You are on page 1of 26

Presentasi Kasus

ILMU PENYAKIT MATA


DRY EYE SYNDROME

Disusun Oleh :
Muhammad Hilmy Labibi
Nisrina Mutia Ariani
Parada Jiwanggana

G99161062
G99161067
G99161072

Pembimbing
dr. Djoko Susianto, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Mata Kering (Dry Eye Syndrome) ialah suatu gangguan pada
permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari
lapisan air mata. Angka kejadian sindroma mata kering ini lebih banyak pada
wanita dan cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Peningkatan angka terjadinya sindroma mata kering ini ialah disebabkan
oleh adanya peningkatan angka harapan hidup dari populasi, peningkatan polusi,
penggunaan obat-obatan tertentu seperti obat alergi dan obat hipertensi,
peningkatan pengguna lensa kontak dan peningkatan penggunaan komputer.
Sindroma mata kering dapat pula terjadi berkaitan dengan penyakit sendi
(arthritis), yaitu penyakit Sjogren, yang ditandai dengan mata kering, mulut kering
dan radang sendi.
Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata
melindungi kornea dan berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata.
Penutupan kelopak mata berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh
permukaan mata dan memompa air mata melalui punctum lakrimali.
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari
yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur
seperti ektropion, entropion, lagoptalmus dan blepharoptosis. Untungnya,
kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak mengancam jiwa atau pun
mengancam penglihatan.
Sindroma mata kering ditandai oleh adanya rasa iritasi, berpasir, panas,
pedih, dan rasa lengket terutama pada saat bangun pada pagi hari, kadang timbul
rasa gatal dan penglihatan yang kabur. Gejala-gejala ini dirasakan lebih buruk
pada saat berada pada kondisi lingkungan yang berangin, pada ruangan
berpendingin AC, atau setelah membaca atau ketika bekerja di depan komputer
dalam jangka waktu yang lama. Pada sindroma mata kering yang perlu dilakukan
adalah mengetahui penyebabnya. Dokter mata akan menegakkan diagnosa dengan
melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengukur produksi air mata dan
menentukan jenis lapisan air mata yang berkurang produksinya.

Pengobaatan didasarkan pada penyebab dari sindroma mata kering tersebut.


jika mengalami kesulitan menutup mata untuk alasan apapun, mata akan
mengering karena penguapan air mata. Harus dilakukan tindakan seperti:
1. Lateral tarsorrhaphy merupakan prosedur lateral (luar) sepertiga dari
kelopak mata yang dijahit bersama untuk mengurangi kemampuan mata
untuk membuka secara luas dan untuk membantu mata menutup lebih
mudah.
2. Jika stroke atau kerusakan saraf membuat kelopak mata menutup dengan
benar, small gold weight dapat ditanamkan ke atas kelopak mata untuk
membantu menutup.

BAB II

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Kewarganegaraan
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tgl pemeriksaan
No. RM

II.

: Ny. S
: 60 tahun
: Perempuan
: Jawa
: Indonesia
: Islam
: Petani
: Ngunut, Wonosari, Klaten.
: 30 Desember 2016
: 012444XX

ANAMNESIS
A.

Keluhan utama
Kedua mata gatal dan pedes.

B.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan konsulan dari jantung dengan HHD. Pasien
dikonsulkan ke bagian mata karena mengeluh mata kanan dan kiri gatal dan
pedes. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
berkurang saat memejamkan mata. Dan bertambah saat menonton TV atau
membaca agak lama.
Sejak 2 minggu belakangan, pasien juga mengeluhkan pandangan mata
silau saat melihat sumber cahaya yang terang. Pasien mengeluhkan juga mata
kanan sedikit kabur saat memandang benda yang jauh. Kadang mata pasien
nrocos. Pada mata kanan juga terdapat mata merah.
Keluhan mata cekot-cekot, sakit kepala, mual, muntah, dan demam
disangkal oleh pasien.

