You are on page 1of 7

POSISI

Ketika memanipulasi jalan nafas, posisi pasien yang benar sangat diperlukan.
Kesejajaran relatif dari axis oral, pharyngeal dicapai dengan memposisikan pasien dengan
posisi sniffing. Ketika diperkirakan ada patologi dari cervikal, kepala tetap harus dijaga pada
posisi netral selama manipulasi jalan nafas. Stabilisasi in-line leher harus dipertahankan
selama manajemen jalan nafas pada pasien ini, kecuali kalau gambaran radiologi yang tepat
telah dibaca oleh dokter ahli radiologi atau ahli saraf atau bedah spine. Pasien dengan
obesitas morbid harus diposisikan 30o lebih tinggi, karena kapasitas residual fungsional dari
pasien obese memburuk pada posisi supine, menyebabkan gangguan ventilasi deoksigenasi
yang lebih cepat.
PREOKSIGENASI
Saat memungkinkan, preoksigenasi dengan oksigen sungkup wajah harus didahulukan
pada semua intervensi manajemen jalan nafas. Oksigen dialirkan melalui masker untuk
beberapa menit untuk induksi anestesi. Dalam hal ini, kapasitas residual fungsional, cadangan
oksigen pasien, dibersihkan dari nitrogen. Lebih dari 90% dari FRC normal dari 2L yang
mengikuti preoksigenasi terisi dengan O2. Mempertimbangkan deman oksigen normal 200250 mL/min, pasien yang di preoksigenasi memiliki 5-8 menit cadangan oksigen.
Meningkatkan durasi apnea tanpa desaturasi meningkatkan keamanan, jika ventilasi yang
mengikuti induksi anestesi ditunda. Kondisi yang meningkatkan deman oksigen ( seperti
sepsis, kehamilan) dan mengurangi FRC (contoh obesitas morbid, kehamilan) mengurangi
periode apnea sebelum desaturasi terjadi kemudian.
BAG AND MASK VENTILATION
Bag and mask ventilation (BMV) adalah langkah pertama dalam manajemen jalan
nafas dalam banyak situasi, dengan pengecualian pasien dilakukan rapid sequence intubation.
Rapid sequence intubation mencegah BMV menyebabkan inflasi lambung dan mengurangi
potensi untuk aspirasi isi lambung pada pasien yang tidak puasa dan yang mengalami
perlambatan pengosongan lambung. Dalam situasi emergensi, BMV mendahului prosedur
intubasi sebagai usaha untuk oksigenasi pasien, dengan pemahaman bahwa ada resiko
aspirasi.

Seperti yang telah disebutkan di atas, tangan kiri seorang ahli anestesi memegang
masker pada wajah pasien. Wajah dipasang ke masker dengan jari ketiga, keempat, dan
kelima dari tangan kiri ahli anestesi. Jari diletakkan pada mandibula, dan rahang didorong ke
depan, membuat dasar lidah terangkat menjauh dari faring posterior sehingga membuka jalan
nafas. Jempol dan jari telunjuk berada di atas masker. Jika jalan nafas pasien paten, bekapan
masker akan menghasilkan pengangkatan dada. Jika ventilasi tidak efektif (tidak ada tanda
pengangkatan dada, tidak ada end tidal CO2 yang terdeteksi, tidak ada uap di masker), alat
bantu nafas mulut atau nasal dapat dipasang untuk membebaskan sumbatan jalan nafas.
Ventilasi masker yang sulit seringkali ditemukan pada pasien dengan obesitas morbid,
berjenggot, dan deformitas kraniofasial.
Beberapa tahun belakangan, ahli anestesi secara rutin hanya memakai masker. Dalam
dekade sekarang, variasi alat supraglotis diizinkan untuk penyelamatan jalan nafas ( ketika
BMV tidak memungkinkan) dan manajemen jalan nafas rutin (ketika intubasi tidak
diperlukan).
SUPRAGLOTTIC AIRWAY DEVICES
Supraglottic airway devices (SADs) digunakan pada pasien yang bernafas spontan dan
terventilasi selama tindakan anestesia. Alat ini juga digunakan sebagai saluran untuk
menghindari intubasi endotrakeal ketika BMV dan intubasi endotrakeal gagal. Semua SADs
terdiri dari pipa yang tersambung ke sirkuit atau bag pernafasan, yang terikat ke alat
hipofaringeal yang membungkus dan mengalirkan udara ke glotis, trakea dan paru. Sebagai
tambahan, alat pernafasan ini menutup esofagus dengan berbagai derajat efektivitas.
Mengurangi distensi udara ke lambung. Segel yang berbeda-beda untuk mencegah aliran
udara keluar melalui mulut juga tersedia. Beberapa dilengkapi dengan penghubung untuk
menyedot isi lambung. Tidak ada yang menawarkan perlindungan dari pneumonitis aspirasi
yang disebabkan pipa endotrakeal.

