You are on page 1of 17

DERMAJI.DESA.

ID Badan Permusyawaratan Desa Dermaji (BPD Dermaji), Kamis (3/12/2015)


menggelar Musyawarah Desa untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa Tahun 2016 (RKP Desa
Tahun 2016). Musyawarah dilakukan di Balai Desa Dermaji dan diikuti oleh 115 orang peserta yang
mewakili unsur BPD, Pemerintah Desa, unsur lembaga kemasyarakatan desa, perwakilan kelompok
usaha masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidik, perwakilan perempuan, serta
perwakilan pemuda. Selain peserta musyawarah hadir juga unsur Muspika Kecamatan Lumbir dan
beberapa orang peninjau dari luar wilayah Desa Dermaji.
Musyawarah dipimpin dan dibuka oleh Ketua BPD Dermaji, Slamet. Pada pidato pembukaannya,
pimpinan musyawarah mengajak kepada peserta untuk bisa mengikuti musyawarah dengan sebaikbaiknya. Pimpinan musyawarah juga menyampaikan, bahwa musyawarah desa yang dilaksanakan dalam
rangka penyusunan RKPDesa Tahun 2016, telah berpedoman pada Peraturan Menteri Desa, Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme
Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Dalam kesempatan itu pimpinan musyawarah juga
mengingatkan agar peluang yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
yang memberikan kewenangan yang luas kepada Desa untuk bisa diijalankan bersama dengan
semangat kegotongroyongan.
Peluang besar untuk mempercepat kemajuan desa sudah berada di depan mata kita dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Sekarang tinggal saatnya kita berbenah untuk
menjadi lebih baik lagi, saling peduli dan saling menguatkan, membangun bersama dengan semangat
kegotongroyongan, jelas Slamet.
Pimpinan musyawarah juga menambahkan, Musyawarah Desa kali ini sedikit berbeda dari musyawarahmusyawarah yang telah dilakukan sebelumnya. Pada Musyawarah Desa kali ini, panitia musyawarah
memberikan kesempatan kepada masyarakat Dermaji atau pun dari luar Dermaji yang tidak terdaftar
sebagai peserta untuk mendaftarkan diri secara online melalui website desa jika ingin menghadiri
Musyawarah Desa.
Pendaftaran secara online adalah terobosan baru yang dibuat oleh Desa Dermaji untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, lanjut Slamet.
Setelah membuka Musyawarah Desa, pimpinan musyawarah mempersilakan Kepala Desa untuk
menyampaikan pokok-pokok pembicaraan yang akan dibahas dalam Musyawarah Desa. Pada
kesempatan itu Kepala Desa Dermaji, Bayu Setyo Nugroho menyampaikan rancangan program dan
kegiatan yang menjadi prioritas untuk tahun 2016. Kepala Desa Dermaji juga memberikan berbagai
informasi terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2015, serta tata
laksana pembangunan desa berdasarkan peraturan terbaru.
Setelah paparan dari Kepala Desa Dermaji, acara Musyawarah Desa dilanjutkan dengan penyampaian
pandangan resmi BPD terhadap pokok-pokok pembicaraan. Pandangan resmi BPD dibacakan oleh Yuli
Setyana, Sekretaris BPD. BPD pada pandangan resminya menyetujui rancangan program dan kegiatan
yang disampaikan oleh Kepala Desa dengan beberapa catatan. Pertama, Pemerintah Desa Dermaji
harus terus mendorong dan menguatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pembangunan, termasuk partisipasi kaum perempuan. Kedua, Pemerintah Desa Dermaji
agar terus mengupayakan penerapan sistem informasi pembangunan desa yang efektif yang mudah

dijangkau oleh masyarakat. Ketiga, dalam rangka melaksanakan kewenangan desa, BPD siap bekerja
sama dengan Pemerintah Desa Dermaji untuk menyusun berbagai Peraturan Desa yang diperlukan.
Selanjutnya pimpinan sidang memberikan waktu kepada peserta untuk menyampaikan tanggapantanggapannya. Tanggapan dari beberapa peserta musyawarah menyatakan menyetujui rancangan
program dan kegiatan yang disampaikan oleh Kepala Desa. Namun beberapa peserta juga memberikan
masukan soal penetapan status jalan, soal perlunya perdes lingkungan hidup dan pemberian beasiswa
untuk anak berprestasi.
Setelah persoalan-persoalan yang disampaikan dibahas bersama, peserta musyawarah kemudian
menyepakati beberapa hal. Pertama, menyetujui rancangan program dan kegiatan prioritas tahun 2016
untuk dijadikan rencana program dan kegiatan prioritas dalam RKP Desa Tahun 2016.
penyusunan Perdes tentang Lingkungan Hidup.

