Professional Documents
Culture Documents
14
Data acak dari pasien telah dikumpulkan untuk menilai profil demografi
dari pasien yang memperlihatkan klinis batuk.
Untuk menguji keterkaitan jenis kelamin dan usia dengan perbedaan neuro
anatomi, digunakan relawan yang sehat baik pria maupun wanita yang
akan diminta untuk batuk dengan inhalasi capsaicin, dan kurva respon
konsentrasi diamati. Dosis maksimum capsaicin yang bisa dihirup tanpa
batuk kemudian diberikan untuk menilai aktivasi otak yang berhubungan
dengan dorongan untuk batuk seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Singkatnya, percobaan diulangi dengan interval 60 detik dan maksimal 8
kali. Data Blood oxygen level dependent (BOLD) fMRI dikumpulkan
menggunakan scanner Siemens Trio 3 T (Siemens Medical
Systems, Erlangen, Germany) untuk mengukur aktivitas saraf selama
batuk. Analisis data dari imaging otak dilakukan dengan menggunakan
protokol yang telah divalidasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Parameter perkiraan menunjukkan besarnya hemodinamik bergntung pada
perubahan intensitas sinyal BOLD terkait dengan bangkitan yang
diaktivasi oleh capsaicin diekstraksi dan dibandingkan untuk menilai
perbedaan pola respon regional anatara responden pria maupun wanita.
Data diperoleh dari eksperimen Fmri dibawah etika persetujuan yang
diberikan oleh Melbourne Health Human Research Ethics Committee,
Australia (HREC2007.012 and HREC2010.085). T-test digunakan untuk
perbandingan stastistik dari respon yang ditimbulkan. Penelitian ini
menganut pernyataan STROBE (memperkuat pelaporan studi
observasional dalam epidemiologi).
Hasil
Jumlah total ada 10.032 pasien yang datang ke klinik dari November 2003
sampai maret 2013. Database terdiri dari n=2219 Hull (UK), n=1841
belanda, n= 1518 seoul (korea selatan), n=1000 New York (NY, USA),
n=766 Manchester (UK), n=741 Brompton (UK), n= 689 Belfast (UK),
n=492 Guangzhou (China), n= 389 Sweden, n=290 Leicester/Kings
College Hospital (UK), and n=87 Northumbria (UK). Gambar 1
mengilustrasikan usia dan jenis kelamin pasien dari semua klinik pada
diagram lingkaran yang menampilkan rasio jenis kelamin dari pasien. Dua
pertiga dari pasien (n=6591, 66%) yang datang ke klinik adalah
perempuan. Perempuan memperlihatkan jumlah yg lebih besar dan
Pasien
Kelompokusiadalamtahu
Gambar 1. Distribusiusiadanjeniskelamindarisemuapasien yang
memperlihatkanklinis.
10 pria dengan usia rerata 28,7 (19-47) tahun dan 10 wanita berusia 27,3
(21-33) tahun menjalani tes capsaicin. Dosis toleransi maksimal dari
capsaicin inhalasi mendapatkan hasil signifikansi yang rendah pada wanita
dibanding pada pria . capsaicin inhalasi berhubungan dengan aktifasi
jaringan pusat saraf batuk yang dideteksi oleh fMRI, termasuk respon
sensori, motorik dan limbik. Besarnya respon pada korteks primer
somtosensoris wanita didapatkan hasil signifikansi besar dibandingkan
pada pria, meskipun dengan rerata yang digunakan rendah dalam tes dosis
capsaicin pada wanita.
Diskusi
Distribusi umur dan jenis kelamin pada kelompok besar pasien di tiga
benua hampir seragam. representasi keeluruhan pada wanita dalam
presentasi populasi pasien dengan keluhan utama batuk kronik butuh
waktu lama untuk mengenalinya. Dan mungkin contoh yang paling
mencolok pada perbedaan jenis kelamin ialah patofisiologi pernapasan.
