Professional Documents
Culture Documents
Alamat Korespondensi :
Safruddin Juddah
Program Studi Teknik Arsitektur
Konsentrasi Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar
HP. 085 299 054 450
Email : aidinsafar@yahoo.co.id
Abstrak
Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa dengan iklim tropis menerima energi dan cahaya siang hari yang
sangat cukup, gratis dan tersedia sepanjang tahun tetapi banyak hasil rancangan arsitektur bangunan yang masih
tergantung pada penggunaan listrik pada siang hari khususnya untuk pencahayaan ruangan. Penelitian ini
bertujuan menganalisis pengaruh orientasi dan luas bukaan terhadap intensitas pencahayaan ruang laboratorium,
menghitung tingkat perubahan intensitas pencahayaan alami dalam ruangan pada pagi hingga sore hari, dan
menguji model rekayasa intensitas pencahayaan yang efektif pada ruang laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan
di ruang laboratorium Fakultas Sains & Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Metode yang
digunakan adalah observasi lapangan dengan menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya alami
yang terjadi dalam ruangan kemudian didistribusikan dalam bentuk tabel untuk mendapatkan iluminansi rata-rata
setiap titik ukur menggunakan program Microsoft Excel. Analisa dilakukan untuk mendapatkan tingkat korelasi
dengan menggunakan simulasi Ecotect, menghitung persentase tingkat kenaikan dan penurunan cahaya serta
penerapan hasil pengukuran pada denah laboratorium untuk melihat pola pencahayaan yang terjadi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orientasi dan luas bukaan sangat berpengaruh terhadap intensitas cahaya. Ruangan
dengan orientasi Utara-Selatan dengan bukaan dinding sisi Timur dan Barat membutuhkan luas bukaan lebih kecil
daripada ruang dengan orientasi Timur-Barat dengan bukaan dinding sisi Utara dan Selatan. Ruangan mengalami
peningkatan iluminasi pada pukul 08.00-14.00 hingga 86% dan mengalami penurunan pada pukul 14.00-17.00
hingga -42%. Simulasi menunjukkan bahwa luas bukaan yang efektif untuk ruang Zoology Laboratory minimal
11%, ruang Optical Laboratory minimal 13%, ruang Basic Physic Laboratory minimal 13%, dan ruang
Microprocessor & Robotic Laboratory minimal 18% dari luas ruangan.
Kata kunci: orientasi, luas bukaan, intensitas cahaya.
Abstract
Indonesia locates at the equator with a tropical climate and it received plenty of energy and light for free
throughout the year. However, many buildings are designed such that even in the day time, they need electricity
for lighting rooms. This research aimed to analyze the effects of orientation and openings on the light intensity in
laboratory rooms; to calculate the change levels of the light intensity in the rooms from morning to afternoon; and
to assess the design model for effective light intensity in the laboratory rooms. The research was conducted in the
laboratory rooms of the Faculty of Science and Technology, Alauddin Islamic State University. The method used
was field observation aided by a lux meter for measuring the natural light intensity in the rooms which were then
distributed in the form of tables. In order to obtain the average illumination of each measured point the Microsoft
Excel programs was used. The analysis was conducted in order to obtain the correlation level by using Ecotect
simulation. The percentages of the decrease and increase of the lights were measured and then applied to floor
plans in order to see how the lightning patterns occurred were performed. The results indicated that orientation
and opening had a significant effect on the light intensity. The room with North-South orientation and with EastWest wall openings needed smaller opening area compared to those with the East-West orientation and with
North-South walls openings. The room illumination increased at 08.00 14.00 by 86% and decreased at 14.00
17.00 by -42%. The simulation indicated that the effective opening area for Zoology Laboratory had been met at
least 11% (the existing illumination was 12%), for Basic Physics Laboratory was at least 13%, and for the
Microprocessor and Robotic Laboratory was at least 18% of the room area.
Keywords: orientation, opening area, light intensity.
PENDAHULUAN
Cahaya siang hari dapat berdampak pada susunan fungsional ruang, kenyamanan penghuni
(secara visual dan thermal), struktur dan penggunaan energi dalam bangunan. Bahkan jika
cahaya siang hari dianggap sebagai sumber cahaya aktif dari sebuah bangunan, maka
penggunaannya dapat dibagi untuk setiap aspek dalam proses desain bangunan (Rahim, 2009).