Kedua, perlunya

Ketiga, perlunya Perdes tentang Penetapan Status

Jalan yang ada di Desa Dermaji. Keempat, terkait pemberian beasiswa untuk anak berprestasi akan
dilakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap peraturan-peraturan yang ada.
Setelah dicapai kesepakatan bersama, acara dilanjutkan dengan pembacaan risalah musyawarah oleh
sekretaris musyawarah, Supriyanto. Risalah musyawarah kemudian langsung ditandatangai oleh
sekretaris musyawarah, pimpinan musyawarah, Kepala Desa, dan perwakilan peserta, setelah risalah
musyawarah disetujui untuk ditetapkan oleh peserta musyawarah. Selain risalah musyawarah, pada
kesempatan itu ditandatangani juga berita acara musyawarah oleh pimpinan musyawarah, Kepala Desa,
dan perwakilan peserta.
Musyawarah Desa ditutup oleh pimpinan musyawarah. Kemudian untuk mengakhiri seluruh acara,
dilakukan pembacaan doa yang dipimpin oleh Harry Haryono Caryono.

MUSYAWARAH DESA :
Ruang Belajar Berbagi dan Berpartisipasi Masyarakat dalam
Perencanaan Pembangunan Desa
Kebijakan Baru, Proses Baru
Powered By vbatesHadirnya UU No 6 Tahun 2014 tentang desa di tengah
regulasi negeri ini sungguh membawa hiruk-pikuk sebuah wilayah yang
disebut desa dalam mempersiapkan tata kelola baru yang luar biasa,
terutama terkait dengan kesiapan sumberdaya manusia
pemerintah desa dan lembaga-lembaga desa di dalam proses pengelolaan
manajemen sumberdaya, sumberdana dan sumberdata secara sinergis. Hal
tersebut dalam siklus tata kelola pemerintah desa yang baru diawali dengan
sebuah rembug warga yang diberi judul Musyawarah Desa (Musdes).
Ketua BPD dan para narasumber dalam Musdes Desa Ponjong

Powered By vbatesBegitu juga halnya dengan Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong


Kabupaten Gunungkidul sebagai desa mitra Penabulu Yogyakarta, pada

tanggal 27 Februari 2015 telah melakukan kegiatan Musyawarah Desa.


Sesuai dengan PP No 43 Tahun 2014 Pasal 80 disebutkan bahwa Musdes
dimotori oleh BPD, oleh karena itu Forum Musyawarah desa ini diikuti oleh
BPD , Pemdes dan Unsur masyarakat desa. Tujuan dilaksanakannya musdes
sesuai UU No 6 Tahun 2014 pasal 54 (2) adalah untuk membicarakan hal-hal
strategis yang berkaitan dengan a) penataan desa, b) perencanaan desa, c)
kerjasama desa, d) rencana investasi yang masuk ke desa, e) pembentukan
BUMDes, f) penambahan dan pelepasan aset desa dan g) kejadian luar biasa.
Kegiatan Musdes ini dimulai pada pukul 13.30 16.30 wib, diikuti oleh sekitar
85 orang, berasal dari berbagai elemen masyarakat wakil dari 11 pedukuhan
yang ada di desa Ponjong. Secara umum alur musdes dilakukan melalui
proses pembukaan, penyampaian maksud dan tujuan oleh Ketua BPD Desa
Ponjong, dilanjutkan dengan pemberian materi oleh Pejabat Kepala Desa
tentang arah Perencanaan Program Pembangunan Desa serta beberapa
kebijakan baru untuk desa, sedangkan Ani sebagai pendamping desa dari
lembaga Penabulu, memberikan kunci pemahaman Menuju Proses Desa
Berdaya dari sisi arti penting dan fungsi Musdes dalam tata kelola desa,
kegiatan diakhiri dengan diskusi kelompok serta presentasi dan penutup.
Ruang Belajar Masyarakat untuk Berbagi dan Berpartisipasi

