Professional Documents
Culture Documents
29
A tersingkap
pada
interval
bawah-tengah
Satuan
Batupasir-
Load Cast
U
e
Foto 4.4 Struktur Sedimen pada Perselingan Batupasir Batulempung
a.
b.
c.
d.
e.
Struktur
Struktur
Struktur
Struktur
Struktur
sedimen
sedimen
sedimen
sedimen
sedimen
graded bedding
laminasi sejajar
crosslamination
load cast
flame structure
Gambar 4.1 Urutan struktur sedimen pada lapisan turbidit ideal menurut Bouma(1962,
after Midleton dan Hampton, 1978 dalam Reineck dan Singh 1980)
terlihat pola kedua mempunyai endapan sedimentasi dengan ketebalan yang relatif
sama ke arah utara, sehingga dapat ditafsirkan pola sedimentasi adalah agradasi. Pola
ketiga dicirikan oleh dominasi batupasir masif (fasies B) yang terbentuk oleh
mekanisme High Density Turbidity Current. Secara lateral terlihat pola ini
mempunyai endapan sedimentasi yang relatif semakin menipis ke arah utara dan
secara vertikal fasies B mempunyai pola yang semakin menipis ke atas, sehingga
dapat ditafsirkan pola sedimentasi adalah retrogradasi. Pola keempat dicirikan oleh
dominasi perselingan batupasir-batulempung, yang terbentuk oleh mekanisme Low
Density Turbidity Current. Secara lateral terlihat pola ini mempunyai endapan
sedimentasi yang relatif semakin tipis ke arah utara, sehingga dapat ditafsirkan pola
sedimentasi adalah retrogradasi.
Secara keseluruhan pola sedimentasi daerah penelitian terdiri dari beberapa
siklus sedimentasi. Berdasarkan korelasi penampang stratigrafi pola pertama terdiri
dari satu kali siklus sedimentasi, pola kedua terdiri dari lima kali siklus sedimentasi,
pola ketiga terdiri dari tujuh kali siklus sedimentasi, dan pola keempat terdiri dari 5
kali siklus sedimentasi. Proses sedimentasi daerah penelitian dapat ditafsirkan
merupakan mekanisme aliran gravitasi yang berulang ulang atau saling bertumpuk.
Oleh karena itu, dapat ditafsirkan bahwa proses sedimentasi terjadi karena pengaruh
longsoran dari dinding gunung api bawah laut yang berada di selatan daerah
penelitian.
4.3
Analisis Fasies
Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies
yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi
fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu
terbentuk (Mutti dan Ricci Luchi , 1972). Berdasarkan analisis fasies dan korelasi
penampang stratigrafi daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat asosiasi
fasies yaitu : asosiasi fasies I, asosiasi fasies II, asosiasi fasies III, dan asosiasi fasies
IV.
4.2.1 Asosiasi Fasies I
Asosiasi fasies I terdapat di bagian bawah satuan batupasir batulempung.
Asosiasi fasies I terdiri dari Fasies B dan Fasies C (Gambar 4.2). Asosiasi fasies ini
dicirikan oleh dominasi fasies C (perselingan batupasir-batulempung). Berdasarkan
karakteristik litologi maka ditafsirkan asosiasi fasies I terbentuk oleh mekanisme Low
Density Turbidity Current. Secara lateral asosiasi fasies I mempunyai endapan yang
relatif semakin menebal ke arah utara, sehingga dapat ditafsirkan proses sedimentasi
adalah progradasi. Suksesi vertikal yang terdapat pada perselingan batupasirbatulempung adalah menghalus ke atas dan menipis ke atas ( fining upward dan
thining upward).
Hasil analisis mikropaleontologi dengan kode sampel Cbg VI (Lampiran B)
ditemukan foraminifera planktonik berupa Globigerina venezuelana, Globigerinoides
binaiensis, Catasydrax dissimilis, dan Globorotalia peripheroronda, sedangkan fosil
foraminifera bentonik adalah Egerella sp., Nodosaria sp., Uvigerina peregrina. Fosil
foraminifera bentonik yang ditemukan pada asosiasi fasies I menunjukkan
lingkungan pengendapan batial atas.
C
Globigeri
na
venezuel
an a,
Globigerina
primordiu
s,
Globigerina binaiensis,G
lobigerina
tripartita,
Globigeri
na selli,
Globigeri
na
praebulloi
d
es
39
Asosiasi fasies ini dicirikan oleh semakin dominannya perselingan tipis batupasirbatulempung dan semakin berkurangnya batupasir masif. Hal ini menunjukkan
densitas arus semakin berkurang dibandingkan asosiasi fasies II dan III. Berdasarkan
pengukuran penampang stratigrafi didapatkan beberapa kali siklus sedimentasi.