Sistem pencahayaan baik alami maupun buatan sangat besar peranannya dalam
pembentukan kesan dalam ruang dalam arsitektur. Desain pencahayaan tidak hanya mengacu
pada estetika cahaya dan ruang tetapi juga mencakup manusia dan berbagai aspek. Cahaya
yang kurang atau berlebihan akan memberikan ketidak nyamanan, daya penglihatan berkurang
atau keduanya (Rashid, 2005).
Pencahayaan alami merupakan strategi yang sangat penting dalam desain arsitektur.
Karena pencahayaan alami memberikan kesan atau suasana yang hidup pada suatu ruang
arsitektur. Pencahayaan alami juga mengurangi penggunaan energi listrik untuk pencahayaan
bangunan dan sangat disukai oleh pemakai bangunan. Para pemakai bangunan lebih menyukai
cahaya alami karena dianggap lebih sehat. Yang terpenting, cahaya alami menawarkan
keuntungan dalam hal kesehatan yang memberi efek biologi dan psikologi (Baharuddin, 2011).
Deklinasi matahari yang selalu berubah-ubah antara 23,5 LU pada bulan Juni, 0 garis
khatulistiwa pada bulan Maret dan September, dan 23,5 LS pada bulan Desember serta
pergerakan dari timur ke barat mempengaruhi besarnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan
(Tangoro, 2004).
Pencahayaan alami secara signifikan mengurangi konsumsi energi dan biaya operasional.
Energi yang digunakan untuk penerangan dalam bangunan dapat berkontribusi sebesar 40
sampai 50 persen dari total konsumsi energi. Selain itu, beban pendingin ruangan yang
dihasilkan dari limbah panas yang dihasilkan lampu dapat berjumlah tiga hingga lima persen
dari total penggunaan energi. Strategi pencahayaan yang didesain dan diimplementasikan dapat
menghemat 50 sampai 80 persen dari pencahayaan energi (Abraham, 1996).
Soegijanto (1998), mengatakan bahwa pencahayaan alami siang hari dimaksudkan untuk
mendapatkan pencahayaan di dalam bangunan pada siang hari. Manfaat cahaya alami adalah
dapat memberikan lingkungan visual yang nyaman, efektif, dan fleksibel dengan kualitas
cahaya yang mirip dengan kondisi alami di luar bangunan. Di samping itu, juga dapat
mengurangi atau meminimalkan penggunaan energi listrik.
analisis
deskriptif
untuk
memperoleh
gambaran secara umum tentang keadaan intensitas cahaya dalam ruang laboratorium menurut
masing-masing tipe ruangan dan analisis statistik berupa hasil pengukuran dibuat hasil
pengukuran rata-rata yang dilanjutkan dalam bentuk grafik persamaan regresi polynomial. Dari
hasil perhitungan rata rata dibuat persamaan garis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Regresi Polynomial
Y=aX2 + bX + C
Dimana:
y = Variabel Bebas
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian mendapatkan bahwa luas bukaan berdasarkan orientasi ruang yang ada
pada saat ini belum efektif untuk memenuhi standar intensitas cahaya yang dibutuhkan pada
ruang laboratorium yaitu 500 lux.
Pengukuran iluminasi pada ruang-ruang laboratorium dan ruang luar (di atas atap)
dilakukan pada saat bersamaan dengan kondisi langit yang ada. Pengukuran dilakukan selama 4
(empat) hari pada tanggal 23-26 Juli 2013. Adapun selang waktu yang digunakan adalah dari
pagi hingga sore hari yaitu 08.00-10.00, 10.00-12.00, 12.00-14.00, 14.00-16.00 dan 16.0017.00. Hasil pengukuran iluminasi rata-rata di luar ruangan pada pukul 08.00-10.00 sebesar
18.091 lux, pukul 10.00-12.00 sebesar 49.538 lux, pukul 12.00-14.00 sebesar 54.119 lux, pukul
14.00-16.00 sebesar 24.951 lux, dan pukul 16.00-17.00 sebesar 18.911 lux (lihat tabel 1).