Keseriusan peserta dalam mencermati paparan para narasumber

Proses Musdes di Desa Ponjong ini merupakan kegiatan perdana yang


dilakukan sesuai dengan regulasi baru tentang desa, oleh karena itu proses
masih mencari bentuk dan disesuaikan dengan kondisi peserta musdes.
Namun demikian, antusiasme peserta musdes untuk berpartisipasi dan
terlibat aktif menjadi salah satu obat penenang bagi penanggung jawab
kegiatan yakni BPD. Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan baik kepada BPD,
Pemerintah Desa maupun Narasumber merupakan ungkapan semangat
sekaligus keresahan, dari berbagai elemen terutama terkait dengan 1)
masa depan lembaga-lembaga desa, 2) mekanisme Musdes: apakah akan
mengganti Musrenbangdes atau tetap keduanya ada?, 3) soal perencanaan
pembangunan dan sistem transparansi pertanggungjawaban desa kepada
masyarakat, 4) juga peran perempuan dan dusun dalam perencanaan
pembangunan, dan 5) bagamana masyarakat bisa mengetahui pembagian
anggaran secara adil dan transparan untuk kegiatan-kegiatan di tingkat
pedesaan.

Dinamika peserta dalam proses tanya jawab dan yang disampaikan kepada para narasumber

Kelima pertanyaan di atas membuat dinamika musdes menjadi hidup, dan


secara bergantian pertanyaan tersebut dijawab oleh PJ. Kepala Desa, Ketua
BPD dan Narasumber dengan model saling melengkapi. Namun ada hal

menarik ketika proses musdes akan dilanjutkan dengan diskusi kelompok,


peserta memilih menuliskan usulan kegiatan yang akan dimasukkan
dalam bank usulan program pemerintah desa sehingga ke depan bisa
menjadi sarana untuk membuat skala prioritas yang disesuaikan dengan
prioritas tahunan dalam RPJMDes. Sehingga proses musdes diakhiri setelah
berbagai elemen masyarakat yang hadir dalam musdes memberikan mandat
kepada pemerintah desa dan tim perumus untuk menyusun klasifikasi usulan
kegiatan warga tersebut menjadi tawaran prioritas yang akan dibawa ke
dusun-dusun sebagai awal sosialisasi program desa.
Pembelajaran
Beberapa poin yang bisa menjadi sarana pembelajaran dalam pelaksanaan
Musdes di desa Ponjong sebagai sebuah mekanisme baru dalam proses tata
kelola pemerintahan desa antara lain:
1.

Musdes belum dipahami sebagai satu sarana untuk menemukan dan


membicarakan hal-hal yang strategis, tetapi masih dalam tataran Jaring
Aspirasi masyarakat yang lazim dilakukan oleh BPD

2.

Untuk mengajak masyarakat melakukan diskusi kelompok secara


intensif terutama terkait dengan perumusan skala prioritas usulan
program, bukanlah hal yang diminati oleh peserta, masih ada kebiasaan
memasrahkan pada sekelompok tim yang memang mempunyai
ketugasan tertentu

3.

Kelompok perempuan belum terlibat dalam pengusulan kegiatankegiatan yang strategis tetapi masih mengutamakan kegiatan yang
bersifat sektoral dan kelompok, sehingga masih banyak usulan program
yang strategis belum berperspektif gender.

Powered By vbatesDemikian beberapa pembelajaran yang bisa dipetik dalam


proses perdana menemani musdes didesa Ponjong. Semoga segala
perubahan dinamika tata kelola desa ini menjadi satu spirit baru untuk
menuju desa yang mandiri dan berdaya terutama dalam mengembangkan
potensi yang menjadi sumberdaya desa.
Jogjakarta, 14 April 2015

Musyawarah Desa
Musyawarah Desa (Musdes)

adalah

proses musyawarah antara

Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang


diselenggarakan

oleh

BPD

untuk

menyepakati

strategis. Musyawarah adalah forum pengambilan

hal

yang

keputusan

yang

bersifat
sudah

dikenal sejak lama dan menjadi bagian dari dasar negara. Sila keempat
Pancasila menyebutkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
Pasal 54
(1) Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti
oleh Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang
bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.

penataan Desa;

b.

perencanaan Desa;

c.

kerjasama Desa;

d.

rencana investasi yang masuk ke Desa;

e.

pembentukan BUM Desa;

f.

penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan

g.

kejadian luar biasa.

