You are on page 1of 32

BAB 1

KASUS
ANAKKU SERING PUCAT
An. N umur 6 tahun, lemah, bentuk mukanya mongoloid, konjungtiva
anemis, sclera ikterik, bibir pucat kehitaman, hepatosplenomegali, BB kurang dari
normal, Hb 5 gr %, pasien disarankan untuk transfuse dan melakukan
pemeriksaan hapusan darah
Langkah 1
Kata kunci:
1. Badan Lemah
: Keadaan dimaan seorang anak kekurangan
energi
2. Bentuk muka mongoloid
: Muka yang mirip dengan orang mongol
seperti mata sipit, muka lonjong, wajah datar, hidung pesek
3. Konjungtiva anemis
: Konjugtiva yang berwarna pucat
4. Sklera ikterik
: Sklera mata berwarna kuning
5. Bibir pucat kehitaman
: Suatu kondisi dimana bibir pucat
6. Hepatosplenomegali
: Pembesaran Hepar dan limpah
7. BB kurang dari normal
8. Hb 5 gr %
:Kondisi
dimana
tubuh
mengalami
penurunan volume darah
9. Transfusi dan hapusan darah

Langkah 2
Menetapkan masalah:
1. Anak N mengalami lemah, konjungtiva anemis, bibir pucat kehitaman, Hb
5 gr %
2. Anak N mengalami hepatosplenomegali, sclera ikterik
3. Anak N mengalami BB kurang dari normal
4. Anak N bentuk mukanya mongoloid
5. Anak N disarankan melakukan tranfusi dan hapusan darah

Langkah 3

Analisa masalah:
1. Apa yang menyebabkan An. N mengalami lemah?
a. Kekurangan energy dalam tubuh (nina)
b. Karena anak sedang sakit atau mengidap penyakit tertentu(andre)
c. Karena anak kecapekan dan terlalu banyak beraktifitas(aqib)
d. Karena anak telat makan atau belum makan(ratih)
e. Karena anemia (katon)
f. Karena Hb turun (dodik)
2. Apa dampak jika kelemahan pada anak dibiarkan ?
a. Sakit anak bertambah parah (ratih)
b. Pertumbuhan dan perkembangan anak kurang berjalan dengan
baik(nina)
c. Anak menjadi sakit (choli)
d. Anak kehilangan berat badan(bambang)
e. Terjadi kelemahan otot()
f. Anak tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
g. Kesulitan dalam proses berfikir
3. Bagaimana penangan jika anak terlihat lemah ?
a. Segera periksakan ke dokter, untuk meghindari sakit yang lebih
parah
b. Berikan makanan dan minuman yang bergizi
c. Motivasi anak agar anak tetap mau makan
d. Istirahat cukup
4. Apa yang menyebabkan bentuk muka anak mongoloid?
a. Kelainan 6ciri tertentu
b. Mempunyai keturunan yang bentuk mukanya juga mongoloid
c. Menderita penyakit tertentu
5. Bagaimana cirri-ciri muka mongoloid?
a. Tinggi badan relative pendek
b. Kepala mengecil
c. Hidung datar
d. Mata sipit
6. Apa yang menyebabkan konjungtiva anemis?
a. Menderita anemia
b. Sel darah merah dalam darah berkurang
7. Bagaimana cirri-ciri konjungtiva anemis?
a. Konjungtiva berwarna pucat
8. Apa penyebab sclera ikterik?
b. Menderita penyakit hepatitis
c. Terjadi hepatosplenomegali
d. Peningkatan kadar bilirubin dalam darah
9. Apa yang menyebabkan anak mengalami hepatosplenomegali?
a. Menderita penyakit hepatitis
b. Limpa yang meradang

