Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUIAN
A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan
maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari
kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan
kegiatan
dalam
penanggulangan
penderita
gawat
darurat
telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing
Management.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan:
a.
b. Tindakan Pembebasan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Tanpa Menggunakan Alat
c.
e.
Foreign Body Airway Obstruction (FBAO) / Sumbatan Karena Benda Asing pada Jalan
Nafas
f.
C. SISTEMATIKA PENULISAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Umum dan khusus
C. Sistematika penulisan
BAB II. AIRWAY BREATHING MANAGEMENT
A. Anatomi Sistem Pernafasan
B. Jalan Nafas (Airway)
C. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Alat
D. Tindakan Pembebasan Jalan Nafas dengan Tanpa Alat
E. Pernafasan (Breathing)
F. Penatalaksanaan Gangguan Ventilasi
G. Foreign Body Airway Obstruction (FBAO) / Sumbatan Karena Benda Asing pada Jalan
Nafas
H. Pengelolaan Fungsi Pernafasan (Breathing Management) dengan Pernafasan Buatan
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
AIRWAY BREATHING MANAGEMENT
A. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian yaitu:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
a.
Rongga hidung
Merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari: Psedostrafied
ciliated columnar epithelium) yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah
faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar
serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan
diteruskan ke:
Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.
b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan
seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada
dinding depan usofagus. Pada bayi, trakea berukuran lebih kecil, sehingga tindakan
mendongakan kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan pada
airway.
c.
Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.
Bronchus kanan bercabang menjadi: lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri
dari : lobus superior daninferior
d.
Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran kecil yang
dinamakan epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada saat makanan atau minuman
masuk melalui mulut, sehingga akan diteruskan ke esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu
seperti trauma atau penyakit, refleks ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga
dapat terjadi masuknya benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.
3. Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a.
Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan
langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel
d.
Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel kapiler, epitel alveoli,
saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli
epitel alveoli membran dasar endotel kapiler plasma eitrosit. Membran sitoplasma
eritrosit molekul hemoglobin. Surfactant: Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam
keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi,
sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.
4. Sirkulasi Paru
Mengatur
aliran
ke arteri
pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.
5. Bronkus dan paru
Merupakan
jalinan
atau
susunan bronhus
bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik .Pada
alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
6. Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
a.
Otot-otot interkostalis
f.
Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke belakang.
b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah.
c.
Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak ataupun
jalan nafanya menjadi kasar.
2. Bagian bawah
a.
Rales
Stridor
Langkah-langkah Pelaksanaan
Handschoen
3) Lingkungan
Menjaga privacy pasien.
4) Perawat
a) Mencuci tangan
b) Menilai keadaan umum pasien
c) Mengukur tanda-tanda vital
d) Mengobservasi pola nafas
5) Pelaksanaan
a) Perawat memakai handschoen
b) Membuka mulut pasien, tahan lidah dengan menggunakan tongue spatel
c) Bersihkan mulut dengan kassa steril
d) Masukkan oropharing tube melalui rongga mulut dengan ujung mengarah ke palatum, setelah
masuk dinding belakang pharing lalu putar oropharingeal tube 180 sampai posisi ujung
mengarah ke oropharing
e) Lakukan fiksasi dipangkal oropharing tube dengan plester tanpa menutup lubang oropharing
tube
f)
Tanda-tanda vital
Pola nafas
CATATAN:
Oropharingeal tube dipasang pada pasien yang tidak sadar atau pada pasien dengan
penurunan kesadaran.
3) Pada pasien yang dilakukan pemasangan oropharing tube harus dilakukan oral hygiene.
4) Ukuran oropharingeal: disesuaikan dengan mengukur panjang oropharingeal dari mulut ke
mandibula atau sesuai ukuran:
a) Kode 00 untuk bayi kecil/premature.
b) Kode 0 untuk bayi.
c) No. 1 untuk anak usia 1-3 tahun.
d) No. 2 untuk anak usia 3-8 tahun.
e) No. 3 untuk usia 8 tahun.
f)
2. Suctioning
a. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas
sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius,
1999).
b. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya secret yang
menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
1) Terdengar adanya suara pada jalan nafas.
2) Hasil auskultasi : ditemukan suara crackels atau ronkhi.
