Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Muhammad Hilmy Labibi
Nisrina Mutia Ariani
Parada Jiwanggana
G99161062
G99161067
G99161072
Pembimbing
dr. Djoko Susianto, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Mata Kering (Dry Eye Syndrome) ialah suatu gangguan pada
permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari
lapisan air mata. Angka kejadian sindroma mata kering ini lebih banyak pada
wanita dan cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Peningkatan angka terjadinya sindroma mata kering ini ialah disebabkan
oleh adanya peningkatan angka harapan hidup dari populasi, peningkatan polusi,
penggunaan obat-obatan tertentu seperti obat alergi dan obat hipertensi,
peningkatan pengguna lensa kontak dan peningkatan penggunaan komputer.
Sindroma mata kering dapat pula terjadi berkaitan dengan penyakit sendi
(arthritis), yaitu penyakit Sjogren, yang ditandai dengan mata kering, mulut kering
dan radang sendi.
Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata
melindungi kornea dan berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata.
Penutupan kelopak mata berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh
permukaan mata dan memompa air mata melalui punctum lakrimali.
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari
yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur
seperti ektropion, entropion, lagoptalmus dan blepharoptosis. Untungnya,
kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak mengancam jiwa atau pun
mengancam penglihatan.
Sindroma mata kering ditandai oleh adanya rasa iritasi, berpasir, panas,
pedih, dan rasa lengket terutama pada saat bangun pada pagi hari, kadang timbul
rasa gatal dan penglihatan yang kabur. Gejala-gejala ini dirasakan lebih buruk
pada saat berada pada kondisi lingkungan yang berangin, pada ruangan
berpendingin AC, atau setelah membaca atau ketika bekerja di depan komputer
dalam jangka waktu yang lama. Pada sindroma mata kering yang perlu dilakukan
adalah mengetahui penyebabnya. Dokter mata akan menegakkan diagnosa dengan
melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengukur produksi air mata dan
menentukan jenis lapisan air mata yang berkurang produksinya.
BAB II
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Kewarganegaraan
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tgl pemeriksaan
No. RM
II.
: Ny. S
: 60 tahun
: Perempuan
: Jawa
: Indonesia
: Islam
: Petani
: Ngunut, Wonosari, Klaten.
: 30 Desember 2016
: 012444XX
ANAMNESIS
A.
Keluhan utama
Kedua mata gatal dan pedes.
B.
C.
Riwayat hipertensi
: ada
2.
: disangkal
3.
4.
Riwayat kacamata
D.
E.
: disangkal
Riwayat hipertensi
: ada
2.
: disangkal
3.
4.
Riwayat kacamata
: disangkal
Kesimpulan Anamnesis
OD
OS
Proses
Lokalisasi
Palpebra
Palpebra
Sebab
DKM grade 2
DKM Grade 2
Perjalanan
Kronis
Kronis
Komplikasi
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder
Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B.
Vital Sign
Tekanan Darah
Heart rate
Respiratory rate
Temperature
C.
: 127/48 mmHg
: 88x/m
: 18 x/m
: 36.60C
Pemeriksaan Subyektif
OD
OS
6/15
6/6 E
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis
jauh
a. pinhole
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
b. koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1. Konfrontasi tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar
Baik
Baik
3. Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Visus sentralis
dekat
B. Visus Perifer
D.
Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
OD
OS
a. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
b. luka
Tidak Ada
Tidak Ada
c. parut
Tidak Ada
Tidak Ada
d. kelainan warna
Tidak Ada
Tidak Ada
e. kelainan bentuk
Tidak Ada
Tidak Ada
a. warna
Hitam
Hitam
b. tumbuhnya
Normal
Normal
Sawo matang
Sawo matang
a. heteroforia
Tidak Ada
Tidak Ada
b. strabismus
Tidak Ada
Tidak Ada
c. pseudostrabismus
Tidak Ada
Tidak Ada
d. exophtalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
2. Supercilia
c. kulit
d. gerakan
3. Pasangan bola mata dalam
orbita
e. enophtalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
a. mikroftalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
b. makroftalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
c. ptisis bulbi
Tidak Ada
Tidak Ada
d. atrofi bulbi
Tidak Ada
Tidak Ada
a. temporal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
b. temporal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
c. temporal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
d. nasal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
e. nasal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
f. nasal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) blefaroptosis
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) blefarospasme
Tidak Ada
Tidak Ada
5.) benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) membuka
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
2.) menutup
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
8 mm
8 mm
2.) ankiloblefaron
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) blefarofimosis
Tidak Ada
Tidak Ada
6. Kelopak mata
a. pasangannya
b. gerakannya
c. rima
1.) lebar
d. kulit
1.) tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
Normal
Normal
3.) epiblepharon
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) blepharochalasis
Tidak Ada
Tidak Ada
5.) vulnus
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) enteropion
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) ekteropion