Hasil pengukuran menunjukkan kenaikan dan penurunan intensitas cahaya. Hal tersebut
diakibatkan karena adanya pengaruh pada perletakan titik ukur, orientasi bukaan, dan waktu
yang digunakan pada saat pengukuran. Kenaikan rata-rata terjadi dari pukul 08.00-10.00 s/d
12.00-14.00 karena intensitas cahaya di luar ruangan semakin meningkat dari pagi hingga
siang hari, dan menurun dari pukul 12.00-14.00 s/d 16.00-17.00 seiring dengan menurunnya
intensitas cahaya di luar ruangan.
Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa pada ruang Zoology Laboratory daerah yang
tidak memenuhi standar pencahayaan 500 lux hanya berada sekitar titik ukur B sedangkan
daerah titik ukur lainnya sudah memenuhi standar pencahayaan, ruang Optical Laboratory
yang memenuhi standar pencahayaan hanya berada disekitar titik ukur A dan D sedangkan
daerah yang berada disekitar titik ukur B dan C tidak memenuhi standar pencahayaan, ruang
Basic Physic Laboratory yang memenuhi standar pencahayaan berada diantara titik ukur C dan
D sedangkan daerah yang berada diantara titik ukur A dan B tidak memenuhi standar
pencahayaan, dan ruang Microprocessor & Robotic Laboratory daerah yang memenuhi standar
pencahayaan berada disekitar titik ukur C. sedangkan daerah yang berada disekitar titik ukur A
dan B tidak memenuhi standar pencahayaan (lihat gambar 1).
Pada Daylight Factor ruang Zoology Laboratory, Optical Laboratory, Basic Physic
Laboratory, dan Microprocessor & Robotic Laboratory menunjukkan bahwa titik ukur
terdekat lubang cahaya memiliki nilai DF tinggi dengan nilai berkisar 2-9%. Akan tetapi pada
titik ukur di bagian tengah ruangan DF-nya hanya berkisar 0-2%. Titik ukur pada ruang
laboratorium pada pukul 10.00-14.00 memiliki Daylight Factor (DF) yang lebih kecil
daripada pukul 08.00-10.00 dan pukul 14.00-17.00. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sudut
datang cahaya matahari pada pukul 08.00-10.00 dan pukul 14.00-17.00 memungkinkan
cahaya matahari tersebut masuk langsung ke dalam ruangan (komponen langit) sementara
pada jam 10.00-14.00 cahaya yang masuk merupakan hasil refleksi cahaya. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar tingkat kedalaman ruang semakin besar persentase
penurunan derajat terang yang terjadi pada ruang. Titik ukur yang berada di dekat lubang
cahaya memiliki nilai Daylight Factor (DF) lebih tinggi daripada titik ukur yang jauh dari
lubang cahaya.
Pada kontur iluminasi menunjukkan titik ukur dekat lubang cahaya utama pada ruang
Zoology Laboratory dan Basic Physic Laboratory memiliki illuminasi yang cenderung
mengalami perubahan yang signifikan pada titik ukurnya (antara titik ukur C dan D) hal ini
disebabkan oleh arah sumber cahaya yang tegak lurus terhadap bukaan cahaya utama tersebut.
Sedangkan pada ruang Optical Laboratory dan Microprocessor & Robotic Laboratory
memiliki illuminasi yang cenderung merata/stabil hal ini disebabkan oleh cahaya yang masuk
ke dalam ruangan melalui bukaan cahaya hanya merupakan cahaya refleksi karena sumber
cahaya (matahari) searah dengan arah bukaan ruang tersebut (lihat gambar 2).
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan bahwa orientasi dan luas bukaan mempengaruhi besarnya
intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruang laboratorium. Ruang laboratorium yang ada
perlu dilakukan perubahan pada bukaan dindingnya.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran eksisting dengan hasil
simulasi dengan Autodesk Ecotect 2011. Dari hasil tersebut kemudian dihitung besaran
deviasi rata-rata yang terjadi. Umumnya hasil simulasi lebih tinggi daripada hasil pengukuran
lapangan. Pada simulasi diperoleh titik temu (titik nol antara pengukuran dan simulasi)
dimana pada jam 08.00-10.00 sebesar 10.135 lux, jam 10.00-12.00 sebesar 12.500 lux, jam
12.00-14.00 sebesar 15.000 lux, jam 14.00-16.00 sebesar 13.500 lux, dan jam 16.00-17.00
sebesar 11.000 lux.
