You are on page 1of 3

1.

Perlindungan hukum hak-hak individu dan masyarakat dalam pencabutan hak atas
tanah untuk pembangunan kepentingan
Nomor 9 Tahun 1973 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang
berada diatasnya. Pencabutan hakhak atas tanah dan benda-benda yang berada di atasnya,
supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk kepentingan umum dan dilakukan dengan hatihati serta dengan cara-cara yang adil dan bijaksana, segala sesuatunya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan peraturanperundangan yang berlaku. Tujuan utama pelaksanaan
pencabutan hak atas tanah dalam rangka memperoleh tanah untuk pelaksanaan pembangunan
kepentingan umum, dan kepentingan umum tersebut tidak bisa dipindahkan di lokasi lain,
dan tidak bisa dilakukan dengan cara lain. Kepentingan umum harus didahulukan dari pada
kepentingan orang-seorang, maka jika tindakan yang dimaksudkan itu memang benar-benar
untuk kepentingan umum, dalam keadaan yang memaksa.
2. Dasar Hukum Pencabutan hak atas tanah.
Pencabutan Hak Atas Tanah di Indonesia dilakukan berdasar peraturan perundangundangan sebagai
berikut:
1) Pasal 18 UUPA;
2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1960 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda
Yang Berada di atasnya;
3) Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan bendabenda yang berada di atasnya.
3. Prinsip-prinsip hukumnya
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 beserta penjelasan umum maupun penjelasan
pasal demi pasal, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa asas-asaa umum pengadaan tanah melalui
pencabutan hak adalah:
1) Prinsip kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat.
2) Prinsip pernghormatan hak-hak pemegang hak; Penguasaan tanah dan/atau benda yang
bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada surat keputusan pencabutan hak dari Presiden
dan setelah dilakukannya pembayaran ganti kerugian yang ditetapkan oleh Presiden.
3) Prinsip musyawarah dan mufakat; pencabutan hak adalah jalan yang terakhir untuk memperoleh
tanah dan/atau benda lainya yang diperlukan untuk kepentingan umum dengan mengutamakan
musyawarah dan mufakat.
4) Prinsip ganti rugi yang layak; yaitu bahwa pencabutan hak harus disertai pemberian ganti
kerugian yang layak dan harus pula dilakukan menurut cara yang diatur dalam Undangundang.
Maria SW. Soemardjono menggunakan istilah ganti rugi yang adil. Ganti kerugian sebagai upaya
mewujudkan penghormatan terhadap hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah

dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat disebut adil apabila hal tersebut tidak membuat
seseorang menjadi lebih kaya, atau sebaliknya menjadi lebih miskin dari pada keadaan semula.\
4. Prosedur dan tatacara pencabutan hak-hak atas tanah.
Berdasarkan UU. No. 20 Tahun 1961 dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 pencabutan hak
atas tanah dan benda-benda datasnya harus melalui suatu prosedur tertentu sebagaimana diatur
dalam Pasal 2 s/d Pasal 9 UU. No. 20 Tahun 1961. Secara garis prosedur dilakukan sebagi berikut:
1) Setelah menerima pengajuan permintaan pencabutan hak atas tanah dari yang berkepentingan,
Kantor wilayah BPN Provinsi meminta pertimbangan kepada Kepala Daerah untuk memberikan
pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak atas tanah. Selain itu, Kantor wilayah BPN
Provinsi juga meminta pertimbangan kepada panitia penaksir untuk menaksiran biaya ganti rugi.
2) Dalam
jangka
waktu
selambatlambatnya
3
bulan,
Kepala
Derah
harus
sudah menyampaikan pertimbangannya dan panitia penaksir sudah harus menyampaikan
taksiran besar ganti kerugian kepada Kantor wilayah BPN Provinsi. Setelah mendapat
pertimbangan dan tafsiran ganti kerugian Kantor wilayah BPN Provinsi menyampaikan
permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Kepala Daerah dan panitia peaksir belum
menyampaikan pertimbangannya, maka Kantor wilayah BPN Provinsi dapat menyampaikan
permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia tanpa menunggu pertimbangan Kepala Daerah dan panitia penaksir.
4) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengajukan permintaan pencabutan hak
atas tanah tersebut kepada Presiden disertai dengan pertimbangan Menteri Kehakiman dan
Menteri yang bersangkutan. Pengajuan pencabutan hak atas tanah harus segera dilaksanakan
untuk mendapatkan keputusan Presiden mengenai pencabutan hak atas tanah.
5. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah dan benda-benda di atasnya.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961, bahwa pencabutan hak atas tanah dan benda-benda di atasnya
tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang dan dengan serta merta oleh pemerintah walaupun
untuk kepentingan umum. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan sebagai berikut:
1) Adanya prinsip dalam Pasal 1 bahwa pencabutan hak atas tanah dan bendabenda di atasnya
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan;
2) Hanya Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri
Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan bendabenda yang ada diatasnya (Pasal 1);
3) Penguasaan tanah dan/atau bendabenda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada
surat keputusan pencabutan hak dari Presiden (Pasal 5);
4) Penguasaan tanah dilakukan setelah dilakukan pembayaran ganti-kerugian, yang jumlahnya
ditetapkan dalam surat-keputusan Presiden serta diselenggarakannya penampungan bekas
pemegang hak (Pasal 5);

5) Jika pemegang tidak bersedia menerima ganti-kerugian yang ditetapkan dalam surat keputusan
Presiden tersebut, karena dianggapnya jumlahnya kurang layak, maka ia dapat minta banding
kepada Pengadilan Tinggi, yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah dan/benda
tersebut, agar pengadilan itulah yang menetapkan jumlah gantikerugiannya. Pengadilan Tinggi
memutus soal tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir (Pasal 8 ayat 1);
6) Jika di dalam penyelesaian persoalan tersebut di atas dapat dicapai persetujuan jual-beli atau
tukar-menukar, maka dengan jalan itulah yang ditempuh, walaupun sudah ada surat-keputusan
pencabutan hak (Pasal 10);
7) Jika telah terjadi pencabutan hak sudah dilakukan tetapi kemudian ternyata, bahwa tanah
dan/atau benda yang bersangkutan tidak dipergunakan sesuai dengan rencana peruntukannya,
yang mengharuskan dilakukannya pencabutan hak itu, maka orangorang yang semula berhak
atasnya diberi prioritet pertama untuk mendapatkan kembali tanah dan/atau benda tersebut
(Pasal 11). Memperhatikan berbagai prinsip-prinsip hukum yang digunakan, prosedurprosedur
pelaksanaannya, serta ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan perlindungan hukum dan
hak bagi pemegangnya tersebut di atas, maka pemegang hak atas tanah dan bendabenda yang
ada di atasnya selalu mendapat perlindungan hukum dan hak yang memadai dari UU, walaupun
demi

kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan bersama dari

rakyat banyak. Prinsip penghormatan terhadap hak-hak individu selalu di kedepankan. Prinsip ini
telah mendapat jaminan dari Konstitusi Negara kita (UUD 1946) hasil amandemen kedua, Pasal
28 H ayat (4) yang menentukan: bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan
hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Namun
demikian Pasal 28 J ayat (2) menentukan: bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan
maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban hukum dalam suatu masyarakat demokrasi.

You might also like