c. Menderita kanker hati atau limpa


10. Bagaimana cara mengkaji hepatosplenomegali?
a. Melakukan perabaan perut
b. Melakukan foto rontgen
c. Melakukan cek laboratorium
11. Apa Ciri-ciri hepatosplenomegali?
a. Nyeri pada perut
b. Perut membesar
c. Terjadi ikterik pada kulit atau konjungtiva
12. Apa yang menyebabkan Hb anak kurang dari normal (5 gr%)?
a. Kekurangan sel darah merah
b. Asupan makanan tidak bergizi
c. Kurang vitamin
d. Anak mengalami kelelahan
e. Menderita penyakit kelainan darah
13. Bagaimana cara meningkatkan Hb?
a. Mengkonsumsi buah dan sayuran
b. Mengkomsumsi vitamin/suplemen penambah darah
c. Makan makanan yang bergizi
d. Transfusi darah
14. Apa yang menyebabkan BB anak kurang dari normal?
a. Anak tidak mau makan
b. Makanan anak kurang bergizi
c. Anak cacingan
d. Anak mengalami sakit
15. Bagaimana BB dikatakan normal?
a. Jika berat badan anak pada usia 3 tahun mencapai , umur x 2 + 8 =
3 x 2 + 8 = 14 kg
b. Jika anak menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik
c. Jika anak tidak terlihat terlalu kurus atau terlalu gemuk
16. Apa akibatnya jika BB anak kurang dari normal?
a. Anak mudah sakit
b. Anak menjadi lemah
c. Anak tidak dapat beraktifitas seperti biasa
d. Anak menjadi terlihat kurus dan tidak sehat

17. Bagaimana cara mengatasi anak yang Bbnya kurang dari normal ?
a. Memodifikasi lingkungan yang nyaman agar anak senang untuk
diajak makan
b. Memberikan makan-makanan yang disukai anak namun tetap
bergizi
c. Memodifikasi makanan, agar anak suka dengan makanan tersebut
18. Bagaimana cara pencegahan agar BB anak tidak kurang dari normal?
a. Memberikan makanan yang bergizi 4 sehat 5 sempurna

b. Mencegah anak untuk jajan sembarangan


c. Menciptakan lingkungan yang nyaman agar anak tertarik untuk
diajak makan
d. Memodifikasi makanan, agar anak selalu tertarik untuk makanmakanan tersebut
e. Jika anak terlihat sakit,cepat berikan penanganan lebih lanjut
dengan memberikan pengobatan kepada anak
19. Mengapa anak disarankan melakukan transfuse darah?
a. Untuk menambah jumlah sel darah merah yang kurang dalam
darah
b. Hb yang turun

Langkah 4
Hipotesa:
1. Kemungkinan anak menderita Thalasemia
2. Ada pengaruh pemberian suplemen/vitamin untuk penambah darah

Langkah 5
Merumuskan Tujuan:
1. Teori Thalasemia

(Andzikriyanto Purnomo)

2. Askep Thalasemia

(Andzikriyanto Purnomo)

3. Manajemen Tindakan Untuk Thalasemia

(Nibras Najmah)

4. Hasil Penelitian Jurnal

(M. Aqib Hadi)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep Penyakit Talasemia

2.1.1

Pengertian Talasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan


sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
Talasemia

merupakan

penyakit

anemia

hemolitik

herediter

yang

diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 : 497).


Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005).
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik heriditer
dengan berbagai derajat keparahan (Nelson, 1999).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh
gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin
(Nurarif, 2013 : 549)
2.1.2

Klasifikasi Talasemia
Secara klinik talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Talasemia mayor (memberi gejala klinik jelas)
2. Talasemia minor (biasanya tidak memberi gejala klinik) (Ngastiyah, 2001 :
377)

2.1.3

Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat

ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap


thalassemia dalam sel selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001 : 24). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan

resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa
sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada
kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua
belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing
membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat
sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua
orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan
ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya
mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa
penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal
dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat
Thalassaemia,

maka

tidak

mungkin

mereka

menurunkan

Thalassaemia

trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak


mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara
anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan

Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat


menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

2.1.4

Gambaran Klinik
Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur

kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat, perkembangan
fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa

dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut
mempengaruhi gerak pasien karena kemampuan terbatas, limpa yang membesar
ini akan mudah ruptur hanya karena trauma ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak.
(Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang besar, korteks tipis dan
trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat
tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar,
limpa,

jantung

akan

mengakibatkan

gangguan

fatal

alat-alat

tersebut

(hemokromatosis) (Ngastiyah, 1997 : 378).