(3)

Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun.


X
by vbates

(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Penjelasan
Ayat (1)

Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan yang
di Desa,

termasuk masyarakatnya, dalam rangka menggariskan hal yang dianggap penting dilaku
oleh Pemerintah Desa dan juga menyangkut kebutuhan masyarakat Desa.

Hasil ini menjadi pegangan bagi perangkat Pemerintah Desa dan lembaga lain
dalam pelaksanaan tugasnya.

Yang dimaksud dengan unsur masyarakat adalah antara lain tokoh adat, tokoh agama,
tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan,
kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok masyarakat miskin.

Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal penataan Desa, Musyawarah Desa hanya memberikan pertimbangan dan
masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, serta ayat (3) dan ayat (4) cukup jelas.

Selain

pada

UU Desa juga

penjelasan
memuat

pasal

per

penjelasan

pasal,

bagian

mengenai

Penjelasan

Musdes.

Umum

Selengkapnya

disebutkan: Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan

unsur

masyarakat

Permusyawaratan Desa untuk


strategis

dalam

Hasil musyawarah desa dalam


keputusan

yang

diselenggarakan

memusyawarahkan

dan

penyelenggaraan
bentuk

Badan

menyepakati

hal

pemerintahan Desa.

kesepakatan

hasil musyawarah dijadikan

oleh

dasar

dituangkan

dalam

oleh

Badan

Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa untuk menetapkan kebijakan


Pemerintahan Desa.

Pembahasan di DPR
Pengaturan Musyawarah Desa dalam UU Desa hanya diatur dalam satu Pasal
berisi empat ayat. Keempat ayat yang ada pada pasal 54 tersebut berisi
tentang fungsi musyawarahDesa; hal yang dibahas dalam musyawarah desa;
waktu

penyelenggaraan Musyawarah Desa;

dan

Pembiayaan Musyawarah Desa. Dalam proses pembahasan DIM, klausul


Musdes juga relatif tak banyak diperdebatkan, semua fraksi setuju kecuali
untuk penempatan bab. Pemerintah dan DPR sepakat mengenai pentingnya
penyelenggaraan musyawarah desa sebagai

forum

pengambilan

keputusan desa.
Menteri

Dalam

Negeri,

Gamawan

Fauzi

menyampaikan

pandangan

pemerintah saat mengantarkan RUU Desa:


Musyawarah Desa .merupakan
berfungsi

untuk

membahas,

program-program

strategis

pemerintah desa dan


strategis

dimaksud

Badan

forum

tertinggi musyawarah yang

mendiskusikan
yang

akan

dan

mengkoordinasikan

dilaksanakan

Permusyawaratan Desa.

termasuk

proses

oleh

Program-program

penyusunan

perencanaan

pembangunan desa dan perencanaan pembangunan kawasan perdesaan.


Dalam Raker 4 April 2012, Anang Prihantoro mewakili DPR menyampaikan
pandangan berikut:
RUU Desa yang

diajukan

oleh

Pemerintah

mereduksi

kedudukan Musyawarah Desa dalam

sistem

pemerintahan desa. Musyawarah desa hanya berfungsi untuk membahas,


mendiskusikan dan mengkoordinasikan program-program strategis yang
akan dilaksanakan pemerintah desa. Hasil musyawarah digunakan sebagai
bahan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa dan merupakan
masukan bagi Kepala Desa dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
dan

pelaksanaan

pembangunan desa serta

penyelenggaraan musyawarah BPD.

bagi
..DPD

BPD

dalam
RI

mengusulkan desa membentuk dan menyelenggarakan musyawarah desa,

atau

nama

lain,

sebagai

wadah

tertinggi

untuk

pengambilan

keputusan desa yang bersifat strategis.


Keputusan desa yang bersifat strategis mencakup: rencana pembangunan
jangka

menengah desa;

kawasan

perdesaan;

investasi

yang

pembentukan,

masuk desa;

penggabungan,

pengembangan

pemekaran

atau

perubahan status desa. DPD mengusulkan musyawarah desa dalam hal ini
bukan pemegang kedaulatan rakyat desa, bukan juga sebagai institusi yang
permanen, tetapi sebagai forum pengambilan keputusan strategis yang
mengikat

bagi

pemerintah

dan

warga desa.