3) Kelelahan.
4) Nadi dan laju pernafasan meningkat.
Prosedur
Hudak (1997) menyatakan persiapan alat scara umum untuk tindakan penghisapan
adalah sebagai berikut:
Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan. (usahakan tidak rutin
melakukan
penghisapan
karena
menyebabkankerusakan
mukosa,
perdarahan,
dan
bronkospasme)
2)
Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan terjadinya penularan
penyakit melalui secret
3) Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama penghisapan seperti
nafas pendek, , batuk, dan rasa tidak nyaman
4)
Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level 80-120 mmHg untuk
menghindari hipoksia dan trauma mukosa
Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat kateter sedang
dimasukkan
8) Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara intermitten, tarik
kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan pernah melakukan suction lebih dari
10=15
9) Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal
10) Ulangi prosedur bila diperlukan (maksimal 3 x suction dalam 1 waktu)
11) Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan juga mouth care
setelah tindakan suction pada mulut
12) Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik Sputum (jumlah,
warna, konsistensi, bau, adanya darah) dan respon pasien.
Gambar Suction
3. Intubasi Endotracheal (ETT)
a. Pengertian
ETT adalah tindakan untuk memasukan pipa endotracheal ke dalam trachea, yang
biasa digunakan sebagai pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and
mask dan lain sebagainya.
b. Tujuan
1) Pembebasan jalan nafas
2) Pemberian nafas buatan dengan bag and mask
3) Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)
4) Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat
5) Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan
6) Mencegah distensi lambung
7) Pemberian oksigen dosis tinggi
c.
Indikasi
1) Intubasi Nasal
Keuntungan
a) Pasien merasa lebih enak / nyaman
b) Lebih mudah dilakukan pada pasien sadar
c) Tidak akan tergigit
Kerugian
a) Pipa ETT yang digunakan lebih kecil
b) Penghisapan sekret lebih sulit
1) Persiapan Pasien
a) Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
b) Mintakan persetujuan keluarga / informed consent
c) Berikan suport mental.
d) Sudah terpasang infuse dan infuse menetes dengan lancar
e) Hisap cairan / sisa makanan dari NG Tube
f)
2) Persiapan Alat
a) Sarung tangan
b) O2,slang O2 dan BVM (bag valve mask)
c) Laringoskop lengkap dengan blade sesuai ukuran pasien dan lampu harus menyala dengan
terang
d) Alat-alat suction (yakinkan berfungsi dengan baik)
e) Xylocain jelly/ xylicain spray dan KY jelly
f)
Anak-anak:
usia
(dalam
tahun)
kemudian
dibagi
masukan dalam ETT lalu ujungnya dibentuk spt stick golf 10. Stylet/mandrin ( ukuran 2/3
ETT)
j)
Magil forcep
Stetoskop
Pavulon 0,15mg/kgBB
Perawatan Intubasi
Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi korban).
Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban. Jika
korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan dibawah dagu.
d.
Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan samapi mulut korban
tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu menengadahkan kepala.
e.
Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban.
Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban.
b.
Cengkeram rahang bawah korban pada kedua sisinya.jika korban anak-anak, gunakan dua
atau tiga jari dan letakkan pada sudut rahang.
c.
Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini
menarik lidah menjauhi tenggorokan.
d. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah dengan
kedua ibu jari.
Pembebasan Jalan Nafas
Adapun teknik teknik cara mengatasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing,
tujuannya adalah mengeluarkan benda asing sehingga jalan nafas tidak terhalang oleh benda
asing.
a.
Metode
1) Abdominal Thrust
2) Chest Thrust
3) Back Blow
b. Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh benda asing
dan yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:
1) Secara mendadak tidak dapat berbicara
2) Tanda-tanda umum tercekik-rasa leher tercengkeram
3) Bunyi berisik selama inspirasi
4) Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan bernapas
5) Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu untuk batuk
6) Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7) Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau wising
c.
1)
Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar dan dapat
menghilangkan obstruksi.
2) Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg mengalami cedera dada, seperti flail
chest, cardiac contusion, atau fraktur sternal (Simon & Brenner, 1994).
3) Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas, disarankan dilakukan chest thrusts.
4) Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera pada organ-organ
yang ada dibawahnya selama dilakukan chest thrust.
d. Peralatan
1) Suction oral, jika tersedia.