Solusi untuk pencahayaan alami ruang laboratorium menggunakan uji simulasi dengan
standar nilai luminansi horizontal 14.350 lux (luminansi horizontal kota Makassar sebagai
daerah terdekat dari lokasi penelitian) diperoleh luas bukaan yang efektif untuk ruang Zoology
Laboratory minimal 11% dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux
sebesar 87.73% (memenuhi), ruang Optical Laboratory minimal 13% dengan persentase luas
ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 87.14% (memenuhi), ruang Basic Physic
minimal 13% dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 90.93%
(memenuhi), dan Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory minimal 18% dari luas lantai
ruangan dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 93.58%
(memenuhi). Kemudian berdasarkan hasil tersebut dibuatkan perbandingan besar WWR
kondisi exixting dan besar WWR yang efektif yang mana pada ruang Zoology Laboratory
WWR berubah dari 33.23% menjadi hanya 30.82%, ruang Optical Laboratory berubah dari
23.83% menjadi 36.15%, ruang Basic Physic Laboratory berubah dari 32.73% menjadi
35.07%, dan ruang Microprocessor dan Robotic Laboratory berubah dari 25.01% menjadi
50.04% (lihat tabel 2 dan 3).
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, L.E. (1996). Sustainable Building Technical Manual: Green Building Design,
Construction, and Operations. USA: Public Technology Inc.
ASHRAE-American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers.
(2008). Advanced Energy Design Guide for K-12 School Buildings. USA: American
Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers, Inc.
Baharuddin. (2011). Aplikasi Simulasi Komputer Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas
Pencahayaan Alami Bangunan. Prosiding Teknik Arsitektur volume 5 Desember 2011
ISBN: 978-979-127255-0-6. Makassar: Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
Boubekri, Mohamed. (2008). Daylighting, Architecture and Health: Building Desain
Strategies. USA: Elsevier Ltd.
Ganslandt, R.H.H. (1992). Handbook of Lighting Design. Jerman: ERCO Leuchten GmbH,
Ldenscheid Friedr.
Irianto, C. G. (2006). Studi optimasi sistem pencahayaan ruang kuliah dengan memanfaatkan
Cahaya alam. Jurnal Volume 5 nomor 2 Februari 2006 ISSN 1412-0372. Jakarta:
Jurusan Teknik Elektro-FTI Universitas Trisakti.
Philips, Derek. (2004). Daylighting: Natural Light in Architecture. USA: Elsevier Ltd.
Rahim, Ramli. (2009). Teori dan Aplikasi Distribusi Luminansi Langit di Indonesia. Makassar:
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Rashid, M. S. B. (2005). Physiological Reaction to Light: The Understanding of Lighting
Design Truoght Health and Visual Safety. Bandung: Jurusan Arsitektur Institut
Teknologi Bandung.
SNI No. 03-6197. (2000). Konservasi energi pada sistem pencahayaan. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Soegijanto. (1998). Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek
Fisika Bangunan. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung.
Tangoro, Dwi. (2004). Utilitas Bangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nama Ruang
Zoology Laboratory
Optical Laboratory
Orientasi
Bukaan
Timur
Barat
Total
Selatan
Utara
Total
Barat
Timur
Total
Luas Bukaan
(m2)
8.09
1.91
Luas Dinding
(m2)
30.09
30.09
4.68
2.50
30.09
30.09
8.91
3.08
36.64
36.64
Utara
Selatan
Total
4.68
2.85
30.09
30.09
WWR
(%)
26.87
6.35
33.23
15.54
8.30
23.83
24.32
8.41
32.73
15.54
9.47
25.01
Nama Ruang
Zoology Laboratory
Optical Laboratory
Orientasi
Bukaan
Timur
Barat
Total
Selatan
Utara
Total
Barat
Timur
Total
Luas Bukaan
(m2)
5.61
3.66
Luas Dinding
(m2)
30.09
30.09
7.26
3.62
30.09
30.09
7.48
5.37
36.64
36.64
Utara
Selatan
Total
8.46
6.60
30.09
30.09
WWR
(%)
18.65
12.18
30.82
24.13
12.02
36.15
20.42
14.65
35.07
28.12
21.92
50.04
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
a) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Zoology Laboratory hasil simulasi
b) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Optical Laboratory hasil simulasi
c) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Basic Physic Laboratory hasil simulasi
d) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory hasil
simulasi
Gambar 2. Garis kontur dan potongan iluminasi ruang laboratorium hasil simulasi