You are on page 1of 15

MANAJEMEN FISIOTERAPI

OSTEOARTHRITIS (OA) KNEE

A. Pendahuluan
1. Sasaran Pembelajaran
a. Tujuan Instrusional Umum (TIU)
Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan manajemen fisioterapi pada kondisi OA
knee.
b. Tujuan Instrusional Khusus (TIK)
Mahasiswa diharapkan mampu:
1) Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi OA knee.
2) Menjelaskan tanda dan gejala akibat OA knee.
3) Menentukan jenis pemeriksaan fisioterapi dan menganalisis hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan.
4) Menguraikan problematik dan mendesain intervensi fisioterapi untuk kasus OA
knee.
5) Terampil melakukan jenis pemeriksaan dan mengaplikasikan jenis intervensi yang
ditentukan sesuai dengan problematik yang ada.

2. Kemampuan Prasyarat Mahasiswa


Sebelum mencermati pembahasan materi ini, mahasiswa sebaiknya telah mengikuti
mata kuliah prinsip sains dan biomedik dasar dalam fisioterapi, dasar-dasar neurologi
fisioterapi, proses dan pengukuran fisioterapi, terapi latihan dan manipulasi, dan elektro fisika
dan sumber fisis, sehingga dapat mengidentifikasi perbedaan kasus OA knee dengan kasus-
kasus musculoskeletal dan AFPR lainnya dan menyusun program manajemen terhadap materi
terkait.

3. Keterkaitan Bahan Pembelajaran dengan Pokok Bahasan Lain


Materi OA knee ini berhubungan dengan materi manajemen fisioterapi
musculoskeletal lainnya yakni sebagai pembanding problematik pada regio yang bermasalah
meskipun beberapa penyakit termasuk golongan yang serupa.
4. Manfaat
Kasus penyakit pada bidang musculoskeletal dan AFPR banyak terjadi di masyarakat.
Sebagai salah satu profesi di bidang kesehatan, seorang fisioterapi diharapkan mampu
melakukan manajemen kasus musculoskeletal, baik berupa asesmen, diagnostik, intervensi,
dan evaluasi yang tepat demi menunjang kesembuhan pasien di rumah sakit maupun di klinik.
Pokok bahasan ini juga memiliki implikasi bagi mahasiswa untuk memecahkan kasus-kasus
yang terkait gangguan musculoskeletal pada mata kuliah manajemen kasus kompleks
nantinya. Oleh karena itu, mata kuliah ini ditawarkan kepada mahasiswa untuk memperoleh
penjelasan dan praktik yang komprehensif seputar kasus-kasus musculoskeletal dan AFPR
agar dapat menunjang kompetensi mahasiswa kelak sebagai fisioterapis dalam menangani
pasien dengan tepat.

5. Petunjuk Belajar Mahasiswa


Proses Belajar Mengajar (PBM) menggunakan model The Five Jumps,
pembelajarannya terpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning), yang merupakan PBM
baku yang digunakan di Program Studi Fisioterapi Unhas. Hal-hal yang belum jelas, atau hal-
hal baru akan dibahas pada kuliah pakar dari dosen.

B. Penyajian Materi
1. Teori Kasus
1.1. Anatomi dan Fisiologi Terapan
Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint), yaitu
sendi yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu pergerakan antara dua
buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Secara anatomis persendian ini lebih kompleks
daripada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa. Permukaan tulang yang bersendi pada
synovial joint ini ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular
cartilage, yang merupakan bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat
rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul sendi merupakan pengikat
kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi
gerakan.
Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan :
1. Lapisan luar
Disebut juga fibrous capsul, terdiri dari jaringan connective yang kuat dan tidak
teratur. Akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang menutupi bagian
tulang.Dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk ligamentum.

2. Lapisan dalam

Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum sendi dan bagian
luar merupakan bagian dari articular cartilage. Membran ini tipis dan terdiri dari
kumpulan jaringan connective. Membran ini menghasilkan cairan synovial yang
terdiri dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan synovial ini
merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein, lemak dan sel sel
lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu
kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi
sehingga sendi mudah digerakkan.

