You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Definisi
Stroke adalah pen yebab kematian dan disabilitas utama.
D e n g a n k o m b i n a s i seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati
urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama
disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi
terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20%
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.1
Stroke hemoragik didefinisikan sebagai stroke yang disebabkan oleh lesi
vaskular intraserebrum yang mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.3
I.2 Epidemiologi
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000
pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya
perdarahan intraserebral. S e l a i n i t u a d a s e k i t a r 4 0 - 8 0 % a k h i r n y a
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita
stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%)
berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan
berjenis kelamin laki-lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk.2
Di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian utama pada masyarakat
Indonesia diatas usia lima puluh tahun, yaitu sebanyak 15,4% dari seluruh
kematian, terdapat 99/100,000 kematian dan 685/100,000 kecacatan. Insidensi
stroke sebanyak 25% lebih tinggi pada pria dibanding wanita. 1 dari 5 stroke
bersifat fatal, stroke menyebabkan sebesar 7% kematian pada pria, dan 10% pada
wanita. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada
stroke iskemik.3

1
BAB II
ANATOMI

I.2 ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to


Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak
mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi
pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir,
berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat,
mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya
suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.6

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat
badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari
kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan
normal, darah yang mengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow) adalah 50-60
ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid,
dan pia mater.

Gambar 1 Selaput Otak

2
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sistem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.4

3
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1

Gambar 2 Sirkulus Willisi (Perdarahan Otak)

I.3 ETIOLOGI
Stroke terjadi ketika asupan darah, aliran oksigen dan nutrien ke otak
terganggu atau menurun menyebabkan kematian sel otak.5
a. Stroke hemoragik dapat disebabkan akibat aneurisma pembuluh darah otak
yang pecah, hipertensi, malformasi arteri-vena, koagulopati, atau terapi anti-
koagulan.
b. Stroke iskemik akibat adanya trombus, embolus atau tromboembolus pada
pembuluh darah otak pecah dan sumbatan dapat terjadi pada pembuluh darah
otak.

4
I.4 FAKTOR RISIKO
Menurut WHO tahun 2010, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya stroke, ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat
dimodifikasi. Seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut.7

Tabel 1 Faktor Risiko Stroke

Faktor Risiko Stroke

Modifikasi Tidak bisa modifikasi

Hipertensi Usia

Merokok Jenis Kelamin

Diabetes Ras

Hiperkolesterolemia Genetik

Alkohol

Obesitas

Sumber: WHO, 2010

5
I.5 PATOGENESIS
I.5.1 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain
atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.8
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir,
luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan
dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.

I.5.2 Perdarahan Subaraknoid


Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dianggap sebagai stroke. Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika
terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan bukan disebabkan oleh kekuatan-
kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan
biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu
pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri
itu.8
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul
pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah
bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali
suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan

6
(menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak sehingga menyebabkan arteri
menjadi meradang dan kemudian dapat melemah dan pecah.

Gambar 3 Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Subaraknoid

I.6 PATOFISIOLOGI

7
BAB II
DIAGNOSIS

II. 1 ANAMNESIS
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
tetraparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,
ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-
gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.5

Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Iskemik


Intra- Sub-Arachnoid
Serebral
Defisit Lokal Berat Ringan Ringat/Berat
Stroke Impact Scale Positif Negatif Positif/Biasa
sebelumnya
Onset/awitan menit/jam 1-2menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah Sering Sering Tidak ada (kec. Lesi di batang
otak)
Hipertensi Hampir Biasanya tidak Sering kali
selalu
Kesadaran menurun Ada Ada Tidak ada
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari Permulaan tidak Sering dari awal
awal ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Lumbal Pungsi Ada darah Ada darah Jernih

Tabel 1 Perbedaan Gejala Klinis Stroke Hemoragik dan Iskemik

Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk


menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

8
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.

II.2 PEMERIKSAAN FISIK


Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi meninges. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor risiko
stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.6
II.2.1 Pemeriksaan Neurologis
Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda.6
Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya ditemukan
pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.

II.3 SISTEM PENILAIAN (SKORING)


II.3.1 Sistem Penilaian menurut Gajah Mada
Algoritma skor Gajah Mada merupakan suatu cara klinik untuk
membedakan stroke hemoragik dengan iskemik. Penurunan kesadaran, nyeri

9
kepala, dan refleks babinsky adalah variabel-variabel yang digunakan dalam
penilaian.