C.

Riwayat Penyakit Dahulu


1.

Riwayat hipertensi

: ada

2.

Riwayat kencing manis

: disangkal

3.

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

4.

Riwayat kacamata

D.

E.

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


1.

Riwayat hipertensi

: ada

2.

Riwayat kencing manis

: disangkal

3.

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

4.

Riwayat kacamata

: disangkal

Kesimpulan Anamnesis
OD

OS

Proses

Lokalisasi

Palpebra

Palpebra

Sebab

DKM grade 2

DKM Grade 2

Perjalanan

Kronis

Kronis

Komplikasi

Infeksi sekunder

Infeksi sekunder

III. PEMERIKSAAN FISIK


A.

Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

B.

Vital Sign
Tekanan Darah
Heart rate
Respiratory rate
Temperature

C.

: 127/48 mmHg
: 88x/m
: 18 x/m
: 36.60C

Pemeriksaan Subyektif
OD

OS

6/15

6/6 E

A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis

jauh
a. pinhole

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

b. koreksi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

1. Konfrontasi tes

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

2. Proyeksi sinar

Baik

Baik

3. Persepsi warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

2. Visus sentralis
dekat
B. Visus Perifer

D.

Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata

OD

OS

a. tanda radang

Tidak Ada

Tidak Ada

b. luka

Tidak Ada

Tidak Ada

c. parut

Tidak Ada

Tidak Ada

d. kelainan warna

Tidak Ada

Tidak Ada

e. kelainan bentuk

Tidak Ada

Tidak Ada

a. warna

Hitam

Hitam

b. tumbuhnya

Normal

Normal

Sawo matang

Sawo matang

Dalam batas normal

Dalam batas normal

a. heteroforia

Tidak Ada

Tidak Ada

b. strabismus

Tidak Ada

Tidak Ada

c. pseudostrabismus

Tidak Ada

Tidak Ada

d. exophtalmus

Tidak Ada

Tidak Ada

2. Supercilia

c. kulit
d. gerakan
3. Pasangan bola mata dalam
orbita

e. enophtalmus

Tidak Ada

Tidak Ada

a. mikroftalmus

Tidak Ada

Tidak Ada

b. makroftalmus

Tidak Ada

Tidak Ada

c. ptisis bulbi

Tidak Ada

Tidak Ada

d. atrofi bulbi

Tidak Ada

Tidak Ada

a. temporal

Tidak terhambat

Tidak terhambat

b. temporal superior

Tidak terhambat

Tidak terhambat

c. temporal inferior

Tidak terhambat

Tidak terhambat

d. nasal

Tidak terhambat

Tidak terhambat

e. nasal superior

Tidak terhambat

Tidak terhambat

f. nasal inferior

Tidak terhambat

Tidak terhambat

1.) edema

Tidak Ada

Tidak Ada

2.) hiperemi

Tidak Ada

Tidak Ada

3.) blefaroptosis

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) blefarospasme

Tidak Ada

Tidak Ada

5.) benjolan

Tidak Ada

Tidak Ada

1.) membuka

Tidak tertinggal

Tidak tertinggal

2.) menutup

Tidak tertinggal

Tidak tertinggal

8 mm

8 mm

2.) ankiloblefaron

Tidak Ada

Tidak Ada

3.) blefarofimosis

Tidak Ada

Tidak Ada

4. Ukuran bola mata

5. Gerakan bola mata

6. Kelopak mata
a. pasangannya

b. gerakannya

c. rima
1.) lebar

d. kulit
1.) tanda radang

Tidak Ada

Tidak Ada

Normal

Normal

3.) epiblepharon

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) blepharochalasis

Tidak Ada

Tidak Ada

5.) vulnus

Tidak Ada

Tidak Ada

1.) enteropion

Tidak Ada

Tidak Ada

2.) ekteropion

Tidak Ada

Tidak Ada

3.) koloboma

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) bulu mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