Ada 2 condylus yang menutupi bagian ujung bawah sendi pada femur dan 2 tibial
condylus yang menutupi meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial. Patella yang
merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari tendon quadriceps
femoris, bersendi dengan femur, dimana patella ini terletak diantara 2 condylus femoralis
pada permukaan anteroinferior.
Lutut terdiri dari tiga persendian (artikulasi) yaitu tibio femoral, patelofemoral dan
tibiofibular. Aktivitas sendi-sendi ini dipengaruhi oleh tenaga lokal dan sendi di atasnya yaitu
sendi panggul (hip joint), maupun sendi di bawahnya yaitu sendi kaki (ankle joint). Sendi
lutut ditutup oleh kapsul sendi, yang berfungsi sebagai pertahanan yang penting terhadap
kerusakan sendi.
Penahan statik primer pada gerakan tibiofemoral adalah ligamentum krusiatum, ada 2
jenis yaitu : ligamentum krusiatum anterior dan ligamentum krusiatum posterior. Ligamentum
krusiatum anterior berfungsi melindungi gerakan ke depan dari plateu tibial dan membantu
mengontrol rotasi. Ligamentum krusiatum posterior berfungsi mencegah pergeseran ke depan
dari femur pada kondilus tibia dan menjaga stabilitas rotasi. Aksi valgus dan varus lutut
dikontrol oleh kedua ligamentum kolateral medialis dan kolateral lateral.
Gambar 1 Anatomi Knee

1.2. Patofisiologi
1.2.1. Definisi
Definisi osteoarthritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah
sekelompok kondisi heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut yang
berhubungan dengan defek integritas kartilgo, dan perubahan pada tulang di bawahnya dan
pada batas sendi.
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif pada kartilago sendi dengan
perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan osteofit, perubahan tulang
subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada sinovium, dan penebalan kapsul
sendi.
Sendi yang bisa terkena OA adalah sendi-sendi benar (true joint atau diarthrosis),
yaitu sendi-sendi yang mempunyai kapsul sendi, membran sinovialis, cairan sinovialis, dan
kartilago sendi.

Gambar 2 Perbandingan Knee Normal dan OA Knee


1.2.2. Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh R. S. Hinman dan K. M. Crossley menunjukkan bahwa
OA sendi patellofemoral tidak hanya menjadi sumber penting dari gejala OA lutut, tetapi juga
bahwa orang yang menderita penyakit OA sendi patellofemoral menunjukkan karakteristik
yang berbeda dari OA sendi tibiofemoral.
Dahulu, OA lutut dilihat sebagai suatu kelainan yang terjadi terutama pada sendi
tibiofemoral karena penilaian radiografi cenderung hanya terfokus pada X-ray antero-
posterior, yang tidak dapat mencitrakan sendi patellofemoral dengan baik. Namun
pengetahuan akan keterlibatan sendi patellofemoral dalam proses OA semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya penggunaan X-ray lateral. Pada pemeriksaan radiografi, osteofit
pada sendi patellofemoral lebih banyak dibanding pada sendi tibiofemoral. Penelitian lain
pada orang dengan nyeri lutut memperlihatkan pola radiografi yang tersering adalah
kombinasi sendi tibiofemoral dan patellafemoral, diikuti oleh OA sendi patellofemoral, OA
sendi tibiofemoral, dan sisanya menunjukkan radiografi normal.