2)
Magill atau Kelly forcep dan laryngoscope (untuk mengeluarkan benda asing yang
dapat dilihat di jalan napas atas).
e.
Persiapan Klien
Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian pegang lengan
kanan tersebut dengan lengan kiri. Posisi lengan anda pada abdomen klien yakni dibawah
prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.
3) Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas.
4)
Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan
napas.
5) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Gambar Abdominal Thrust dalam Keadaan Berdiri/Dudu
Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious:
1) Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
2) Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di abdomen tepatnya di
bawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.
3) Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas.
4) Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi jalan
napas.
5) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan
jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau Megil
forcep.
Gambar Abdominal Thrust dalam Keadaan Supine/Unconcious
Tahapan Prosedur Chest Thrust
Jika posisi klien duduk/ berdiri:
1) Anda berdiri di belakang klien.
2)
Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area midsternal di atas
prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
3)
Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust
beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
4) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Jika posisi klien supine:
1) Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
2)
Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan bagian bawah lengan
kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi
saat kompresi jantung luar).
3)
Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust
beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
4) Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan
jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau Megil
forcep.
Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan tumit tangan
anda.
4) Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas paha.
5) Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda pada sternum
dampingi dengan jari manis.
6) Lakukan chest thrust dengan cepat.
7) Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.
8)
Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda asing jika ia terlihat.
Hindari melakukan usapan jari secara membuta pada bayi dan anak, karena benda asing
dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan napas.
Untuk Anak 1-8th:
Untuk klien yang berdiri/duduk:
Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) sampai benda asing keluar atau pasien
kehilangan kesadaran.
Untuk klien pada posisi supine:
Sapuan jari membuta harus dihindari pada bayi dan anak, sebab kemungkinan dapat
mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam jalan napas.
Komplikasi:
Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi mantap
(posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan napas tetap terbuka; segera
minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2 menit) di cek pernapasannya apakah korban
masih bernapas atau tidak.
Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak
bernapas):
1.
Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk mencari atau
menghubungi gawat darurat)
2. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu korban (head
tilt dan chin lift)
3.
Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat dibersihkan
dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut bibir sapu ke dalam
dan ke arah luar
4. Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke bibir korban
dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield) lalu hembuskan perlahan >1
detik sambil jari tangan anda menutup hidung korban dan mata anda melihat ke arah dada
korban untuk menilai pernapasan buatan yang anda berikan efektif atau tidak (dengan
naiknya dada korban maka pernapasan buatan dikatakan efektif)
5. Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di pinggir
jakun tersebut) didaerah leher seperti pada gambar; bila tidak ada denyut maka masuk ke
langkah CPR
6. Bila ada denyut nadi maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1 tiap 5 detik
sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis datang; dan selalu periksa
denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak setiap 2 menit.
F. PENATALAKSANAAN GANGGUAN VENTILASI
1. Pengenalan Masalah Ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik merupakan langkah awal yang penting.
Langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi cukup. Ventilasi dapat terganggu karena
sumbatan jalan nafas, juga dapat terganggu oleh mekanika pernafasan atau depresi susunan
saraf pusat (SPP). Bila pernafasan tidak bertambah baikdengan perbaikan jalan nafas,
penyebab lain dari gangguan ventilasi harus di cari. Trauma langsung ke thorax dapat
mematahkan iga, dan menyebabkan rasa nyeri pada saat bernafas, sehingga pernafasan
menjadi dangkal dan selanjutnya hipoksemia. Cedera pada tulang servikal bagian bawah
dapat menyebabkan pernafasan diafragma, sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi.
Look. Perhatikan peranjakkan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan kelainan
intra-thorakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak harus dianggap sebagai ancaman
terhadap oksigenasi.
b. Listen. Auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang pada satu atau
kedua hemithorax menunjukkan kelainan intra thorakal. Berhati-hatilah terhadap tachypneu
karena mungkin disebabkan hipoksia.
c.
Feel. Lakukan perkusi. Seharusnya sonor dan sama kedua lapang paru. Bila hipersonor
berarti ada pneumothorax, bila pekak ada darah (hemothorax).
3. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan cepat
dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi harus segera
diambil tindakkan untuk memperbaiki oksigenasi dan mengurangi resiko penurunan keadaan.