Penyelenggaraan musyawarah desa untuk pengambilan keputusan strategis


dimaksudkan untuk menghindari bias elite yang dilakukan oleh Kepala Desa,
sekaligus pelibatan warga masyarakat guna memberikan perlindungan
terhadap aset-aset strategis desa. Jika desa akan mengambil keputusan
strategis,

maka

BPD

berwenang

membentuk

dan

menyelenggarakan musyawarah desa.


Menteri Dalam Negeri Gamawan Fawzi dalam Raker tanggal 15 Mei 2012
mengapresiasi

usulan-usulan

menempatkan Musyawarah Desa sebagai

DPD
pengambil

kebijakan

yang
tertinggi

di Desa dengan alasan beberapa peraturan perundangan lainnya tidak


mengatur hal tersebut dan pembentukan UU Desa bukan untuk membentuk
Daerah Otonomi III. Kutipan atas tanggapan Pemerintah terhadap usulan
DPD tentang musyawarah Desa dapat dilihat di bawah ini:
Terkait dengan usulan DPD-RI mengenai kedudukan lembaga perwakilan
rakyat desa dalam desain Pemerintahan desa,
Rancangan

Undang-undang

lembaga

perwakilan

dapat dijelaskan bahwa

tentang Desa tidak


rakyat desa tetapi

mengatur

mengenai

mengatur

Badan

Permusyawaratan Desa yang berfungsi sebagai lembaga permusyawaratan


dan pemufakatan dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat,
sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Hal tersebut sejalan dengan
kesepakatan politik yang tertuang dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999
dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dimana penyebutan Badan
Perwakilan Desa dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dirubah menjadi

Badan Permusyawaratan Desa dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004.


Landasan pemikirannya adalah bahwa Desa yang diatur dalam Undangundang No. 22 Tahun 1999 maupun Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan
Rancangan

Undang-undang

tentang Desa tidak

mengarah

pada

pembentukan Daerah Otonom Tingkat III sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 18 Tahun 1965, Undang-undang No. 1 Tahun 1957 maupun
Undang-undang No. 22 Tahun 1948 semua tentang Pemerintahan Daerah.
Demikian

pula

halnya

agar Musyawarah Desa dijadikan

dengan
wadah

usulan

tertinggi

untuk

DPD-RI
pengambilan

keputusan desa yang bersifat strategis.


Fraksi

PPP,

dalam

pandangan

menyatakan musyawarah Desa penting

karena

mini

fraksi,

mengakomodasi

adanya

unsur masyarakat dalam pengambilan keputusan Desa. Di forum yang


sama, Fraksi Partai Golkar menganggap musyawarah Desa sebagai wujud
penguatan demokrasi di Desa.
Hasto Wiyono dari STPD APMD Yogyakarta menyampaikan pandangan
mengenai musyawarah desa dalam

RDPU

tanggal

Juni

2012.

Ia

mengatakan:
Kemudian untuk musyawarah desa. Untuk musyawarah desa, kami juga
menginginkan agar musyawarahdesa itu menjadi lebih bermakna bukan
sekadar

untuk

prosedur.

Jadi musyawarah desa untuk

memenuhi

persyaratan yang namanya partisipatif dengan mengumpulkan orang, maka


itu adalah partisipatif. Kami tidak sepakat dengan itu. Saya kira sepemikiran
dengan teman dari UKSW. Namun demikian, musyawarah desa itu bukan
juga

merupakan

pemegang

kedaulatan

rakyat desa,

tetapi musyawarah desa itu sebagai satu arena untuk melakukan rembuk,
melakukan pembahasan, melakukan apa namanya ya untuk mengambil
keputusan bersama terutama hal-hal yang sangat strategis. Nah misalnya
nanti di dalam konteks pembangunan pedesaan, dalam pengelolaan
resourceh terutama sumberdaya alam untuk pertambangan misalnya. Ini
saya

kira musyawarah desa menjadi

sangat

penting

sebelum

Kepala Desa itu memutuskan atau mengizinkan atau tidak ketika ada

investor itu masuk. Jadi musyawarah desa rakyat diajak bicara, sehingga
dalam konteks ini betul-betul desa itu menjadi sebuah subjek ya, menjadi
subjek yang keberadaannya memang dihormati dan diakui.
Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Shirley dari Surya Research
Center:
Saya