2.1.5

Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai

alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa
oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator

produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Hassan, 1985 : 49)

2.1.6

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening

test dan definitive test.


1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,
2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test

a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%
dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C.
Pemeriksaan
menggunakan high
performance
liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
(Wiwanitkit, 2007).
2.1.7

Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2001:26) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan

pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap


penelitian.

2.1.8
1.
2.
3.
4.

Komplikasi
Fraktur patologi
Hepatosplenomegaly
Gangguan tumbuh kembang
Difungsi organ, seperti : hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001 : 24)

2.1.9

Pencegahan
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka

pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program
pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan
(skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling),
dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara
prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif
pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan

secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga


penderita Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi
dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program
pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan
tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik
terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif
memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha
program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang
daripada program prospektif.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan
populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila
heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau
gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari
diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan
Talasemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil
penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan
ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH
sesuai gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya
meningkat pada Talasemia . Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke
pusat yang bisa menganalisis gen rantai . Penting untuk membedakan
Talasemia o(-/) dan Talasemia +(-/-), pada kasus pasien tidak
memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia o homozigot. Pada kasus
jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia heterozigot
dengan HbA2 normal dan gen rantai utuh, kemungkinannya adalah
Talasemia non delesi atau Talasemia dengan HbA2 normal. Kedua hal
ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting
untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari
kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan


dengan berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin
pada sampel darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan
18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak
digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi
chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu.
Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan
pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS,
mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama
yang
digunakan
oleh Southern
Blotting dari
DNA
janin
menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs),
dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi.
Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR)
untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh
enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai
bentuk dan dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin.
Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida
untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam
pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier
dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari
ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk
memperbesar region gen globin melalui membran nilon. Sejak sekuensi
dari gen globin dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat
dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2
jam (Permono, & Ugrasena, 2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.
Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system),
berdasarkan pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang
dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin,
non-paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage
analysis (Permono, & Ugrasena, 2006).

2.2
Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia
2.2.1 Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraan

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah


(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang
berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.
Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang
tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.

8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)


Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai

risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk
memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
aanak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang
dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

2.2.2 Diagnosa keperawatan


1. Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan kesalahan interprestasi informasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi

3.
4.
5.
6.
7.
2.2.3
N
o
1.

Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen


Gangguan citra tubuh
Resiko infeksi
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Rencana Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA

Defisiensi
Pengetahuan

RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
NOC

NIC

Knowledge : disease Theaching : disease


process
mengenai kondisi
Process
Knowledge : health
dan
pengobatan
1. Berikan
penilaian
behavior
tentang
tingkat
berhubungan
Kriteria Hasil.
pengetahuan
pasien
dengan kesalahan 1. Pasien dan keluarga
tentang
proses
menyatakan
interprestasi
penyakit
yang
pemahaman tentang
spesifik.
informasi
penyakit,
kondisi, 2. Jelaskan patofisiologi
prognosis
dan
dari penyakit dan
program pengobatan.
bagaimana hail ini
2. Pasien dan keluarga
berhubungan dengan
mampu
anatomi dan fisiologi,
melaksanakan
dengan cara yang
prosedur
yang
tepat.
dijelaskan
secara 3. Gambarkan tanda dan
benar.
gejala
yang
bias
3. Pasien dan keluarga
muncul pada penyakit,
mampu menjelaskan
dengan cara yang
kembali apa yang
tepat.
dijelskan
4. Gambarkan
proses
perawat/tim
penyakit dengan cara
kesehatan lainnya.
yang tepat.
5. Identifikasikan
kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat.
6. Sediakan
informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat.

2.