a. tanda radang

Tidak Ada

Tidak Ada

b. benjolan

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada kelainan

Tidak Ada kelainan

a. tanda radang

Tidak Ada

Tidak Ada

b. benjolan

Tidak Ada

Tidak Ada

Kesan normal

Kesan normal

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

3.) sekret

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) sikatrik

Tidak Ada

Tidak Ada

2.) warna

e. tepi kelopak mata

7. Sekitar glandula lakrimalis

c. tulang margo tarsalis


8. Sekitar saccus lakrimalis

9. Tekanan intraocular
a. palpasi
b. tonometri schiotz
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra
superior
1.) edema
2.) hiperemi

5). benjolan

Tidak ada

Tidak Ada

1.) edema

Tidak Ada

Tidak Ada

2.) hiperemi

Tidak Ada

Tidak Ada

3.) sekret

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) sikatrik

Tidak Ada

Tidak Ada

5). benjolan

Tidak Ada

Ada, 1 benjolan

1.) edema

Tidak Ada

Tidak Ada

2.) hiperemi

Tidak Ada

Tidak Ada

3.) sekret

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) benjolan

Tidak Ada

Tidak Ada

5.)Hematom

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

3.) sekret

Tidak Ada

Tidak Ada

4.) injeksi konjungtiva

Tidak Ada

Tidak Ada

5.) injeksi siliar

Tidak Ada

Tidak Ada

6.) hematom

Tidak Ada

Tidak Ada

1.) edema

Tidak Ada

Tidak Ada

2.) hiperemis

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

b. konjungtiva palpebra
inferior

c. konjungtiva forniks

d. konjungtiva bulbi
1.) edema
2.) hiperemis

e. caruncula dan plika


semilunaris

3.) sikatrik
11. Sclera

a. warna

Putih

Putih

b. tanda radang

Tidak Ada

Tidak Ada

c. penonjolan

Tidak Ada

Tidak Ada

d. vulnus

Tidak Ada

Tidak Ada

a. ukuran

11 mm

11 mm

b. limbus

Jernih

Jernih

c. permukaan

Rata, mengkilap

Rata, mengkilap

d. sensibilitas

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

e. keratoskop (placido)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

f. fluorecsin tes

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

g. arcus senilis

Tidak Ada

Tidak Ada

a. kejernihan

Jernih

Jernih

b. kedalaman

Dalam

Dalam

a. warna

Hitam

Hitam

b. bentuk

Tampak lempengan

Tampak lempengan

c. sinekia anterior

Tidak tampak

Tidak tampak

d. sinekia posterior

Tidak tampak

Tidak tampak

a. ukuran

3 mm

3 mm

b. bentuk

Bulat

Bulat

c. letak

Sentral

Sentral

d. reaksi cahaya langsung

Positif

Positif

Ada

Ada

Jernih

Jernih

12. Kornea

13. Kamera okuli anterior

14. Iris

15. Pupil

16. Lensa
a. ada/tidak
b. kejernihan

c. letak
e. shadow test

Sentral

Sentral

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

17. Corpus vitreum


a.
b.

kejernihan
reflek fundus

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD
A.

Visus sentralis

OS

6/6

6/6

Konfrontasi tes

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Proyeksi sinar

Baik

Baik

Persepsi warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

jauh
B.
Visus perifer

C.

Sekitar mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

D.

Supercilium

Dalam batas normal

Dalam batas normal

E.

Pasangan bola

Dalam batas normal

Dalam batas normal

F.

mata dalam orbita


Ukuran bola

Dalam batas normal

Dalam batas normal

mata
G.
Gerakan bola

Dalam batas normal

Dalam batas normal

mata
H.
Kelopak mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Sekitar saccus

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

I.

lakrimalis
J.
Sekitar
glandula
K.

lakrimalis
Tekanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

L.

intarokular
Konjungtiva

Dalam batas normal

Dalam batas normal

palpebra
M.
Konjungtiva

Dalam batas normal

Dalam batas normal

bulbi
N.
Konjungtiva

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

O.

fornix
Sklera

P.