setuju

dengan

rekan-rekan,

teman-teman

yang

memberikan

tanggapan tentang RUU ini bahwa Badan Musyawarah Desa jangan kita
anggap kecil. Perlakukan mereka seperti kita memperlakukan DPR ini bahwa
teman-teman di DPR ini terdiri dari berbagai macam musyawarah desa yang
ada di Indonesia ini berkumpul dan kemudian juga bisa mengontrol SKPD
atau teman-teman birokrat lainnya yang di daerah-daerah dan dibenak kami
Surya Research kami mengadakan dalam tanda kutip ini juga merupakan
tawaran dari setiap kali kami mengunjungi kabupaten, bagaimana kalau kita
membentuk kelompok penguatan masyarakat, kita menyebutnya seperti itu
kelompok penguatan masyarakat.
Dalam RDPU 10 Oktober 2012, Sutoro Eko dari IRE menyampaikan
pandangan berikut:
Ini ada persoalan kuasa desa dan kuasa rakyat ya, itu menyatu di
dalam desa tetapi persoalannya begini pak, kuasa desa ini sekarang tidak
berdaya karena berhadapan dengan kuasa negara dan kuasa modal, jadi
banyak sumber daya lokal yang ini terkikis abis lah kalau ada intervensi
modal misalnya soal air dan macam-macam, dan oleh karena ini kan
persoalan agraria yang kita harus selesaikan juga, termasuk pembangunan
pedesaan yang mengandung investasi ya, sebenarnya pikiran yang sudah
berkembang, bagaimana desa itu secara kolektif mampu mengontrol usulan
kita

itu

ada

semacam musyawarah desa, musyawarah desa itu

sebagai

semacam institusi yang bisa kita panggil untuk mengambil keputusan


strategis di desa, supaya ini tidak hanya diputuskan oleh segelintir orang
tetapi

oleh

forum

yang

lebih

besar,

karena

modalnya

kan

Bupati-

Kepala Desa selesai gitu ya, jadi artinya keputusan mengenai investasi yang
bersentuhan dengan desa itu tidak hanya dari tangan Bupati, tetapi juga itu

basisnya

ada

di desa,

dan desa itu

pengambil

keputusannya

adalah musyawarah desa.

Tanggapan
Musyawarah adalah

forum

bertemunya

berbagai

kepentingan

para

pemangku kepentingan. Keinginan umum (general will) dipertemukan dalam


forum itu, dibahas, dan kemudian diputuskan bersama-sama mana yang
terbaik di antara pilihan-pilihan yang ada. Dalam forum itu bersatu keinginan
Kepala Desa dan mungkin juga keinginan pemerintahan kabupaten/kota
yang disampaikan lewat Kepala Desa, keinginan warga desa, dan keinginan
pemangku

kepentingan

lainnya.

Konsep musyawarah pada

hakekatnya

menunjukkan bahwa forum tersebut bersifat partisipatif dan dialogis.[11]


Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
peraturan

pelaksanaannya,

PP

72

tahun

2005,

tak

mengatur

spesifik musyawarah Desa. Namun korelasi kedua regulasi ini bisa dilihat dari
pembahasan

perencanaan desa yang

UU Desa. Musyawarah Desa sebagaimana

disebut

dalam

diinginkan

Pasal

dalam

Pasal

54
54

merupakan sebuah tahapan yang cukup penting dalam pembangunan desa,


khususnya

perencanaan desa.

berlangsung

terjadwal

tahunan

Salah

satu

perencanaan desa yang

adalah Musyawarah Perencanaan

dan

Pembangunan Desa (Musrenbangdes).