Intoleransi aktifitas NOC


b.d

7. Hindari jaminan yang


kosong.
8. Sediakan
bagi
keluarga atau SO
informasi
tentang
kemajuan
pasien
dengan cara yang
tepat.
9. Diskusikan perubahan
gaya
hidup
yang
mungkin diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan dating dan
atau
proses
pengontrolan
penyakit.
10. Diskusikan
pilihan
terapi atau penaganan.
11. Dukung paien untuk
mengeksplorasi atau
second
opinion
dengan cara yang
tepat
atau
diindikasikan.
12. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas
local,
dengan cara yang
tepat.
13. Intruksikan
pasien
mengenai tanda dan
gejala
untuk
melaporkan
pada
pemberian perawatan
kesehatan,
dengan
cara yang tepat.
NIC

tidak Konservasi Energi


Manajemen energi
Perawatan
Diri: Definisi: Mengatur
seimbangnya
ADL

kebutuhan
suplai oksigen

dan Kriteria Hasil:

penggunaan energi untuk

Klien dapat melakukan mencegah kelelahan dan


aktifitas

yang mengoptimalkan fungsi

dianjurkan dengan tetap Aktifitas:


mempertahankan
tekanan darah, nadi, dan
frekuensi

1.

Tentukan
keterbatasan aktifitas

pernafasan

fisik pasien

dalam rentang normal


2.

Kaji

persepsi

pasien

tentang

penyebab

kelelahan

yang dialaminya
3.

Dorong
pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya

kelemahan

fisik
4.

Monitor

intake

nutrisi
meyakinkan

untuk
sumber

energi yang cukup


5.

Konsultasi dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan

energi

melalui makanan
6.

Monitor

respon

kardiopulmonari
terhadap

aktifitas

(seperti

takikardi,

dispnea,

disritmia,

diaporesis,

frekuensi

pernafasan,

warna

kulit, tekanan darah)


7.

Monitor pola dan


kuantitas tidur

8.

Bantu

pasien

menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
9.

Monitor

respon

oksigenasi

pasien

selama aktifitas
10.

Ajari pasien untuk


mengenali tanda dan
gejala

kelelahan

sehingga

dapat

mengurangi
aktifitasnya.
Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan

mulut,

hidung, trakea bila ada

secret
2. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor

aliran

oksigen

sesuai

program

3.

Gangguan
tubuh

citra NOC
Body image
Self esteem
Kriteria Hasil

5. 5. Secara periodik,
monitor
ketepatan
pemasangan alat
NIC
Body

image

management

1. Kaji secara verbal dan


1. Body image positif
non verbal respon
2. Mampu
klien
terhadap
mengidentifikasi
tubuhnya.
kekuatan personal.
2. Monitor
frekuensi
3. Mendeskripsikan
mengkritik dirinya.
secara
factual 3. Jelaskan
tentang
perubahan
fungsi
pengobatan, perawatn,
tubuh.
kemajuan
dan
4. Mempertahankan
prognosis penyakit.
interaksi social.
4. Dorong
klien
mengungkapkan
perasaanya.
5. Identifikasi
arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu.
6. Fasilitasi
kontak
dengan individu lain
dalam
kelompok
kecil.

4.

Ketidakefektifan

NOC

NIC

perfusi

jaringan Circulation status


b.d berkurangnya Tissue perfusion :
cerebral
komponen seluler
Kriteria Hasil:
yang
Mendemostrasikan
menghantarkan
status sirkulasi yang
oksigen/nutrisi
ditandai dengan :
1. Tekanan
systole
dandiastole
dalam
rentang
yang
diharapkan.
2. Tidak ada ortostatik
hipertensi.
3. Tidak ada tandatanda
peningkatan
tekanan intracranial
(tidak lebih dari 15
mmHg).
Mendemostrasikan
kemampuan kongnitif
yang ditandai dengan :
1. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai
dengan
kemampuan.
2. Menunjukkan
perhatian, kosentrasi
dan orientasi.
3. Membuat keputusan
dengan benar.
Menujukkan
fungsi
snsori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran
tidak

ada

membaik,
gerakan-

gerakan involunter.

Peripheral

sensation

management
(manajemen

sensasi

perifer).
1. Monitor
adanya
daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tu
mpul.
2. Monitor
adanay
paretase.
3. Intruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi.
4. Gunakan
sarung
tangan untuk proteksi.
5. Batasi gerakan kepala,
leher, dan punggung.
6. Monitor kemampuan
BAB.
7. Kolaborasi pemberian
analgesic.
8. Monitor
adanya
trombopleblitis.
9. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensai.