Kornea

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Q.

Camera okuli

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Bulat, warna hitam

Bulat, warna hitam

Diameter 3 mm, bulat,

Diameter 3 mm, bulat,

sentral

sentral

Kesan normal

Kesan normal

R.
S.

T.

anterior
Iris
Pupil

Lensa

Dokumentasi foto pasien

V.

DIAGNOSIS BANDING
OS Kalazion
OS Hordeolum

VI.

DIAGNOSIS KERJA
OS Kalazion

VII.

TERAPI

Medikamentosa:
Polydex eye drop 4 kali sehari 1 tetes mata kanan

Non Medikamentosa
Kompres air hangat OD selama 15 menit (4 kali sehari)

VIII.

PLANNING
Kontrol jika obat habis dan tidak ada perbaikan


IX.

Pro Eksisi Kalazion jika keadaan pasien tidak membaik


PROGNOSIS
OS

1. Ad vitam

Dubia et bonam

2. Ad fungsionam

Dubia et bonam

3. Ad sanam

Dubia et bonam

4. Ad kosmetikum

Dubia et bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi1,3,4,5
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini
dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya.
Kalazion adalah radang granulomatosa menahun steril dan idiopatik pada
kelenjar meibom; umumnya ditandai pembengkakan terbatas yang tidak terasa
sakit dan berkembang dalam beberapa minggu.
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kronik kelenjar meibom
yang terjadi setelah timbulnya hordeulum internal. Kalazion akan terus tumbuh
dan diperlukan eksisi atau suntikan steroid untuk alasan kosmetik atau jika
penglihatan terganggu.

Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa yang berlokasi di


kelenjar Meibom atau kelenjar zeis. Kalazion biasanya berkembang secara
spontan sebagai hasil dari penyumbatan satu atau lebih kelenjar bersifat tidak
nyeri. Nodulnya berkembang secara lambat dan biasanya tidak sakit dan
eritematosa. Lesinya biasanya hilang dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan saat lesinya di drainase baik secara eksternal melalui kulit kelopak mata
atau secara internal melalui tarsus, atau saat lipid yang tertekan difagosit dan
granuloma menghilang. Sebagian kecil daripada jaringan parut nungkin akan tetap
ada. Kadang-kadang pasien dengan kalazion mungkin mengalami pengelihatan
kabur yang sekunder sampai astigmatisma karena tekanan dari kalazion terhadap
bola mata.
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya
penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.

Gambar 2. Kalazion6
B.

Etiologi3
Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar Meibom.
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran
kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan
seborrhea, chronic blepharitis, dan acne rosacea.

a. Sumbatan pada kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom adalah kelenjar


sebasea, yang menghasilkan minyak yang membentuk permukaan
selaput air mata.
b. Penyakit mata lainnya: blefaritis ulseratif, dan hordeolum
Epidemiologi1,2,3,4

C.

Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya
penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.
D.

Anatomi Konjungtiva
Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit yang
tipis, sedangkan di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar
dan otot. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar
Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, dan kelenjar
Meibom pada tarsus yang bermuara pada margo palpebra.
Sedangkan otot yang terdapat pada kelopak adalah M. Orbikularis Okuli dan
M. Levator Palpebra. Palpebra diperdarahi oleh Arteri Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas berasal dari ramus frontal n. V, sedangkan kelopak
mata bawah dipersarafi oleh cabang ke II n. V.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Kelenjar :

Kelenjar Sebasea

Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat

Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel rambut


dan juga menghasilkan sebum

Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus. Kelenjar


ini menghasilkan sebum (minyak).

2. Otot-otot Palpebra:

M. Orbikularis Okuli

Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di


bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot
orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis
berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. Fasialis.