Sementara itu sering dijelaskan pada makalah yang terkait dengn batuk,
sering diabaikan tentang struktur dan fungsi pernapasan pada pria dan
wanita. Survei epidemiologi mengungkapkan wanita mendominasi dari
keluhan batuk kronik diluar populasi umum. Dua kali lebih banyak wanta
dbandingkan dengan pria tentang kemajuan dari batuk dengan terapi
inhibitor angiotensin coverting enzyme. Wanita memiliki respon yang
semsitif terhadap reflek batuk dari tes inhalasi asam sitrat, asam tartarat
dan capsaicin. Peningkatan sensitifitas pada reflek batuk juga dibuktikan
pad pasien batuk yang datag ke klinik dimana data objektif tercatat batuk
pada wanita dua kali lipat dari pria. Penelitian ini akan mengungkapkan
bahwa perempuan memiliki sensitivitas yang meningkat pada reflek batuk
dibandingkan dengan pria. Dengan demikian, untuk membantu dalam
populasi, frekuensi wanita diharapkan lebih banyak dari pada pria.
Oleh karena itu, kami membahas tentang aktivitas otak secara fungsional
pada respon capsaicin inhalasi pada pria sehat dna wanita untuk menilai
perbedaan dalam respon saraf batuk. Kami sebelumnya telah menunjukkan
bahwa capsaicin inhalasi akan mengaktifkan jaringan saraf yang
didistribusikan ke otak manusia dalam merespon dari batuk. Wanita sangat
sensitif pada tes capsaicin dan meskipun stimulus yang lebih rendah
besarnya aktivasi di korteks somtosensoris adalah sektar dua kali lipat dari
pada pria. Daerah korteks somatostatis menmilkan perbedaan yang
berhubungan dengan jenis kelamin diketahui untuk menerima input
sensorik saluran napas dan diaktikan pada korelasi erat dengan presepsi
intensitas dorongan individu untuk batuk. Berkaitan dengan jenis kelami,
pada penelitian lain ditemukan efek yang berbahaya. Pada wanita biasanya
akan muncul nyeri kulit dan viseral lebih rendah dibandingkan pada pria
dan lebih mungkin timbul kondisi klinis dengan nyeri kronis. Bukti dari
studi pencitraan fungsional otak menunjukkan bahwa mungkin disebabkan
oleh perbedeaan respon pada wanita dan pria.
Ada perbedaan mencolok dalam distribusi usia pasien yang datang ke
klinik dengan subyek dominan berusia menengah atau lebih tua. Lebih
dari dua-pertiga dari pasien berusia 50 tahun dan lima diantaranya
berusia 70 tahun. Hal ini mirip dengan prevalensi penyakit kronis
lainnya termasuk gastrooesophageal refluks ; suatu kondisi yang umumnya
terkait dengan batuk kronik. Namun, hal ini berbeda dengan demografi
asma atopik, yang menyimpulkan bahwa ini mungkin tidak menjadi faktor
penting dalam patogenesis penyakit batuk kronis.
Meskipun jumlah subyek yang berusia lebih muda di klinik kami terbatas,
tampaknya ada yang jauh lebih bahkan distribusi jenis kelamin. CHANG
et al [26] telah mempelajari sensitivitas refleks batuk pada laki-laki dan
perempuan dan menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang terkait
Faktor faktor yang sama mungkin dapat menjelaskan hasil terpencil dari
beberapa klinik batuk kecil yang lebih kecil, khususnya Guangzhou. Hal
ini menunjukkan bahwa lebih banyak distribusi jenis kelamin yang sama
dan presentasi di usia yang lebih muda pada populasi di Cina. Sementara
itu, kemungkinan adanya perbedaan etnis asli pada sensitivitas refleks
batuk menunjukkan tidak adanya perbedaan yang terlihat dalam studi
relawan Cina-Amerika [30]. Faktor lingkungan, seperti polusi udara,
mungkin juga berperan. Tingginya tingkat polusi udara secara positif
berhubungan dengan batuk persisten di Cina.
tingkat polusi udara luar ruangan berhubungan positif dengan batuk terusmenerus di Cina