Tindakan ini meliputi tekhnik menjaga jalan nafas, termasuk jalan nafas definitive ataupun
surgical airway dan cara untuk membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan
menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai
atau diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus diberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi masalah
airway. Suction harus selalu tersedia, dan sebaiknya dengan ujung penghisap yang kaku.
G.
Mengenali sumbatan karena benda asing pada jalan nafas/FBAO pada dewasa
Mengenali sumbatan jalan nafas yang disebabkan benda asing merupakan kunci
keberhasilan, sangat penting untuk membedakan keadaan gawat darurat seperti pingsan,
serangan jantung, kejang atau keadaan lainnya yang dapat menyebabkan gangguan
pernafasan, sianosis, atau hilangnya kesadaran.
direkomendasikan untuk melakukan abdominal thrust karena dapat merusak organ dalam
yang tidak terlindungi, contohnya hati.
Jika penderita jatuh tidak sadar segera lakukan RJP. Sebelum melakukan ventilasi
petugas harus melihat apakah bendanya terlihat atau tidak pada mulut penderita. Jika anda
melihat bendanya, keluarkan!! Petugas tidak direkomendasikan untuk melakukan sapuan jari
bila bendanya tidak tampak pada faring, karena dapat mendorong bendanya masuk ke dalam
ofaring dan dapat menyebabkan kerusakan pada organ tersebut.
Gambar Tekhnik Heimlich pada bayi
H.
PENGELOLAAN
FUNGSI
PERNAFASAN
(BREATHING
MANAGEMENT)
Tanpa Alat: Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung
sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
b.
Dengan Alat: Memberikan pernafasan buatan dengan alat Ambu bag (self inflating bag)
yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator
mekanik (ventilator/respirator).
5. Pemeriksaan pernafasan
a. Look-Lihat
1) Gerak dada
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Retraksi sela iga
4) Gerak dada
5) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
6) Retraksi sela iga
b.
c.
d.
e.
f.
g. Menilai pernafasan
1) Ada napas? Napas normal atau distres
2) Ada luka dada terbuka atau menghisap?
3) Ada Pneumothoraks tension?
4) Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
5) Ada Hemothoraks?
6) Ada emfisema bawah kulit?
h. Tanda distres nafas
1) Nafas dangkal dan cepat
2) Gerak cuping hidung (flaring nostril)
3) Tarikan sela iga (retraksi)
4) Tarikan otot leher (tracheal tug)
5) Nadi cepat
6) Hipotensi
7) Vena leher distensi
8) Sianosis (tanda lambat)
i.
bagian mulut korban, dilengkapi dengan katup satu arah sehingga cairan tubuh korban tidak
mengenai penolong. Bisa dilipat sehingga praktis dibawa kemana-mana.
Langkah-langkah memberikan pernapasan buatan mulut ke mulut:
1) Pastikan keamanan diri dan lingkungan, kemudian aktifkan SPGDT.
2) Baringkan korban pada posisi terlentang.
3) Atur posisi penolong. Berlutut disamping kepala korban.
4) Lakukan langkah-langkah pengelolaan airway.
5) Pasang alat pelindung; barrier device, face shield.
6) Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume tidal
terpenuhi.
7) Jepit lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk.
8)
Tutupi mulut korban dengan mulut penolong. Mulut penolong harus dapat menutupi
keseluruhan mulut korban agar tidak terjadi kebocoran.
9) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri kesempatan
untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik. Volume udara yang
diberikan sebesar volume tidal yaitu 10 mL/ kgBB atau 700-1000 mL, atau sampai dengan
dada korban terlihat mengembang. Hati-hati, jangan terlalu kuat atau terlalu banyak karena
dapat melukai paru-paru korban atau masuk ke lambung.
10) Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan dirasakan ada
tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik, perbaiki tehnik membuka
airway korban misalnya dengan memperbaiki posisi kepala. Jika setelah posisi diperbaiki
masih terasa berat, curigai adanya sumbatan airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan
napas.
11) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15 kali/
menit.
Gambar Barrier Device
Atur posisi penolong. Bila penolong hanya seorang, berlutut disamping kepala korban. Bila
penolong lebih dari satu orang, salah satu penolong yang memegangi masker berlutut di atas
kepala korban menghadap ke kaki korban.
