Professional Documents
Culture Documents
Q&A (Questions
and Answers) ini diambil dari berbagai kegiatan dan berbagai sumber, bertujuan untuk
memberikan pengertian dasar bagi para pelaku/penggiat/pemerhati STBM terutama
yang baru saja berkecimpung di program ini.
Kami membuka pintu akan segala masukan dan saran demi perkembangan dan
perbaikan Q&A ini.
DASAR KONSEP
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Program nasional STBM dikhususkan untuk skala rumah tangga, sehingga program ini
adalah program yang berbasis masyarakat, dan tanpa memberikan subsidi sama sekali
bagi rumah tangga.
sanitasi total
berbasis masyarakat
metode pemicuan
monitoring partisipatif
Proyek:
Program:
o dll
Donor terkait:
o World Bank;
o dll
Swasta:
o Unilever;
o dll.
LSM/NGO/UN:
o WES Unicef;
o Plan Indonesia;
o CD Bethesda;
o Yayasan Rumsram;
o IUWASH USAID;
o dll.
Pilar pertama STBM adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS).
STBM:
o Terdiri dari 5 pilar (Stop Buang Air Besar Sembarangan/ Stop BABS, Cuci
Tangan Pakai Sabun/ CTPS, Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga/ PAM-
RT, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan Air Limbah Rumah
Tangga).
CLTS:
STBM menggunakan metode yang digunakan di CLTS, dengan materi yang berbeda.
Apakah pengertian total sanitasi / sanitasi total di CLTS sama dengan di STBM?
Tidak sama.
Di CLTS, sanitasi total yang dimaksud adalah terkait community-led. Artinya, semua
komponen masyarakat terlibat dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasi.
APBD
BOK
CSR
dll
Koordinasi di daerah ada di tangan Bappeda. Namun saat ini ada banyak keuntungan
yang didapatkan jika yang melakukan koordinasi adalah Pokja AMPL daerah.
PEMICUAN
Berbeda.
Apakah kondisi Stop BABS / ODF itu tiap rumah harus punya jamban?
Tidak harus.
Seseorang bisa Stop BABS tanpa memiliki jamban. Yang menjadi fokus adalah
perubahan perilaku, bukan pembangunan sarana fisik.
Kita sebagai fasilitator tidak membawa solusi untuk masyarakat. Masyarakat sendiri yang
tahu solusinya.
PILAR 2. CTPS
Adakah saran-saran / fakta terkait Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang
jarang diketahui?
Ada beberapa:
Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di Negara-Negara
berkembang.
Anak-anak yang tumbuh di daerah miskin berisiko meninggal 10 kali lebih besar dari
pada mereka yang tinggal di daerah kaya.
Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, dan praktik CTPS dapat mencegah
1 juta kematian tersebut di atas.
Praktik CTPS setelah ke jamban atau menceboki anak, dan sebelum menjamah makanan
dapat menurunkan hampir separuh kasus diare, dan sekitar seperempat kasus ISPA.
Paraktik CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata, dan orang dengan HIV/AIDS.
Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang di
peroleh setelah menggunakan sabun.
4. Sebelum makan;
Praktik CTPS yang benar memerlukan sabun dan sedikit air mengalir.
Air mengalir dari kran bukan keharusan yang penting air mengalir dari sebuah wadah
bisa berupa botol, kaleng, ember tinggi, gentong, jerigen atau gayung.
Cara termudah untuk waktu 20 detik adalah mencari lagu favorit anak yang dapat
dinyanyikan dalam 20 detik. Misalnya lagu Happy Birthday dinyanyikan 2 kali.
Apakah sabun anti bakteri lebih baik dalam memutuskan rantai penyebab
penyakit dari pada sabun biasa?
Dengan penggunaan yang tepat, semua jenis sabun efektif dalam membantu
melunturkan kotoran/kuman (penyebab diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
dari tangan.
Ketiadaan sabun bukan suatu penghalang praktik CTPS di rumah. Hasil penelitian
menunjukkan sabun telah dapat di jangkau oleh lebih dari 90% rumah tangga di
Indonesia.
Masalahnya tidak semua menggunakan sabun tersebut untuk mencuci tangan. Mencuci
pakaian, mandi dan mencuci peralatan makan merupakan prioritas utama pengguna
sabun rumah tangga.
Ya, sebuah penelitian di Karachi, Pakistan, menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di
daerah kumuh terkontaminasi, yang mendapatkan pemahaman pentingnya CTPS, 50%
lebih sedikit terkena diare atau pneumonia daripada mereka yang tidak mendapatkan
pemahaman CTPS.
Penyampaian pesan harus dilakukan berulang kali agar pemahaman dapat saja sejalan
dengan praktik perilaku tersebut.
Tidak.
Negara-negara maju pun yang ketersediaan sabun dan air mengalir bukan suatu
masalah juga sering lupa mempraktikkan CTPS ini.
Para praktisi di bidang kebersihan, air dan sanitasi, serta produsen sabun telah banyak
mempelajari hal yang berfungsi baik dan hal yang tidak berfungsi baik dalam mengubah
kebiasaan dan perilaku.
Yang tidak berfungsi baik adalah pelaksanaan sebatas top-down, solusi teknologi,
maupun kampanye dengan komunikasi satu arah untuk penyampaian pesan-pesan
edukasi kesehatan.
Apakah itu kemitraan pemerintah swasta untuk cuci tangan pakai sabun (KPS-
CTPS)?
Dikukuhkan pada tahun 2007, KPS-CTPS di Indonesia saat ini memiliki Core Group yang
terdiri dari Kementrian Kesehatan RI, Bappenas, USAID, WSP, Unicef, Unilever, WFP
dan Reckitt Benckiser.
Di Indonesia, kelompok sasaran utama CTPS adalah para ibu yang memiliki balita atau
para pengasuh pengganti ibu seperti nenek, tante,baby sitter maupun pembantu.
Anak sekolah, suami maupun ayah adalah kelompok sekunder yang tidak kalah
pentingnya dalam keberhasilan penyampaian pesan CTPS.
Komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat penting untuk meningkatkan
keterlibatan dan menjalin kerjasama dengan, legislatif, lembaga swadaya masyarakat,
media, pemimpin agama, kelompok masyarakat, sekolah, dunia usaha dan pemangku
kepentingan lainnya dalam kegiatan mempromosikan CTPS.