Gambar 4 Algoritma Gadjah Mada

II.3.1 Sistem Penilaian menurut Siriraj


Siriraj Stroke Score digunakan sebagai metode dalam mendiagnosis stroke
akut. Skor ini pertama kali dikembangkan oleh Siriraj hospital, Thailand sejak
tahun 1986. Metode tersebut dapat dilihat rumus dan interpretasinya sebagai
berikut.

( 2,5xS ) + ( 2xM ) + ( 2xN ) + ( 0,1xD ) ( 3xA ) 12

Keterangan:
S: kesadaran 0 = kompos mentis
1 = somnolen
2 = stupor/koma

M: muntah 0 = tidak ada


1 = ada

10
D: tekanan diastolik
A: ateroma 0 = tidak ada
1 = salah satu atau lebih (DM, angina, penyakit vaskular
Skor dengan nilai >1 menunjukkan perdarahan intraserebral supratentorial,
sementara itu skor <-1 menunjukkan adanya stroke infark. Skor diantara -1 dan 1
menandakan ragu-ragu dan membutuhkan pemeriksaan CT Scan.

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan
stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami embolikardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain
itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks.

II.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


II.5.1 Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.7

II.5.2 Pemeriksaan Kimia Darah


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan
koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan
anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.7

11
BAB III
PENATALAKSANAAN

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI),


tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke adalah untuk
meminimalkan jumlah sel yang rusak dan mencegah perdarahan intraserebral
lebih lanjut, mencegah secara dini komplikasi neurologis maupun medis dan
mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan, sehingga prognosis
pasien diharapkan akan lebih baik. Pengenalan tanda dan gejala dini stroke harus
segera dilakukan karena keberhasilan sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan
pada stadium akut, makin lama upaya pengobatan dilakukan atau makin panjang
saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.
Penatalaksanaan stroke stadium hiperakut, dilakukan tindakan resusitasi
serebro-kardio-pulmonal bertujuan supaya kerusakan jaringan otak tidak meluas.
Diberikan oksigen 2L/menit dan cairan kristaloid atau koloid, hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Penatalaksanaan dapat disesuaikan dengan jenis stroke setelah jenis stroke
dapat ditentukan. Terapi umum pada stroke hemoragik antara lain dirawat di ICU
jika volume hematoma >30ml dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan
darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid. Jika didapatkan tekanan
intrakaranial meningkat diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/KgBB/30
menit. Terapi khusus dapat diberikan neuroprotektor kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya makin buruk.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan antara lain yaitu
mengendalikan faktor risiko dan rehabilitasi medik sedini mungkin dengan tujuan
memperbaiki fungsi motorik, mencegah kontraktor sendi agar pasien dapat
mandiri, serta rehabilitasi sosial.

12
BAB IV
RADIOLOGI DIAGNOSTIK

Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang


sangat penting pada pasien stroke karena dapat menegakkan diagnosis secara tepat
stroke dan subtipenya, untuk mengidentifikasi penyebab utamanya dan penyakit
terkait lain, untuk menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk
memantau kemajuan pengobatan. Pada stroke, pemeriksaan radiologis yang
umum dilakukan adalah CT Scan dan MRI.12

1. Computed Tomography (CT) Scan


Pada pasien dengan stroke memiliki gambaran scan yang tidak normal yaitu
perdarahan dan infark. CT membedakan perdarahan infark setidaknya lima
hari setelah stroke. Pendarahan baru memiliki gambaran kepadatan tinggi
(putih), biasanya bulat dan menempati ruang. Infark tidak ada waktu yang
optimal untuk pasien stroke dengan CT dalam menunjukkan infark yang pasti,
namun dilakukan sesegera mungkin.3

a) Stroke Iskemik
a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada
CT-Scan. Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang
jelas. Sesudah 4 hari tampak gambaran lesi hipodens (warna hitam),
batas tidak tegas.

Gambar 5 Perbedaan Hasil CT Scan Normal dengan Stroke Iskemik

13
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin
tegas, dan bentuk semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai
dengan densitas liquordan berbatas tegas.

b) Stroke Hemoragik
a. Terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas.
b. Pada stadium lanjut terlihat edema disekitar perdarahan (edem
perifokal) yang menyebabkan pendesakan. Jika terjadi absorbsi
lengkap, gambarannya hipodens, biasanya kepadatan rendah (gelap)
dan menduduki wilayah vaskular dengan swelling.