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) koloboma
Tidak Ada
Tidak Ada
a. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
b. benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
a. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
b. benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
Kesan normal
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) sikatrik
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) warna
9. Tekanan intraocular
a. palpasi
b. tonometri schiotz
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra
superior
1.) edema
2.) hiperemi
5). benjolan
Tidak ada
Tidak Ada
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) sikatrik
Tidak Ada
Tidak Ada
5). benjolan
Tidak Ada
Ada, 1 benjolan
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
5.)Hematom
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
6.) hematom
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemis
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
b. konjungtiva palpebra
inferior
c. konjungtiva forniks
d. konjungtiva bulbi
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sikatrik
11. Sclera
a. warna
Putih
Putih
b. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
c. penonjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
d. vulnus
Tidak Ada
Tidak Ada
a. ukuran
11 mm
11 mm
b. limbus
Jernih
Jernih
c. permukaan
Rata, mengkilap
Rata, mengkilap
d. sensibilitas
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
e. keratoskop (placido)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
g. arcus senilis
Tidak Ada
Tidak Ada
a. kejernihan
Jernih
Jernih
b. kedalaman
Dalam
Dalam
a. warna
Hitam
Hitam
b. bentuk
Tampak lempengan
Tampak lempengan
c. sinekia anterior
Tidak tampak
Tidak tampak
d. sinekia posterior
Tidak tampak
Tidak tampak
a. ukuran
3 mm
3 mm
b. bentuk
Bulat
Bulat
c. letak
Sentral
Sentral
Positif
Positif
Ada
Ada
Jernih
Jernih
12. Kornea
14. Iris
15. Pupil
16. Lensa
a. ada/tidak
b. kejernihan
c. letak
e. shadow test
Sentral
Sentral
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
kejernihan
reflek fundus
Visus sentralis
OS
6/6
6/6
Konfrontasi tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Proyeksi sinar
Baik
Baik
Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
jauh
B.
Visus perifer
C.
Sekitar mata
D.
Supercilium
E.
Pasangan bola
F.
mata
G.
Gerakan bola
mata
H.
Kelopak mata
Sekitar saccus
I.
lakrimalis
J.
Sekitar
glandula
K.
lakrimalis
Tekanan
L.
intarokular
Konjungtiva
palpebra
M.
Konjungtiva
bulbi
N.
Konjungtiva
O.
fornix
Sklera
P.
Kornea
Q.
Camera okuli
sentral
sentral
Kesan normal
Kesan normal
R.
S.
T.
anterior
Iris
Pupil
Lensa
V.
DIAGNOSIS BANDING
OS Kalazion
OS Hordeolum
VI.
DIAGNOSIS KERJA
OS Kalazion
VII.
TERAPI
Medikamentosa:
Polydex eye drop 4 kali sehari 1 tetes mata kanan
Non Medikamentosa
Kompres air hangat OD selama 15 menit (4 kali sehari)
VIII.
PLANNING
Kontrol jika obat habis dan tidak ada perbaikan
IX.
1. Ad vitam
Dubia et bonam
2. Ad fungsionam
Dubia et bonam
3. Ad sanam
Dubia et bonam
4. Ad kosmetikum
Dubia et bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi1,3,4,5
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini
dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya.
Kalazion adalah radang granulomatosa menahun steril dan idiopatik pada
kelenjar meibom; umumnya ditandai pembengkakan terbatas yang tidak terasa
sakit dan berkembang dalam beberapa minggu.
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kronik kelenjar meibom
yang terjadi setelah timbulnya hordeulum internal. Kalazion akan terus tumbuh
dan diperlukan eksisi atau suntikan steroid untuk alasan kosmetik atau jika
penglihatan terganggu.
Gambar 2. Kalazion6
B.
Etiologi3
Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar Meibom.
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran
kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan
seborrhea, chronic blepharitis, dan acne rosacea.
C.
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya
penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.
D.
Anatomi Konjungtiva
Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit yang
tipis, sedangkan di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar
dan otot. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar
Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, dan kelenjar
Meibom pada tarsus yang bermuara pada margo palpebra.
Sedangkan otot yang terdapat pada kelopak adalah M. Orbikularis Okuli dan
M. Levator Palpebra. Palpebra diperdarahi oleh Arteri Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas berasal dari ramus frontal n. V, sedangkan kelopak
mata bawah dipersarafi oleh cabang ke II n. V.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Kelenjar :
Kelenjar Sebasea
2. Otot-otot Palpebra:
M. Orbikularis Okuli
M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus Atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
Patofisiologi1,2,3
Kalazion merupakan radang granulomatosa kelenjar Meibom. Nodul terlihat
atas sel imun yang responsif terhadap steroid termasuk jaringan ikat makrofag
seperti histiosit, sel raksasa multinucleate plasma, sepolimorfonuklear, leukosit
dan eosinofil.
Meibom.
Sumbatan
pada
drainase
normal
kelenjar
Meibom
Manifestasi Klinis5
1. Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
2. Pseudoptosis
3. Kadang-kadang
mengakibatkan
perubahan
bentuk
bola
mata
akibat
G.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada pasien dengan kalazion adalah
pemeriksaan fisik pada kelopak mata pasien.