5.

Resiko infeksi

NOC

NIC

Immune status
Knowledge
infection control.
Risk control.
Kriteria Hasil :

Infection
: (control infeksi)

1. Klien bebas dari


tanda dan gejala
infeksi.
2. Mendeskripsikan
proses
penularan
penyakit, faktor yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya.
3. Menujukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi.
4. Jumlah
leukosit
dalam batas normal.
Menujukkan
perilaku
hidup sehat.

control

1. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
lain.
2. Pertahankan
teknik
isolasi.
3. Batasi
pengunjung
bila perlu.
4. Intruksikan
pada
pengunjung
untuk
mencuci tangan saat
berkunjung
dan
setelah
berkunjung
meninggalkan pasien.
5. Gunakan sabun anti
mikroba untuk cuci
tangan.
6. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju, sarung
tangan
sebagai
pelindung.
8. Pertahankan
lingkungan
aseptic
selama pemasangan
alat.
9. Ganti letak IV perifer
dan line central da
dressing
sesuai
dengan
petunjuk
umum.
10. Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan infeksi
kandung kemih.
11. Tingkatkan
intake
nutrisi.
12. Berikan terapi obat

bila perlu.
Infection
protection
(proteksi infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala
infwksi
sistemik dan local.
2. Monitor
hitung
granulosit, WBC.
3. Monitor kerentangan
terhadap infeksi.
4. Batasi pengunjung.
5. Sering
pengunjung
terhadap
penyakit
menular.
6. Pertahankan
teknik
aspeiss pada psien
yang beresiko.
7. Pertahankan
teknik
isolasi.
8. Berikan
perawatan
kulit
pada
area
epidema.
9. Inspeksi kulit dan
membrane
mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
10. Inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah.
11. Dorong
masukan
cairan.
12. Dorong istirahat.
13. Instruksikan
pasien
untuk
meminum
antibiotic
sesuai
dengan resep.
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi.
15. Ajarkan
cara
menghndari infeksi.
16. Laporkan kecurigaan

6.

infeksi.
Laporkan kultur positif.
NIC

Ketidakefektifan

NOC

pola napas

Respiratory status : Airway management


ventilitation
1. Buka jalan nafas
Respiratory status :
gunakan chin lift atay
airway patency
jaw thrust bila perlu.
Vital sign.
2. Posisikan
pasien
Kriteria Hasil :
untuk memaksimalkan
ventilasi.
1. Mendemostrasikan
batuk efektif dan 3. Identifikasiskan
pasien
perlunya
suara nafas yang
pemasangan alat jalan
bersih, tidak ada
nafas buatan.
sianosis
dan
dyspneu,
mampu 4. Pasang mayo bila
perlu.
bernafas
dengan
5. Lakukan
fisioterapi
mudah, tidak ada
dada jika perlu.
pursed lips.
6. Keluarkan
secret
2. Menunjukkan jalan
dengan batuk atau
nafas yang paten
suction.
(klien
tidak
7. Auskultasi
suara
merasatercekik,
nafas, catat adanya
irama
nafas,
suara tambahan.
frekuensi pernafasan 8. Lakukan suction pada
dalam
rentang
mayo.
normal, tidak ada 9. Berikan bronkodilator
suara abnormal).
bila perlu.
3. Tanda-tanda
vital 10. Berikan
pelembab
dalam
rentang
udara kassa basah
normsl
(tekanan
Nacl lembab.
darah,
nadi, 11. Atur intake untuk
cairan
pernafasan).
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2 Oxygen
therapy.
13. Bersihkan
mulut,
hidung dan secret
trakea.