Payung hukum pelaksanaan Musrenbang secara umum diatur dalam Undang
Undang No. 25 Tahun 2004 dan secara teknis pelaksanaannya diatur melalui
Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Musrenbang yang diterbitkan setiap tahun. Secara
khusus Musrenbangdes diatur dalam Permendagri No. 66 Tahun 2007
tentang

Perencanaan

Pembangunan Desa yang

didalamnya

termuat

petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana


Pembangunan

Jangka

Menengah Desa (RPJMDes)

dan

Rencana

Kerja

Pembangunan Desa (RKPDes) tahunan yang kemudian ditekniskan lagi


melalui Surat Dirjen PMD No. 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010
tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa.
Perencanaan dan penganggaran merupakan satu kesatuan konsep dan
proses yang tak terpisahkan sehingga mustahil perencanaan pembangunan
dilakukan tanpa membahas anggaran pembiayaannya. Oleh karena itu,
bersamaan

dengan

penyusunan

dokumen

perencanaan, Desa juga

menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Payung


hukum penyusunan APB Desa adalah UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PP
No.

58

Tahun

2008

tentang

Pengelolaan

Keuangan

Daerah,

serta

Permendagri No. 37 Tahun 2007 tentang Keuangan Desa.


Pasal 54 UU Desa tidak menyebutkan secara jelas tentang rekomendasi
pengaturan teknis pelaksanaan Musyawarah Desa. Peraturan Pemerintah No.
43 Tahun 2014 memuat sejumlah aturan mengenau musyawarah desa.
Rinciannya antara lain:

Pasal 9 dan 10 tentang pembuatan kesepakatan dalam pembentukan desa oleh


pemerintah daerah kabupaten/kota;

Pasal 18 tentang pembuatan


pemerintah daerah kabupaten/kota;

kesepakatan

dalam

penggabungan desa oleh

Pasal 22 tentang prakarsa perubahan status desa menjadi kelurahan;

Pasal 26 tentang prakarsa perubahandesa adat menjadi desa;

Pasal
45,
47,
melalui musyawarah desa;

dan

56

tentang

pemilihan

Pasal 111 tentang pengelolaan kekayaan milik desa;

Pasal114 tentang perencanaan pembangunan desa;

Pasal 121 tentang pelaksanaan pembangunan desa;

Pasal 125 tentang pembangunan kawasan perdesaan;

Pasal 126 dan Pasal 130 tentang pemberdayaan;

Pasal132 dan 136 tentang BUM Desa Masyarakat Desa.

Dengan

konsep

kewenangan

hibrid

untuk

atau

campuran,

Kepala Desa antarwaktu

masyarakat desa mempunyai

mengatur desa sebagaimana

halnya

kewenangan

pemerintah desa.

Dalam musyawarah desa,

masyarakat desa mempunyai

kedudukan yang sama dan saling terkait dengan Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa. Kedudukan dan korelasi itu dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar : Keterkaitan para pemangku kepentingan

Gambar

tersebut

kepentingan

memperlihatkan

dalam

keterkaitan

antara

pelaksanaan musyawarah desa.

para

pemangku

Kepala Desa beserta

perangkatnya saling terkait dengan masyarakat desa beserta unsur-unsur


representasinya,

dan

kepentingan

yang

BPD

beserta

pengurusnya.

menguat

pada

Mereka
irisan

membawa
lingkaran.

Artinya, musyawarah desa harus selalu diarahkan pada tercapainya mufakat.


Dalam prakteknya, sesuai dengan konstruksi campuran yang dipakai
UU Desa, sangat mungkin terjadi perbedaan kepentingan tiap-tiap unsur
yang

membentuk

Musdes.

Oleh

karena

itu

sangat

mungkin

terjadi

Kepala Desa yang membawa kepentingan pemerintahan kabupaten/kota


menolak melaksanakan keputusan Musdes, baik secara terang-terangan
maupun secara halus. Penjelasan Pasal 54 UU Desa sebenarnya sudah
memberi garis yang tegas: Hasil ini menjadi pegangan bagi perangkat
pemerintah desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam hal

terjadi konflik kepentingan, maka peraturan teknis harus memberikan jalan


keluar

yang

tegas,

misalnya

sejauh

mana

masyarakat desa punya

kewenangan menegur Kepala Desa. Pasal 68 ayat (1) UU Desa memang


memberi hak kepada masyarakat desa untuk melakukan pengawasan atas
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa serta menyampaikan aspirasi,
saran dan pendapat. Dalam hal konflik kepentingan itu berkaitan dengan hak
asal usul dan lokal berskala desa, maka Desa punya kekuatan untuk
mengatur dan mengurus. Sedangkan jika berkaitan dengan wewenang yang
ditugaskan dan kewenangan lain dari supra desa, maka Desa hanya punya
kewenangan mengurus (vide Pasal 20 dan 21 UU Desa). Bahkan dalam hal
penataan Desa,

