, misalnya struma koloid dan struma
non toksik (struma endemik).7
a. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan Fisiologisnya7,8
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi eutiroidisme, hipotiroidisme,
dan hipertiroidisme. Hipotiroidisme dapat disebabkan kelainan pada hipotalamus, kerusakan
hipofisis, defisiensi iodium, penggunaan antitiroid, dan tiroiditis. Terdapat pula keadaan yang
dikenal sebagai hipotiroidisme iatrogenik yang terjadi pascatiroidektomi atau pascapengobatan
iodium radioaktif.
Hipertiroidisme dapat terjadi pada struma difus toksik (penyakit Graves), struma nodosa toksik,
pengobatan berlebihan dengan tiroksin, permulaan tiroiditis, struma ovarium, dan pada
metastasis ekstensif karsinoma tiroid berdiferensiasi baik. Gejala hipertiroidisme berupa berat
badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
2. Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi:
A. Struma Toksik 7,8
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difus toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah difus dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma difus
toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara
nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler toksik).
Struma difus toksik (tiroktosikosis) menunjukkan gejala hipermetabolisme karena jaringan tubuh
dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Graves.
B. Struma Non Toksik7,8
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma difus
nontoksik dan struma nodusa nontoksik. Struma nontoksik disebabkan oleh kekurangan iodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang

sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung iodium atau terpapar
goitrogen yang bisa menghambat sintesa hormon.

Struma Nodusa Nontoksik7,8


Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut
struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme
disebut struma nodusa nontoksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda,
awalnya difus, dan berkembang menjadi multinodular.
Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut dan perubahan yang terdapat
pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan berinvolusi. Pada awalnya, sebagian
struma multinodosa dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian hormon tiroksin.
Biasanya penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo- atau
hipertiroidisme. Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena
pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain
adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama alasan kosmetik.
Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena pertumbuhannya
ke arah lateral atau ke anterior, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika
pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke
arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan yang
hebat dapat menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar. Secara umum,
struma adenomatosa benigna hanya menimbulkan keluhan rasa berat di leher, adanya benjolan
yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme
pada struma adenomatosa.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda keganasan yang dapat
dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan lebih cepat, dan tanda infiltrasi pada kulit
dan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan pada nervus rekurens, trakea, atau esofagus.
Adanya nodul tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat merupakan nodul koloid,
kistik, adenoma tiroid, atau suatu karsinoma tiroid. Nodul maligna sering ditemukan pada pria
usia muda dan lanjut.
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh pengobatan
supresi hormon atau pemberian hormon tiroid. Penanganan struma lama adalah dengan
tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat (kosmetik, eksisi nodulus tunggal suspek ganas,
struma multinodular yang berat, struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher
lain, struma retrosternal yang mengompresi trakea).
Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama pada bentuk nodulus
yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma retrosternum tidak turun naik pada gerakan
menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Seringkali struma ini berlangsung lama dan
bersifat asimptomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan
ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Diagnosis ditegakkan

dengan pemeriksaan foto rontgen atau iodium radioaktif. Biasanya pembedahan struma
retrosternum dapat dilakukan melalui insisi di leher dan tidak memerlukan torakotomi karena
perdarahan berpangkal pada pembuluh di leher. Jika letaknya di dorsal arteri subklavia,
pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.
Diagnosis banding struma nodosa ialah tumor mediastinum anterior, superior, seperti timoma,
limfoma, tumor dermoid, dan metastasi keganasan paru pada kelenjar getah bening.

Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 di antara 10 kanker terbanyak.
Insidensnya lebih tinggi di negara endemik struma, terutama jenis folikular dan jenis
berdiferensiasi buruk/anaplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua usia. Insidensnya
meningkat seiring dengan meningkatnya usia dengan puncaknya pada usia antara 21-40 tahun.
Wanita 2-4 kali lebih sering mengalami nodul ini daripada laki-laki. 7,8
Keganasan tiroid berasal dari sel folikel tiroid dan dapat diklasifikasikan menjadi berdiferensiasi
baik, yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya, medular yang berasal dari sel
parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, serta berdiferensiasi buruk/anaplastik. Perubahan dari
struma menjadi karsinoma anaplastik biasa terjadi pada usia lanjut.
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Risiko menderita
karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya juga bergantung pada usia. Bila radiasi terjadi pada usia
lebih dari 20 tahun, korelasi risikonya menjadi kurang bermakna.
Terdapat beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu tumor tiroid bersifat
ganas, antara lain usia <20 tahun atau >50 tahun, riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanakkanak, pembesaran kelenjar tiroid yang cepat, struma dengan suara parau, disfagia, nyeri
spontan, riwayat keluarga menderita kanker, struma hiperplasia yang tetap membesar setelah
diberikan tiroksin, dan sesak napas.
2.5.1 Patologi7
Tumor dapat berupa nodul lunak, tetapi sering pula tumor keras. Adenokarsinoma papilar
biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita memperlihatkan sarang ganas di lobus
homolateral dan kontralateral. Tumor ini mula-mula bermetastasis ke kelenjar limfa regional dan
akhirnya dapat menjadi metastasis hematogenik. Sebaliknya adenokarsinoma folikular biasanya
bersifat unifokal dan jarang bermetastasis ke kelenjar limfa leher. Jenis ini lebih menyebar secara
hematogenik, antara lain tulang dan paru.
Adenokarsinoma anaplastik yang jarang ditemukan (10%) merupakan tumor yang agresif,
bertumbuh cepat, dengan infiltrasi masif ke jaringan sekitarnya. Pada tahap dini sudah terjadi
penyebaran hematogen dan penyembuhan jarang dicapai. Karsinoma anaplastik sering
menyebabkan kesulitan bernapas karena infiltrasi ke trakea sampai ke lumen yang ditandai
dengan dispnea dengan stridor inspirasi.

Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, laring, faring, esofagus, nervus rekurens,
pembuluh darah karotis, vena jugularis, dan struktur lain dalam leher dan kulit. Metastasis
limfogenik dapat meliputi semua regio leher, sedangkan metastasis hematogen ditemukan,
terutama di paru, tulang, otak, dan hati.
2.5.2 Diagnosis7
Kebanyakan karsinoma tiroid bermanifestasi sebagai struma mononodular dan multinodular.
Sekitar 25% nodul tunggal yang muncul merupakan karsinoma tiroid. Oleh karena itu, jika
menghadapi penderita dengan nodul tiroid tunggal, perlu dipertimbangkan faktor risiko dan ciri
keganasan lain. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dengan biopsi jarum halus, kecuali pada
karsinoma folikular.

Diagnosis Banding Nodul Tiroid Ganas dan Jinak


Untuk menentukan stadium karsinoma tiroid, biasanya digunakan klasifikasi TNM yang
menggambarkan pertumbuhan dan penyebarannya.

Klasifikasi TNM
Kelenjar Tiroid

Daftar Pustaka
1. Tortora G J, Bryan D. Principles of anatomy and physiology. 12th. River street: John
Wiley & Sons Inc; 2009.p.658-61.
2. Marieb E N, Hoehn K. Human anatomy & physiology. 7 th ed. Boston: BenjaminCummings Publishing Company; 2007. [e-book]

3. Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick D S, Valcavi E, Hegediis L, et al. Association


medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid
nodules. Endocr Pract. 2006; 12 (1): 63-102.
4. Cooper D S, Doherty G M, Haugen B R, Kloos R T, Lee S L, Mandel S J, et al. Revised
American thyroid association management guidelines for patients with thyroid nodules
and differentiated thryroid cancer. Thyroid. 2009; 19 (1): 1-48.
5. Bickley L S. Bates guide to physical examination and history taking. 11 ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2013. P.252-3.
6. British thyroid association. Guidelines for the management of thyroid cancer. 2 nd ed.
Report of the thyroid cancer guidelines update group. London: Royal Collage of
Physicians, 2007.
7. R. Sjamsuhidajat, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku Ajar Ilmu
Bedah. 1st. Jakarta: EGC; 2012.p807-11.
8. Acosta J, et al. Sabiston Textbook of Surgery. 18th. USA: Elsevier Saunders;
2007.chap.36.

You might also like