Inpeksi : pada pemeriksaan secra inspeksi dapat dilihat adanya nodul pada
kelopak mata atas atau bawah, dimana nodul menonjol ke arah konjungtiva
dan tampak adanya daerah berwarna kemerahan pada palpebra bagian dalam.
Palpasi : pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan adanya masa yang
Penatalaksanaan1,2,3,4
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan
secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid
topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus,
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak
membuahkan hasil.
Sebagian besar kalazion berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di
bagian yang lebih dalam dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan
menyatu bila 2 buah kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika
isi kalazion tidak dapat dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya
dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna)
meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa
kasus mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus,
kuretase atau kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan rusaknya
jaringan. Steriod topikal diperlukan untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan
kronis yang dapat menimbulkan sikatrik.
Mengingat kalazion adalah peradangan, maka terapinya bersifat anti
peradangan.
Gambar 4. Eksisi6
b. Eskokleasi Kalazion. Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi
topikal pentokain. Obat anestesia infiltratif disuntikkan dibawah
kulit di depan kalazion. Kalazion dijepit dengan kelem kalazion
dan kemudian klem dibalik sehingga konjungitva tarsal dan
kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra dan
kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion dilepas
dan diberi salep mata.
I.
Prognosis1,2,3,4,5
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.
Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat yang sama
meskipun
telah
dilakukan
drainase
dengan
baik
sebelumnya,
harus
dapat
menyebabkan
berulangnya
atau
berkembangnya
suatu
granulomata.
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.
J.
Komplikasi3
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis, dan
kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi
untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa
pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya
sebagian dapat menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas
konjungtiva atau kulit.
a. Astigmatisma
Kelainan refraksi sehingga sinar tidak bisa difokuskan pada satu titik.
Hal ini bisa disebabkan oleh kalazion yang massa nya besar, sehingga
massa tersebut menekan permukaan kornea yang mengakibatkan
terjadinya perubahan kelengkungan kornea. Kelengkungan kornea yang
bertambah mengakibatkan berkas cahaya yang masuk ke retina tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam tetapi pada 2 titik , sehingga
bayangan yang dihasilkan tampak silendris.
b. Meibomianitis
Infeksi pada kelenjar meibom dapat terjadi jika kalazion terkontaminasi
oleh debu atau pun bakteri dan virus yang di akibatkan oleh kurangnya
personal higiene seseorang terutama pada daerah kelopak mata,
Sehingga terjadi peradangan pada kelenjar meibom.
c. Blefaritistarsus superior
Peradangan pada kelopak mata yang biasanya disebabkan oleh infeksi
dan alergi. Blefaritis dapat terjadi jika kebersihan kelopak mata tidak
diperhatikan, selain itu insisi pada kalazion yang tidak steril juga dapat
menyebabkan peradangan pada kelopak mata.
d. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar.
Sehingga akan menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan
saluran kelenjar air mata menjadi tersumbat dan kehilangan fungsinya
e. Trikiasis
Adalah suatu keadaan dimana bulu mata mengarah kebola mata sehingga
kornea tergores, hal ini terjadi jika kalazion tidak ditangani dengan benar
sehingga menyebabkan blefaritis. Peradangan pada kelopak mata dapat
menyebabkan pembentukan parut, pembentukan parut yang sempurna
pada konjungtiva tarsus superior menyebabkan perubahan bentuk pada
tarsus. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan bulu mata abnormal.
f. Hordeolum internum
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeulum internum
merupakan komplikasi lanjutan dari meibomianitis.
g. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar.
Sehingga akan menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan
saluran kelenjar air mata menjadi tersumbat dan kehilangan fungsinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan OS Kalazion. Adapun penatalaksanaan pasien ini adalah Polydex eye drop
empat kali sehari satu tetes pada mata kiri dan kompres hangat selama 15 menit
sebanyak empat kali sehari. Apabila tidak ada perbaikan atau memburuk selama
terapi, pasien disarankan untuk dilakukan eksisi.
B. Saran
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur cukup, olah raga, dan udara segar
mungkin dapat bermanfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit dan kelenjarkelenjar yang terdapat pada palpebra. Stress sering dikaitkan dengan kejadian
kalazion berulang, meskipun peranannya sebagai penyebab belum dapat
dibuktikan, sehingga manajemen stress yang baik dapat membantu mencegah
terjadinya kalazion.3
Pasien disarankan untuk selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menyentuh kulit di sekitar mata dan membersihkan minyak yang berlebihan di
tepi kelopak mata secara perlahan. Selain itu, pasien juga disarankan untuk
menjaga kebersihan wajah, membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh
wajah, dan menjaga kebersihan peralatan kosmetik mata.3
DAFTAR PUSTAKA
Wicaksono
EN
.
2013.
Kalazion
(Chalazion).
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/author/emirzanurwicaksono/
Diakses tanggal 1 Januari 2017.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.
Mansjoer, Arif. dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.