Gambar 6 Perbedaan Hasil CT Scan Normal dengan Stroke Hemoragik

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang-gelombang
magnet daripada x-ray untuk mencitrakan otak. Gambar-gambar yang
dihasilkan MRI jauh lebih detil daripada yang dari CT, namun MRI bukanlah
suatu tes baris pertama dalam stroke karena memakan waktu lebih da ri satu
jam untuk diselesaikan.

MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat kimia yang terdapat pada
area otak yang membedakan tumor otak dengan abses otak, serta menilai adanya

14
perfusi. MRI juga dapat mengestimasi aliran darah pada sebagian area. Difusi
MRI digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema) secara tiba-tiba
dan MRI juga dapat memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas.
Pemeriksaan ini dilaksanakan dalam perjalanan perawatan pasien jika detil-
detil yang lebih halus diperlukan untuk membuat keputusan medis yang lebih
jauh.2

a) Stroke Iskemik
a. Akut: Low signal (hypointense) pada area T1, high signal
(hyperintense) pada spin density dan/atau T2. Diikuti distribusi
vaskular. Massa parenkim berubah.

b. Sub akut: Low signal pada T1, high signal pada T2. Diikuti distribusi
vaskular. Revaskularisasi dan rusaknya blood-brain barrier.

c. Old: Low signal pada T1, high signal pada T2, infark yang luas.

Gambar 7 Hasil MRI pada Stroke Iskemik

15
b) Stroke Hemoragik

Pemeriksaan MRI pada perdarahan akut dapat diidentifikasi dalam enam


jam pertama stroke. Rutin (spin echo) MRI urutan tetap khusus untuk
perdarahan tanpa batas di 90% dari pasien. Pada 10% sisanya yang
memiliki perdarahan intraserebral yang pasti, diagnostik (yaitu, sinyal
rendah disebabkan oleh hemosiderin) tidak terlihat di spin gema MRI T2,
meskipun cerebromalacea dapat terlihat. Secara khusus, spin cepat sering
digunakan gema urutan kepadatan T2 dan proton yang relatif sensitif
sedangkan urutan gradient echo adalah yang paling sensitif.

Gambar 8 Hasil MRI pada Stroke Hemoragik

3. Metode lain dari MRI12


a) Magnetic Resonance Angiogram (MRA)

Pemeriksaan ini digunakan untuk secara khusus melihat pembuluh-


pembuluh darah secara non-invasif (tanpa msenggunakan tabung-tabung
atau suntikan-suntikan).

b) Diffusion Weighted Imaging (DWI)

Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran
darah ke suatu bagian dari otak telah berhenti, sedangkan suatu MRI
konvensional mungkin tidak mendeteksi suatu stroke hingga sampai

16
enam jam setelah ia telah mulai, dan suatu CT scan adakalanya tidak
dapat mendeteksinya sampai ia berumur 12 sampai 24 jam. Pada DWI,
TIA memiliki lesi terlihat relevan pada saat DWI dicitrakan dalam waktu
24 jam. DWI mungkin paling berguna secara klinis untuk
mengidentifikasi lesi positif pada pasien dengan stroke kortikal atau
lacunar kecil, atau untuk menentukan apakah pasien dengan infark
sebelumnya dan tanda-tanda memburuk telah mengembangkan infark
baru atau tidak; DWI mungkin positif sampai seminggu di setidaknya
setelah pencitraan perfusi stroke.

4. Angiogram Konvensional

Pemeriksaan angiogram adalah tes lain yang digunakan untuk melihat


pembuluh- pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan
kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan
ketika x-rays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram memberikan
beberapa dari gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah,
ia juga adalah suatu prosedur invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan
secara mutlak. Contohnya, suatu angiogram dilakukan setelah suatu
hemorrhage ketika sumber perdarahan yang tepat perlu diidentifikasi. Ia juga
adakalanya dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi kondisi dari suatu
arteri karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh darah itu
direnungkan.

5. Carotid Doppler Ultrasound


Pemeriksaan carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif
yang menggunakan gelombang-gelombang suara untuk menyaring dan juga
melihat penyempitan- penyempitan dan pengurangan aliran darah pada arteri
karotid dan vertebralis untuk mengidentifikasi stenosis ateromatosa atau
diseksi.