keputusan

akhir

tetap

ada

di

tangan

pemerintah

kabupaten/kota. Musyawarah Desa hanya sekadar forum untuk memberikan


pertimbangan dan masukan (Penjelasan Pasal 54 ayat 2 UU Desa).
Seperti disebutkan dalam Pasal 54 UU Desa, musyarawah Desa adalah forum
untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Pembentuk Undang-Undang telah menetapkan tujuh isu
strategis, sebagaimana tergambar berikut:
Bagan Isu-Isu Strategis yang Dibahas dalam Musyawarah Desa

Hal-Hal Strategis.

Pasal 54 ayat (2) UU Desa mengatur apa saja yang disebut sebagai hal yang
bersifat strategis yang menjadi dasar penyelenggaraan musyawarah Desa.
Tetapi tidak jelas apa maksud isu strategis dan penormaannya terkesan tidak
membuka peluang untuk menambahkan hal strategis itu. Seolah-olah hanya
ketujuh hal itu saja yang masuk kategori hal strategis. Berarti pula di luar

ketujuh hal tersebut tidak harus diputuskan lewat musyawarah Desa. Dalam
praktiknya

sangat

mungkin

terjadi

perbedaan

pandangan

antara

warga desa dengan pemerintah desa mengenai sifat strategisnya sesuatu


hal. Apalagi jika sudah menyangkut frasa kejadian luar biasa. Apa yang
dimaksud dengan kejadian luar biasa? Banjir, misalnya, bisa disebut kejadian
luar biasa. Lalu, apakah harus Musdes dulu sebelum banjir ditangani? Isu
strategis dalam Pasal 54 lebih sebagai isu yang penting menurut pembentuk
Undang-Undang, dan bukan isu strategis menurut kenyataan yang dihadapi
masyarakat.

Pelaksanaan dan Pembiayaan Musdes

Berdasarkan UU Desa, Musdes diselenggarakan minimal satu kali dalam


setahun. Undang-Undang tidak menyebutkan kapan waktu pelaksanaan dan
berapa lama waktu penyelenggaraan Musdes. Pada praktiknya, musrenbang
diselenggarakan pada Januari setiap tahun. Namun dilihat dari keragaman
isu strategis, ada kemungkinan besar pelaksanaan Musdes lebih dari satu
kali.
Pembiayaan Musdes berasal dari APB Desa. Penyelenggaraan Musdes yang
hanya

bergantung

pada

APB Desa sebenarnya

menimbulkan

dua

persoalan. Pertama, bila dana APB Desa tidak mencukupi untuk Musdes
sekali setahun, bisakah Desa tak menyelenggarakan Musdes? Penyelenggara
Musdes

adalah

BPD

dengan

difasilitasi

pemerintah desa.

Jika

pemerintah desa berdalih tidak ada dana, apakah BPD bisa membatalkan
pelaksanaan

Musdes,

Kepala Desa untuk

dan

lantas

memutuskan

memberikan

hal-hal

kewenangan

strategis

tanpa

kepada

melibatkan

BPD? Kedua, persoalan pertama sebenarnya bisa diatasi dengan membuka


peluang pendanaan Musdes diambil dari sumber lain yang sah dan tidak
mengikat. Tetapi akan muncul persoalan, apa kaedah yang harus ditaati
peserta Musdes jika dana Musdes berasal dari pihak ketiga?
Dilihat dari konstruksi hibriditas, sebenarnya peluang untuk mendapatkan
biaya pelaksanaan Musdes dari luar desa tetap dimungkinkan. Sebagian
biaya Musdes adalah dari pendapatan desa yang bisa berasal dari beragam

sumber, antara lain hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak
ketiga. Dari rumusan Pasal 72 ayat (1) huruf f UU Desa tersebut tergambar
jelas salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah dana itu tidak bersifat
mengikat. Jika ada penyimpangan dalam penggunaan dana pihak ketiga
untuk Musdes tersebut, sesuai Pasal 75 ayat (1) UU Desa, yang akan dimintai
tanggung

jawab

terutama

adalah

kekuasaan pengelolaan keuangan desa.


Daftar Isi :

Kepala Desa sebagai

pemegang

You might also like