1.2.3. Etiologi
Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia, jenis kelamin, ras,
genetik, nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi, kelainan anatomis, riwayat
trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olahraga, dan jenis pekerjaan.
1. Usia
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan beratnya
OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 80%
individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi menunjukkan
insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun.8 OA hampir tidak pernah terjadi
pada anak-anak dan sering pada usia di atas 60 tahun.7 Meskipun OA berkaitan
dengan usia, penyakit ini bukan merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat
dihindari.
Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia termasuk
penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran dan agregasi
matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan peregangan dan kekakuan matriks.
Perubahan-perubahan ini paling sering disebabkan oleh penurunan kemampuan
kondrosit untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu
sendiri sehingga terjadi penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon
terhadap anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak
seragam.
2. Jenis kelamin
Wanita beresiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria.8 Walaupun prevalensi
OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50
tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita, terutama pada sendi lutut. 7,8 Wanita
memiliki lebih banyak sendi yang terlibat dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti
kekakuan di pagi hari, bengkak pada sendi, dan nyeri di malam hari.
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena
turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit memiliki
reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh
estrogen.
3. Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika Amerika memiliki risiko
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu studi
lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA
dibandingkan kulit putih.
4. Genetik
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan
dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan,
seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
struktur-struktur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat,
atau proteoglikan.
Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada penderita OA
sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara kembar, dan populasi
menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang terkena
OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor genetik sebagai predisposisi OA adalah
adanya kesesuaian gen OA yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibanding
kembar di zigot.
5. Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki peningkatan
risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.16 Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi
OA membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan
defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia, penyakit Kashin-Beck, salah satu jenis
OA, dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme
terjadi pada sebagian penderita OA karena defisiensi selenium.
6. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya osteoartritis
lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA terutama melalui
peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga hingga enam kali
berat badan dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki.
Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh (IMT),
risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat. 21 Penderita OA dengan obesitas
memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya mengawali timbulnya
penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas para penderita OA.
Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang yang menyebabkan
kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan kejadian osteoartritis secara tidak
langsung melalui faktor-faktor sistemik
7. Penyakit komorbid
Faktor metabolik juga berkaitan terhadap timbulnya OA, selain faktor obesitas.
Hal ini didukung dengan adanya kaitan antara OA dengan beberapa penyakit seperti
diabetes mellitus, hipertensi, hiperurisemia, dan penyakit jantung koroner.
8. Menisektomi
Menisektomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan di daerah lutut
dan merupakan salah satu faktor risiko penting pada timbulnya OA lutut. Osteoartritis
lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi. OA campuran
antara patellofemoral dan tibiofemoral sering terjadi pada individu yang pernah
menjalani menisektomi.
9. Kelainan anatomis
Kelainan lokal pada sendi lutut yang dapat menjadi faktor risiko OA lutut antara
lain genu varum, genu valgus, Legg-Calve -Perthes disease, displasia asetabulum, dan
laksiti ligamentum pada sendi lutut. Kelemahan otot quadrisep juga berhubungan
dengan nyeri lutut, disabilitas, dan progresivitas OA lutut. Selain karena kongenital,
kelainan anatomis juga dapat disebabkan oleh trauma berat yang menyebabkan
timbulnya kerentanan terhadap OA.
10. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan robekan
meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan berhubungan
dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan progresifitas OA pada individu yang
pernah mengalami trauma lutut tidak dapat dicegah, bahkan setelah kerusakan
ligamentum cruciatum anterior diperbaiki. Risiko berkembangnya OA pada kasus ini
sebesar 10 kali lipat.
11. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau lebih
setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat benda berat
(10 kg-50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10
kg-50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut.
Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari juga berisiko
mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung lama akan
menyebabkan disuse atrophy yang akan meningkatkan kerentanan terjadinya trauma
pada kartilago. Pada penelitian terhadap hewan coba, kartilago sendi yang diimobilisasi
menunjukkan sintesis aggrecan proteoglikan pada kartilago yang mempengaruhi
biomekanisnya, berhubungan dengan peningkatan MMP yang dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih parah.
12. Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang
lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor penentu
lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan
perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami benturan
keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu meningkatkan
risiko untuk menderita OA lutut.

1.2.4. Klasifikasi OA KNEE


Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan, yaitu OA primer
dan OA sekunder :
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada
orangtua, susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai
degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-
kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-
sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat
membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar
tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari
kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang
terbentuk di sekitar sendi-sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun
banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil
(carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral
pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA
generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis
(DISH).
2. Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi


lainnya,seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal
maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium,
kelainan endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor
risiko lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi,
dan sebagainya.
Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi empat grade,yaitu :
a. Grade 0 : normal
b. Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
c. Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral
d. Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang,terdapat
penyempitan celah sendi
e. Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista subkondral
dan sklerosis
Gambar 3 Klasifikasi OA Knee