M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus Atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

3. Di dalam kelopak mata terdapat :


Tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau
kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra
Septum Orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan
Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (tediri atas jaringan
ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar
Meibom (40 buah di kelopak mata atas dan 20 buah di kelopak bawah)
Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah A. Palpebrae
Persarafan sensorik kelopak mata atas dapat dibedakan dari remus frontal
N. V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V (N. V2).

Gambar 3. Anatomi Konjungtiva6


Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat
dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup
bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel
goblet yang menghasilkan musin.
Gerakan palpebra :
1. Menutup: Kontraksi M. Orbikularis Okuli (N.VII) dan relaksasi M.
Levator Palpebra superior. M. Riolani menahan bagian belakang palpebra
terhadap dorongan bola mata.
2. Membuka: Kontraksi M. Levator Palpebra Superior (N.III). M. Muller
mempertahankan mata agar tetap terbuka.
3. Proses Berkedip (Blink): Refleks (didahului oleh stimuli) dan Spontan
(tidak didahului oleh stimuli). Kontraksi M. Orbikularis Okuli Pars
Palpebra.
E.

Patofisiologi1,2,3
Kalazion merupakan radang granulomatosa kelenjar Meibom. Nodul terlihat
atas sel imun yang responsif terhadap steroid termasuk jaringan ikat makrofag
seperti histiosit, sel raksasa multinucleate plasma, sepolimorfonuklear, leukosit
dan eosinofil.

Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak


hiperemik, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preaurikuler
tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim
bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur
sekresinya memasuki jaringan di sekitarnya dan merangsang terbentuknya respon
inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel radang ini
membentuk kalazion. Hal ini dapat membedakan kalazion dari hordeolum, yang
merupakan reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan nekrosis disertai
pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat menyebabkan terbentuknya
kalazion, dan sebaliknya.
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar,
kemungkinan karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan
mengakibatkan inflamasi. Proses granulomatous ini yang membedakan antara
kalazion dengan hordeolum internal atau eksternal (terutama proses piogenik yang
menimbulkan pustul), walaupun kalazion dapat menyebabkan hordeolum,
begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang multipel) yang agak
keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra mungkin
menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.
Riwayat blefaritits, hordeolum dan penyumbatan spontan yang terjadi pada
saluran kelenjar Meibom menyebabkan terjadinya sumbatan pada drainase normal
kelenjar

Meibom.

Sumbatan

pada

drainase

normal

kelenjar

Meibom

menyebabkan terjadinya penumpukkan sekresi kelenjar Meibom. Penumpukkan


sekresi tersebut akan menimbulkan terjadinya reaksi inflamasi/peradangan pada
kelenjar Meibom sehingga timbul jaringan granulasi/ jaringan ikat dan hialin dan
peradangan kronis pada kelenjar Meibom yang disebut dengan kalazion. Masa
yang terbentuk dari jaringan granulasi tersebut tampak sebagai nodul pada
kelopak mata yang tidak nyeri, teraba keras dan terfiksir pada tarus.
F.

Manifestasi Klinis5
1. Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.

2. Pseudoptosis
3. Kadang-kadang

mengakibatkan

perubahan

bentuk

bola

mata

akibat

tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.


4. Pada anak muda dapat diabsobsi spontan.
Penegakan Diagnosis1,2,4,5

G.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak


mata. Kadang saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit,
untuk memastikan hal ini maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan
histopatologi dilakukan bila kalazion terjadi berulang kali sehingga dicurigai
keganasan.
a.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada pasien dengan kalazion adalah
pemeriksaan fisik pada kelopak mata pasien.
Inpeksi : pada pemeriksaan secra inspeksi dapat dilihat adanya nodul pada
kelopak mata atas atau bawah, dimana nodul menonjol ke arah konjungtiva
dan tampak adanya daerah berwarna kemerahan pada palpebra bagian dalam.
Palpasi : pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan adanya masa yang

keras dan terfiksasi pada tarsus.