17
BAB V
RADIOLOGI INTERVENSI

Radiologi intervensi adalah sub-spesialisasi radiologi yang memanfaatkan


prosedur minimal invasif untuk penegakkan diagnosis dan tatalaksana penyakit
pada hampir semua organ tubuh dengan menggunakan panduan gambar/foto yang
dihasilkan dari alat-alat radiologi (USG, CT Scan, MRI, Fluoroskopi). Secara
garis besar, radiollgi intervensi dapat dibagi menjadi vaskuler yaitu yang
berhubungan atau melalui pembuluh darah dan non vaskuler yang tidak
berhubungan atau melalui pembuluh darah.10
Jenis-jenis tindakan yang dapat dilakukan intervensi radiologi terutama
yang vaskuler dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu tindakan diagnostik
dan tindakan terapi. Tindakan diagnostik yang dilakukan adalah tindakan
angiografi yaitu prosedur membuat gambar dari pembuluh darah otak dengan
memasukkan kateter dan menyuntikkan media kontras, sedangkan tindakan terapi
yang dilakukan pada radiologi intervensi adalah trombolisis yaitu terapi untuk
melarutkan gumpalan darah dan embolisasi untuk menyumbat perdarahan.
Tindakan radiologi intervensi pada stroke hemoragik terlebih dahulu
dilakukan angiografi untuk mengetahui penyebab pecahnya pembuluh darah.
Penyebab tersering terjadinya stroke hemoragik adalah akibat
pecahnya aneurisma, yaitu suatu kelainan akibat lemahnya kondisi dinding
pembuluh darah yang akhirnya membentuk suatu kantong yang mudah pecah. Hal
ini juga terjadi akibat malformasi vena pada otak (arteriovenous
malformation/AVM). Angiografi serebral juga bisa dilakukan secara non invasif
dengan menggunakan CT Scan atau MRI.12

18
BAB VI
KESIMPULAN

Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi


adalah stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap
tahunnya yang terdiri dari 5 juta orang meninggal. Faktor risiko yang potensial
bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya hipertensi, penyakit jantung,
fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung, diabetes melitus,
sedangkan faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin,
herediter, ras (etnis), geografis.
Menit pertama sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit neurologis
merupakan kesempatan untuk mencegah kematian ataupun kecacatan permanen
yang serius. Sistem diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat penting
dalam terapi stroke akut yang optimal. Diagnosis stroke akut didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang.
Radiologi, terutama pemeriksaan CT Scan berperan sangat pentingpada
penentuan tipe stroke apakah termasuk tipe stroke hemoragik atau bukan, dan juga
membantu menentukan terapi selanjutnya. Pemeriksaan CT Scan pada stroke
hemoragik menunjukkan adanya lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas.
Tindakan radiologi intervensi yang dilakukan pada stroke hemoragik didahului
dengan angiografi sebagai tindakan diagnostik kemudian dilakukan tindakan
terapi yang dapat berupa trombolisis maupun embolisasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and


Victors Principles of Neurology. Ed. 8. New York: Mc Graw-Hill.

2. Jitendra L Ashtekar. 2015. Intracranial Hemorrhage Evalution with MRI.


Available from: http://emedicine.medscape.com/article/344973-
overview#showall

3. Djamil Fertikh. 2015. Head Computed Tomography Scanning. Available


from: http://emedicine.medscape.com/article/2110836-overview#showall

4. Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton Edisi 11. Jakarta:
EGC.

5. Duus, Peter. 2006. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda,


Gejala. Jakarta: EGC.

6. Smith, WS, Johnston, SC, & Easton, JD. Cerebrovascular Disease. 2006.
In: Hauser, S.L., ed. Harrisons Neurology in Clinical Medicine. USA:
McGraw-Hill.

7. World Health Organization. 2010. Global Burden of Stroke. Available


from:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stro
ke.pdf

8. Goetz Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In: Goetz:


Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia: Saunders.

9. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Edisi 6. Jakarta: EGC.

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Pokdi Stroke:


Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.

20
11. World Health Organization. 2010. International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems. Available from:
http://www.who.int/classifications/icd/ICD10Volume2_en_2010.pdf

12. Lvblad KO, Pereira VM. 2013. Neuroimaging of Stroke. The


Complementary Roles of CT and MRI. Clinical Neurology.

21

You might also like