1.2.5. Patomekanisme
Pada osteoartritis yang pertama kali mengalami perubahan adalah tulang rawan sendi,
dimana permukaan sendi menjadi tidak beraturan dan membengkak yang diikuti erosi. Akibat
pembengkakan ini akan mempengaruhi pada kapsul sendi yang menjadi sempit dan
menimbulkan iritasi yang merangsang nosiseptor.
Karena kapsul sendi menyempit maka ligamentum penguat sendi menjadi terulur dan
mengakibatkan kemampuan untuk menjaga stabilisasi sendi menjadi menurun. Keadaan ini
berakibat terjadi hipermobil pada persendian lutut. Akibat hipermobil sendi lutut meniscus
sendi menjadi semakin tipis. Dikarenakan penurunan fungsi dari ligamentum maka fungsi
ligamentum akan diambil alih oleh otot.
Kerja otot otot stabilisator lutut akan meningkat sehingga menimbulkan spasme pada
otot tersebut. Keadaan spasme ini akan menghasilkan iskemik pada jaringan. Iskemik jaringan
akan menimbulkan viscous circle reflek yaitu dampak dari spasme yang terus menerus akan
mengakibatkan penurunan kemampuan otot untuk menjaga stabilisasi sendi lutut.
Dengan kondisi sendi yang menyempit maka akan menimbulkan peningkatkan
viskositas cairan sinovium, cairan sinovium adalah sumber makanan bagi tulang rawan. Maka
dengan peningkatan reaksi inflamasi pada cairan sinovium maka nutrisi pada tulang rawan
akan berkurang. Kekurangan nutrisi pada tulang rawan maka akan menambah kerusakan atau
erosi pada tulang rawan.
Pada proses selanjutnya maka akan terjadi kontraktur pada kapsul sendi yang
menyebabkan peningkatan immobilisasi. Kondisi immobilisasi ini akan menyebabkan
inaktivitas dari lutut dan menyebabkan kelemahan pada otot-otot sekitar lutut, khususnya
otot-otot stabilisasi sendi

1.2.6. Manifestasi Klinis


Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi, terutama saat
sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat istirahat.Seringkali
penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang meningkat secara bertahap selama
beberapa tahun.Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan
spasme otot periartikular. Pada tahap awal, nyeri hanya terlokalisasi pada bagian tertentu,
tetapi bila berlanjut, nyeri akan dirasakan pada seluruh sendi yang terkena OA. Nyeri ini
seringkali disertai bengkak, penurunan ruang gerak sendi, dan abnormalitas mekanis.
Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit, permukaan
sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur
otot periartikular. Krepitasi juga sering terjadi pada sendi yang sakit.
Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah sendi tidak
digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi
digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya berlangsung tidak lebih dari 30
menit. Selain itu, juga didapatkan pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi, dan
krepitasi.Pada OA lutut, gejala spesifik yang dapat timbul adalah keluhan instabilitas pada
waktu naik turun tangga.

1.2.7. Diagnosis Banding


1. Rheumatoid Arthritis
2. Osteoporosis

2. Praktek Proses Fisioterapi


2.1. Pemeriksaan Fisioterapi
Pemeriksaan fisioterapi dilakukan untuk menentukan diagnosis dan problematik
fisioterapi sebagai dasar untuk menyusun dan menentukan jenis intervensi yang akan
dilakukan. Jenis pemeriksaan fisioterapi yang dapat dilakukan berkaitan dengan kondisi OA
Knee menggunakan metode CHARTS, mencakup:
Catatan: jenis pemeriksaan berikut ini silahkan disusun sesuai metode CHARTS
1. Pengambilan data pasien berkaitan dengan kondisi melalui anamnesis/history taking.
2. Inspeksi baik secara statis maupun dinamis pada daerah lutut. Dalam pemeriksaan ini
perhatikan ada tidaknya oedem,ketidaksimetrisan pada lutut pasien.
3. Pemeriksaan fisik mencakup; orientasi tes dan pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif,
gerak dasar pasif dan isometrik tes.
4. Pemeriksaan spesifik untuk kasus OA knee, seperti:
a. Visual Analogue Scale (VAS) melalui Pain Assesment Tool terkait
nyeri dalam kondisi statis,dinamis ataupun tenderness.
b. Ballotement test pada Knee yaitu untuk mengetahui apakah ada cairan
pada lutut.
c. Fluktuasi tes yaitu untuk mengetahui apakah ada cairan pada lutut
d. Hiperekstensi test untuk mengetahui adanya kelainan lig. crusiatum
anterior
e. Hipermobilitas Varus-Valgus untuk mengetahui kelainan pada lig.
Collateral lateral dan collateral medial
f. Laci sorong (Shif Anterior dan Posterior) untuk mengetahui kelainan
lig. crusiatum anterior begitu juga sebaliknya.
g. Gravity sign untuk mengetahui kelainan pada lig. crusiatum posterior.
h. Lachman test untuk mengetahui kelainan atau ruftur pada lig. crusiatum
anterior.
i. Mc.Murray Test untuk mengetahui kelainan pada meniscus medialis &
meniscus.
j. Apley Test Compression untuk mengetahui adanyan kelainan pada
meniscus.
k. Manual Muscle Test (MMT) terkait kekuatan kelompok otot setiap
region yang terkait.
l. ROM test secara aktif terkait limitasi gerakan sendi yang bermasalah.
m. Hammilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) terkait masalah
psikogenik