b. Pemeriksaan Histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila kalazion
terjadi berulang kalisehingga dicurigai keganasan
c. Pemeriksaan Tonografi
Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intra okuler (TIO) pada
mata. Biasanya tidak terjadi peningkatan, namun pemeriksaan tetap dilakukan
untuk memperkuat diagnosis
d. Pemeriksaan Darah Lengkap
Kadang kalazion dapat diikuti infeksi pada mata. Selain itu juga untuk
membedakan antara kalazion dan herdeolum.
e. Pemeriksaan Lipid Serum
Digunakan untuk memperkuat diagnosis.
H.

Penatalaksanaan1,2,3,4
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan
secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid

topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus,
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak
membuahkan hasil.
Sebagian besar kalazion berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di
bagian yang lebih dalam dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan
menyatu bila 2 buah kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika
isi kalazion tidak dapat dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya
dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna)
meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa
kasus mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus,
kuretase atau kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan rusaknya
jaringan. Steriod topikal diperlukan untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan
kronis yang dapat menimbulkan sikatrik.
Mengingat kalazion adalah peradangan, maka terapinya bersifat anti
peradangan.

1) Menggunakan kompres hangat selama kira-kira 15 menit, 2-4 kali


sehari. Penanganan konservatif kalazion adalah dengan kompres air
hangat 15 menit (4 kali sehari). lebih dari 50% kalazion sembuh dengan
pengobatan konservatif. Obat tetes mata atau salep mata jika infeksi
diperkirakan sebagai penyebabnya.
2) Injeksi steroid untuk mengurangi inflamasi
Injeksi steroid ke dalam kalazion untuk mengurangi inflamasi, jika
tidak ada bukti infeksi. Steroid menghentikan inflamasi dan sering
menyebabkan regresi dari kalazion dalam beberapa minggu kemudian.
Injeksi 0,2 2 ml triamsinolon 5 mg/ml secara langsung ke pusat
kalazion, injeksi kedua mungkin diperlukan. Komplikasi dari
penyuntikan steroid meliputi hipopigmentasion, atropi, dan potensial
infeksi.
3) Tindakan bedah jika gumpalan tersebut tidak dapat hilang.

a. Eksisi kalazion. Jika perlu, buatlah insisi vertikal pada permukaan


konjungtiva palpebra. Untuk kalazion yang kecil, lakukan kuretase
pada granuloma inflamasi pada kelopak mata. Untuk kalazion yang
besar, iris granuloma untuk dibuang seluruhnya Cauter atau
pembuangan kelenjar meibom (yang biasa dilakukan). Untuk
kalazion yang menonjol ke kulit, insisi permukaan kulit secara
horisontal lebih sering dilakukan daripada lewat konjungtiva untuk
pembuangan seluruh jaringan yang mengalami inflamasi.

Gambar 4. Eksisi6
b. Eskokleasi Kalazion. Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi
topikal pentokain. Obat anestesia infiltratif disuntikkan dibawah
kulit di depan kalazion. Kalazion dijepit dengan kelem kalazion
dan kemudian klem dibalik sehingga konjungitva tarsal dan
kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra dan
kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion dilepas
dan diberi salep mata.
I.

Prognosis1,2,3,4,5
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.

Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat yang sama
meskipun

telah

dilakukan

drainase

dengan

baik

sebelumnya,

harus

dipertimbangkan adanya suatu keganasan berupa karsinoma sel sebasea. Biopsi


langsung dengan potongan beku perlu dilakukan.
Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan.
Sedangkan insisi yang terlalu dalam dapat menyebabkan timbulnya fistula dan
jaringan parut. Suntikan kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan hilangnya
pigmentasi pada kulit. Pada pasien tertentu, pemberian kortikosteroid dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra okular. Kuretase dan drainase yang
inadekuat

dapat

menyebabkan

berulangnya

atau

berkembangnya

suatu

granulomata.
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.

J.