Laryngeal Mask Airway


Laryngeal mask airway (LMA) terdiri dari pipa widebore yang ujung proximalnya
terkoneksi ke sirkuit pernafasan dengan konektor standar 15-mm, dan bagian ujung distalnya
terikat ke sebuah cuff elips yang dapat diinflasi melalui pipa pilot. Balon cuff yang kempes
dilubrikasi dan dimasukkan secara buta ke dalam hipofaring, jadi ketika sekali terinflasi,
balon cuff bebentuk segel tekanan rendah yang mengelilingi jalan masuk ke laring. Hal ini

memerlukan anestesi yang dalam dan relaksasi otot sedikit lebih besar daripada yang
diperlukan untuk memasukkan jalan nafas oral. Walaupun insersi relatif sederhana, perhatian
kepada hal-hal detail akan meningkatkan kesuksesan. Posisi ideal cuff ditandai dengan dasar
lidah superior, sinus piriformis lateralis, dan spingter esofagus atas inferior.
Jika esofagus terletak diantara lingkaran balon cuff, distensi dan regurgitasi lambung
jadi memungkinkan. Variasi anatomis mencegah fungsi adekuat pada beberapa pasien.
Namun, jika LMA tidak berfungsi dengan baik setelah penempatan, untuk meningkatkan fit
nya LMA gagal, kebanyakan praktisi akan mencoba LMA lainnya dengan ukuran yang lebih
besar atau lebih kecil. Pipa dapat diamankan dengan tape ke kulit wajah. LMA secara parsial
melindungi laring dari sekresi faring ( tapi bukan regurgitasi lambung), dan ini harus tetap di
tempatnya sampai pasien mendapatkan kembali reflek jalan nafasnya. Hal ini biasanya
ditandai dengan batuk dan pembukaan mulut sesuai intruksi. LMA tersedia dalam banyak
ukuran.
LMA menyediakan altenatif untuk ventilasi melalui masker wajah atau pipa trakea.
Kontraindikasi relatif untuk LMA termasuk pasien dengan patologi faring (contoh: abses),
obstruksi faring, lambung yang penuh (contoh: kehamilan, hernia), atau kompliens paru yang
rendah ( contoh: penyakit jalan nafas restriktif) memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih
besar dari 30 cm H2O. Biasanya LMA dihindari pada pasien dengan bronkospasme atau
resistensi saluran napas yang tinggi, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa karena tidak
ditempatkan di trakea, penggunaan laryngeal mask airway dikaitkan dengan kurang bronkospasme
daripada trakeal tube. Meskipun jelas bukan definitif airway seperti intubasi trakea, laryngeal mask
airway telah terbukti sangat bermanfaat sebagai ukuran untuk menyelamatkan jiwa pada pasien
dengan kesulitan saluran udara (orang-orang yang tidak dapat ventilasi atau diintubasi) karena
kemudahan insersi dan tingkat keberhasilan yang relatif tinggi (95% sampai 99%). Telah digunakan
sebagai saluran untuk stilet intubasi (karet elastis bougie), stylet jet ventilasi, FOB fleksibel, atau
berdiameter kecil (6,0-mm) trakeal tube. Beberapa laryngeal mask airway yang tersedia yang sudah
dimodifikasi untuk memfasilitasi penempatan trakeal tube yang lebih besar, dengan atau tanpa
menggunakan FOB. Insersi dapat dilakukan dengan anestesi topikal dan blok saraf laring superior
bilateral, jika jalan nafas harus diamankan saat pasien terjaga.