6) Pertahankan posisi masker dan rapatkan. Posisi masker yang benar dan rapat penting untuk
keberhasilan pernapasan buatan. Mempertahankan posisi masker bisa dilakukan dengan dua
cara, yaitu: Pertahankan posisi masker dengan posisi kedua tangan seperti saat melakukan
jaw thrust atau triple airway manauver. Kedua ibu jari menahan masker bagian hidung,
sementara jari-jari lainnya menahan bagian dagu dan merapatkannya dengan menahan
masker bagian rahang bawah korban, sambil melakukan tindakan membuka airway.
Pertahankan posisi masker dengan salah satu tangan menahan bagian hidung, tangan lainnya
menahan bagian dagu sambil membuka airway korban.
7)
Penolong menarik napas dalam saat akan memberikan napas buatan, agar volume tidal
terpenuhi.
8) Berikan hembusan napas 2 kali, sambil tetap menjaga terbukanya airway. Beri kesempatan
untuk ekspirasi. Waktu yang diperlukan untuk tiap hembusan 1,5-2 detik. Volume udara yang
diberikan sebesar volume tidal 10 mL/ kgBB, atau sampai dengan dada korban terlihat
mengembang.
9)
Lakukan evaluasi ulang A dan B. Jika saat melakukan pernapasan buatan dirasakan ada
tahanan atau terasa berat, atau dada tidak naik turun dengan baik, perbaiki posisi kepala
korban. Perbaiki tehnik membuka airway korban. Jika setelah posisi diperbaiki masih terasa
berat, curigai adanya sumbatan airway. Lakukan tindakan membebaskan jalan napas.
10) Bila tidak ada gangguan lain, teruskan pernapasan buatan dengan kecepatan 12-15 kali/
menit.
BVM (Bag Valve Mask)
Pernapasan buatan yang dilakukan dengan bantuan BVM lebih dianjurkan, karena
memiliki lebih banyak keuntungan. Selain keuntungan seperti yang didapatkan dengan
menggunakan masker, BVM memberikan oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada
korban karena dapat dihubungkan dengan sumber oksigen. BVM dianjurkan digunakan oleh
dua orang penolong.
Sesuai namanya bag valve mask (BVM) terdiri dari kantung, katup satu arah, dan
masker/ sungkup muka. Isi kantung sekitar 1600 mL dan dapat dihubungkan dengan sumber
oksigen. Masker pada BVM memiliki bentuk yang sama seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Masker tersedia dalam berbagai ukuran untuk dewasa, anak, dan bayi.
Penggunaan BVM untuk pernapasan buatan tidak akan dijelaskan lebih lanjut, karena
penggunaannya memerlukan ketrampilan setingkat paramedis.
PERHATIAN:
Bila korban memiliki gigi palsu, biarkan gigi palsu tersebut tetap pada tempatnya, karena
akan mempermudah dicapainya posisi masker yang ketat.
6) Namun bila gigi tersebut lepas, segera keluarkan dari mulut korban dan amankan. Lepasnya
gigi palsu merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas. Lakukan penilaian berkala
keberadaan gigi palsu selama menolong korban.
Ambubag (bag-valve-masker)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan
mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas) adalah usaha
seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan
salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
B. SARAN
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah
disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu kami
berharap
pembaca
dapat
memberikan
kritik
dan
saran
yang
dapat
membantu
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Paediatric Life Support. 3rd ed. London: BMJ Books 2001. Chapters 4 (Basic life
support); 5 (Advanced support of the airway and ventilation); 22 (Practical procedures:
airway and breathing).
Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.
Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta
Fleisher G, Ludwig S (eds): Textbook of Pediatric Emergency Medicine (4th ed). Philadelphia:
Lippincott 2000. Chapters 1 (Resuscitation: pediatric basic and advanced life support); 5
(Emergency airway management: rapid sequence induction).
John, A, Boswick, 1997. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara
Taussig L, Landau L, Le Souf P; Martinez F; Morgan W; Sly P (eds) Pediatric Respiratory
Medicine. St Louis: Mosby 1999. Chapters 21 (Assisted ventilatory support and oxygen
treatment) and 25 (Lung trauma: toxin inhalation and ARDS).