Komplikasi3
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis, dan
kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi
untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa
pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya
sebagian dapat menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas
konjungtiva atau kulit.
a. Astigmatisma
Kelainan refraksi sehingga sinar tidak bisa difokuskan pada satu titik.
Hal ini bisa disebabkan oleh kalazion yang massa nya besar, sehingga
massa tersebut menekan permukaan kornea yang mengakibatkan
terjadinya perubahan kelengkungan kornea. Kelengkungan kornea yang
bertambah mengakibatkan berkas cahaya yang masuk ke retina tidak

difokuskan pada satu titik dengan tajam tetapi pada 2 titik , sehingga
bayangan yang dihasilkan tampak silendris.
b. Meibomianitis
Infeksi pada kelenjar meibom dapat terjadi jika kalazion terkontaminasi
oleh debu atau pun bakteri dan virus yang di akibatkan oleh kurangnya
personal higiene seseorang terutama pada daerah kelopak mata,
Sehingga terjadi peradangan pada kelenjar meibom.
c. Blefaritistarsus superior
Peradangan pada kelopak mata yang biasanya disebabkan oleh infeksi
dan alergi. Blefaritis dapat terjadi jika kebersihan kelopak mata tidak
diperhatikan, selain itu insisi pada kalazion yang tidak steril juga dapat
menyebabkan peradangan pada kelopak mata.
d. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar.
Sehingga akan menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan
saluran kelenjar air mata menjadi tersumbat dan kehilangan fungsinya
e. Trikiasis
Adalah suatu keadaan dimana bulu mata mengarah kebola mata sehingga
kornea tergores, hal ini terjadi jika kalazion tidak ditangani dengan benar
sehingga menyebabkan blefaritis. Peradangan pada kelopak mata dapat
menyebabkan pembentukan parut, pembentukan parut yang sempurna
pada konjungtiva tarsus superior menyebabkan perubahan bentuk pada
tarsus. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan bulu mata abnormal.
f. Hordeolum internum
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeulum internum
merupakan komplikasi lanjutan dari meibomianitis.
g. Obstruksi duktus lakrimalis
Penyumbatan kelenjar air mata, hal ini terjadi jika massa kalazion besar.
Sehingga akan menekan kelenjar lakrimalis, hal ini mengakibatkan
saluran kelenjar air mata menjadi tersumbat dan kehilangan fungsinya.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan OS Kalazion. Adapun penatalaksanaan pasien ini adalah Polydex eye drop
empat kali sehari satu tetes pada mata kiri dan kompres hangat selama 15 menit
sebanyak empat kali sehari. Apabila tidak ada perbaikan atau memburuk selama
terapi, pasien disarankan untuk dilakukan eksisi.
B. Saran
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur cukup, olah raga, dan udara segar
mungkin dapat bermanfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit dan kelenjarkelenjar yang terdapat pada palpebra. Stress sering dikaitkan dengan kejadian
kalazion berulang, meskipun peranannya sebagai penyebab belum dapat
dibuktikan, sehingga manajemen stress yang baik dapat membantu mencegah
terjadinya kalazion.3
Pasien disarankan untuk selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menyentuh kulit di sekitar mata dan membersihkan minyak yang berlebihan di
tepi kelopak mata secara perlahan. Selain itu, pasien juga disarankan untuk
menjaga kebersihan wajah, membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh
wajah, dan menjaga kebersihan peralatan kosmetik mata.3

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S . 2010. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Universitas Indonesia.

Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M, Widodo PS (eds).


2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta: Sagung Seto.

Wicaksono
EN
.
2013.
Kalazion
(Chalazion).
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/author/emirzanurwicaksono/
Diakses tanggal 1 Januari 2017.

Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.

Mansjoer, Arif. dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.

Leonid SJ. 2014. Hordeolum and Chalazion Treatment. www.optometry.co.uk.


Diakses tanggal 1 Januari 2017.

You might also like