14. Pertahankan
jalan
nafas paten.
15. Atur
peralatan
oksigen.
16. Monitor
aliran
oksigen.
17. Pertahankan
posisi
pasien.
18. Observasi
adanya
tanda-tanda
hipoventilasi.
19. Monitor
adanya
kecemasan terhadap
oksigen.
20. .
21. Monitor vital sign.
22. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.
23. Monitor vs saat pasien
berbaring., uduk, atau
berdiri.
24. Auskultasi TD pada
tangan
dan
bandingkan.
25. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama
dan
setelah
beraktifitas.
26. Monitor kualitas dari
nadi.
27. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan.
28. Monitor suara paru.
29. Monitor
suara
pernafasan abnormal.
30. Monitor suhu, warna,
dan kelmbaban.
31. Monitor
sianosis
perifer.
32. Monitor
adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,

7.

Keterlambatan

NOC

pertumbuhan

dan Growth
and
development.
perkembangan
Nutrition imbalance
less
than
body
requirements.
Kriteria Hasil :
1. Anak
berfungsi
optimal
sesuai
tingkatannya.
2. Keluarga dan anak
mampu
menggunakan
koping
terhadap
tantangan
karena
adanya
ketidakmampuan.
3. Keluarga
mampu
mendapatkan
sumber-sumber
sarana komunitas.
4. Kematangan
fisik
wanita : perubahan
fisik normal pada
wanita yang terjadi
transisi dari masa
anak-anak
ke
dewasa.
5. Kematangan fisik :
pria perubahan fisik
normal pada pria
yang terjadi transisi
dari masa anak-anak
ke dewasa.
6. Status
nutrisi

bradikardi,
peningkatan sistolik).
33. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
NIC
Peningkatan
perkembangan

anak

dan remaja.
1. Kaji faktor penyebab
gangguan
perkembangan anak.
2. Identifikasi
dan
gunakan
sumber
pendidikan
untuk
memfasilitasi
perkembangan anak
yang optimal.
3. Berikan
perawatan
yang konsisten.
4. Tingkatkan
komunikasi verbal dan
stimulasi traktil.
5. Berikan
intruksi
berulang
dan
sederhana.
6. Berikan reinforment
positif atas hasil yang
dicapai anak.
7. Dorong
anak
melakukan perawatan
sendiri.
8. Manajemen perilaku
anak yang sulit.
9. Dorong
anak
melakukan sosialisasi
kelompok.
10. Ciptakan lingkungan
yang aman.
Nutrition management

seimbang.
7. Berat badan.

1. Kaji
keadekuatan
asupan
nutrisi
(misalnya kalori, zat
besi).
2. Tentukan
makanan
yang disukai anak.
3. Pantau kecenderungan
kenaikan
dan
penurunan
berat
badan.
Nutrition Theraphy :
1. Menyelesaikan
penilaian gizi, sesuai.
2. Memantau
makanan/cairan
tertelan
dan
menghitung
asupan
kalori harian, sesuai.
3. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan
gizi
sehari-hari,
sesuai.
4. Kolaborasi
dengan
ahli
gizi,
jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang
dibutuhkan
untuk persyaratan gizi
yang sesuai.
5. Pilih suplemen gizi,
sesuai.
6. Dorong pasien untuk
memilih
makanan
semisoft,
jika
kurangnya air liur
menghalangi menelan.
7. Mendorong
asupan
makan tinggi kalsium,
sesuai.
8. Mendorong
asupan
makan dan cairan

tinggi kalsium, sesuai.


9. Pastikan bahwa diet
termasuk
makan
tinggi kandungan serat
untuk
mencegah
konstipasi.
10. Memberikan pasien
dengan tinggi protein,
tinggi kalori, makan
dan minuman bergizi
jari yang dapat mudah
dikonsumsi, seusuai.
11. Administer menyusui
enteral, sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Hoffband, A, dkk. 2005. Kapita selekta Hematologi. Jakarta: EGC


Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Bajarmasin:
Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD Ulin
Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d
2 . J a k a r t a : Media Aesculapius Fkul.
Merenstein, Gerald B. 2001. Buku pegangan pediatric. Ed. 17. Jakarta: Widya
Medika
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan pediatric. Jakarta: EGC
Nelson, Waldo E. 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol. 2. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit , Edisi I. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Yogyakarta:
MediaCtion Publishing
Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
Jakrta: PT Fajar Interpratama.
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Bandung: Penerbit alumni
Wilkinson, Judith M. and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

You might also like