2.2. Intervensi Fisioterapi


Fisioterapi sangat berperan dalam mengatasi beberapa gejala klinis yang ditimbulkan
dalam patologi OA Knee, sehingga diperlukan beberapa intervensi yang sesuai untuk
mengatasi problem-problem kasus tersebut untuk selanjutnya dievaluasi. Beberapa problem
yang dapat terjadi pada klien, yaitu:
1. Electrotherapy (Interferensi) untuk mengurangi nyeri tekan dan nyeri gerak pada
region knee
2. Pasif ROM exercise untuk mentasi Stiffness joint pada region knee.
3. Strengthening exercise untuk meningkatkan kekuatan otot pada Mm.Hamstring
dan Mm.Quadriceps.
4. Komunikasi terapeutik untuk mengatasi gangguan kepercayaan diri dan
kecemasan.

2.3. Kemitraan Fisioterapi


Pengembangan kemitraan Fisioterapi dapat dilakukan dengan profesi kesehatan
lainnya dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan sepenuhnya terhadap kondisi klien.
Hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien dan perkembangan patofisiologinya. Dalam
memberikan intervensi klien tersebut, Physio dapat bermitra dengan dokter spesialis saraf,
dokter spesialis patologi klinik, ahli okupasional, perawat, psikolog, ahli gizi, dan pekerja
sosial medis lainnya.

3. Rangkuman
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat, ditandai
dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang
subkondral, perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas
berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Biasanya
menyerang pada usia 60 tahun ke atas dan bukan merupakan akibat proses penuaan yang tak
dapat dihindari.

C. Penutup
1. Kasus dan Soal Latihan
Seorang wanita berusia 47 tahun dating berobat dengan keluhan nyeri lutut dan sulit untuk
berjalan. Keluhan sudah dialami semenjak sebulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri
semakin bertambah saat pasien melipat lututnya dan menggerakkan kakinya. Terlihat lutut
yang bermasalah ada pembengkakan dan biasanya merasakan kaku pada pagi hari. Semenjak
terkena penyakit ini pekerjaan klien sebagai seorang PNS menjadi terganggu. Dan urusan
rumah tangga jadi terbengkalai. Rancanglah manajemen fisioterapi sesuai kasus tersebut dan
selesaikanlah soal-soal berikut.
1. Jelaskan anatomi fisiologi dan patofisiologi OA Knee!
2. Jelaskan tanda dan gejala akibat OA Knee!
3. Jelaskan jenis pemeriksaan fisioterapi dan analisis hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan!
4. Jelaskan problematik dan rencanakan intervensi fisioterapi selanjutnya!
5. Praktikkan penyusunan program fisioterapi pada kondisi OA Knee (lihat kasus)!

2. Umpan Balik
Setelah membaca bahan ajar pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan telah mampu:
1. Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi OA Knee.
2. Menguraikan tanda dan gejala akibat OA Knee.
3. Menentukan jenis pemeriksaan fisioterapi dan menganalisis hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan
4. Menganalisis problematik dan mendesain intervensi fisioterapi.
5. Terampil melakukan jenis pemeriksaan dan mengaplikasikan jenis intervensi yang
ditentukan sesuai dengan problematik yang ada.

3. Daftar Pustaka
Ahmad Arisandy, Aras Djohan, Ahmad Hasnia. 2013. Tes Spesifik Muskuloskeletal. Fisiocare
Publishing : Makassar
A.N de Wolf,J.M.A.Mens. 1990. Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh, Cetakan Kedua. Jakarta
Inawati. Osteoarthritis. Surabaya : Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma
Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula . EGC: Jakarta
Yanuarty M. 2014. Osteoarthritis Knee. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro

4. Daftar Kata Penting


Kashin-Beck penyakit yang memicu munculnya penyakit OA knee

Krepitasi suara gemeretak (muncul akibat gesekan ujung-ujung tulang patah, juga
dari pergerakan sendi)
Osteofit kerusakan pada tulang rawan yang berbentuk tonjolan
Periosteum membran fibrosa padat yang menutupi permukaan tulang,yang terdiri
dari lapisan fibrosa
Tulang sesamoid tulang-tulang kecil yang biasanya terdapat diantaranya persendian
tulang
Viscous circle reflek yang mengakibatkan aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat
menyebabkan spasme pada pembuluh darah

You might also like