Berdasarkan karakteristik litologi yang telah dideskripsikan diatas maka ditafsirkan
asosiasi fasies ini terbentuk oleh mekanisme aliran High Density Turbidity Current
Low Density Turbidity Curent. Secara lateral asosiasi fasies IV mempunyai endapan
sedimentasi yang semakin menipis ke arah utara, sehingga dapat ditafsirkan proses
sedimentasi adalah retrogradasi. Suksesi vertikal yang ditemukan pada perselingan
tipis batupasir-batulempung adalah menghalus ke atas dan menipis ke atas ( fining
upward dan thinning upward).
Hasil analisis mikropaleontologi dengan kode sampel Cbg X (Lampiran B)
tidak ditemukan fosil foraminifera atau barren fossil, sedangkan pada kode sampel
Cbg XI (Lampiran B) yang berada lebih diatas sampel Cbg X ditemukan kembali
fosil foraminifera planktonik dalam jumlah yang sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa
kecepatan arus masih berlangsung cepat dan suplai sedimentasi masih tinggi, akan
tetapi kemudian berkurang dengan ditandai oleh kembali ditemukannya fosil
foraminifera walaupun dalam jumlah sedikit.
Cbg
VIII
Barren
fossil
Cbg XI
Globigerina
praebullioid
es leroyi
Globigerinoi
d
e des
obliquu s
obliquus
Cbg
XI
Barre
n
Fossil
4.4
Daerah
Penelitian
Berdasarkan
penelitian
lapangan,
dapat
disimpulkan
bahwa
proses
sedimentasi daerah penelitian diendapkan oleh mekanisme aliran gravitasi. Hal ini
dicirikan oleh adanya variasi singkapan batuan yang ditemukan di daerah penelitian
mulai dari Batupasir konglomeratan dengan fragmen batulempung berukuran kerikil
berangkal sampai perselingan tipis batupasir batulempung. Selain itu, adanya
struktur sedimen yang memperlihatkan urutan sekuen Bouma (Ta-Tc) yaitu: struktur
sedimen graded bedding, laminasi sejajar, dan crosslamination serta suksesi vertikal
yang dijumpai adalah menghalus dan menipis ke atas (fining dan thinning upward)
yang mencirikan endapan turbidit.
Berdasarkan analisis petrografi (Lampiran A) batuan pada daerah penelitian
banyak mengandung material vulkanik, hal ini menunjukkan bahwa aktifitas
vulkanisme mempengaruhi proses pengendapan batuan di daerah penelitian. Pada
interval paling atas Satuan Batupasir Batulempung ditemukan lapisan tuf.
Mekanisme pengendapan lapisan tuf ditafsirkan merupakan produk jatuhan dari
gunung api bawah laut, kemudian endapan tuf tersebut mengalami longsor dan
terendapkan kembali dengan membentuk lapisan dengan ketebalan sekitar 10-50 cm.
Menurut Martodjojo (1984), aktifitas vulkanisme masih berasal dari selatan daerah
penelitian yakni berasal dari gunungapi vulkanik bawah laut yang telah muncul ke
permukaan.
Berdasarkan korelasi penampang stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi
menjadi empat asosiasi fasies, yaitu asosiasi fasies I(progradasi), asosiasi fasies
II(agradasi), asosiasi fasies III(retrogradasi), dan asosiasi fasies IV(retrogradasi).
Perubahan proses sedimentasi dari progradasi menjadi agradasi kemudian menjadi
retrogradasi disebabkan oleh adanya perubahan suplai sedimen dan kekuatan arus di
daerah penelitian.
Kandungan material vulkanik pada singkapan batuan di daerah penelitian
serta adanya perulangan antara perselingan batupasir konglomeratan, batupasir masif
dan perselingan batupasir batulempung yang saling bertumpuk atau berulang
ulang mengindikasikan bahwa proses pengendapan batuan di daerah penelitian
merupakan dipengaruhi oleh aliran sedimentasi dari gunung api bawah laut. Proses
pengendapan sedimentasi di daerah penelitian terdiri dari beberapa proses, yaitu
proses progradasi, proses agradasi, dan terakhir proses retrogradasi (Gambar 4.7, 4.8,
47
48
49