Gambar 1. Teknik Pemasangan Laringeal Mask Airway

Variasi dalam desain laryngeal mask airway meliputi:


1. ProSeal laryngeal mask airway yang memungkinkan bagian dari lambung untuk dekompresi.
2. I-Gel yang menggunakan occluder gel
3. Fastrach intubasi laryngeal mask airway yang dirancang untuk memfasilitasi intubasi endotrakeal
melalui perangkat laryngeal mask airway
4. CTrach laryngeal mask airway yang menggabungkan kamera untuk memfasilitasi berjalannya
sebuah endotrakeal tube

Tabel 1. Keberhasilan insersi dari laryngeal mask airway tergantung pada beberapa panduan

Nyeri tenggorokan adalah efek samping yang sering terjadi akibat penguunaan supraglotic airway
devices. Cidera atau luka pada lidah, hipoglosus dan saraf laring yang sering dilaporkan. Pengecekan
ukuran alat, menghindari hiperinflasi dan gerakan rahang selama penempatan mungkin dapat
mengurangi kemungkinan cedera tersebut.

Tabel 2. Keuntungan dan kerugian dari laryngeal mask airway dibandingkan face mask ventilation atau trakeal
intubation.

Tabel 3. Variasi masker laring dengan volume cuff yang berbeda dengan berbagai ukuran pasien

Esofageal Trakea Combitube


Esofageal trakea combitube terdiri dari dua tabung yang menyatu, masing-masing dengan
konektor 15 mm pada ujung proksimal (Gambar 2). Tabung biru panjang memiliki ujung distal
tersumbat yang memaksa gas keluar melalui serangkaian perforasi. Tabung yang lebih pendek
memiliki tip yang terbuka dan tidak ada perforasi. Combitube biasanya dimasukkan melalui mulut
sampai dua cincin hitam pada celah antara gigi atas dan bawah. Combitube memiliki dua bagian,
proksimal cuff 100 mL dan cuff distal 15 mL, yang keduanya harus sepenuhnya pada penempatan
yang tepat. Lumen distal dari combitube biasanya di kerongkongan sekitar

95% dari waktu

pemasangan sehingga ventilasi melalui tabung biru panjang akan memaksa gas keluar dari perforasi
ke laring yang pendek, tabung yang tampak dapat digunakan untuk dekompresi lambung, atau jika
combitube memasuki trakea, ventilasi melalui tabung yang tampak akan mengarahkan gas ke dalam
trakea.

Gambar 2. Combitube

King Laryngeal Tube


King laryngeal tube terdiri dari tabung dengan balon esofagus kecil dan balon yang lebih
besar untuk penempatan di hipofaring (Gambar 3). Kedua tabung disatukan melalui satu garis. Paruparu dikembangkan dari udara yang keluar antara dua balon. Sebuah alat hisap bagian distal balon
esofagus memungkinkan dekompresi lambung. Laringeal tube dimasukkan dan cuff dikembangkan,
sampai ventilasi membuktikan kesulitan, laringeal tube kemungkinan dimasukkan terlalu dalam,
sedikit penarikan alat tersebut sampai tercapai komplians paru membaik akan membantu memperbaiki
kondisi ini.

Gambar3.KingLaryngealTube

You might also like